Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH INDIVIDU

ANALISIS PENERAPAN HUKUMAN KEBIRI KIMIA


BAGI PELAKU KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK

Diajukan untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan


Kewarganegaraan

Dosen Pengampu:
Ratu Aulia, S.Pd.,M.Pd

Oleh:

Reta Dwi Putri


NIM 181410117
Kelas UBD1E

UNIVERSITAS BINA DARMA


PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Dzat yang selalu melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya. Penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat beserta salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
keluarganya, sahabatnya serta kepada para umatnya yang senantiasa patuh dan taat
kepada ajarannya.
Makalah yang berjudul “Analisis Penerapan Hukuman Kebiri Kimia
Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak” ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang diampu oleh Ratu Aulia, S.Pd.M.Pd. Selain itu, dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pemahaman Penulis dalam
permasalahan yang berkaitan dengan wawasan dan pengembangan bidang kajian
PKn.
Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kesalahan dan ketidaksempurnaan yang disebabkan oleh wawasan dan
pengetahuan dari Penulis yang masih dalam proses belajar. Oleh karena itu Penulis
berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk dijadikan landasan
perbaikan yang berguna bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan penulis.

Palembang, Desember 2021

Penulis
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum. Artinya, dalam kehidupan
bermasyarat, berbangsa, dan bernegara semua kegiatan masyarakat harus
berdasarkan norma-norma hukum. Hukum diciptakan agar menjadi solusi dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan yang terjadi baik oleh individu maupun
kelompok. Sebagaimana yang diuraikan dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa
negara indonesia akan menjamin hak-hak setiap warga negara dari ancaman,
kekerasan, maupun diskriminasi tanpa memandang usia, agama, suku maupun ras.
Kejahatan dan pelecehan seksual adalah kejahatan yang tidak dapat disepelekan,
bahkan kejahatan seksual telah menjadi masalah baik secara nasional maupun
internasional. Kejahatan seksual akan terus terjadi selama negara tidak menjatuhi
hukum yang membuat efek jera bagi pelaku. Kasus kekerasan seksual yang terjadi
biasanya menekan korban hingga membuat korban tidak berdaya, seperti korban
diancam, menakut-nakuti korban dan meminta mereka untuk tidak melaporkannya
ke pihak berwenang, bahkan sebagian korban tidak mengetahui pelecehan seksual
yang dialaminya, terutama jika korbannya adalah anak-anak.
Pada tahun 2021 berdasarkan data pada bulan Januari-September, tercatat kasus
kekerasan seksual pada anak sebanyak 5.628 kasus (CNN Indonesia 02/11/2021).
Ini membuktikan bahwa hukum yang ada untuk kekerasan seksual terlebih pada
anak tidak membuat efek jera bagi pelaku. Menyikapi hal ini, pemerintah indonesia
telah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 70 tahun 2020 tentang tata cara
pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendekteksi elektronik,
rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak
sebagai turunan dari Undang-Undang No.17 tahun 2016 tentang perlindungan anak
(antaranews.com 08/01/2021).
Aturan ini memberikan kewenangan kepada negara untuk dapat menjatuhkan
tindakan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak, dimana tindakan
kebiri kimia sebagai pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode yang
lain. Dengan adanya hukuman ini, diharapkan agar pelaku kekerasan seksual pada
anak dapat membuat efek jera dan tidak mengulangi kembali perbuatannya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah:
1.2.1. Bagaimana analisis penerapan hukuman kebiri kimia bagi pelaku
kekerasan seksual terhadap anak?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1.3.1. Bagaimana analisis penerapan hukuman kebiri kimia bagi pelaku
kekerasan seksual terhadap anak?

2. PEMBAHASAN
Penerapan kebiri kimia di Indonesia merupakan hukuman baru, dan terjadi
prokontra terkait dengan penerapan tindakan ini. Di satu sisi, hukuman ini dibuat
untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan akan melindungi korban dari pelaku
serta jumlah kejahatan seksual terhadap anak diharapkan akan berkurang. Di sisi
lain, menerapkan hukuman kebiri kimia dianggap sebagai pelanggaran hak asasi
manusia (HAM). Hak asasi manusia pada dasarnya adalah hak paling dasar yang
dapat diterima oleh semua orang dari Tuhan Yang Maha Esa di mana pun mereka
tinggal. Hak-hak ini yang membuat manusia menjadi orang yang bermartabat
(Sanjaya 2021).
Kebiri kimia ini hanya dilakukan terhadap penjahat yang pernah dihukum atas
pelanggaran yang sama, yaitu melakukan kekerasan seksual terhadap anak,
memaksa anak untuk melakukan hasrat seksual dengannya atau orang lain,
menimbulkan banyak korban, kematian, ataupun gangguan kejiwaan. Kebiri kimia
ini dilakukan setelah pelaku telah menjalani pidana pokoknya. Penerbitan hukuman
ini diharapkan dapat melakukan tindakan nyata dari kebiri kimia yang sebenarnya.
Namun, sampai saat ini, masih banyak terjadi pro dan kontra mengenai
hukuman kebiri kimia. Sebagian setuju karena menganggap pelaku kejahatan
seksual pantas menerima hukuman yang setimpal atas perbuatan yang telah
dilakukan, dan yang lainnya tidak setuju karena menganggap hukuman ini
melanggar etika dimana mengubah seseorang yang normal menjadi abnormal.
Di dalam hukum pidana Indonesia, kebiri kimia hanya untuk pelaku
kejahatan seksual terhadap anak. Dari perspektif hak asasi manusia, sanksi ini
dianggap merampas hak warga negara dan karenanya melanggar hak asasi manusia.
Warga negara yang dimaksud disini adalah pelaku kejahatan seksual terhadap anak-
anak. Dimana peraturan HAM terkait hal tersebut tertuang dalam UU HAM No. 39
Tahun 1999. Pasal 28 ayat G (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan dari penyiksaan
dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia dan untuk diberikan suaka
politik di negara lain. Maksud Pasal 28G Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah tidak membenarkan adanya warga negara
Indonesia yang terkena penyiksaan dan/atau perbuatan tidak manusiawi, perbuatan
yang merendahkan martabat manusia atau warga negara. Selain itu, Pasal 33 (1) UU
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk bebas dari penyiksaan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020, kebiri kimia
terhadap pelaku kejahatan seksual akan direhabilitasi dan dibiayai oleh negara,
berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Setelah itu,
kebiri kimia dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, evaluasi klinis yang dilakukan
oleh psikiater melalui koordinasi antara Kementerian Kesehatan dan Kejaksaan.
Evaluasi laboratorium meliputi wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Kedua, kesimpulan yang memuat hasil evaluasi klinis
yang memastikan bahwa pelaku kekerasan seksual terhadap anak layak atau
tidaknya untuk dikenakan kebiri kimia. Ketiga, penerapan kebiri kimia. Jika
kesimpulan berdasarkan evaluasi klinis menunjukkan bahwa pelaku kekerasan
seksual anak tidak layak dilakukan kebiri kimia, pelaksanaan kebiri kimia akan
ditunda hingga 6 bulan. Dalam masa penundaan tersebut, akan dilakukan penilaian
klinis ulang dan kesimpulan ulang untuk memastikan layak atau tidak layak untuk
dikenakan tindakan kebiri kimia (Noviana, Waluyo, and Agustanti 2020).
Apabila dalam penilaian klinis ulang dan kesimpulan ulang masih tetap
menyatakan pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak layak untuk dikenakan
tindakan kebiri kimia, penuntut umum akan memberi tahu pengadilan secara tertulis
tentang kasus pertama untuk menentukan kasus, dengan melampirkan hasil
penilaian ulang klinis dan kesimpulan. Jika uji klinis menyatakan bahwa pelaku
harus dikebiri, jaksa akan memerintahkan dokter untuk mengebiri dalam waktu
hingga 7 hari kerja setelah uji klinis selesai.
Kode etik kebiri kimia dapat diselesaikan dengan teori bioetika kedokteran,
yang merupakan jembatan antara disiplin ilmu lain seperti kedokteran, etika, moral
dan hukum. Perkembangan dan kemajuan ilmu kedokteran, ilmu pengetahuan dan
bioteknologi. Sehingga terbuka kemungkinan bahwa dokter dapat melakukan
tindakan kebiri kimia sebagai bagian dari pelaksanaan putusan pengadilan yang
patut dihormati serta menjawab diskursus dalam hal etika, kedokteran dan hukum,
dan hukuman kebiri layak dilakukan kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak
tanpa melanggar HAM.

3. KESIMPULAN

Kebiri kimia merupakan respon pemerintah yang telah lama ditunggu-tunggu


terhadap masyarakat yang mencari keadilan yang terkena dampak kekerasan seksual
terhadap anak. Namun, terobosan penegakan hukum perlindungan anak ini harus
didasarkan pada pengujian dan evaluasi medis, psikologis, dan hukum yang
menyeluruh untuk mengurangi efek kebiri kimia. Terlepas dari berbaga pro dan
kontra, penulis secara pribadi mendukung penggunaan kebiri kimia terhadap pelaku
kekerasan seksual terhadap anak untuk melindungi masa depan anak, dengan
harapan dapat menekan angka kejahatan seksual terhadap anak.

REFERENSI
Noviana, Debora Anggie, Bambang Waluyo, and Rosalia Dika Agustanti. 2020.
“ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PIDANA KEBIRI KIMIA
DALAM KASUS KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK DALAM
PERSPEKTIF YURIDIS DAN KEDOKTERAN.” Borneo Law Review 4
(1): 45–63. https://doi.org/10.35334/bolrev.v4i1.1399.
Sanjaya, Rama. 2021. “Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 2, Juni 2021” 5
(2): 14.
https://www.antaranews.com/berita/1934672/hukuman-kebiri-bagi-predator-
seksual-anak.

Anda mungkin juga menyukai