Anda di halaman 1dari 24

IMPLEMENTASI HAK ANAK KORBAN TINDAK PIDANA

PENCABULAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2014


TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
(STUDI KASUS DI UNIT PELAYANAN PEREMPUAN DAN ANAK)

Oleh :

Apri Setia Wiratama

19010000053

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

2023
PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI

Oleh :

APRI SETIA

WIRATAMA NIM.

19010000053

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Enny Ristanti, S.H., M.S Dr. Nahdiya Sabrina, S.H., M.H.,


M.KN

Mengetahui

, Ketua

Program Studi Ilmu Hukum S-1

Dhaniar Eka Budiastanti, S.H., M.Kn.


I

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................I
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................11
C. Tujuan Penelitian................................................................................11
D. Manfaat Penelitian..............................................................................11
E. Metode Penelitian............................................................................... 13
1. Jenis Penelitian.....................................................................................13
2. Metode Pendekatan..............................................................................13
3. Jenis dan Sumber Data.........................................................................13
4. Teknik Pengumpulan Data....................................................................15
5. Analisa Data..........................................................................................16
F. Sistematika Penulisan........................................................................17
G. Rencana Jadwal Penelitian ..................................................................
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20
1

A. Latar Belakang

Anak rentan terhadap tindak kekerasan yang dapat terjadi di

berbagai lingkungan, termasuk di rumah, di ruang publik, dan bahkan

dalam lingkungan keluarganya sendiri. Kekerasan terhadap anak seringkali

mendominasi dalam lingkup rumah tangga, tempat seharusnya

memberikan rasa aman. Sayangnya, kasus-kasus kekerasan terhadap anak

sering dianggap sebagai masalah yang biasa dan tidak dianggap sebagai

tindak pidana, terutama ketika kekerasan tersebut berhubungan dengan

tindak pidana pencabulan terhadap anak.

Salah satu fenomena kriminal yang semakin mencuat adalah

kekerasan seksual terhadap anak. Anak dianggap sebagai anugerah yang

sangat berharga yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap pasangan

manusia untuk dijaga, dilindungi, dan dididik. Anak adalah individu yang

memiliki keterbatasan fisik, mental, dan sosial, sehingga mereka sangat

bergantung pada pihak lain, terutama anggota keluarga, yang bertanggung

jawab aktif untuk melindungi dan merawat mereka. Tanggung jawab

perlindungan terhadap anak ini melibatkan kedua orang tua, keluarga,

masyarakat, dan negara.1

Perlindungan terhadap anak tidak hanya mencakup pemenuhan

kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan, tetapi juga

melibatkan perlindungan terhadap kondisi psikologis atau mental anak,

khususnya dalam perkembangan kejiwaannya. Ini berarti bahwa anak


1
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan,
(Bandung: PT Refika Aditama, 2018). Hal. 35
2

harus dapat berkembang dan hidup secara normal, tidak hanya dari segi

fisik tetapi juga dari segi jiwa atau psikisnya.

Selain itu, aspek penting dari perlindungan anak adalah

perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana. Perlindungan hukum

ini memberikan jaminan bahwa pihak yang menjadi korban tindak pidana

akan mendapatkan keadilan dan kompensasi atas penderitaan atau

kerugian yang mereka alami.2

Perlindungan yang diberikan negara terhadap anak-anak meliputi

berbagai aspek kehidupan yaitu aspek ekonomi, sosial, budaya, politik,

pertahanan, dan keamanan maupun aspek hukum. Selain menurut para

ahli, adapula pengertian anak menurut Peraturan Perundang-undangan

antara lain :

1. Undang-Undang Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anakmerumuskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia

18(delapan belas) tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan.

2. Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

merumuskan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh Satu) tahun dan belum pernah kawin.

2
Primautama Dyah Savitri, Benang Merah Tindak Pidana Pelecehan seksual
(Jakarta: Yayasan Obor, 2006). Hal. 11
3

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 45 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana bahwa anak adalah anak yang belum dewasa

apabila seseorang tersebut belum berumur 16 (enam belas ) tahun.

4. Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Bahwa anak

menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak. Anak yang berhadapan dengan hokum adalah

anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban

tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pasal 4, 5,7, 8, 10,

11, 13, 16,17 dan 18 bahwa hak-hak anak yang harus dilindungi adalah

sebagai berikut :

1. Setiap Anak berhak untuk dapat hidup,tumbuh, dan berkembang, dan


berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi;
2. Setiap Anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan ;
4

3. Setiap Anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan


diasuh oleh orang tuanya sendiri ;
4. Setiap Anak berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan
sosial ;
5. Setiap Anak berhak menyatakan dan di dengar pendapatnya,
menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan
nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan ;
6. Setiap Anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu
luang, bergaul dengan Anak yang sebaya, bermain, berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan
diri ;
7. Setiap Anak selama dalam pengasuhan Orang Tua, Wali, atau pihak
lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak
mendapatkan perlindungan dari perlakuan : diskriminasi, eksploitasi,
baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan
dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya ;
8. Setiap Anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi ;
9. Setiap anak berhak untuk mendapatkan kebebasan sesuai dengan
hukum ;
10. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara Anak hanya
dilakuakan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir ;
11. Setiap Anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari
orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya
secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, dan
membela diri serta memperoleh keadilan di depan pengadilan anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum
12. Setiap Anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang behadapan dengan hukum berhak dirahasiakan ;dan
13. Setiap Anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.3
Pada tahun 2014, Indonesia mengeluarkan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang mencakup

ketentuan-ketentuan terkait tindak pidana kekerasan seksual terhadap

anak. Pasal-pasal dalam undang-undang ini memberikan dasar hukum


3
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
5

untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual.

Berikut adalah beberapa pasal yang relevan dalam Undang-Undang

tersebut:

1. Pasal 81 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014: Menetapkan bahwa

setiap orang dilarang melakukan perbuatan cabul atau perbuatan

tidak senonoh terhadap anak.

2. Pasal 82 Ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014: Menetapkan bahwa

setiap orang yang melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul

lainnya dengan anak di bawah umur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 81 dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima

belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00

(lima miliar rupiah).

Pencabulan merupakan tindakan yang dilakukan seseorang yang

didorong oleh keinginan seksual untuk melakukan hal-hal yang dapat

membangkitkan hawa nafsu birahi, sehingga menimbulkan kepuasan

pada dirinya. Salah satu tindak pidana yang meresahkan masyarakat

adalah tindak pidana pencabulan anak, apakah itu anak laki-laki ataupun

anak perempuan. Dalam kasus pencabulan anak dibawah umur, bahwa

pelaku pencabulan tidak lagi mengenal status, pangkat, pendidikan,

jabatan dan usia korbannya.4

Pencabulan merupakan salah satu dari kejahatan seksual yang

diakibatkan dari adanya perubahan yang terjadi dalam struktur


4
Kartini Kartono, 1983, Patologi Sosial,CV. Rajawali, Jakarta, hlm 23
6

masyarakat kita. Pencabulan adalah jenis kejahatan yang berdampak

sangat buruk terutama pada korbannya, sebab pencabulan akan

melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak martabat kemanusiaan,

khususnya terhadap jiwa, akal dan keturunan. Ada beberapa bentuk dan

jenis istilah tentang pencabulan adalah :5

1. Exhibitionism seksual yaitu, sengaja memamerkan alat kelamin

pada anak.

2. Voyeurism yaitu, orang dewasa mencium anak dengan bernafsu.

3. Fonding yaitu, mengelus/meraba alat kelamin seorang anak.

4. Fellatio yaitu, orang dewasa memaksa anak untuk melakukan

kontak mulut

Pada 2019, Kemen PPPA mencatat 6.454 anak menjadi korban

kekerasan seksual. Jumlah tersebut meningkat di 2020 sebesar 8,14 persen.

Kemudian di 2021, peningkatan terjadi sebesar 25,07 persen. Sejak Januari

hingga Mei 2022, data di Robinopsnal Bareskrim Polri mencatat 2.267

anak di seluruh wilayah di Indonesia menjadi korban kejahatan. Jenis

kejahatannnya beragam di antaranya kekerasan fisik, kekerasan psikis,

kekerasan seksual, penelantaran, mempekerjakan anak di bawah umur,

hingga pelanggaran hak asasi anak-anak sebagai manusia. Dari data

tersebut, jumlah anak perempuan yang menjadi korban sebesar kurang

lebih 80,68 persen. Selebihnya adalah anak laki-laki yang menjadi korban

5
Yuwono, Ismantoro Dwi. 2005, Penerapan hukum dalam kasus kekerasan seksual
anak. Yogyakarta Cet 1: Pustaka Yutisia, hlm. 34
7

kejahatan. Sementara itu, laman resmi milik Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menerima 10.727

laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sebanyak 11.604

orang menjadi korban kekerasan sejak Januari hingga Juni 2022.

Dari data tersebut, jumlah anak yang menjadi korban lebih banyak

ketimbang dewasa. Yaitu 56,5 persen anak menjadi korban. Sementara

korban dewasa sebesar 43,5 persen dari data tersebut. Bahkan, anak di

rentang usia 13 sampai 17 tahun paling mendominasi data korban

kekerasan yaitu sebanyak 3.815 orang. Deputi Perlindungan Khusus Anak

Kemen PPPA, Nahar, mengatakan tren jumlah kasus kekerasan seksual

pada anak meningkat. Itu terjadi karena masyarakat kini berani melapor ke

kepolisian maupun Kemen PPPA.6

Melihat dari kasus di atas tersebut maka sudah seharusnya hukum

pidana memberikan sanksi yang setimpal bagi pelaku kejahatan tersebut

sehingga supremasi hukum benar-benar ditegakkan dan tercipta

ketertiban dalam masyarakat. Sejatinya pidana hanyalah sebuah alat yaitu

alat untuk mencapai tujuan pemidanaan. Penetapan sanksi dalam suatu

perundang-undangan pidana bukanlah sekedar masalah teknis perundang-

undangan semata, melainkan ia bagian yang tidak terpisahkan dari

substansi atau materi perundang-undangan itu sendiri.

Jaminan hukum terhadap korban pencabulan pun harus lebih

digencarkan dan diutamakan. Oleh karena itu penjatuhan pidana terhadap

6
Pusiknas Bareskrim Polri. 2023. Kekerasan Seksual Mendominasi Kasus Kejahatan pada Anak.
https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/kekerasan_seksual_mendominasi_kasus_kejahatan_pada_anak
diakses pada 2 Desember 2023
8

pelaku pencabulan anak seharusnya hakim memperhatikan akibat-akibat

yang timbul dari adanya suatu perbuatan tersebut baik aspek psikis

maupun aspek psikologis dari korban, sehingga dalam putusannya dapat

memuaskan rasa keadilan bagi korban dan masyarakat. Bahwasannya

Pencabulan dalam hal ini pencabulan yang terkait di masyarakat itu bisa

terjadi dari pelakunya itu orang dewasa atau pun anakanak sesama anak.7

Sedangkan upaya perlindungan hukum terhadap korban

pencabulan keterkaitan dalam kebijakan atau politik hukum pidana,yaitu

merumuskan suatu perundangundangan pidana. Pada akhirnya upaya

perlindungan dan penanggulangan korban dari kejahatan dapat

ternimalisir. Adapun perlindungan khusus yang harusnya diupayakan

kepada Anak korban kejahatan seksual menurut Pasal 69A undang-

undang nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu:

1. edukasi tentang kesehatan reproduksi, nilai agama, dan nilai


kesusilaan;
2. rehabilitasi sosial;
3. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
dan pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap tingkat
pemeriksaan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai dengan
pemeriksaan di sidang pengadilan.
Secara Umum dapat disebutkan hak korban adalah sebagai

berikut :

1. Korban berhak mendapat kompensasi atas penderitaan, sesuai


dengan kemampuan pelaku.
2. Korban berhak menolak kompensasi karena tidak memerlukannya.
3. Korban berhak mendapat kompensasinya untuk ahli warisnya, bila
korban meninggal dunia karena tindakan tersebut.
4. Korban berhak mendapat pembinaan.
5. Korban berhak mendapatkan kembali hak miliknya.
7
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak Indonesia (Jakarta:Rajawali Pers,
2011). Hal 1.
9

6. Korban berhak menolak menjadi saksi, bila hal ini akan


membahayakan dirinya.
7. Korban berhak melaporkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku,
bila melapor ke dan menjadi saksi
8. Korban berhak mendapat bantuan penasehat hukum.
9. Korban berhak mempergunakan upaya hukum (rechtsmiddelen).
Adapun kewajiban korban adalah sebagai berikut :

1. Korban tidak main hakim sendiri (eigenrichting)


2. Berpartisipasi dengan masyarakat mencegah terjadinya/timbulnya
korban lebih banyak lagi.
3. Korban berkewajiban mencegah kehancuran si pelaku baik oleh diri
sendiri, maupun orang lain. Korban wajib ikut serta membina pelaku.
4. Bersedia dibina atau membina diri sendiri agar tidak menjadi korban
lagi.
5. Tidak menuntut kompensasi yang tidak sesuai dengan kemampuan
pelaku.
6. Berkewajiban memberi kesempatan kepada pelaku untuk memberi
kompensasi secara bertahap atau sesuai dengan kemampuannya.
7. Berkewajiban menjadi saksi bila tidak membahayakan diri sendiri
dan ada jaminan8
Lingkungan sekitar mempunyai pengaruh dan peran yang cukup

besar dalam membentuk perilaku seorang anak. Untuk itu bimbingan,

pembinaan dan perlindungan dari orang tua, guru, serta orang dewasa

lainnya sangat dibutuhkan oleh anak di dalam perkembangannya. 9

Perlindungan terhadap anakpun sudah ada dan ditetapkan oleh

pemerintah dalam mengatasi kekerasan seksual. Meskipun sudah

diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Anak namun para pelaku

tetap saja berani untuk melakukan aksi jahatnya.

Dengan dilatar belakangi uraian tersebut diatas maka penulis

terdorong untuk melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul

8
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
9
Moerti Hadiati Soeroso.2010.Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Jakarta: Sinar
Grafika. Hlm.115
10

“Implementasi Hak Anak Korban Tindak Pidana Pencabulan

Menurut Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak (Studi Kasus Di Polresta Malang Kota)”

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi hak anak sebagai korban tindak pidana

pencabulan menurut undang-undang no 35 tahun 2014 tentang

perlindungan anak di unit PPA Polresta malang kota?

2. Apakah kendala dalam implementasi hak sebagai korban tindak

pidana pencabulan menurut undang-undang no 35 tahun 2014 tentang

perlindungan anak oleh unit PPA Polresta malang kota?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui serta menganalisa implementasi hak anak sebagai

korban tindak pidana pencabulan menurut undang- undang no 35

tahun 2014 tentang perlindungan anak di unit PPA Polresta malang

kota.

2. Untuk mengetahui serta kendala yang di hadapi unit PPA Polresta

malang kota dalam pelaksanaan perlindungan dan hak anak sebagai

korban tindak pidana pencabulan.

D. Manfaat Penelitian
11

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

ilmu pengetahuan tentang hak anak sebagai korban tindak pidana

pencabulan.

b. Hasil dari penelitian ini digunakan untuk memenuhi tugaspenelitian

hukum, sebagai syarat menyelesaikan studi di fakultas hukum

universitas merdeka malang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat, pencerahan, pengetahuan, serta informasi kepada

masyarakat tentang tindak pidana pencabulan dan hak-hak anak

sebagai korban tindak pidana pencabulan.

b. Bagi Unit PPA

Memberikan informasi dan menjadikan masukan bagi para

penegak hukum dalam melindungi korban tindak pidana

pencabulan terhadap anak dan memberikan efek jera terhadap

pelaku.

c. Bagi Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan


12

dan sumber bacaan bagi mahasiswa untuk meningkatkan

pengetahuan mereka tentang hak-hak anak sebagai korban tindak

pidana pencabulan.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris, yaitu penelitian

dengan adanya data-data lapangan sebagai sumber data utama, seperti

hasil wawancara dan observasi. Penelitian empiris digunakan untuk

menganalisis hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang

berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi

dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan10

2. Metode Pendekatan

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian yang bersifat yuridis sosiologis yaitu

penelitian terhadap masalah dengan melihat dan memperhatikan

norma hukum yang berlaku dihubungkan dengan fakta-fakta yang

ada dari permasalahan yang ditemui dalam penelitian.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah

10
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003), hlm, 43.
13

mengidentifikasikan sumber bahan, maka bahan yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis sumber bahan yaitu :

a) Data Primer

Data Primer adalah Penelitian yang mengkaji dan

menganalisis tentang perilaku hukum seseorang atau

kelompok masyarakat yang berhubungan dengan hukum dan

sumber data yang digunakan yaitu wawancara atau observasi

yang dilakukan oleh peneliti dengan mendatangi langsung

tempat penelitian tersebut agar menggambarkan dengan

mudah dan mendapat data yang valid.11 Pengumpulan data

yang dilakukan peneliti yang terjun langsung ke

lapangan didapatkan melalui cara wawancara oleh pihak-

pihak terkait atau narasumber, yaitu anggota pihak Unit PPA

Polresta Malang kota.

b) Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder yang telah didapatkan oleh

peneliti, dipelajari, memeriksa atau membaca dan

mengumpulkan data yang berhubungan dengan objek

penelitian yang dilakukan. Data sekunder berupa peraturan

perundang-undangan, jurnal, buku dan artikel yang berkaitan

dengan penulisan skripsi ini.

11
Bachtiar, Metode Penelitian Hukum, (Tangerang Selatan: UNPAM Press,
2018), Hlm. 61-65
14

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian dengan cara mengumpulkan data ini memiliki

korelasi yang sangat erat yang saling berkesinambungan. Maka dari

itu, ada beberapa cara dalam teknik pengumpulan data yaitu dengan

wawancara, daftar pertanyaan dan pengamatannya dan dokumentasi.

Dalam proses pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu

dengan menggunakan metode-metode penelitian tertentu yang

disesuaikan yaitu dengan cara tanya jawab, pengamatan dan

dokumentasi untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin.

a) Wawancara (interview)

Wawancara adalah sebuah alat pengumpulan data yang

digunakan untuk mendapatkan informasi langsung dari

narasumber atau informan.8 Proses dalam tahap tanya jawab secara

lisan antara dua orang atau lebih secara langsung tentang

informasi-informasi atau keteranganketerangan. Dengan begitu,

pemberi pertanyaan diharapkan dapat menyampaikan semua

pertanyaan dengan jelas, narasumber untuk menjawab semua

pertanyaan dan mencatat semua informasi yang dibutuhkan dengan

benar.

b) Observasi (pengamatan)

Observasi ialah sebuah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data setelah data diperoleh, tujuan penelitian hukum yang berkaitan


15

adalah mencatat perilaku hukum sebagaimana terjadi di dalam

kenyataan.12 Pengamatan yang dilakukan yaitu mengenai

implementasi hak anak korban tindak pidana pencabulan menurut

undang-undang no 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak apakah

telah diterpakan secara optimal atau belum, serta peran serta

masyarakat dalam menjaga, memantau, mengawasi dan memberikan

laporan/informasi jika menemukan kasus pencabulan anak.

c) Dokumentasi

Dokumentasi ialah studi yang dilakukan pada data-data yang

bersifat fisik atau bukti yang berhubungan dengan implementasi

hak anak korban tindak pidana pencabulan menurut undang-

undang no 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Yang berupa

informasi yang didapatkan oleh peneliti yaitu dokumen

5. Analisa Data

Setelah data terkumpul nantinya maka langkah selanjutnya

adalah pengolahan dan menganalisis data yang disusun secara

deskriptif kualitatif yaitu dengan cara memaparkan dan

menggabungkan data yang diperoleh dari lapangan. kualitatif

karena data yang diperoleh tidak berupa angka melainkan berupa

kalimat yang berguna untuk menjawab permasalahan yang

dirangkai dari kata perkata menjadi kalimat dan paragraf sehingga

12
Ishad, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis Serta Disertasi,
(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2017), hlm. 115
16

mudah untuk dipahami.13

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi penulis menggunakan sistematika yang

bertujuan untuk memperjelas dan dapat mengerjakannya secara runtut

dalam bab per bab. Pembaca agar dapat mudah untuk memahami

penulisan dalam skripsi ini, maka dari itu penulis menjelaskan

sistematikanya sebagai berikut :

BAB I: Pendahuluan

Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari

penulisan skripsi dan sekaligus menjadi pengantar umum di dalam

memahami penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang melandasi penulisan dan

pembahasan di antaranya, yaitu : pengertian implementasi, pengertian

perlindungan hukum, pengertian tinadak pidana pencabulan.

BAB III: Pembahasan

pada bab ini penulis menjelaskan mengenai pembahasan berdasarkan

permasalahan yaitu tentang implementasi hak anak korban tindak pidana

pencabulan menurut undang-undang no 35 tahun 2014 tentang

perlindungan anak.

13
Arikunto, 2009, Manajemen Penelitian, Jakarta: Ineka Cipta, hlm 72
17

BAB IV: Penutup

Bab ini berisi kesimpulan dan saran oleh penulis


18

G. Rencana Jadwal Kegiatan

Juli Agustus September Okt0ber


No. Keterangan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengerjaan

Proposal

2 Persetujuan

Proposal

3 Seminar

Proposal

4 Penelitian

5 Penulisan

Skripsi

6 Ujian

Skripsi
19

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademika Pressindo


Arikunto, 2009, Manajemen Penelitian, Jakarta: Ineka Cipta
Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Bambang Waluyo, 2012, Viktimologi Perlindungan Saksi Dan Korban, Jakarta:
Sinar Grafika
Ishad, 2017, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis Serta
Disertasi, Bandung: Penerbit Alfabeta
Kartini Kartono, 1983, Patologi Sosial,Jakarta: CV. Rajawali
Leden Marpaung. 2004. Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Jakarta. Sinar Grafika
Offset
Maidin Gultom, 2018, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan,
Bandung: PT Refika Aditama
Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak Indonesia
Jakarta:Rajawali Pers.
Moerti Hadiati Soeroso.2010.Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Jakarta: Sinar
Grafika.
P.A.F Lamintag, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti
Primautama Dyah Savitri, 2006, Benang Merah Tindak Pidana Pelecehan seksual
Jakarta: Yayasan Obor
Yuwono, Ismantoro Dwi. 2005, Penerapan hukum dalam kasus kekerasan seksual
anak. Yogyakarta Cet 1: Pustaka Yutisia

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
20

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Undang-undang No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-


undang no 23 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-undang no 23 tentang Perlindungan Anak

Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga

Undang-undang no 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

WEBSITE

Febrianto, Vicki. Polisi tangkap pelaku pencabulan tiga anak di Kota Malang. 13
April 2020. https://www.antaranews.com/berita/1417987/polisi-tangkap-
pelaku-pencabulan-tiga-anak-di-kota-malang (diakses juli 27, 2023).

Anda mungkin juga menyukai