Anda di halaman 1dari 7

EFEKTIVITAS HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN

ANAK DIBAWAH UMUR SEBAGAI KORBAN PERKOSAAN


Dosen Pengampu Prof. Dr. Tan Kamello SH.,MS

OLEH:

AYU YOLANDA SIBURIAN


NIM: 210200039

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah karunia yang terbesar bagi keluarga, agama, bangsa, dan
negara. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penerus
cita-cita bagi kemajuan suatu bangsa. Hak asasi anak dilindungi di dalam
Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”1. Mereka perlu mendapatkan
hak-haknya, perlu dilindungi dan disejahterakan, perlu dididik dan dibina.
Massa kanak-kanak seharusnya penuh keceriaan, bermain dibawah sinar
matahari, bukannya hidup dalam mimpi menakutkan yang bersumber dari
kegelapan jiwa.2 Pada masa saat ini pelecehan seksual terhadap anak
dibawah umur banyak terjadi dalam kalangan masyarakat baik itu dilakukan
oleh keluarga, tetangga ataupun orang yang lebih dewasa lainnya.
Penelitian hukum normatif adalah hukum yang dikonsepsikan sebagai
apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Kegiatan penelitian
ini didasarkan pada sistematika, metode dan pemikiran tertentu yang
bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu
dengan jalan mengenalinya. Perkosaan sendiri merupakan jenis tindak
pidana kesusilaan yang telah diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Selain itu, dalam Pasal 81 Undang-Undang No.23
Tahun 2002 juga mengatur mengenai kekerasan seksual atau perkosaan
terhadap anak. Adapun ancaman terhadap tindak pidana perkosaan adalah
pidana penjara paling lama dua belas tahun.

1
Undang-Undang Dasar 1945
2
Abu Huraerah, Child Abuuse (Kekerasan Terhdap Anak), Nuansa, Bandung, hlm.7
Tentang perlindungan anak sendiri sejak awal sudah diatur dan
tertulis dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang pada pokoknya
mengatur tenteng tanggung jawab atas perlindungan pemeliharaan dan
pembinaan serta pengaman kepentingan anak yang dibebankan kepada
negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua wali. Kekerasan
seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau
mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak
diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi
negatif seperti malu, amarah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri
individu yang menjadi korban pelecehan seksual tersebut.
Meskipun sudah banyak Undang-undang dan peraturan lainnya yang
sudah dibuat nyatanya hal tersebut belum cukup untuk memberikan
perlindungan yang maksimal kepada korban perkosaan terhadap anak
dibawah umur, padahal korban perkosaan di bawah umur merupakan
korban yang sangat dirugikan baik secara fisik maupun psikis karena
konteks perlindungan terhadap korban dalam sistem pemidanaan adanya
upaya preventif dan represif yang dilakukan pemerintah dan masyarakat,
kepastian dan keadilan oleh aparat penegak hukum menyangkut
memberikan perlindungan terhadap korban perkosaan anak dibawah umur.

B. Rumusan Maslah
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur sebagai
korban perkosaan?
2. Bagaimanakah kebijakan peraturan undang-undang perlindungan anak
pada saat ini?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Anak dan Perkosaan

2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum


Dalam kamus Bahasa Indonesia Perlindungan berasal dari kata
lindung yang memiliki arti mengayomi, mencegah,
mempertahankan, dan membentengi. Indonesia adalah negara
hukum, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebagai negara hukum, hak asasi manusia merupakan unsur utama
yang wajib dilindungi, ditegakkan dan dipenuhi oleh negara3.
Sedangkan Pengertian perlindungan anak berdasarkan Pasal 1
angka 2 Undang-Undang Nomor. 35/2014, “Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat martabat
kemanusian, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.”4
Arif Gosita 5berpendapat bahwa perlindungan anak adalah suatu
usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.
Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung
pengaturan dalam peraturan perundang-undangan , kebijaksanaan,
usaha dan kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-
hak anak, hal pertama didasarkan atas pertimbang an bahwa anak-
anak merupakan golongan yang rawan dan dependent, disamping
karena adanya golongan anak-anak yang mengalami hambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani, jasmani
maupun sosial.
2.1.2 Pengertian Anak
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35/2014 tentang perlindungan
anak menyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa anak adalah

3
Undang-Unadang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
4
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
5
Arif Gosita, Perlindungan Terhadap Anak, Akademik Presindo, Jakarta, 1987,hal.230
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan.
Selanjutnya kemudian dalam Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang
No. 16/2019 tentang perkawanian menjelaskan mengenai anak yang
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya
selama mereka tidak djcabut dari kekuasaannya. Demikian hal
tersebut dapat dinyatakan sebagai pengertian anak, yang ada intinya
anak ialah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun
atau yang belum pernah menikah yang masih dalam tanggung jawab
orang tuanya.6
Jadi dapat disimpulkan bahwa anak adalah seseorang yang masih
berusia 18 (delapan belas) tahun, kemudian yang masih berada di
dalam kandungan serta belum menikah dan masih di bawah
tanggungan orang tuanya.

2.1.3 Pengertian Kekerasan seksual


Kekerasan seksual ialah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan
berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau
psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut,
pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang,
baik yang terjadi di ruang publik maupun di dalam kehidupan
pribadi.
Pelecehan seksual adalah tindakan pemenuhan dorongan seksual
yang dilakukan tidak pada waktu tempat dan orang yang tepat
misalnya dilakukan di dalam angkutan umum pada malam hari dan
pada orang yang tidak dikenal atau abahkan bisa saja terhadap orang
yang dikenal pelecehan seksual biasanya mengarah pada sentuhan-
sentuhan atau kontak fisik langsung dengan anggota tubuh yang
sensitif seperti payudara, bokong. Pelecehan seksual banyak
dilakukan oleh remaja putra yang tidak mampu mengendalikan
dorongan seksualnya karena kurang pendidikan seksual, pendidikan
moral dan terhadap remaja putri lainnya. Oleh karena itu, pendidikan
seksual moral, dan agama memegang dalam pencegahan anak
remaja putra melakukan tindakan pelecehan seksual.

2.1.4 Pengertian Perkosaan


Pengertian perkosaan sudah tergambar ada di dalam Pasal 28
KUHP, yaitu adanya penggunaan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk memaksa seseorang perempuan untuk bersetubuh

6
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019
dengan dia. Dengan demikian delik perkosaan hanya mungkin
dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan yang bukan istrinya,
dan perempuan yang dipaksa itu tidak mempunyai ikatan
perkawinan dengan laki-laki yang memaksanya.
Dewasa ini perkosaan yang merupakan delik susila meskipun
diancam dengan pidana selam-lamanya dua belas tahun, namun
masih sering terjadi di Indonesia, bukan hanya di kota-kota besar
tetapi juga terjadi di pedesaan. Dan yang menjadi korban bukan
hanya perempuan-perempuan yang masih muda belia, tetapi juga
perempuan-perempuan yang sudah lanjut usia (lansia), bukan hanya
perempuan-perempuan yang memakai pakaian seksi, berkerundung,
bukan hanya gadis remaja tahu anak-anak baru gede (ABG) tetapi
juga anak dibawah lima tahun (balita) yang belum mengenal seks
menjadi korban perkosaan.
Selanjutnya yang menjadi pelaku bukan hanya laki-laki muda
tetapi juga laki-laki yang sudah lanjut usia (lansia) bahkan tidak
jarang seorang kakek, seorang pama, ayah tiri bahkan ayah kandung
yang dipercayai dan dikenal oleh korban yang seharusnya
melindungi korban.7

2.2 Tinjaun Tentang Korban


2.2.1 Pengertian Korban
Berbagai pengertian korban banyak dikemukan baik oleh para ahli
maupun yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang
membahas mengenai korban kejahatan, sebagian di antarnya adalah
sebagai berikut:
Menurut Arief Gosita, ”Korban adalah mereka yang menderita
jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang
mengancam pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain
yang bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak yang
dirugikan”.
Sementara itu, Muladi mengartikan korban sebagai orang-orang
yang baik secara individu maupun kolektif telah menderita kerugian,
termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi, atau
gangguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental,
melalui perbuatan yang melanggar hukum pidana di masing-masing
negara, termasuk penyalahgunan kekuasaan.8
Selanjutnya pengertian korban dapat dilihat dalam rumusan Pasal
1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
7
Doortje D. Turangan, SH,MH, Karya Ilmiah Penerapan Pasal 285 KUHP Tentang Pelaku Tindak
Pidana Perkosaan, 2011. Hlm 2
8
Dr.Gomgom T.P.Siregar, Rudolf Silaban, Hak-Hak Korban Dalam Penegakan Hukum Pidana,
2020,Medan, Cv. Manhaji, hlm 39
Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana telah dilakukan
perubahan (revisi) dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 2014
tentang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban (selanjutnya disebut Undang-
Undang Perlindungan Saksi dan Korban, menyebutkan: “Korban
adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak
pidana”. 9Lebih lanjut, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi
terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat10, korban adalah
orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami
penderitaan sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang
berat yang memerlukan perlindungan fisik dan mental dari ancaman,
gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun. Memperhatikan
beberapa definisi tentang korban di atas, terkandung adanya
beberapa persamaan unsur dari korban, yaitu:
1. Orang (yang menderita).
2. Penderitaan yang sifatnya fisik, mental, ekonomi.
3. Penderitaan karena perbuatan yang melanggar hukum.
4. Dilakukan oleh pihak lain.
Mengacu pada pengertian-pengertian korban di atas, dapat
dikatakan bahwa korban pada dasarnya tidak hanya orang
perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat
dari perbuatan-perbuatan yang menimbulkan kerugian atau
penderitaan bagi diri/ kelompoknya. Bahkan lebih luas lagi
termasuk didalamnya adalah keluarga dekat atau tanggungan
langsung dari korban dan orang-orang yang mengalami kerugian
ketika membantu korban mengatasi penderitaannya atau untuk
mencegah viktimisasi.

9
Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 31 Tahun 2014
10
Peranturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002, Tentang Kompensasi Restitusi dan Rehabilitasi

Anda mungkin juga menyukai