PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bullying atau yang lebih sering dikenal perundungan merupakan fenomena yang
cukup dikenal baik di Indonesia maupun di luar negeri. Para pihak kebanyakan adalah anak-
anak usia sekolah, selama ini perundungan atau perundungan sudah dilakukan sejak SD
hingga SMA, bahkan tidak menutup kemungkinan perundungan masih dilakukan di tingkat
perguruan tinggi walaupun dalam angka yang sangat kecil. Sebagian pelaku dan korban
adalah orang-orang terpelajar, sehingga dipastikan para pelaku ini mendapatkan pelatihan
yang cukup untuk menunjukkan bahwa bullying dapat berdampak pada korban. 1
istilah rule of law as a penal system, yang merupakan standar hukum mengenai hukuman dan
penjatuhan pidana.2 Hukum pidana harus diakui sebagai hak atas sanksi khusus, hukum
pidana dapat membatasi kebebasan seseorang dengan menjatuhkan hukuman penjara atau
hukuman fisik, hingga dan termasuk pembunuhan. KUHP memuat sanksi atas pelanggaran
aturan hukum, yang jauh lebih ketat dari konsekuensi sanksi yang diatur dalam undang-
undang lainnya.3 Hukum pidana dalam ilmu hukum. Hukum pidana sebagai salah satu
instrumen hukum nasional adalah merupakan produk pemikiran manusia yang sengaja dibuat
korban melakukan sesuatu, atau melakukan sesuatu kepada korban yang dapat berdampak
negatif bagi korban baik secara fisik maupun psikis. Bullying dapat terjadi baik secara
langsung maupun online. Ini merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu perilaku
kasar, dapat berupa fisik, psikis melalui kata-kata atau gabungan dari ketiganya. Pelaku
mengeksploitasi orang lain yang dia anggap rentan. Salah satu faktor yang paling
mempengaruhi lahirnya perilaku anak korban bullying adalah kurangnya pendidikan moral
atau kesempatan dalam berupaya untuk menghargai orang lain. Beberapa faktor yang
biasanya menyebabkan seorang anak di-bully oleh temannya adalah faktor ras, faktor agama,
telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Perlindungan Anak, memberikan sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak sebagai
berikut :
“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan atau denda
69.
5
Evita Monica Chrysan, Yiska Marva Rohi, Dini Saputri Fredyandani Apituley, “Penerapan Sanksi Tindakan Anak
Yang Melakukan Bullying Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana Anak”, Jurnal Hukum Magnum Opus, Vol 3,
No 2, 2020, Hal. 1. https://jurnal.untagsby.ac.id/index.php/Magnumopus/article/view/3350.
Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mats, maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah). Pidana ditambah sepertiga dari ketetuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang
Tuanya".
melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.”
Perlindungan terhadap anak ini mempunyai implikasi hukum baik hukum tertulis
maupun hukum tidak tertulis. Dalam perlindungan anak, hukum menjadi jaminan atas
tindakan tersebut, karena anak merupakan kelompok rentan yang wajib dilindungi oleh
perlindungan anak legal dan perlindungan anak ilegal. Perlindungan hukum lebih
dikenal dengan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap anak tidak hanya
diberikan kepada korban, anak yang menjadi pelaku juga berhak mendapatkan perlindungan
merupakan pelayanan yang harus diberikan oleh negara, khususnya negara untuk menjamin
keselamatan setiap warga negara. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia,
konstitusi secara eksplisit mengatur tentang perlindungan anak. Pasal 28B ayat 2 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945) menyatakan bahwa “Setiap anak berhak
6
https://jabarekspres.com/berita/2022/07/20/kasus-pengeroyokan-siswa-smp-di-jamb-hingg a-tulang-retak-b
erakhir-damai-orang-tua-korban-sebut-kasihan/(Diakses Pada 26 November 2022).
7
Sausan Afifah Denadin, “Pelaksanaan Penanganan Anak Melalui Proses Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Pe
radilan Anak Di Indonesia”, PAMPAS : Journal Of Criminal Law, Vol 3, No 2, 2022, Hal 3. https://online-journal.u
nja.ac.id/Pampas/article/view/19297/15114
atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
Indonesia, negara bertanggung jawab atas perlindungan Hak Asasi Manusia. Sebagaimana
yang tercantum pada Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang menyatakan: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak
Victimology adalah bidang kajian yang mendalami tentang lahirnya korban yang
mengalami kerusakan fisik, mental, ataupun kehilangan harta benda terutama disebabkan
oleh tindakan pidana.9 Victimology berasal dari bahasa latin victima yang berarti
pengorbanan dan logos yang berarti ilmu. Secara terminologi, viktimologi mengacu pada
penelitian yang mengkaji tentang korban, sebab-sebab viktimisasi, dan akibat viktimisasi
Korban viktimologi memiliki arti yang luas karena tidak terbatas pada individu yang
benar-benar menderita kerugian, tetapi juga kelompok, korporasi, swasta dan negara,
sedangkan akibat viktimisasi mengacu pada sikap atau tindakan. kepada korban dan/atau
pelaku dan orang-orang yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam tindak
pidana tersebut. Penting agar korban mendapat perhatian utama dalam pembahasan kejahatan
karena korban seringkali memainkan peran yang sangat penting dalam kejahatan.11
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang diperbaharui menjadi
8
Syuha Maisytho Probilla, Andi Najemi, Aga Anum Prayudi, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tinda
k Pidana Kekerasan Seksual”, PAMPAS : Journal Of Crimina Law, Vol 2, No 1, 2021, Hal. 2. https://online-journal.
unja.ac.id/Pampas/article/view/12684.
9
Tasya Nafisatul Hasan, Marli Candra, “Tinjauan Viktimologi Terhadap Hak Perlindungan Penyalahgunaan Narko
tika (Victimless Crime)”, PAMPAS : Journal Of Crimina Law, Vol 2, No 2, 2021, Hal. 1. https://online-journal.unja.
ac.id/Pampas/article/view/13026.
10
Ainal Hadi, Muhklis, Kriminologi & Viktimologi, Banda Aceh, CV Bina Nanggroe ,2012, Hal. 155.
11
eni Yulia, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban kejahatan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, Hal. 43.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perlindungan
namun diatur secara khusus oleh Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.12
Perubahan UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, perlindungan anak adalah setiap
kegiatan yang menjamin dan melindungi anak serta hak- haknya agar dapat hidup. . tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) tersebut mengatur tentang hak dan perlindungan
terhadap anak, yaitu," Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat.
Di dalam ayat (1) huruf a ditegaskan. Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di
satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk
melawan hukum."
12
Melisa, Luthy Yustika, “Analisa Pelindungan Hukum Terhadap anak sebagai Korban Bullying di sekolah dasar N
egri Kalianyar Jakarta Barat”, ICA of lAW, Vol 1, No 2, 2020, Hal. 2. https://www.esaunggul.ac.id.
13
Ibid., Hal. 3.
14
Ibid., Hal 4.
"Anak di dalam dan dilingkungan satuan pendidikan wajib mendapat perlindungan
dari tindak kekerasan fik pakis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh
pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lain”.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik tenaga
35/2014 mengandung aspek penting yaitu terjamin dan terpenuhinya hak-hak anak,
terpenuhinya harkat dan martabat kemanusiaan, perlindungan anak dari kekerasan dan
diskriminasi, terwujudaya anak yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Sedangkan
prinsip dasar konvensi hak- hak anak meliputi: non-diskriminasi kepentingan yang terbaik
bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; penghargaan terhadap
pendapat anak. Seorang bocah perempuan kelas 3 SDIT Al-Azhar Jambi menjadi korban
bullying oleh teman perempuannya di sekolahnya hingga meninggal dunia. Selain di ejek,
pelaku juga lakukan bullying dengan memukul bagian kepala korban bagian belakangnya dan
di dolakan ke dinding kelas hingga alami sakit kepala dan alami pendarahan. "Alhamdulillah
kasusnya dengan cepat di proses oleh sekolah dan sekolah akan sesegera mungkin
mencarikan sekolah lain yang mungkin bisa mengcover anak (pelaku) tersebut," tulis Asri
Lalu ada juga kasus tentang Seorang siswa baru di Jambi, AK (12 tahun), dikeroyok 3
kakak kelasnya karena menolak saat disuruh berkelahi dengan teman seangkatan atau sesama
siswa baru. Akibat pengeroyokan tersebut, kaki korban retak serius. Kejadian berlangsung di
hari pertama masuk sekolah atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya,
korban diadu atau disuruh berkelahi dengan anak baru, namun AK menolak. Kesal dengan
penolakan, kakak kelasnya pun meminta korban menyerahkan uang, namun juga tidak
belakang sekolah.
Upaya yang dilakukan pihak sekolah yaitu melakukan mediasi, upaya tersebut
permasalahan yang terjadi terhadap semua Pihak, baik Pihak Pertama (korban), pihak Kedua
dan Ketiga (pelaku). Selanjutnya, bunyi kesepakatan itu disebutkan, segala akibat dari
kejadian tersebut akan ditanggung oleh Pihak Kedua dan Ketiga (orang tua pelaku) sampai
sembuh. Perjanjian dibuat tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Apabila di lain
waktu terjadi lagi maka pihak yang terlibat akan dikembalikan kepada orang tua. Disini
penulis melihat kesenjangan anatara das sollen (seharusnya) dan das sein (kenyataan) dalam
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bullying
individu atau kelompok untuk menganiaya individu lain secara sadar dan
ancaman tertentu.
tentang bahaya dan dampak negatif dari bullying. Ini dilakukan melalui
tim penanganan bullying yang terdiri dari berbagai pihak, termasuk aparat
sebagai berikut:
korban.