Anda di halaman 1dari 19

1

PEMENUHAN HAK RESTITUSI TERHADAP ANAK KORBAN


TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (STUDI PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT NOMOR
39/PID.SUS-ANAK/2022/PN JKT.BRT)

A. Latar Belakang Masalah

Kekerasan seksual kerap kali terjadi di Indonesia. Kekerasan seksual

dapat berdampak pada kekerasan fisik maupun organ reproduksi, bahkan juga

pada psikis korban, oleh karenanya tindak kekerasan seksual ini dapat

dikategorikan sebagai Pelanggaran Hak Asasi Manusia. Pada Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(selanjutnya disebut Undang-Undang Hak Asasi Manusia), menjelaskan:

“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada


hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa serta merupakan anugerah-NYA yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat serta martabat manusia”.1
Sesuai dengan amanat Undang-Undang tersebut, Negara harus hadir

dalam memberikan perlindungan harkat serta martabat manusia termasuk

dari tindak pidana kekerasan seksual. Hal ini dikarenakan, tindak pidana

kekerasan seksual mampu terjadi kepada semua orang asal segala usia, jenis

kelamin, suku/ras, kepercayaan, latar belakang, gaya berpakaian, tingkat

pendidikan, ataupun tempat tinggal semuanya dapat berpotensi menjadi

korban pelaku kekerasan seksual.2

Kejahatan kesusilaan atau moral offences dan pelecehan seksual atau

sexual harassment merupakan dua bentuk pelanggaran atas kesusilaan yang

1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886).
2
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007, hlm 1.

1
2

bukan saja merupakan masalah hukum nasional suatu Negara melainkan

sudah merupakan masalah hukum semua negara di dunia atau merupakan

masalah global.3 Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi

memberikan definisi kekerasan seksual adalah sebagai berikut:

“Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,


melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi
seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang
berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik
termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang
kesempatan melaksanakan pendidikan dengan aman dan optimal”.4
Dewasa ini korban kekerasan seksual tidak hanya berasal dari kalangan

orang dewasa, namun juga mereka yang tergolong dibawah umur (anak).

Kondisi biologis anak yang lemah memudahkan para pelaku kejahatan

kekerasan seksual melancarkan aksinya kepada anak dan menjadikan mereka

korban paling mudah untuk dipengaruhi.5

Kerugian yang dialami oleh korban akibat terjadinya suatu kejahatan

tidak selalu berupa kerugian materiil, atau penderitaan fisik saja, tetapi yang

paling bersar pengaruhnya adalah kerugian atau dampak psikologis. Korban

kejahatan bisa terus merasa dibayang-bayangi oleh kejahatan yang telah

menimpanya yang dapat menghalanginya untuk beraktivitas dalam

kehidupannya sehari-hari.6

Menurut Meri Neherta Kekerasan seksual terhadap anak berdampak

pada fisik, psikologis dan tumbuh kembang anak sebagai generasi penerus

3
Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandar Maju,
Bandung, 1995, hlm. 103.
4
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, “Definisi Kekerasan Seksual”,
Kemendikbudristek, diunggah melalui https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-
seksual/, diakses pada tanggal 25 Januari 2023 pukul 13.25 WIB.
5
Abdussalam, Op.Cit.
6
Gomgom T.P Siregar dan H Rudolf Silaban, Hak-Hak Korban Dalam Penegakan Hukum
Pidana, Penerbit Manhaji, Medan, 2020, hlm. 50.
3

bangsa di masa yang akan datang. Dampak-dampak yang dapat dialami

ialah:7

1. Dampak Psikologis
a. Depresi
b. Sindrom Trauma Perkosaan
c. Disosiasi
2. Dampak Fisik
a. Gangguan Makan
b. Hypoactive sexual desire disorder
c. Dyspareunia
d. Vaginismus
e. Diabetes tipe 2
Bagi korban kejahatan, dengan terjadinya kejahatan yang menimpa

dirinya tentu akan menghancurkan sistem kepercayaan tersebut. Dengan kata

lain, dapat merupakan suatu bentuk trauma kehilangan kepercayaan terhadap

masyarakat dan ketertiban umum, yang berwujud menculnya gejala-gejala

rasa takut, gelisah, rasa curiga, sisnisme, depresi, kesepian, dan berbagai

perilaku penghindaran yang lain.8

Anak sebagai penerus masa depan bangsa dan negara sehingga setiap

anak memiliki hak untuk keberlangsungan hidupnya, tumbuh dan

berkembang, dan berhak mendapatkan perlindungan hukum dari kekerasan,

diskriminasi serta tindak pidana lainnya. Tidak hanya negara yang

mempunyai kewajiban untuk melindungi anak, namun dibutuhkan peran

orang tua dan masyarakat. Anak juga merupakan makhluk sosial yang

mempunyai harkat serta martabat menjadi manusia. 9

7
Meri Neherta, “Intervensi Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak”, Modul, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, hlm. 5-8.
8
Ibid.
9
Mardi Candra, Aspek Perlindungan Anak Indonesia Analisis tentang Perkawinan Dibawah
Umur, Kencana, Jakarta, 2018, hlm. 2.
4

Pemerintah dalam upayanya melindungi anak dari tindak pidana,

termasuk kekerasan seksual menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang

Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang

(yang selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Anak).10

Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak

memberikan penjelasan batasan umur pada anak, yaitu “Anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

berada dalam kandungan”. Dalam Penjelasan Undang-Undang Perlindungan

Anak yang menjelaskan “Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari

keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan

negara”.

Konsep pemidanaan Indonesia yang terkodifikasi dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) lebih banyak mengatur

aspek yang berhubungan dengan pelaku tindak pidana, dan pemidanaan, tidak

banyak mengatur mengenai hak-hak korban tindak pidana. Pergeseran

paradigma tersebut mulai terjadi pasca berlakunya Undang-Undang

Perlindungan Anak, dimana dalam Undang-Undang tersebut hak-hak Saksi

dan Korban mulai diperhatikan.11

10
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5882).
11
Abdussalam, Op.Cit, hlm. 13.
5

Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam

suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam

berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat.12 Untuk mencapai

tujuan perlindungan anak ini, perlu diusahakan suatu kondisi dimana setiap

anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Oleh kerena itu, hak asasi

terhadap anak harus mendapatkan perlindungan.13

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak

anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak

Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Pemenuhan hak-

hak anak yang dapat diberikan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak

korban tindak pidana kekerasan seksual terdiri dari beberapa kategori yaitu

materiil ataupun immateriil.14

Hak anak yang terdapat di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak

antara lain hak berkreasi, istirahat, memanfaatkan waktu luang, bergaul

dengan teman yang sebaya dan yang cacat berhak mendapatkan rehabilitasi,

bantuan sosial dan memelihara taraf kesejahteraan sosial; selama dalam

pengasuhan, anak berhak mendapatkan perlindungan dan perlakuan:

diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,

12
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, Ctk. Pertama, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 33.
13
Beniharmoni Harefa, Perlindungan Hukum Bagi Anak, Ctk. Kesatu, Deepublish,
Yogyakarta, 2016, hlm. 155.
14
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Ctk. Pertama, Sinar
Grafika Offset, Jakarta, 2016, hlm. 89-91.
6

(kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan), ketidakadilan dan perlakuan

salah lainnya terhadap pelaku hal-hal yang tersebut dengan hukuman; hak

untuk diasuh orangtuanya sendiri kecuali apabila terdapat aturan hukum

yang meniadakannya, anak yang menjadi korban berhak memperoleh

bantuan hukum dan bantuan hukum lainnya.15

Di Indonesia bentuk perlindungan anak terdapat beberapa lembaga yang

dikhususkan berdasarkan kewenangan yang diatur oleh Undang-Undang

dalam memberikan bantuan hukum dan upaya rehabilitasi terhadap anak yang

menjadi korban tindak pidana kekerasan seksual, yaitu Komisi Perlindungan

Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI),

Lembaga Pendampingan yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

(LPSK), dan Lembaga Perlindungan yang terdapat di masing-masing daerah

yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak

(P2TP2A).16

Hak-hak anak korban kekerasan seksual haruslah terjamin dan

terpenuhi, hak tersebut diantaranya ialah Hak Restitusi. Restitusi merupakan

salah satu bentuk upaya perlindungan hukum yang diberikan kepada korban

dalam hal ini anak yang menjadi korban tindak pidana. Bentuk ganti kerugian

ini dirasa perlu disebabkan pemenuhan restitusi bagi anak selama ini tidak

15
Ani Mardatila, “Macam Hak Perlindungan Anak, Ketahui Pasalnya di Indonesia dan
Internasional”, Merdeka.com, diunggal melalui https://www.merdeka.com/sumut/macam-hak-
perlindungan-anak-dan-pasalnya-di-indonesia-dan-internasional-kln.html, dikunjungi pada tanggal
25 Januari 2023 pukul 15.25 WIB.
16
Sapti Prihatmini, dkk, “Pengajuan dan Pemberian Hak Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi
Korban Kejahatan Seksual”, RechtIdee, Vol. 14, No. 1, Fakultas Hukum, Universitas Jember, ,
Juni 2019, hlm. 113.
7

hanya menjadi isu kajian nasional namun, juga sebagai bahan kajian

internasional. 17

Ganti kerugian yang diatur dalam KUHAP ada dua jenis, yakni ganti

kerugian karena perbuatan aparat penegak hukum dan ganti kerugian karena

perbuatan tersangka/terdakwa. Pengertian ganti kerugian yang disebutkan

pada Pasal 1 butir 22 hanya ganti kerugian karena perbuatan aparat penegak

hukum, sedangkan ganti kerugian karena perbuatan terdakwa dapat dilihat

pada Pasal 98 ayat (1) yang menyatakan bahwa jika suatu perbuatan yang

menjadi dasar dakwaan di dalam pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan

negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas

permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan gugatan ganti

kerugian kepada perkara pidana itu.18

Penggolongan ganti kerugian yang dimaksudkan dalam KUHAP

adalah:19

1. Ganti kerugian yang dituntut tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli


warisnya hanyalah mengenai keru- gian yang dimaksud Pasal 95 ayat
(1) dan (2) yang menurut Pasal 1 butir 22 KUHAP berupa imbalan
sejumlah uang. Termasuk kerugian yang terjadi akibat selisih
penahanan yang melebihi pidana yang dijatuh- kan sebagaimana
dijelaskan dalam penjelasan Pasal 95 ayat (1).
2. Ganti kerugian atas permintaan orang lain adalah permintaan yang
dimohonkan oleh korban dan pihak ketiga lainnya yang berkepentingan
yang hak miliknya dilanggar oleh penyidik dengan melawan hukum
sehingga timbul kerugian.
Hak restitusi secara teoritis dalam hukum pidana, restitusi diartikan

sebagi upaya untuk merestorasi kondisi korban kepada situasi sebelum


17
Marcus A. Asner, “Restitution From the Victim Perspective-Recent Developments And
Future Trends”, Federal Sentencing Reporter, Vol. 26, No.1, Vera Institute of Justice, Oktober
2013, hlm. 60.
18
Haeranah, Ganti Kerugian Bagi Tersangka, Terdakwa, Terpidana Dalam Perspektif Hak
Asasi Dan Tanggung Jawab Negara, Pustaka Pena Press, Makasar, 2016, hlm. 70.
19
Ibid, hlm. 72.
8

mengalami sejumlah kerugian yang diakibatkan adanya suatu kejahatan yang

dialami. Hal di atas bekaitan dengan pemenuhan hak anak sebagai upaya

perlindungan terhadap korban kekerasan seksual diatur dalam Pasal 71 huruf

(D) Undang-Undang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa korban

(anak) berhak mengajukan ke pengadilan berupa hakatas restitusi (ganti rugi)

yang menjadi tanggungjawab pelaku kejahatan seksual pada anak.20

Pengaturan terkait aturan serta mekanisme pengajuan diatur dalam 2

peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban (yang selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan

Saksi dan Korban) serta Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu, Peraturan

Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak

yang Menjadi Karban Tindak Pidana dan Peraturan Pemerintah Nomor 7

Tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor

35 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 7

Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada

Saksi dan Karban. Berdasarkan peraturan pemerintah tersebut ketentuan lebih

lanjut mengenai teknis pelaksanaan pemeriksaan permohonan restitusi diatur

dengan Peraturan Mahkamah Agung yaitu Peraturan Mahkamah Agung

Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan

Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana.

Peran hakim sangat besar dalam mempertimbangkan jumlah restitusi,

baik materiil maupun immaterial dan menjadi kewajibannya untuk

menuangkan dalam dictum/amar putusan pengadilan. Memberi putusan yang


20
Sapti Prihatmini, dkk, Op.Cit, hlm. 114.
9

adil dan setimpal dengan kejahatan TPPO yang dilakukan pelaku serta

memberikan ganti rugi materiil ataupun immaterial kepada korban. Dalam hal

ini diharapkan Hakim mempertimbangkan tidak saja berdasarkan Legal

Justice tetapi juga berdasarkan Moral Justice untuk mendapatkan Precise

Justice. Karena keadilan tidak saja hak dari terdakwa/pelaku tindak pidana,

yang memang menjadi haknya.21

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan

dan Anak (SIMFONI PPA), sepanjang tahun 2022 terdapat 25.050 kasus

kekerasan seksual terhadap perempuan dan menurut kelompok umur di data

bahwa terjadi pada umur 0-5: 1.428 kasus , umur 6-12: 3.682 kasus dan umur

13-17: 7.515 kasus, maka total jumlah kasus yang terjadi pada anak dibawah

umur terdapat 12.625 kasus yang diantaranya menargetkan anak di seluruh

provinsi di Indonesia sebagai korban kekerasan seksual.22

Data selanjutnya yang dipereleh dari Laporan Tahunan 2021 Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),23 pada Permohonan Fasilitasi

Restitusi Tahun 2020 dan 2021 dalam Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Anak Tahun 2020 terdapat 73 perkara dan Tahun 2021 terdapat 184 perkara

yang mengajukan permohonan hak restitusi kepada Lembaga Perlindungan

Saksi dan Korban (LPSK).

21
Merlina dan Azmiati Zuliah, Hak Restitusi terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan
Orang, Cet-Kesatu, Refika Aditama, Bandung, 2015, hlm. 87.
22
Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, “Korban Perempuan, Waktu
Input 2022”, Kemenpppa, di unggal melalui https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan,
diakses pada tanggal tanggal 25 Januari 2023 pukul 14.04 WIB.
23
LPSK, “Laporan Tahunan 2021”, lpsk.go.id, di download melaui
https://lemon.lpsk.go.id/index.php/s/dbnnaDjFekWgk4S, dikunjungi pada tanggal 26 Februari
2023 pukul 09.40 WIB, hlm. 206.
10

Contoh nyata kasus kekerasan seksual yang terjadi pada tahun

2021yang dilakukan oleh Anak laki-laki umur 15 tahun di Jakarta Barat.

Dilansir dari Metro.Sindonews.com, Rabu (22/12/2021) Seorang remaja

berinisial A (15) tega melakukan pencabulan terhadap 9 orang anak di bawah

umur di wilayah Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat. Bejatnya,

perbuatan pelaku diketahui terjadi sejak 2019.24

Contoh kasus lainnya yang terjadi pada tahun 2022. Dilansir dari

KOMPAS.com, Kamis (17/11/2022), Pelaku kekerasan seksual terhadap

seorang anak berkebutuhan khusus berusia 14 tahun di Mangga Besar, Taman

Sari, Jakarta Barat. Kejadian bermula ketika korban sedang duduk sendirian

di anak tangga lantai tiga rumah kos yang dihuni korban dan pelaku, saat

itulah pelecehan terjadi, pelaku memegang dada dan alat vital korban.25

Kasus pada tahun 2022 tersebut di atas telah di adili dan di putus oleh

Pengadilan Negeri Jakarta Barat, adapun Putusan Majelis Hakim adalah

menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 Ayat (1) jo. Pasal 76E Undang-

undang Perlindungan Anak serta menjatuhkan pidana penjara selama 11

tahun dan pelaku juga dikenakan denda sebanyak Rp. 500 juta subsidiair 6

bulan kurungan.26

24
Dimas Choirul, “Miris, Remaja 15 Tahun di Cengkareng Cabuli 9 Anak di Bawah Umur”,
diunggah melalui https://metro.sindonews.com/read/636153/170/miris-remaja-15-tahun-di-
cengkareng-cabuli-9-anak-di-bawah-umur-1640167925, dikunjungi pada tanggal l 25 Januari
2023 pukul 14.53 WIB.
25
Mita Amalia Hapsari, "Pelaku Kekerasan Seksual Anak Disabilitas di Taman Sari Divonis
11 Tahun Penjara", Kompas.com, diunggah melalui https://megapolitan.kompas.com/
read/2022/11/17/15190111/pelaku-kekerasan-seksual-anak-disabilitas-di-taman-sari-divonis-11-
tahun?page=all, dikunjungi pada tanggal l 26 Februari 2023 pukul 10.54 WIB.
26
Ibid.
11

Selanjutnya, pada kasus pada tahun 2021 tersebut di atas telah di adili

dan di putus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam Putusan Nomor

39/Pid.Sus-Anak/2022/PN Jkt.Brt, yang dimana Majelis Hakim dalam

putusannya Majelis Hakim menjatuhkan pidana terhadap Anak Terdakwa

Anak dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan pidana denda sebesar

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda

tidak dibayar maka diganti dengan pidana krungan selama 2 (dua) bulan

kurungan.27

Berdasarkan Pasal 72D ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak,

dengan jelas menetukan bahwa anak yang menjadi korban berhak

mengajukan hak restitusi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual

terhadap anak, yang ketentuannya sebagai berikut:

Pasal 71D ayat (1)


(1) Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (2) huruf b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan
huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi
yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan.
Ketentuan lebih lanjut terkait besaran pidana denda terdapat dalam

Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Anak, yang ketentuannya

sebagai berikut:

Pasal 81 ayat (1):


(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak RpS.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Seperti halnya yang dialami oleh anak korban tindak pidana kekerasan

seksual pada perkara Nomor 39/Pid.Sus-Anak/2022/PN Jkt.Brt, dalam

27
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 39/Pid.Sus-Anak/2022/PN Jkt.Brt, hlm.
19.
12

perkara tersebut sejatinya anak merupakan korban dari tindak pidana

kekerasan seksual yang artinya berdasarkan Pasal 71D Undang-Undang

Perlindungan Anak, berhak atas pemenuhan hak restitusi sebagai upaya

pemulihan kondisi anak yang diakibatkan oleh tindak pidana yang terjadi.

Pada perkara tersebut juga, Majelis Hakim telah memutus bahwa

dalam amar putusannya Terpidana wajib membayarkan Restitusi sebesar

Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sejauh ini Perkara tindak pidana

kekerasan seksual terhadap anak yang memuat hak restitusi seperti halnya

pada perkara Nomor 39/Pid.Sus-Anak/2022/PN Jkt.Brt.

Hak restitusi ialah hak yang di miliki oleh korban atas kerugian yang

dialaminya melalui pengajuan permohonan restitusi kepada Ketua/Kepala

Pengadilan, hal tersebut di tentukan dalam Pasal 5 ayat (3) dan (4) Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian

Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban

Tindak Pidana,28 yang ketentuannya sebagai berikut:

Pasal 5 ayat (3)


(3) Dalam hal Korban adalah anak, permohonan diajukan oleh orang
tua, Keluarga, wali, ahli waris atau kuasanya, atau LPSK, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Permohonan Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dibuat sccara tertulis dalam bahasa Indonesia,
ditandatangani oleh Pemohon atau kuasanya, dan diajukan kepada
Ketua/Kepala Pengadilan, baik secara langsung atau melalui LPSK,
penyidik, atau Penuntut Umum.

Perlindungan hukum terhadap anak dan pemenuhan hak restitusi

menjadi tanggung jawab negara dan tanggung jawab bersama, terutama bagi

28
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara
Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak
Pidana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 225).
13

lembaga-lembaga yang berwenang sebagai penyangga proses perbaikan

kehidupan anak korban kekerasan seksual, untuk segera mencari jalan keluar

sebagai upaya pengentasan tindak pidana kekerasan seksual.

Pelaksanaan pemberian restitusi terhadap korban tindak pidana

terhadap anak dirasa belum optimal dan cenderung tidak berjalan dengan

lancar terutama mengenai proses pengajuan yang tidak mudah serta

pelaksanaan restitusi itu dapat diberikan kepada korban karena tidak semua

korban tindak pidana kekerasan seksual mengajukan restitusi dikarenakan

minimnya literasi dan informasi hak yang dimiliki atau tidak mau

mengajukan (das sein), dengan apa yang telah di atur menurut peraturan

perundang-undangan yang telah di jelaskan di atas (das sollen).

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti

tertarik untuk mengkaji dan meneliti bagaimana proses pengajuan dan

pemberian hak restitusi dengan melihat norma, dan pemberlakuannya baik

saat ini, juga masa yang akan datang, sehingga hak restitusi yang sudah

mendapatkan perhatian khusus dengan memperhatikan asas dan tujuan asal

upaya perlindungan anak bisa berjalan dengan optimal, maka dari itu

penelitian ini diberi dengan judul “PEMENUHAN HAK RESTITUSI

TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN

SEKSUAL (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA

BARAT NOMOR 39/PID.SUS-ANAK/2022/PN JKT.BRT)”.


14

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka bahwa dipandang

perlu untuk diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk perlindungan anak dalam hal kerugian materiil dan

immateriil yang diderita anak pasca terjadinya kejahatan (Studi Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 39/Pid.Sus-Anak/2022/PN

Jkt.Brt)?

2. Bagaimana pelaksanaan pengajuan dan pemberian restitusi bagi anak

korban tindak pidana kekerasan seksual di tinjau dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,

maka peneliti bertujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan anak dalam hal kerugian

materiil dan immateriil yang diderita anak pasca terjadinya kejahatan

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 39/Pid.Sus-

Anak/2022/PN Jkt.Brt).

2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengajuan dan pemberian restitusi bagi

anak korban tindak pidana kekerasan seksual di tinjau dari peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

D. Objek Penelitian

Objek penelitian yang akan diteliti oleh peleliti mengacu pada judul dan

identifikasi masalah ialah sebagai berikut:


15

1. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 39/Pid.Sus-

Anak/2022/PN Jkt.Brt.

2. Peraturan Perundang-undangan terkait Hak Restitusi.

3. Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

E. Teori Yang Digunakan

Teori yang akan digunakan oleh peneliti untuk menjawab identifikasi

masalah ialah sebagai berikut:

1. Teori Keadilan

2. Teori Restorative Justice


16

DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Abdussalam, Hukum Perlindungan Anak, Restu Agung, Jakarta, 2007

Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Darurat Kejahatan Seksual, Ctk.
Pertama, Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2016.

Beniharmoni Harefa, Perlindungan Hukum Bagi Anak, Ctk. Kesatu,


Deepublish, Yogyakarta, 2016.

Gomgom T.P Siregar dan H Rudolf Silaban, Hak-Hak Korban Dalam


Penegakan Hukum Pidana, Penerbit Manhaji, Medan, 2020.

Haeranah, Ganti Kerugian Bagi Tersangka, Terdakwa, Terpidana Dalam


Perspektif Hak Asasi Dan Tanggung Jawab Negara, Pustaka Pena
Press, Makasar, 2016.

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem


Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Ctk. Pertama, Refika Aditama,
Bandung, 2008.

Mardi Candra, Aspek Perlindungan Anak Indonesia Analisis tentang


Perkawinan Dibawah Umur, Kencana, Jakarta, 2018.

Merlina dan Azmiati Zuliah, Hak Restitusi terhadap Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang, Cet-Kesatu, Refika Aditama, Bandung, 2015.

Romli Atmasasmita, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandar


Maju, Bandung, 1995
B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi
Bagi Anak Yang Menjadi Karban Tindak Pidana
17

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas


Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian
Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Karban
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara
Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi
kepada Korban Tindak Pidana.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 39/Pid.Sus-
Anak/2022/PN Jkt.Brt.

C. Jurnal

Marcus A. Asner, “Restitution From the Victim Perspective-Recent


Developments And Future Trends”, Federal Sentencing Reporter,
Vol. 26, No.1, Vera Institute of Justice, Oktober 2013.
Sapti Prihatmini, dkk, “Pengajuan dan Pemberian Hak Restitusi Bagi Anak
Yang Menjadi Korban Kejahatan Seksual”, RechtIdee, Vol. 14, No. 1,
Fakultas Hukum, Universitas Jember, , Juni 2019.
Erica Flora , “Pemberian Restitusi Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak
Pidana Pencabulan (Kajian Enam Putusan)”, Jurnal Hukum ,Vol. 1
No. 8, Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, 2022.

D. Internet
Ani Mardatila, “Macam Hak Perlindungan Anak, Ketahui Pasalnya di
Indonesia dan Internasional”, Merdeka.com, diunggal melalui
https://www.merdeka.com/sumut/macam-hak-perlindungan-anak-dan-
pasalnya-di-indonesia-dan-internasional-kln.html, dikunjungi pada
tanggal 25 Januari 2023 pukul 15.25 WIB.
Dimas Choirul, “Miris, Remaja 15 Tahun di Cengkareng Cabuli 9 Anak di
Bawah Umur”, diunggal melalui
https://metro.sindonews.com/read/636153/170/miris-remaja-15-tahun-
di-cengkareng-cabuli-9-anak-di-bawah-umur-1640167925, diakses
pada tanggal tanggal 25 Januari 2023 pukul 14.53 WIB.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, “Definisi
Kekerasan Seksual”, Kemendikbudristek, diunggah melalui
https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-seksual/,
diakses pada tanggal 25 Januari 2023 pukul 13.25 WIB.
LPSK, “Laporan Tahunan 2021”, lpsk.go.id, di download melaui
https://lemon.lpsk.go.id/index.php/s/dbnnaDjFekWgk4S, dikunjungi
pada tanggal 26 Februari 2023 pukul 09.40 WIB, hlm. 206.
18

Mita Amalia Hapsari, "Pelaku Kekerasan Seksual Anak Disabilitas di Taman


Sari Divonis 11 Tahun Penjara", Kompas.com, diunggah melalui
https://megapolitan.kompas.com/ read/2022/11/17/15190111/pelaku-
kekerasan-seksual-anak-disabilitas-di-taman-sari-divonis-11-
tahun?page=all, dikunjungi pada tanggal l 26 Februari 2023 pukul
10.54 WIB.
Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak, “Korban
Perempuan, Waktu Input 2022”, Kemenpppa, di unggal melalui
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan, diakses pada tanggal
tanggal 25 Januari 2023 pukul 14.04 WIB.

E. Lain-Lain

Meri Neherta, “Intervensi Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak”,


Modul, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas
19

PEMENUHAN HAK RESTITUSI TERHADAP ANAK KORBAN


TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL (STUDI PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI JAKARTA BARAT NOMOR
39/PID.SUS-ANAK/2022/PN JKT.BRT)

OUTLINE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program
Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Disusun Oleh :
Nama : Ferdy Kurniawan
NIM : 1111180356
Konsentrasi : Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2023

Anda mungkin juga menyukai