Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Maraknya kasus tindakan kriminal dari pelecehan seksual pada anak dibawah umur
merupakan kasus yang akhir-akhir ini meningkat. Tingkat pelecehan seksual terhadap anak
dibawah umur adalah suatu tindakan atau pelanggaran hukum yang dilakukan interaksi
antara anak dan orang dewasa. Anak menjadi pelampiasan untuk melampiaskan rangsangan
seksual pelaku atau orang lain yang melampiaskan kepada korban. Anak seharusnya
memperoleh hak-haknya dan mendapatkan perlindungan yang lebih dari berbagai pihak,
peran orang tua pun sangat penting bagi tumbuh dan berkembangnya anak. Jika ada berada
dilingkungan keluarga maka peran dan fungsinya dari orang tua atau keluarga sangatlah
penting berjalan sebaimana mestinya.

Tindak kejahatan yang termasuk sebagai tindak kejahatan kesusilaan yang berkaitan
dengan permasalahan seksual di atur kedalam buku KHUP dari pasal 281 sampai dengan
pasal 299. Pelecehan seksual merupakan sebagai tindakan seksual yang terbentuk ke dalam
bentuk verbal, non verbal dan juga visual. Tidak sedikit berita ditelevisi atau social media
yang membahas tentang kejahatan seksual kepada anak yang sering terjadi setiap harinya,
pelecehan seksual kepada anak baik perempuan ataupun laki-laki tentu tidak boleh di biarkan
terjadi. Karena akan berdampak buruk kedepannya bagi keberlangsungan hidup anak sehari-
hari, moral dan batin anak pun terancam jika perbuatan pelecehan seksual tersebut
dialaminya. Kekerasan seksual pada anak merupakan pelanggaran hukum serta langsung
melukai anak secara fisik dan psikologisnya. Pelecehan seksual kepada anak biasanya di
lakukan dalam bentuk perbuatan seksual sodomi, pencabulan, incest, pemerkosaan,
catcalling. Dan kebanyakan terjadi pelaku kejahatan seksual terhadap anak adalah orang
terdekat dari lingkungannya yang seharusnya lingkungan tersebut dapat memberikan
perasaan yang nyaman dan aman bagi anak malah menjadi anak sangat takut dan trauma.

Dampak dari perbuatan pelecehan seksual tersebut sering terjadi adalah anak menjadi
menderita, emosi, depresi, kehilangan nafsu makan, anak menjadi orang yang introvert, susah
tidur, tidak dapat fokus pada saat disekolah, nilai menurun, dan bahkan tidak naik kelas.
Salah satu yang menjadi masalah yang dihadapi remaja menjadi masalah bagi lingkungannya
adalah aktitivitas seksual yang dapat menjerumuskan kearah yang negative.selain itu factor
anak yang terpengaruh kedalam lingkungan yang tidak baik yang berbau porno seperti film
porno, gambar-gambar porno, buku-buku yang berbau porno yang beredar luas di lingkungan
masyarakat tersebut anak dapat menjadi terangsang dan berpengaruh bagi yang sedang
melihatnya. Akibatnya banyaknya terjadi penyimpangan seksual oleh anak usia remaja.

Tindak pelecehan seksual terhadap anak dapat terjadi dimana dan kapan saja. Siapapun
bisa menjadi tersangka tindkan pelecehan seksual terhadap anak. Siapapun bisa menjadi
target pelecehan seksual dan bisa bahkan bisa saja anak maupun saudara kandungnya sendiri,
itulah sebabnya pelaku tindakan pelecehan seksual ini dikatakan sebagai presator seksual.

Maka dari itu pemerintah menjamin tercapainya perlindungan anak, termasuk


perlindungan terhadap dari segala kegiatan yang ditunjukkan untuk menjaga anak agar
mendapatkan pelecehan itu terjadi mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, ataupun ditempat
umum. Berbagai upaya pencegahan sudah dilakukan tetapi kasus pelecehan ini masih
tergolong cukup tinggi. Perlunya peran dan perhatian dari berbagai pihak untuk menunjang
perwujudan perlindungan dan kesejahteraan terhadap anak, sesuai dengan yang tercantum
dalam pasal 1 ayat 5 PERMEN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang
berhadapan dengan Hukum.

Berangkat dari banyak hal tersebut DPPPA Kota Bengkalis dalam menangani dan
membantu penyelesaian proses tindakan pelecehan seksual masih menjadi persoalan yang
serius harus diperhatikan inilah kenapa alasan penulis ingin mengkaji lebih dalam tentang
upaya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dalam Menangani Kasus
Pelecehan Seksual Pada Anak Di Kecematan Bengkalis. Dalam Undang-undang pasal 15
nomor 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga dan pasal 20 anak dimana
Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga dan orang tua berkewajiban serta
bertanggungjawab dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Undang-undang No. 23 Tahun
2003 Tentang Perlindungan Anak, pasal 4 berbunyi: “setiap anak berhak untuk dapat hidup,
berkembang, dan berpatisipasi secaar wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi dan juga ada peraturan
Pemerintah Nomor 44 tahun 2017 tentang pelaksanaan pengasuhan anak. Dalam peraturan
Daerah kota Bengkalis Nomor 1 Tahun 2019 tentang pengaturan kota Layak Anak yang
menjelaskan:

1. Menwujudkan komitmen bersama antara pemerintah daerah dengan orang tua, keluaga,
masyarakat, organisasi masyarakat dan dunia usaha dalam upaya mewujudkan
pembangunan yang peduli terhadap anak, kebutuhan, dan kepentingan, terbaik bagi
anak, sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menajdi
warga Negara yang berdemokrasi serta bertanggungjawab.
2. Mengintegrasikan sumber daya manusia, keuangan, sarana, peran. Perbedaan antara
kedudukan dengan peran adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak
dapat dipisah-pisahkan karena yang tergantung pada yang lain dan sebaliknya.
Sedangkan menurut teori Syaiful Bahri Djamarah (2013: 67) juga menyatakan
pendapatnya bahwa banyak peranan yang diperlukan seseoranf sebagai pembimbung,
orang yang telah menunjukan diri menjadi pendidik. Dari teori yang disebutkan peran
yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teori atau pendapat dari Soejono
Soekanto (2012:89), dimana dalam teori tersebut disebutkan bahwa peran merupakan
proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peran prasarana,
metode dan teknolgi yang ada pada pemerintah daerah, masyarakat, organisasi
masyarakat dan dunia usaha dalam memenuhi hak-hak anak.
3. Mengimplementasikan Kota Layak Anak melalui perumusan strategi dan perencanaan
pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator Kota
Layak Anak dan sebagai dasar bagi Peraturan Daerah dalam menentukan dan
melaksanakan kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak anak.

Lembaga Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diharapkan mampu


mensosialisasikan atau menyuarakan seluruh masyarakat agar berani menghentikan segala
bentuk tindak kekerasan

Anda mungkin juga menyukai