Anda di halaman 1dari 8

MARAKNYA KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DAN

PROBLEMATIKANYA DI INDONESIA

(Kusuma Aghni T 20200610426)

I. PENDAHULUAN

Mengutip pernyataan dari Sjahran Basah esensi mengenai negara hukum


ialah kekuasaan tertinggi didalam suatu negara terletak pada hukum atau
tiada kekuasaan lain apapun, terkecuali kekuasaan hukum semata yang
dalam hal ini bersumber pada pancasila selaku sumber dari segala sumber
hukum.1 Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia sebagai negara kesatuan
sekaligus negara hukum harus menjadikan hukum sebagai pedoman hidup
bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Eksistensi Indonesia sebagai
negara hukum dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945
(UUD 1945) pada Pasal 1(3) Perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa Negara Indonesia
adalah negara hukum. Ini berarti ketentuan konstitusi berdasarkan hukum
berlaku untuk seluruh lapisan warga negara termasuk para penguasa pun
harus tunduk terhadap undang-undang.

Namun sayangnya praktik hukum di Indonesia saat ini masih


menunjukkan bahwa penegakan supremasi hukum hanya bersifat formalitas
belaka. Pada satu sisi banyak warga masyarakat memiliki kecenderungan
yang seringkali menyimpang dalam berbagai aturan. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya angka kriminalitas, peningkatan kasus kejahatan yang tidak
hanya secara kuantitas tetapi juga kualitas serta intensitasnya. Kejahatan
menjadi lebih terorganisir, lebih sadis, dan melampaui kemanusiaan. Salah
satunya ialah maraknya kasus tindakan kekerasan seksual terhadap
perempuan khusunya anak-anak yang masih di bawah umur. Ironinya kasus

1
Fh Unpatti, 2013, “Problematika Penegakan Hukum dan Ham di Indonesia”, diakses dari:
https://fh.unpatti.ac.id/problematika-penegakan-hukum-dan-ham-di-indonesia/, diakses pada 22
September 2022, pukul 22:25 WIB.
tersebut justru para pelakunya merupakan keluarga dekat korban dan tidak
sedikit pula terjadi di institusi Pendidikan. Sementara disisi lainnya praktik
penegakan hukum di Indonesia masih menjadi masalah yang serius. Hal ini
tergambar dari banyaknya persoalan yang ditujukkan kepada aparat penegak
hukum seperti polisi, kejaksaan, dan hakim. Sebagai contoh aparat penegak
hukum dalam menangani korban selama proses peradilan masih
memperlakukan korban kekerasan seksual sebagai obyek, bukan sebagai
subyek yang harus didengarkan dan dihormati hak-hak hukumnya, justru
mereka kebanyakan masih menjadikan korban menjadi korban kedua kalinya
(revictimisasi) atas kasus yang dialaminya.2 Para korban masih sering kali
disalahkan bahkan tidak diberikan bentuk-bentuk perlindungan hukum
sesuai apa yang dibutuhkan.

Banyaknya persoalan hukum yang kompleks akan membawa implikasi


terhadap tatanan kehidupan masyarakat. Akibatnya, kehidupan hukum
menjadi kacau dan berantakan. Lemahnya penegakan hukum di suatu negara
dapat berdampak negatif bagi bidang kehidupan lainnya, seperti kehidupan
ekonomi, politik dan budaya. Namun upaya para ekonom dan pakar
kebijakan politik untuk mengatasi masalah dan ketimpangan ekonomi dan
politik menjadi sia-sia jika hukum terus dilanggar. Untuk itu hukum haruslah
menjadi panglima dalam segala aspek kehidupan berbangsa.

Dari uraian-uraian di atas mengenai kompleks nya permasalahan hukum


yang salah satunya ialah terjadinya kejahatan seksual terhadap anak-anak
yang masih di bawah umur, kemudian menimbulkan persoalan bagaimana
kasus kejahatan seksual marak terjadi di Indonesia dan bagaimana perspektif
HAM (Hak Asasi Manusia) memandang kekerasan seksual terhadap anak.

II. PEMBAHASAN

2
Temmangnganro Machmud, Tanpa Tahun, “Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Kekerasan
Seksual dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Wilayah Kota Pontianak”, diakses dari:
https://media.neliti.com/media/publications/10681-ID-perlindungan-hukum-terhadap-anak-korban-
kekerasan-seksual-dalam-sistem-peradilan.pdf, diakses pada 22 September 2022, pada pukul 23:54 WIB.
Hak Asasi Manusia atau HAM merupakan hak dasar yang dimiliki dan
melekat pada setiap manusia. Pengertian Hak Asasi Manusia tersirat di
dalam Pasal I Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia
yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan
Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia, setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama
dan status kewarganegaraannya.3 Selain itu, untuk melindungi hak-hak anak,
negara juga mengeluarkan kebijakan dengan membuat Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan anak, negara juga membentuk Komisi
Perlindungan Anak (KPAI) dan bahkan pengadilan anak-anak untuk
melindungi hak-hak mereka.

Meskipun begitu, persoalan mengenai pelecehan seksual terhadap anak


masih marak terjadi di Indonesia bahkan jumlah kasus pelecehan seksual
semakin meningkat dari tahun ke tahun. cukup ironis, lagi-lagi pelaku
pelecehan seksual terhadap anak ini berasal dari orang-orang terdekatnya
seperti anggota keluarga, lembaga pendidikan dan di lingkungan sosial.
Kekerasan seksual pada anak di bawah umur sudah menjadi ancaman di
Indonesia, melonjaknya kekerasan seksual di Indonesia membuat semua
orang harus waspada karena kekerasan seksual murupakan penyiksaan
terhadap anak, dimana orang dewasa atau remaja menggunakan anak sebagai
rangsangan seksual.

4
Pelecehan atau kekerasan seksual disebut sebagai pelanggaran HAM
yang berat, dikarenakan selain melukai fisik korbannya juga otomatis
melukai jiwanya, di mana kebanyakan korbannya merasa sudah tidak suci

3
Arifah Yahya, Nicy Anggraini Putri, 2019, “Perspektif HAM terhadap Pelecehan Seksual pada Anak”,
diakses dari: https://bimawa.uad.ac.id/wp-content/uploads/Paper-Seminar-Nasional-16.pdf, diakses pada
23 September 2022, pada pukul 17:25 WIB.
4
Desi Sommaliagustina, Dian Citra Sari, 2018, Kekerasan Seksual pada Anak dalam Perspektif Hak
Asasi Manusia, Jurnal Psikologi, Vol. 1, No. 2, Hal. 76.
lagi dan kotor. 5 Oleh karena itu, sebagian besar korban kekerasan seksual
rentan mengalami gangguan kejiwaan akibat trauma yang dialaminya.
Seperti yang kita ketahui bahwa perkosaan dan pelecehan seksual
merupakan pelanggaran HAM berat, namun masih banyak orang yang
melakukan tindakan tercela tersebut. Perspektif HAM tentang Pelaku
Pelecehan Seksual terhadap anak yang berkewajiban untuk melindungi
warga negaranya yaitu negara memiliki kewajiban untuk melindungi hak-
hak anak, karena anak merupakan aset masa depan bangsa. Di dalam
instrument HAM kekerasan seksual terhadap anak banyak dibahas di dalam
Pasal 53-66 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Undang-Undang
Perlindungan Anak, HAM secara tersirat dalam Pasal I ketentuan umum
angka 12 menyebutkan bahwa “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi
manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,
keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah”.

Menurut Komisioner Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti


mencatat sepanjang Januari-Juli 2022, ada 12 kasus kekerasan seksual yang
terjadi. 6
Hal tersebut berdasarkan pantauan media terhadap kasus yang
dilaporkan ke polisi oleh keluarga korban. Ia mengatakan bahwa kasus
kekerasan seksual tersebut terjadi di 3 (25%) sekolah dalam wilayah
kewenangan Kemendikbudristek dan 9 (75%) satuan pendidikan di bawah
kewenangan Kementerian Agama. Ia juga menyebutkan sebanyak 31%
kekerasan seksual terjadi pada anak laki-laki dan 69% lainnya terjadi pada
anak perempuan. Berdasarkan tingkat pendidikan ada dua kejadian
kekerasan di tingkat sekolah dasar, satu di tingkat sekolah menengah, lima di
pondok pesantren, dan tiga di madrasah tempat mengaji/tempat ibadah, satu

5
Durota Nurul Aini, 2022, “Pelecehan Seksual, Pelanggaran HAM dalam Pandangan Hukum dan Islam”,
diakses dari: https://www.idntimes.com/opinion/social/durota-nurul-aini/pelecehan-seksual-pelanggaran-
ham-dalam-pandangan-hukum-dan-islam-c1c2#:~:text=Dilansir%20dari%20Amnesty%20International
%20yang,pelanggaran%20hak%20asasi%20manusia%20berat.%22, diakses pada 23 September 2022,
pada pukul 19:54 WIB.
6
Mutia Yuantisya, 2022, “KPAI Ungkap ada 12 Kasus Kekerasan Seksual Anak Sepanjang Januari-Juli
2022”, diakses dari: https://nasional.tempo.co/read/1615052/kpai-ungkap-ada-12-kasus-kekerasan-
seksual-anak-sepanjang-januari-juli-2022, diakses pada 23 September 2022, pada pukul 21:30 WIB.
kelas musik untuk siswa TK dan SD dan rata-rata usia para korban berkisar
antara 5-17 tahun.

Anak-anak adalah kelompok yang sangat rentan, karena anak-anak selalu


diposisikan sebagai orang yang lemah, tidak berdaya, serta dipandang
memiliki ketergantungan terhadap orang dewasa di sekitarnya. Inilah yang
membuat anak merasa tidak berdaya ketika diancam untuk tidak
memberitahukan kepada orang lain tentang apa yang telah dialaminya. Tidak
ada satupun karakteristik khusus atau tipe kepribadian yang dapat
diidentifikasi dari seorang pelaku kekerasan seksual terhadap anak. 7 Dengan
kata lain, siapa pun bisa menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Kemampuan pelaku untuk mengendalikan korban dengan cara melakukan
intimidasi, kekerasan, bahkan dengan tipu daya yang akhirnya menyebabkan
kejahatan ini sulit untuk dihindari. Sehingga kejadian kasus kekerasan
seksual pada anak baru dapat terungkap setelah peristiwa nya terjadi dan
tidak sedikit yang akhirnya menyebabkan dampak fatal.

Kemudian kendala yang sering muncul yaitu saat ada laporan mengenai
kasus kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat tetapi korban enggan
untuk melaporkannya kepada pihak berwajib. Dalam kasus kekerasan
seksual yang sudah terlalu lama terjadi terdapat beberapa hal yang dapat
menyulitkan pihak berwajib salah satunya yaitu kurangnya bukti yang kuat
untuk memberika perlindungan bagi korban kekerasan seksual secara utuh.
Banyak alasan yang menyebabkan tidak dilaporkannya kasus kekerasan
seksual kepada pihak yang berwenang untuk diproses lebih lanjut yaitu: (1)
Keluarga yang merasa malu dan beranggapan bahwa hal tersebut adalah aib;
(2) Korban yang merasa malu dan tidak ingin apa yang terjadi pada dirinya
diketahui oleh orang lain; dan (3) Korban yang takut karena telah
mendapatkan ancaman oleh pelaku.8 Intimidasi yang dilakukan oleh pelaku
kepada anak-anak akan memberikan dampak psikologis dan di dalam kasus
7
Ivo Noviana, 2015, Kekerasan Seksual terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya, Jurnal Sosio
Informa, Vol. 1, No. 1, Hal. 14.
8
Hisbah, Nyimas Enny, 2022, Penegakan Hukum bagi Pelaku Tindak Pidana Pelaku Kekerasan Seksual
terhadap Anak, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 22, No. 1, Hal. 372.
kekerasan seksual pun turut terdapat kasus kekerasan secara fisik. Hal ini
tentu saja dapat menyebabkan trauma yang dalam bagi anak-anak. Adanya
tekanan maupun ancaman yang dilakukan oleh pelaku akan mempengaruhi
perkembangan kejiwaan korban sehingga korban merasa enggan untuk
melaporkan kasus yang dialaminya tersebut dan akhirnya mereka kesulitan
untuk diberikan bantuan, pendampingan, serta perlindungan hukum.

III. KESIMPULAN

Kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur menjadi ancaman


besar di Indonesia. Maraknya kasus kekerasan seksual pada anak sudah
sepatutnya membuat setiap orang menjadi waspada karena kekerasan seksual
murupakan penyiksaan terhadap anak, dimana orang dewasa atau remaja
menggunakan anak sebagai rangsangan seksual. Anak-anak yang telah
menjadi korban kejahatan seksual tentu saja akan mengalami permasalah
psikologis dan perkembangan lainnya. Hal tersebut akan memungkinkan
korban memiliki kenangan yang buruk, untuk itu peran serta aparat penegak
hukum dalam memberantas kejahatan seksual menjadi sangat penting dan
diperlukan. Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi warga negara
khususnya anak-anak karena mereka adalah aset bagi masa depan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal

Hisbah dan Nyimas Enny, 2022, Penegakan Hukum bagi Pelaku Tindak Pidana
Kekerasan
Seksual terhadap Anak, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 22,
No. 1.

Noviana, Ivo, 2015, Kekerasan Seksual terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya,
Jurnal

Sosio Informa, Vol. 1, No. 1.

Sommaliagustina, Desi dan Dian Citra Sari, 2018, Kekerasan Seksual pada Anak dalam

Perspektif Hak Asasi Manusia, Jurnal Psikologi, Vol. 1, No. 2.

Internet

Aini, Durota Nurul, 2022, “Pelecehan Seksual Pelanggaran HAM dalam Pandangan
Hukum

dan Islam”, dikutip dari: https://www.idntimes.com/opinion/social/durota-nurul-


aini/pelecehan-seksual-pelanggaran-ham-dalam-pandangan-hukum-dan-islam-
c1c2#:~:text=Dilansir%20dari%20Amnesty%20International
%20yang,pelanggaran%20hak%20asasi%20manusia%20berat.%22, diakses
pada 23 September 2022, pada pukul 19:54 WIB.

Machmud, Temmangnganro, Tanpa Tahun, “Perlindungan Hukum terhadap Anak


Korban

Kekerasan Seksual dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Wilayah Kota


Pontianak”, dikutip dari: https://media.neliti.com/media/publications/10681-ID-
perlindungan-hukum-terhadap-anak-korban-kekerasan-seksual-dalam-sistem-
peradilan.pdf, diakses pada 22 September 2022, pada pukul 23:54 WIB.

Unpatti, Fh, 2013, “Problematika Penegakan Hukum dan HAM di Indonesia”, dikutip
dari:

https://fh.unpatti.ac.id/problematika-penegakan-hukum-dan-ham-di-indonesia/,
diakses pada 22 September 2022, pada pukul 22:25 WIB.
Yahya, Arifah dan Nicy Anggraini Putri, 2019, “Perspektif HAM terhadap Pelecehan
Seksual

pada Anak”, dikutip dari: https://bimawa.uad.ac.id/wp-content/uploads/Paper-


Seminar-Nasional-16.pdf, diakses pada 23 September 2022, pada pukul 17:25
WIB.

Yuantisya, Mutia, 2022, “KPAI Ungkap ada 12 Kasus Kekerasan Seksual


AnakSepanjang

Januari-Juli 2022”, dikutip dari: https://nasional.tempo.co/read/1615052/kpai-


ungkap-ada-12-kasus-kekerasan-seksual-anak-sepanjang-januari-juli-2022,
diakses pada 23 September 2022, pada pukul 23:30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai