Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bullying atau yang lebih sering dikenal perundungan merupakan fenomena

yang cukup dikenal baik di Indonesia maupun di luar negeri. Para pihak

kebanyakan adalah anak-anak usia sekolah, selama ini perundungan atau

perundungan sudah dilakukan sejak SD hingga SMA, bahkan tidak menutup

kemungkinan perundungan masih dilakukan di tingkat perguruan tinggi walaupun

dalam angka yang sangat kecil. Sebagian pelakucdanckorban adalah orang-orang

terpelajar, sehingga dipastikan para pelaku ini mendapatkan pelatihan yang cukup

untuk menunjukkan bahwa bullying dapat berdampak pada korban.1

Di Indonesia, peraturan perundang-undangan tersebut salah satunya

dikenal dengan istilah rule of law as a penal system, yang merupakan standar

hukum mengenai hukuman dan penjatuhan pidana.2 Hukum pidana harus diakui

sebagai hak atas sanksi khusus, hukum pidana dapat membatasi kebebasan

seseorang dengan menjatuhkan hukuman penjara atau hukuman fisik, hingga dan

termasuk pembunuhan. KUHP memuat sanksi atas pelanggaran aturan hukum,

yang jauh lebih ketat dari konsekuensi sanksi yang diatur dalam undang-undang

lainnya. 3 Hukum pidana dalam ilmu hukum. Hukum pidana sebagai salah satu

1
Resti amelia, “Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku dan Korban Bullying di
Indonesia”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Negri Semarang, Jawa Tengah, 2020, Hal.1.
http://lib.unnes.ac.id/41816/1/8111415101.
2
Nandang Sambas., Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, Hal.1.
3
Ibid., Hal. 3.

1
instrumen hukum nasional adalah merupakan produk pemikiran manusia yang

sengaja dibuat untuk melindungi korban dari semua bentuk kejahatan.4

Bullying berarti mengintimidasi satu atau lebih orang dengan menganggap

bahwa target memiliki kekurangan. Bullying dilakukan dengan mempermalukan

korban, meminta korban melakukan sesuatu, atau melakukan sesuatu kepada

korban yang dapat berdampak negatif bagi korban baik secara fisik maupun

psikis. Bullying dapat terjadi baik secara langsung maupun online. Ini merupakan

bentuk awal dari perilaku agresif yaitu perilaku kasar, dapat berupa fisik, psikis

melalui kata-kata atau gabungan dari ketiganya. Pelaku mengeksploitasi orang

lain yang dia anggap rentan.

Salah satu faktor yang paling mempengaruhi lahirnya perilaku anak

korban bullying adalah kurangnya pendidikan moral atau kesempatan dalam

berupaya untuk menghargai orang lain. Beberapa faktor yang biasanya

menyebabkan seorang anak di-bully oleh temannya adalah faktor ras, faktor

agama, faktor ekonomi/sosial dan faktor psikologis.5

4
Dona Fitriani, Haryadi, Dessy Rakhmawati, “Peranan Pusat Pelayanan Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Memberikan Perlindungan Hukum
Terhadap Perempuan dan Anak Korban KDRT”, PAMPAS : Journal Of Criminal Law, Vol 2, No
2, 2021. Hal. 2. https://online-journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/14769.
5
Evita Monica Chrysan, Yiska Marva Rohi, Dini Saputri Fredyandani Apituley,
“Penerapan Sanksi Tindakan Anak Yang Melakukan Bullying Dalam Perspektif Sistem Peradilan
Pidana Anak”, Jurnal Hukum Magnum Opus, Vol 3, No 2, 2020, Hal. 1. https://jurnal.untag-
sby.ac.id/index.php/Magnumopus/article/view/3350.

2
Tabel 1
Jumlah laporan kasus kekerasan terhadap anak
dari tahun 2017-2022
Tahun Jumalah kasus

2017 46

2018 50

2019 68

2020 130

2021 123

2022 111
Jumlah 528
Sumber data : UPTD PPA Kota Jambi

Pada tabel tersebut, terlihat bahwa dalam enam Tahun terakhir, jumlah

kasus kekerasan terhadap anak di kota jambi adalah sejumlah 528 (lima ratus dua

puluh delapan) kasus kekerasan terhadap anak. Dengan rincian 46 (empat puluh

enam) kasus pada tahun 2017, 50 (lima puluh) kasus pada 2018, 68 (enam puluh

delapan kasus pada tahun 2019, 130 (seratus tiga puluh) kasus pada tahun 2020,

123 (seratus dua puluh tiga) kasus pada tahun 2021, 111 (saratus sebelas) kasus

pada tahun 2022. Dapat di simpulkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak dari

tahun ke tahun semakin meningkat dan dalam tahun 2020 memiliki jumlah kasus

terbanyak.

Dari 94 laporan yang diterima Dinas Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (DPMPPA) Kota Jambi, 57 laporan terkait kekerasan terhadap

3
anak. Kepala Pelayanan DPMPPA Kota Jambi Noveriniti Dewanti menjelaskan,

data tersebut terhitung Januari hingga Oktober 2022.

"Kekerasan anak cenderung naik," ujarnya. Rabu, (2/11/2022).

Noverintiwi mengatakan, laporan kekerasan pada anak sebagian merupakan

laporan kasus bullying di sekolah. "Ada laporan sebagian, orang tua korban yang

melaporkan ke kita telah terjadi bullying di sekolah", jelasnya. Namun, untuk

kasus kekerasan anak. Noverintiwi menjelaskan beberapa kasus sebagian besar

diselesaikan dengan mediasi.Artikel ini telah tayang di TribunJambi.com dengan

judul 57 Laporan Kekerasan Anak di Kota Jambi, Sebagian Kasus Bullying di

Sekolah.6

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan 50

Anak Pasal 80 Jo 76C UU Perlindungan Anak, memberikan sanksi pidana bagi

pelaku kekerasan terhadap anak sebagai berikut :

Pasal 80, menyebutkan bahwa:

“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6
(enam) bulan dan atau denda paling banyak Rp 2.000.000,00 (tujuh puluh
dua juta rupiah).”
Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka

pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda

paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) Dalam hal Anak

6
https://jabarekspres.com/berita/2022/07/20/kasus-pengeroyokan-siswa-smp-di-jamb-hingg
a-tulang-retak-berakhir-damai-orang-tua-korban-sebut-kasihan/(Diakses Pada 26 November 2022).

4
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mats, maka pelaku dipidana dengan pidana

penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau denda paling banyak

Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Pidana ditambah sepertiga dari ketetuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang

melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya".

Pasal 76C, menyebutkan bahwa "Setiap Orang dilarang menempatkan,

membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan

Kekerasan terhadap Anak.”

Perlindungan terhadap anak ini mempunyai implikasi hukum baik hukum

tertulis maupun hukum tidak tertulis. Dalam perlindungan anak, hukum menjadi

jaminan atas tindakan tersebut, karena anak merupakan kelompok rentan yang

wajib dilindungi oleh negara. Perlindungan anak dapat dibagi menjadi 2 (dua)

bagian, yaitu:

perlindungan anak legal dan perlindungan anak ilegal. Perlindungan hukum lebih

dikenal dengan perlindungan hukum. Perlindungan hukum terhadap anak tidak

hanya diberikan kepada korban, anak yang menjadi pelaku juga berhak

mendapatkan perlindungan hukum.7

Perlindungan untuk mendapatkan perlindungan hukum. Penegakan hukum

merupakan pelayanan yang harus diberikan oleh negara, khususnya negara untuk

menjamin keselamatan setiap warga negara. Dalam konteks Negara Kesatuan

Republik Indonesia, konstitusi secara eksplisit mengatur tentang perlindungan

7
Sausan Afifah Denadin, “Pelaksanaan Penanganan Anak Melalui Proses Diversi Dalam
Pembaharuan Sistem Peradilan Anak Di Indonesia”, PAMPAS : Journal Of Criminal Law, Vol 3,
No 2, 2022, Hal 3. https://online-journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/19297/15114

5
anak. Pasal 28B ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (1945)

menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, negara

bertanggung jawab atas perlindungan Hak Asasi Manusia. Sebagaimana yang

tercantum pada Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan: “Perlindungan, pemajuan, penegakan,

dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama

pemerintah”.8

Victimology adalah bidang kajian yang mendalami tentang lahirnya

korban yang mengalami kerusakan fisik, mental, ataupun kehilangan harta benda

terutama disebabkan oleh tindakan pidana.9 Victimology berasal dari bahasa latin

victima yang berarti pengorbanan dan logos yang berarti ilmu. Secara terminologi,

viktimologi mengacu pada penelitian yang mengkaji tentang korban, sebab-sebab

viktimisasi, dan akibat viktimisasi yang menggambarkan masalah manusia

sebagai realitas sosial. 10

Korban viktimologi memiliki arti yang luas karena tidak terbatas pada

individu yang benar-benar menderita kerugian, tetapi juga kelompok, korporasi,

swasta dan negara, sedangkan akibat viktimisasi mengacu pada sikap atau

8
Syuha Maisytho Probilla, Andi Najemi, Aga Anum Prayudi, “Perlindungan Hukum
Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual”, PAMPAS : Journal Of Crimina Law,
Vol 2, No 1, 2021, Hal. 2. https://online-journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/12684.
9
Tasya Nafisatul Hasan, Marli Candra, “Tinjauan Viktimologi Terhadap Hak
Perlindungan Penyalahgunaan Narkotika (Victimless Crime)”, PAMPAS : Journal Of Crimina
Law, Vol 2, No 2, 2021, Hal. 1. https://online-journal.unja.ac.id/Pampas/article/view/13026.
10
Ainal Hadi, Muhklis, Kriminologi & Viktimologi, Banda Aceh, CV Bina Nanggroe
,2012, Hal. 155.

6
tindakan. kepada korban dan/atau pelaku dan orang-orang yang secara langsung

atau tidak langsung terlibat dalam tindak pidana tersebut. Penting agar korban

mendapat perhatian utama dalam pembahasan kejahatan karena korban seringkali

memainkan peran yang sangat penting dalam kejahatan.11

Dalam perkembangannya, perlindungan anak di bidang hukum diatur

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak yang

diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak. Perlindungan hukum terhadap anak diatur di Indonesia.

dari beberapa peraturan perundang-undangan, namun diatur secara khusus oleh

Undang-Undang Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014.12

Menurut Pasal 2 Ayat 2 UU No. 35 Tahun 2014 Republik Indonesia

Tentang Perubahan UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, perlindungan

anak adalah setiap kegiatan yang menjamin dan melindungi anak serta hak-

haknya agar dapat hidup. . tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta dilindungi dari kekerasan

dan diskriminasi.13

Di dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) tersebut mengatur tentang hak dan

perlindungan terhadap anak, yaitu," Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan

11
Reni Yulia, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban kejahatan, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, Hal. 43.
12
Melisa, Luthy Yustika, “Analisa Pelindungan Hukum Terhadap anak sebagai Korban
Bullying di sekolah dasar Negri Kalianyar Jakarta Barat”, ICA of lAW, Vol 1, No 2, 2020, Hal. 2.
https://www.esaunggul.ac.id.
13
Ibid., Hal. 3.

7
dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat. Di dalam ayat (1) huruf a

ditegaskan. Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan

dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga

kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain."14

Pasal 1 angka 16 UU Perlindungan Anak,

“kekerasan adalah "setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat


timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual,
dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melaksanakan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum."

Pasal 54 UU Perlindungan Anak mengatur bahwa setiap anak berhak. mendapat

perlindungan dari tindak kekerasan disekolah, yang berbunyi

"Anak di dalam dan dilingkungan satuan pendidikan wajib mendapat


perlindungan dari tindak kekerasan fik pakis, kejahatan seksual, dan
kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan,
sesama peserta didik, dan atau pihak lain”.
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

pendidik tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan atau Masyarakat” Dalam

pasal 3 UU 23/2002 UU 35/2014 mengandung aspek penting yaitu terjamin dan

terpenuhinya hak-hak anak, terpenuhinya harkat dan martabat kemanusiaan,

perlindungan anak dari kekerasan dan diskriminasi, terwujudaya anak yang

berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Sedangkan prinsip dasar konvensi hak-

hak anak meliputi: non-diskriminasi kepentingan yang terbaik bagi anak; hak

untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; penghargaan terhadap

pendapat anak.

14
Ibid., Hal 4.

8
Di wilayah kota jambi ada 2 contoh kasus tentang pembullyan, diantaranya

adalah bentuk pembullyan verbal, dan fisik, Bullying verbal, merupakan jenis

bullying yang melibatkan bahasa verbal yang bertujuan menyakiti hati korban

Perilaku yang merupakan bullying verbal antara lain seperti mengejek, memberi

mama julukan yang tidak pantas, memfitnah. Lalu ada Bullying fisik, merupakan

jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku bullying dengan korban

bullying Perilaku yang merupakan bullying fisik, antara lain seperti: memukul,

menendang meludahi, mencekik, melukai menggunakan benda.

Seorang bocah perempuan kelas 3 SDIT Al-Azhar Jambi menjadi korban

bullying oleh teman perempuannya di sekolahnya hingga meninggal dunia. Selain

di ejek, pelaku juga lakukan bullying dengan memukul bagian kepala korban

bagian belakangnya dan didolakan ke dinding kelas hingga alami sakit kepala dan

alami pendarahan. "Alhamdulillah kasusnya dengan cepat di proses oleh sekolah

dan sekolah akan sesegera mungkin mencarikan sekolah lain yang mungkin bisa

mengcover anak (pelaku) tersebut," tulis Asri Fanny melalui postingan tertulis di

Facebook pada Jumat, 1 April 2022.

Lalu ada juga kasus tentang Seorang siswa baru di Jambi, AK (12 tahun),

dikeroyok 3 kakak kelasnya karena menolak saat disuruh berkelahi dengan teman

seangkatan atau sesama siswa baru. Akibat pengeroyokan tersebut, kaki korban

retak serius. Kejadian berlangsung di hari pertama masuk sekolah atau Masa

Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Awalnya, korban diadu atau disuruh

berkelahi dengan anak baru, namun AK menolak. Kesal dengan penolakan, kakak

kelasnya pun meminta korban menyerahkan uang, namun juga tidak diberikan.

9
Dengan demikian kakak kelasnya melakukan pemukulan. Tempat kejadiannya di

belakang sekolah.

Upaya yang dilakukan pihak sekolah yaitu melakukan mediasi, upaya

tersebut menghasilkan kesepakatan dimana para pihak bersepakat menyelesaikan

secara damai permasalahan yang terjadi terhadap semua Pihak, baik Pihak

Pertama (korban), pihak Kedua dan Ketiga (pelaku). Selanjutnya, bunyi

kesepakatan itu disebutkan, segala akibat dari kejadian tersebut akan ditanggung

oleh Pihak Kedua dan Ketiga (orang tua pelaku) sampai sembuh. Perjanjian dibuat

tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Apabila di lain waktu terjadi

lagi maka pihak yang terlibat akan dikembalikan kepada orang tua. Disini penulis

melihat kesenjangan anatara das sollen (seharusnya) dan das sein (kenyataan)

dalam Undang-undang Perlindungan Anak.

Berdasarkan Uraian di atas maka Penulis Tertarik untuk mengangkat dan

membahaskanya dalam bentuk proposal skripsi dengan judul :

“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN BULLYING

YANG DILAKUKAN DINAS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT,

PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam Latar Belakang masalah di atas, dan agar tidak

terjadi penyimpangan dalam penulisan serta untuk menghindari terjadinya

kesalahan-kesalahan dalam pembuatan skripsi nantinnya, maka penulis membatasi

permasalahannya dengan rumusan sebagai berikut :

10
1. Bagaimana Upaya yang di lakukan DPMPPA dalam memberikan Perlindungan

Hukum terhadap anak korban Bullying ?

2. Apa Saja Kendala DPMPPA dalam memberikan Perlindungan Hukum

terhadap anak korban Bullying?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian.

a. Untuk mengetahui Bagaimana Upaya DPMPPA dalam memberikan

Perlindungan Hukum terhadap anak korban Bullying.

b. Untuk mengetahui Apa Saja Kendala DPMPPA dalam memberikan

Perlindungan Hukum terhadap anak korban Bullying

D. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan penelitian

tambahan untuk menciptakan berbagai konsep ilmiah, yang pada

gilirannya mendorong ide-ide untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Secara praktisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur

hukum, diskusi hukum seputar perkembangan hukum terhadap peraturan-

peraturan/kebijakan-kebijakan hukum sebagaimana yang di atur dalam

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. Kerangka Konseptual

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman kepada setiap pembaca,

akan lebih baik sebaiknya mengetahui terlebih dahulu pengertian dari judul yang

paling utama setiap kata-kata yang masih kabur pengertiannya dari judul tersebut,

11
maka penulis akan menjelaskan beberapa konsepsi yang berkaitan dengan

penulisan ini, yaitu sebagai berikut :

1. Perlindungan Hukum

“Perlindungan adalah pemberian jaminan atas keamanan,

ketentraman, kesejahteraan dan kedamaian dari perlindungan atas segala

bahaya yang mengancam pihak yang dilindungi. Perlindungan hukum

adalah hal perbuatan melindungi menurut hukum”.

Definisi perlindungan hukum terdapat pada Pasal 1 butir 8 Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang

dimaksud Perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi

dan/korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau Lembaga lainnya

sesuai ketentuan undang-undang.15

2. Korban

Definisi Korban terdapat pada Pasal 1 butir 3 Undang-undang

Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor

13 Tahun 2006 Tantang Perlindungan Saksi dan Korban yang dimaksud

dengan korban adalah yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/

kerugian ekonomi yang di akibatkan oleh suatu tindak pidana.

15
Suhasril, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Rajawali Pers, Depok,
2016, Hal. 27.

12
Menurut kamus Crime Dictionary yang dikutip seorang ahli

(Abdussalam) bahwa victim adalah orang yang telah mendapat

penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau

mengakibatkan mati atas perbuatan usaha pelanggaran ringan dilakukan

oleh pelaku tindak pidana dan lainnya.

Dari pengertian di atas yang dimaksud dengan korban adalah :

“Mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat

tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri

atau orang lain yang bertentangan kepentingan dan hak asasi yang

menderita”.16

3. Bullying

Bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata bull yang berarti

banteng yang senang menyeruduk kesana kemari. Istilah ini akhirnya di ambil

untuk menguraikan suatu tindakan deksruktif. Secara etimology kata bully

berarti penggeretak, orang yang mengganggu yang lemah. Istilah bullying

dalam bahasa indonesia dapat digunakan yaitu menyakat (berasal dari kata

sakat) dan pelakunya (bullies) disebut penyakat. Menyakiti berarti

mengganggu, mengusik, dan merintangi orang lain.

Selanjutnya secara terminologi menurut Olweus (1995) bullying adalah

perilaku yang disengaja terjadi berulang-ulang dan adanya penyalahgunaan

kekuasaan dari pelaku. Senada dengan pernyaataan di atas, Coloroso (2007)

16
Bambang Waluyo , Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi, Sinar Grafika, Jakarta,
2012, Hal. 9.

13
menyebutkan bahwa bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan

pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah. Bullying adalah tindakan

penggunaan kekuasaaan untuk menyakiti seseorang atau kelompok orang

baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan

, trauma, dan tak berdaya .17

Dari pengertian di atas yang di maksud dengan Bullying adalah :

Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang

secara verbal, fisik maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan

trauma dan tak berdaya.

F. Landasan Teoritis

1. Teori Perlindungan Hukum

Konsep kejahatan dan siapa yang menjadi korban kejahatan adalah

pangkal tolak untuk menjelaskan bagaimana posisi hukum korban' Menurut

Standciu yang dimaksud dengan korban dalam arti luas adalah orang yang

menderita akibat dari ketidakadilan Bahwa ada dua sifat yang mendasar

(melekat) dari korban tersebut. yaitu sulffering (penderitaan) dan injustice

(ketidakadilan)".

Ada 2 (dua) konsep keadilan dalam hukum pidana yang mempengaruhi

perubahan fundamental dalam sistem hukum pidana. yaitu keadilan

retributive (retributive justice, dan keadilan restorative (restorative juice).

Mengacu kepada perspektif keadilan retributif dan keadilan restoratife, maka

17
Riani , Pentingnya Dukungan untuk Korban Bullying, Pustaka Taman Ilmu, Jakarta,
2021, Hal. 2.

14
diperlukan pembaharuan hukum pidana di Indonesia untuk dapat menunjang

kebijakan perlindungan kepada saksi dan korban.

Pentingnya perlindungan saksi dan korban, dilatarbelakangi adanya

perspektif pergeseran dari keadilan retributive kepada keadilan restorative

Pergeseran konsep kejahatan dan orientasi hukum pidana telah membawa

harapan cerah untuk perlindungan hukum terhadap korban. Perlindungan

korban di Indonesia sesuai konsep retributive justice dirasakan belum

memadai, dan tampaknya justru terabaikan.

Porspektif perlindungan saksi dan korban yang berorientasi masa depan,

maka perlunya pemikiran perlindungan korban kejahatan (victim of crime)

dalam proses pemidanaan yang demokratis Berdasarkan teori kontrak sosial

menyatakan, bahwa neagara bolch dikatakan memonopoli seluruh reaksi

sosial terhadap kejahatan dan melarang tindakan-tindakan yang bersifat

pribadi.

Maka bilamana terjadi kejahatan yang membawa korban maka menjadi

tanggung jawab Negara dalam pemenuhan hak-hak korban. Berdasarkan teori

solidaritas sosial menyatakan bahwa negara harus menjaga warga negaranya

dalam memenuhi kebutuhannya atau apabila warga negaranya mengalami

kesukaran melalui kerja sama dalam masyarakat berdasarkan atau

menggunakan sarana-sarana yang disediakan atau menggunakan sarana-

15
sarana yang disediakan oleh negara. Hal ini bisa dilakukan baik melalui

peningkatan pelayanan maupun melalui pengaturan hak.18

Berdasarkan penjelasan diatas, keberadaan Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006

Tentang Perlindungan Saksi dan Korban merupakan kewajiban negara

sebagai reaksi negara terhadap tindak pidana untuk pemenuhan hak-hak saksi

dan korban yang terlibat dalam peristiwa tindak pidana.

2. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum menurut Jan Michiel Otto mendefenisikan sebagai

kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu:

a. Tersedia aturan -aturan yang jelas (jernih), konsisten dan mudah


diperoleh, diterbitkan oleh dan diakui karena (kekuasaan) nagara.
b. Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan
hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat
kepadanya.
c. Warga secara prinsipil menyesuaikan prilaku mereka terhadap
aturan-aturan tersebut.
d. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpikir
menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu
mereka menyelesaikan sengketa hukum.
e. Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan19

Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan sebuah

jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam

perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa,

sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin

18
Siswanto Sunarso, Peradilan Viktimologi Dalam Sistem Pidana, Cet 2, Sinar Grafika,
Jakarta 2014. Hal. 308.
19
Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Pt. Sinar Grafika, Jakarta, 2011.

16
adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus

ditaati.20

maka kepastian itu bisa bermakna ganda, yaitu kejelasan, tidak

menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiksi, dan seseorang

dapat bertindak berdasarkan itu. Dalam masyarakat, hukum harus tegas dan

mengandung transparansi, sehingga setiap orang dapat memahami arti dari

peraturan tersebut. Satu hukum tidak boleh bertentangan dengan yang lain,

sehingga tidak menjadi sumber keraguan. Kepastian hukum adalah perangkat

hukum suatu negara yang mengandung kejelasan, tidak menimbulkan banyak

penafsiran, tidak menimbulkan kontradiksi dan dapat ditegakkan, serta dapat

menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara sesuai dengan budaya

masyarakat yang dominan.

G. Orisinalitas Penelitian

Originalitas Penelitian menyajikan perbedaan kajian penelitian dengan

penelitian-penelitian sebelumnya, untuk tujuan adanya pengulangan penelitian

yang sama. Dengan demikian akan diketahui perbedaan antara penelitian peneliti

dengan penelitian-penelitian terdahulu.

1. Skripsi yang disusun oleh Resti Amelia yang berjudul “Perlindungan Hukum

terhadap pelaku dan korban Bullying di Indonesia.” Tujuan dari penelitian ini

untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pelaku dan korban tindak

pidana Bullying di Indonesia menurut Undang-Undang Perlindungan anak,

sedangkan penulis akan membahas tentang “Perlindungan Hukum Terhadap

20
Asikin zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2012.

17
Anak Korban Bullying yang dilakukan Dinas Pemberdayaan Masyarakat,

Perempuan dan Perlindungan anak.”

2. Skripsi yang disusun oleh Sari Junita yang berjudul “Implementasi Restorative

Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana Bullying yang Dilakukan Anak

(Studi Putusan No. 5/Pid.Sus-Anak/2017/PN.Bnj).” Tujuan dari penelitian ini

untuk menganalisis putusan guna mengetahui upaya penyelesaian kasus tindak

pidana Bullying di SMA Teladan Binjai, sedangkan penulis akan membahas

tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Bullying yang

dilakukan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan

anak.

H. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris, yaitu penelitian dengan

adanya data-data lapangan sebagai sumber data utama, seperti hasil

wawancara dan observasi. Penelitian empiris digunakan untuk menganalisis

hukum yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam

kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek

kemasyarakatan.21

Penelitian ini disebut sebagai penelitian empiris karena penulis melakukan

penelitian untuk melihat kesenjangan anatar das sollen (seharusnya) dan das

sein (kenyataan) dalam Undang-undang Perlindungan Anak.

2. Lokasi Penelitian

21
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003, Hal, 43.

18
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di Dinas Pemberdayaan

Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak

3. Jenis dan Sumber data

a. Data primer, Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

penelitian lapangan para responden dengan melakukan wawancara

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yakni

melalui literatur/buku-buku, dokumen dokumen serta peraturan-peraturan

yang ada relevansinya dengan materi yang dibahas.

c. Data Tersier, merupakan sumber hukum yang memberikan penjelasan

terhadap sumber data primer dan data sekunder. yaitu berupa Kamus

Hukum (Law Dictionary).

3. Populasi dan Tata Cara Penarikan Sempel

Populasi dalam penlitian ini ialah seluruh Pegawai UPTD PPA kota Jambi.

Tata cara penarikan sample yang digunakan penulis yaitu secara purposive

sampleing, sample yang di ambil berdasarkan kriteria yang telah di tentukan

dalam hal ini yang digunakan adalah mereka yang sesuai dengan judul

penelitian dan rumusan masalah dan mereka yang di anggap mengetahui dan

dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang di ajukan karna di anggap

mengetahui, memahami, dan mampu menjelaskan/memberikan informasi

yang benar terkait objek yang di teliti.

Untuk itu sampel yang di ambil adalah sebagai berikut :

a. Kepala UPTD PPA Kota Jambi

b. Pengadministrasi Umum UPTD PPA

19
c. Sub Koordinator

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara yaitu mengajukan pertanyaan dan jawaban kepada

narasumber secara langsung dengan menggunakan petunjuk wawancara

dan dilakukan sebagai sumber informasi secara langsung kepada

informan, sehingga jawaban, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi

dan keinginan berasal dari sumber yang berkaitan dengan wawancara.

dapat ditemukan dokumen (rekaman) terkait masalah yang diselidiki

selama penanganan perkara.

b. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menyimpan

dokumen (catatan) yang berkaitan dengan masalah yang sedang

dipelajari.

6. Pengelolaan dan Analisis Data

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok.

Mempokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, bentuk

analisis yang menyeleksi data dengan sedemikian rupa sehingga data yang

terkumpul akhirnya terverifikasi.22

b. Penyajian Data

22
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cet 23, Alfabeta,
Bandung, 2016, Hal. 247.

20
c. Penyajian data adalah tahapan selanjutnya dari reduksi data yaitu

menyajikan data dengan uraian singkat dengan teks yang bersifat naratif

sehingga mudah dipahami.23

d. Verifikasi Data dan Penarikan Kesimpulan

Verifikasi data dan penarikan kesimpulan langkah terakhir dari bentuk

analisis data, kesimpulan awal yang dikemukakan akan berubah jika tidak

ditemukan bukti-bukti yang baik untuk mendukung pada tahap

pengumpulan data, tetapi apabila kesimpulan pada tahap awal didukung

dengan bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian kelapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan dapat dikatakan

kredibel.24

I. Sistematika Punulisan

Setelah memaparkan permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya,

penulis juga menjelaskan sistematika penelitian demi kelengkapan. Yakni,

sistematika penelitian ini.

BAB I Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka konseptual, landasan

teori, metode penelitian, sistematika penelitian. Bab ini membahas

masalah-masalah pada bab pembahasan dengan menggunakan teori-

teori pada bab berikutnya

23
Ibid., Hal. 249.
24
Ibid., Hal. 253.

21
BAB II Bab ini berisi tinjauan umum sebagai landasan dalam melakukan analisis

atas permasalahan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap

korban bullying.

BAB III Bab ini adalah bab pembahasan yang terdiri dari rumusan masalah yang

di urailkan pada bab I.

BAB IV Bab ini merupakan bab penutup yang memberikan kesimpulan dari

masalah yang penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya dan disertai

dengan beberapa saran.

22

Anda mungkin juga menyukai