Anda di halaman 1dari 9

A.

KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN KASUS ANAK SEBAGAI KORBAN

KEKERASAN SEKSUAL PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 35

TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM ISLAM

DI KOTA BENGKULU

B. Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang membutuhkan

perlindungan hukum khusus yang berbeda dari orang dewasa, dikarenakan

alasan fisik dan mental anak yang belum dewasa dan matang. Perlindungan

hukum terhadap anak diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap

kebebasan dan hak asasi anak yang berhubungan dengan kesejahteraannya.

Tumbuh kembang anak merupakan isu pembangunan yang sangat penting dan

ditegaskan dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 mengatur

bahwa,Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, serta

berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Anak adalah karunia Allah yang maha kuasa yang harus kita syukuri. Ia

merupakan penerus garis keturunan yang dapat melestarikan pahala bagi

orangtua sekalipun orangtua sudah meninggal. Ia adalah amanah Allah yang

harus ditangani secara benar.1 Anak juga merupakan persoalan yang selalu

menjadi perhatian berbagai elemen masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak-

haknya dalam keluarga, dan bagaimana seharusnya anak diperlakukan oleh kedua

1
Imran siswadi, “Perlindungan Anak Dalam Perspektif Hukum Islam dan HAM”, Al-
Mawarij, Vol XI No 2 (September-Januari 2011), h. 225
orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melalui

kebijakan - kebijakannya dalam mengayomi anak.

Seorang anak mempunyai hak-hak dasar sebagaimana tercantum dalam pasal

2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak yang

merumuskan hak-hak anak sebagai berikut :

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan


berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan
khusus untuk tumbuh dan berkembang wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa dan untuk menjadi
warga negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan hak semasa dalam
kandungan maupun sudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang membahayakan
atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.

Kekerasan merupakan suatu bentuk kekerasan yang dilakukan oleh

seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk menyengsarakan, melakukan

tindakan tidak manusiawi baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Kekerasan

terhadap anak yang tidak sekedar pelanggaran norma sosial, tetapi juga norma

agama dan susila.2

Bentuk-bentuk kekerasan yang sering terjadi di masyarakat yaitu kekerasan

fisik seperti memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong dan

mencekik. Kekerasan verbal yaitu kekerasan berupa kata-kata, seperti mencaci,

menghardik dan menghina. Kekerasan seksual yaitu kekerasan yang yang

2
Achie Sudiarti Luhulima, Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Alternatif Pencegahannya (Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Gender UI, 2000), h.
78.
menyangkut masalah seksual, seperti pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan,

pelecehan seksual dan pencabulan.

Di antara beberapa kekerasan di atas, yang memiliki dampak atau pengaruh

paling dominan terhadap korban adalah kekerasan seksual. Dan pada

kenyataanya kekerasan seksual. Kekerasan seksual kerap kali terjadi tidak hanya

pada orang dewasa namun lebih buruknya lagi terjadi pada anak dibawah umur

yang kebanyakan mereka tabu terhadap persoalan tersebut. Kekerasan

merupakan salah satu bentuk tindakan atau perbuatan yang tidak terpuji serta

dilarang dalam agama, terlebih lagi hal tersebut dilakukan pada anak-anak.

Kekerasan anak tersebut ternoda oleh berbagai aksi kekerasan seksual, baik

yang datang dari keluarga, sekolah, lingkungan sekitar, bahkan negara.

Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu tindakan semena-mena yang

dilakukan oleh seseorang yang seharusnya menjaga dan melindungi anak, baik

secara fisik maupun seksual. Pelaku kekerasan seksual disini pada umumnya

adalah orang terdekat disekitar anak seperti bapak, paman, guru, kakek dan

sebagainya.3

Kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak dapat menyebabkan trauma

pada anak dan trauma tersebut terjadi berkepanjangan artinya anak akan

mengingat selalu apa yang pernah ia alami (dalam bentuk kekerasan seksual)

sehingga setelah meranjak remaja dan dewasa kelak akan merasa dihantui rasa

3
Sugiarno, Indra, Aspek Klinis Kekerasan Pada Anak dan Upaya Pencegahan, Ketua
Satuan Tugas Perlindungan dan Kesejahteraan Anak Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia Tahun 2007, h. 283
takut dengan perasaan menyalahkan diri, penuh kecurigaan pada orang yang

belum dikenal dan permasalahan ini akan berakibat fatal jika pada masa tersebut

anak sudah mengalami tindakan kekerasan seksual dan ia tidak mampu

menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

Maraknya kasus-kasus kejahatan dan kekerasan termasuk juga kasus

kekerasan seksual terhadap anak perempuan persoalan yang akhir-akhir ini

mendapat sorotan tajam dari masyarakat serta lembaga Dinas Sosial. Dari 170

kasus pengaduan kekerasan, kasus kekerasan seksual sebanyak 45,7% (53 kasus),

kekerasan fisik sebanyak 25% (29 kasus), penelantara 20,7% (24 kasus), dan

kekerasan psikis 8,6% (10 kasus), sebagian besar dikarnakan pengaruh vedio

porno, serta maraknya pemberitaan yang tidak baik dimedia masa maupun media

elektronik dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap anak.

Peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk meminimalkan terjadinya

kekerasan seksual terhadap anak seperti yang tercantum dalam Undang- Undang

pasal 15 UU nomor 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga dan

pasal 20 UU anak dimana Negara, Pemerintah, Masyarakat, keluarga dan orang

tua berkewajiban serta bertanggungjawab dalam penyelenggaraan perlindungan

anak.

Undang-undang No. 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 4

berbunyi: “setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.4

Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini akan mengkaji

“Kajian Yuridis Penyelesaian Kasus Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual

Perspektif Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Dan Hukum Islam Di Kota Bengkulu

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Penyelesaian Kasus Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual?

2. Bagaimana Kajian Yuridis Penyelesaian Kasus Anak Sebagai Korban

Kekerasan Seksual Perspektif Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak Dan Hukum Islam Di Kota Bengkulu?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka yang

menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

a. Mengetahui Penyelesaian Kasus Anak Sebagai Korban Kekerasan Seksual.

b. Untuk Mengetahui Kajian Yuridis Penyelesaian Kasus Anak Sebagai Korban

Kekerasan Seksual Perspektif Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak Dan Hukum Islam Di Kota Bengkulu.

4
UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 2003.
2. Manfaat Penelitian

Selain tujuan penelitian tersebut di atas, manfaat penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1) Manfaat teoritis

Kejelasan yang dapat menimbulkan kemampuan untuk menyusun

kerangka teoritis dalam penelitian hukum dan bagaimana suatu teori dapat

dioperasionalkan di dalam penelitian ini, penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi :

a. Untuk masyarakat mengetahui Kajian Yuridis Penyelesaian Kasus Anak

Sebagai Korban Kekerasan Seksual Perspektif Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Dan Hukum Islam Di Kota

Bengkulu.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut untuk

menerbitkan peraturan perundang-undangan Perlindungan Anak.

2) Manfaat praktis

Berdasarkan penulisan proposal skripsi ini diharapkan memperoleh

pemahaman yang jelas mengenai Kajian Yuridis Penyelesaian Kasus Anak

Sebagai Korban Kekerasan Seksual Perspektif Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Dan Hukum Islam Di Kota

Bengkulu.
E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris.

Pendekatan ini bertujuan untuk memahami bahwa hukum itu tidak semata-

mata sebagai suatu seperangkat aturan perundang-undangan yang bersifat

normatif belaka akan tetapi hukum dipahami sebagai perilaku masyarakat

yang mengejala dalam kehidupannya, selalu berinteraksi dan berhubungan

dengan aspek kemasyarakatan, seperti; aspek ekonomi, sosial dan budaya.

Metode pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan melakukan

penelitian secara timbal balik antara hukum dengan lembaga non doktrin yang

bersifat empiris dalam menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di

masyarakat.5

Penelitian ini dititik beratkan pada langkah-langkah pengamatan dan

analisis yang bersifat empiris. Pendekatan penelitian akan dilakukan

mengarah pada keadaan dan pelaku-pelaku tanpa mengurangi unsur-unsur

yang terdapat didalamnya.

Disamping itu penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan

kualitatif, dimana penelitian diharapkan menghasilkan data deskreptif berupa

data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati.6

5
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Ghia
Indonesia, Jakarta 2007) Cetakan Keenam, h, 34
6
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Rosdakarya, Bandung1995) h, 3
2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini penulis mengunakan pendekatan penelitian guna

mendapatkan berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari

jawabannya.7Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Pendekatan Undang-Undang (statute approach)

Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan

menalaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut

dengan isu hukum yang sedang ditangani. Adapun Undang-Undang dan

peratutan yang ada kaitan dengan permasalahan yang dibahas, yaitu:

1) Undang-Undang Dasar 1945


2) KUHPerdata.
3) Undang-undang No 1 Tahun 1974
4) Undang-undang Perlindungan Anak

b. Pendekatan konseptual

Pendekatan konseptual digunakan untuk mengetahui pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang tentang despensasi

nikah. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin

tersebut, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-

pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang

relevan dengan permasalahan yang dibahas. Pemahaman akan

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran

7
Peter Mahmud Marzuki. Peneltian Hukum, (Cet ke-6, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2010) h, 93
bagi peneliti dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam

memecahkan permasalahan yang dibahas.8

c. Metode pengumpulan data

Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan dalam

pengumpulan data mencakup data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui metode wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh

dengan menggunakan metode dokumentasi.

Metode wawancara merupakan metode untuk mengumpulkan data

primer. Wawancara ini dilaksanakan dengan mendatangi langsung subyek

penelitian untuk memperoleh informasi tentang permasalahan yang

diteliti.

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal

tertentu yanitu berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

notulen rapat, agenda dan sebagainya.9 Data dokumentasi dalam

penelitian ini digunakan untuk memperoleh data sekunder sebagai data

pelengkap untuk menjawab permasalahan penelitian.

8
Peter Mahmud Marzuki. Peneltian Hukum, Ibid, h 95
9
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Bhineka Cipta,
Jakarta, 1997, h 234.

Anda mungkin juga menyukai