Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara indonesia adalah negara hukum, hal ini dapat kita lihat dalam

pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang

berisi “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Indonesia sebagai negara

hukum, memiliki karakteristik mandiri yang berarti kemandirian tersebut

terlihat dari penerapan konsep atau pola negara hukum yang dianutnya. 1

Konsep yang dianut oleh negara kita disesuaikan dengan kondisi yang

ada di Indonesia yaitu Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) sebagai negara hukum yang berdasarkan pancasila, pasti mempunyai

maksud dan tujuan tertentu yaitu bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan

negara kita sebuah negara yang aman, tentram, aman sejahtara, dan tertib

dimana kedudukan hukum setiap warga negaranya dijamin sehingga bisa

tercapainya sebuah keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara

kepentingan perorangan maupun kepentingan kelompok (Masyarakat).2

Akhir-akhir ini, kita banyak menemukan berbagai berita tentang tindak

pidana, terkhususnya tentang tindak pidana pemerkosaan. Perkosaan adalah

suatu tindakan kriminal di saat korban dipaksa untuk melakukan hubungan

seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin di luar kemauannya sendiri.

Saat ini tindak pidana kekerasan seksual atau yang sering disebut dengan

1
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. 2001. Perlindungan terhadap Korban Kekerasan Seksual.
Bandung: Refika Aditama. Hal. 3
2
M. Munandar Sulaeman dan Siti Homzah. 2010. Kekerasan Trehadap Perempuan. Bandung: PT.
Refika Aditama, hlm. 65

1
tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang mendapat perhatian di

kalangan masyarakat dan pemerintah, banyak pemberitaan di media massa

baik cetak maupun elektronik memberitakan kejadian tentang tindak pidana

perkosaan.

Tindak pidana perkosaan dalam sejarah, sebenarnya tindak pidana

yang sudah ada sejak dulu, atau dapat dikatakan sebagai suatu bentuk

kejahatan klasik yang akan selalu mengikuti perkembangan kebudayaan

manusia. Tindak pidana perkosaan tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang

relative lebih maju kebudayaan dan kesadaran atau pengetahuan hukumnya,

tetapi juga terjadi di pedesaan yang relative masih memegang nilai tradisi dan

adat istiadat.3

Di Indonesia kasus tindak pidana perkosaan setiap tahunnya

mengalami peningkatan, korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja

sekarang sudah merambah ke remaja bahkan anak-anak. Kebanyakan korban

dari kasus perkosaan adalah anak dibawah umur yang tidak berdaya dan takut

untuk melakukan perlawanan. Maraknya kasus perkosaan terhadap anak-anak

seringkali disebabkan karena kemajuan teknologi. Peredaran materi pornografi

melalui media massa antara lain tersalur rmelalui media cetak, televisi,

internet, film layar lebar, VCD maupun telepon selular.4

Pelaku perkosaan terhadap anak sering kali terjadi justru di lingkungan

terdekat anak, yakni rumah tangga, sekolah, lembaga pendidikan dan

lingkungan sosialnya. Pelakunya adalah orang yang seharusnya melindungi

3
Fakih, Mansur. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Jakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 28
4
http//www.kabarberita.8467759/76//09.98, diakses tanggal 26 Februari 2020 pukul 20:00

2
anak, seperti orang tua, paman, guru, pacar, teman, bapak/ibu angkat, maupun

ayah/ibu tiri. Hal ini mencerminkan betapa parahnya kebobrokan moral di

negeri ini. Perlu adanya penanganan dan penelitian secara khusus tentang

faktor-faktor yang menyebabkan banyaknya kasus-kasus criminal berupa

perkosaan yang terjadi di negeri ini.5

Undang-Undang No. 35 tahun 2014 Tentang perlindungan anak secara

legal formal menjadi regulasi yang mengatur mengenai perlindungan hak

anak, Undang-Undang ini menjadi perpanjangan dari ratifikasi Indonesia

terhadap Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child). Lebih

dari itu, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi CEDAW (Convention on

the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) yang menjadi

salah satu basis bagi upaya penghapusan terhadap segala bentuk kekerasan

dan diskriminasi terhadap perempuan. Segala peraturan yang melindungi hak-

hak anak tersebut dimaksudkan agar siswi tidak mendapat perlakuan

diskriminatif dari lingkungan keluarga, masyarakat, terutama sekolah.

Di tengah arus globalisasi yang terus melaju, dengan masuknya

berbagai informasi seperti internet yang bebas dan tanpa batasan norma-norma

kesopanan dan gaya hidup dari luar negeri yang sebagian besar diterima dalam

kehidupan masyarakat tanpa memperhatikan kecocokan dan manfaatnya bagi

kehidupan sosial masyarat, dapat menjadi pemicu pelanggaran norma-norma

kesopanan dan budaya serta kearifan lokal di masyarakat saat ini. Akibat hal-

hal diatas, anak sebagai individu yang butuh bimbingan dan perlindungan

5
http//www.perlindungan dan perkosaan terhadap anak…//1224356. Diakses tanggal 1 Maret
2020 pukul 20:00

3
yang tepat terutama dari orang tuanya agar mendapatkan pendidikan yang baik

dan terhindar dari segala bentuk kekerasan yang dapat menghambat

perkembangannya baik secara mental maupun fisik justru menjadi sasaran

kekerasan dan pelecehan seksual. Bahkan dewasa ini terjadi, kekerasan dan

eksploitasi seksual terhadap anak malah semakin banyak di temukan di

masyarakat.6

Dalam masyarakat kita saat ini, bahkan terlihat seperti biasa saja anak

yang berpacaran melakukan hubungan layaknya suami istri, padahal hal

tersebut belum waktunya meskipun dengan alas an suka sama suka antara laki-

laki dan perempuan..

Kasus Putusan Nomor 50/pid.sus/2018 PN Kka. Ini merupakan kasus

dimana terdakwa telah sengaja melakukan tipu musihat, serangkaian

kebohongan, atau membujuk korban melakukan persetubuhan dengannya.

Dengan cara menarik tangan korban dengan tenaga yang kuat sehingga korban

tidak dapat melepaskan tangan terdakwa sehingga korban tidak sadarkan diri

(pingsan) setelah korban sadar terdakwa mengacam korban agar korban tidak

memberitahuakan orang lain termasud bapak korban. Dalam kasus

pemerkosaan tersebut dakwaan primairnya sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam UU RI No.35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak yaitu

pidana minimal 5 (lima) tahun penjara dan maksimal 15 (limabelas) tahun

penjara dan denda Rp.1.000.000.000,-(satu miliar rupiah). Dalam dakwaan

pertama Jaksa penutut umum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan

6
Muhammad. Munandar Sulaeman, Sitti Homzah, 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan.
Bandung: Refika Aditama, hlm. 67

4
pidana penjara selama 9 (sembilan) tahun dan denda sebesar Rp.

1.000.000.000,- (1 miliar rupiah) yang apabila tidak dibayar maka diganti

dengan 6 bulan kurungan. Namun dalam putusan Pengadilan Nomor

50/pid.sus/2018 PN Kka. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan

pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda sebesar Rp. 1.000.000.000,-

(satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayarkan, maka

diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.

Berdasaran uraian diatas, Penulis tertarik untuk melakukan suatu kajian

ilmiah dalam bentuk penelitian yang sistematis dan berdasarkan mengenai

tindak pidana pemerkosaan. Sehingga penulis memilih judul ’’TINJAUAN

YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN ANAK

( Studi Kasus Putusan No.50/pid.sus/2018 PN kka )’’

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis

tertarik mengkaji putusan tersebut dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan

terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dalam perkara pidana Nomor.

50/Pid.sus/ 2018/ PN.kka ?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban

permerkosaan dalam putusan Nomor. 50/Pid.sus/2018/ PN. kka ?

5
C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap tindak pidana pemerkosaan anak dalam perkara pidana

Nomor. 50/Pid.sus/ 2018/ PN.kka ?

2. Untuk mengetahui Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak

yang menjadi korban pemerkosaan dalam putusan Nomor.

50/Pid.sus/2018/ PN. Kka.?

D. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian mengenai Tinjaun Yuridis Terhadap Tindak Pindana

Pemerkosaan sebagaimana telah di singgung di muka, diharapkan hasil

penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. ManfaatTeoritis

a. Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagimana masiswa lain

yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut dalam kasus yang sama di

bidang hukum pidana.

b. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama

menjalani kuliah strata satu di fakultas Hukum Universitas

Sembilanbelas November serta memberikan landasan untuk penelitian

lebih lanjut

6
2. Manfaat praktis

a. Dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi masyarakat dalam

memahami kasus tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa

dan korbannya adalah anak.

b. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberi gambaran secara jelas

tentang hal-hal yang mempengaruhi kualitas tindak pidana

pemerkosaan di Pengadilan Negeri Kabupaten Kolaka pada

khususnya dan masyrakat pada umumnya.

E. Kerangka Teori

1. Pengertian Tinjauan Yuridis

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian tinjauan

adalah mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami),

pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki, mempelajari, dan

sebagainya).7

a. Menurut Kamus Hukum, kata yuridis berasal dari kata Yuridisch yang

berarti menurut hukum atau dari segi hukum.

b. Dapat disimpulkan tinjauan yuridis berarti mempelajari dengan cermat,

memeriksa (untuk memahami), suatu pandangan atau pendapat dari

segi hukum.

Yuridis berasal dari kata Yuridisch yang berarti menuruti hukum

yang telah diakui oleh pemerintah. Jika aturan ini dilarang, maka siapapun

yang melanggarnya akan mendapatkan teguran. Yuridis ini bersifat

7
Yan Pramadya Puspa, 2008. Kamus Hukum Edisi Lengkap, Semarang, Aneka Ilmu, Hlm. 544

7
memaksa dan mengikat artinya seseorang haruslah mematuhinya dan

mengikat semua orang yang ada di sebuah wilayah dimana hukum ini di

berlakukan. Yuridis memiliki dua bentuk aturan, yaitu berbentuk tulisan

dan juga lisan. aturan yang berbentuk tulisan tertulis di dalam Undang-

Undang, sedangkan aturan yang berbentuk lisan terdapat dalam aturan

hukum adat.

2. Pengertian anak dalam Peraturan Per-Undang-Undangan di

Indonesia.

a. Anak Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Dalam KUHP tidak ditemukan secara jelas definisi tentang

anak, melainkan hanyalah definisi tentang “belum cukup umur

(minderjarig)”, serta beberapa definisi yang merupakan bagian atau

unsure dari pengertian anak yang terdapat pada beberapa

pasalnya. Seperti pada Bab IX yang memberikan salah satu unsure

pengertian tentang anak pada pasal 45 yang berbunyi : 8

“Dalam menuntut orang yang belum cukup umur


(minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur
enam belas tahun, hakim dapat menentukan, memerintahkan
supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya,
walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apapun atau
memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada
pemerintah, tanpa pidana apapunya itu jika perbuatan merupa
kan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut..”
Jadi pada pasal 45 KUHP maka anak didefinisikan sebagai

anak yang belum dewasa apabila berumur sebelum 16 tahun.

8
Soesilo, R. 1980. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus. Bogor :
Politea. Hlm. 68

8
b. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1979

tentang Kesejahteraan Anak

Dalam Pasal 1 angka 2 yaitu seseorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

c. Pengertian Anak Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

mengatur secara langsung tolak ukur kapan seseorang digolongkan

sebagi anak, akan tetapi hal tersebut tersirat dalam pasal 6 ayat (2)

yang memuat ketentuan syarat perkawinan bagi orang yang belum

mencapai umur 21 tahun mendapati izin kedua orang tua. Selanjutnya

diatur pula dalam pasal 7 ayat (1) yang memuat batasan minimum usia

untuk dapat kawin bagi pria adalah 19 (Sembilan belas) tahun dan

wanita 16 (enam belas) tahun.

d. Pengertian Anak Menurut Keputusan Presiden RI No 36 Tahun

1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The

Child

Dalam Pasal 1 Konvensiya itu setiap orang dibawah usia 18

(delapan belas) tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku

terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya. Artinya yang

dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang

menjadi dewasa karena peraturan tertentu sedangkan secara mental dan

fisik masih belum dewasa.

9
e. Pengertian Anak Menurut Undang-undang No 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan

Dalam Pasal 1 angka 8 huruf a disebutkan bahwa anak

pidanaya itu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani

pidana di LAPAS Anak paling lama sampai usia 18 (delapan belas)

tahun.

f. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia

Dalam Pasal 1 Angka 5 yaitu setiap manusia yang berusia di

bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak

yang masih dalamkan dungan apabila hal tersebut adalah demi

kepentingannya.

g. Pengertian Anak menurut Undang-undang No 23 Tahun 2004

tentang Penghapusan Ke kerasan Dalam Rumah Tangga

Tersirat dalam Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan bahwa lingkup

rumah tangga dalam undang-undang tersebut meliputi suami, isteri,

dan anak;..” Jadi tidak ada batasan umur anak tersebut selagi anak

tersebut masih menjadi lingkup rumah tangga maka ia disebut anak.

h. Pengertian Anak Menurut Undang-Undang No 35 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak

Dalam Pasal 1 Angka 1 yaitu seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

10
3. Pengertian Tindak Pidana

Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaarfeit dan dalam

kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik,

sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang

mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak

pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu

pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan

kesadaran dalam memberikan cirri tertentu pada peristiwa hukum pidana.

Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-

peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak

pidana haruslah diberikan arti yang bersifatilmiah dan ditentukan dengan

jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang di pakai sehari-hari

dalam kehidupan masyarakat.9

Adapun Sudarto memberikan pegertian dari tindak pidana materil dan

tindak pidana formil sebagai berikut:10

a. Tindak pidana materil adalah tindak pidana yang perumusannya


dititik beratkan pada akibat yang tidak di kehendaki( dilarang ).
Tindak pidana ini baru dianggap selesai apabila akibat yang di
kehendaki ( dilarang ) tersebut benar-benar terjadi.
b. Tindak pidana formil adalah merupakan tindak pidana yang
perumusannya di titik bertakan pada perbuatan yang di larang.

9
Marpaung, Ledeng. 2005. Asas-Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, hlm.
79
10
Sudarto. Hukum Dan Hukum. Penerbit Alumni, Bandung,1989, hal 18.

11
4. Pengertian Tindak Pidana Perkosaan dan Korban Perkosaan

Perkosaan (rape) merupakan bagian dari tindakan kekerasan

(violence), sedangkan kekerasan dapat berupa kekerasan secara fisik,

mental, emosional dan hal-hal yang sangat menakutkan pada korban.

Perkosaan adalah suatu penetrasi penembusan penis ke vagina perempuan

yang tidak dikehendaki, tanpa persetujuan dan tindakan itu diikuti dengan

pemaksaan baik fisik maupun mental. Perbuatan pemerkosaan itu

merupakan perbuatan yang tidak baik karena :11

a. Bertentangan dengan moral dan nilai-nilai agama

b. Membuat perempuan sakit

c. Melanggar hak asasi manusia

Perkosaan secara sosiologis adalah menggunakan paksaan terhadap

perempuan untuk bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, selanjutnya

mengatakan bahwa kemaluan dari seorang wanita karena hubungan tidak

wajar antara kedua bagian kelamin itu menimbulkan akibat luka pada

wanita. Untuk persetubuhannya pada umumnya tidak perlu terjadi

pertumpahan air mani, berhubung ketentuan dalam pasalnya tidak

ditujukan kepada kehamilan, karena kehamilan tidak terletak dalam

kekuasaan manusia seutuhnya.12

Secara kriminologis, pengertian pemerkosaan didasarkan tidak

adanya persetujuan dari para pihak wanita. Pengertian penetrasi tidak

hanya harus melalui vagina tetapi pula dimasukkan anus. Dapat pula yang
11
Komariah Emong Supradjaja dan Lies Sulistiani. 2010. Kekerasan Terhadap Dalam Perspektif
Ilmu Hukum. Bandung: PT. Refika Aditama, hlm. 124
12
Ibid.

12
dimasukkan bukan penis si pelaku tetapi jari, kayu, botol, atau apa saja,

jadi perkosaan berarti hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak

wanita. Biarpun tidak melawan kalau hubungan seks itu dipaksakan berarti

perkosaan. Perkosaan merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana

seksual, jika ditinjau dari bentuk pemerkosaan dapat diuraikan sebagai

berikut :13

a. Perkosaan oleh orang tak dikenal (stranger rape)

b. Perkosaan orang teman kencan atau pacar (date rape)

c. Perkosaan oleh orang yang dikenal (acquaintance rape)

d. Perkosaan oleh pasangan perkawinan (marital rape)

e. Pelecehan seksual (sexual harassment)

f. Perkosaan oleh atasan di tempat kerja (office rape)

g. Perkosaan dalam perkawinan atau hubungan seksual sedarah (incest)..

Pengertian perkosaan secara Yuridis menurut Pasal 285 KUHP

barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang

wanita untuk bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, diancam

karena melakukan perkosaan dengan hukuman penjara paling lama dua

belas tahun. Dalam Pasal ini, menurut Mulyadi dapat ditarik kesimpulan

antara lain :14

1. Korban perkosaan harus seorang wanita, tanpa batas umur.

13
Mulyadi, Lilik. 2004. Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Viktimologi. Jakarta:
Djambatan, hlm. 21
14
Ibid.

13
2. Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan, hal ini

berarti tidak ada persetujuan korban mengenai niat dan tindakan

pelaku.

Ketika disimak ketentuan Pasal 285 KUHP tersebut ada unsur-

unsur suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana

perkosaan yaitu adanya persetubuhan, persetubuhan itu dilakukan dibawah

ancaman (kekerasan) dan para pelakunya tidak berada dalam status

perkawinan.15 Adanya unsur kekerasan tersebut merupakan unsur yang

membedakan pemerkosaan dengan kejahatan kesusilaan yang lain yang

diatur dalam KUHP. Sejauh ini yang dimaksud kekerasan hanya diartikan

sebagai kekerasan fisik belaka, sedangkan kekerasan yang bersifat psikis

tidak dianggap sebagai suatu kekerasan, sehingga tidak jarang terjadi

seseorang yang melecehkan anak perempuan dengan menggunakan

kekuasaan atau bujuk rayu tidak diklasifikasikan sebagai tindak kejahatan

perkosaan. 18 Dibawah ini beberapa Pasal dalam KUHP yang mengatur

tentang perkosaan antara lain :16

a. Pasal 286: “Barang siapa seorang wanita yang bukan istrinya, padahal

diketahui wanita tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”.

b. Pasal 287 ayat (1): “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita

yang bukan istrinya, padahal diketahuinya atau sepatutnya diduga

bahwa umur wanita itu belum lima belas tahun, atau bahwa umurnya

15
Andi Hamzah, 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 80
16
Ibid.

14
tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawainkan, diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan”.

c. Pasal 287 ayat (2): “Penuntutan hanya dilaksanakan atas dasar

pengaduan, kecuali bila umur wanita itu belum sampai dua belas tahun

atau salah satu hal seperti tersebut dalam pasal 291”.

d. Pasal 291 ayat (1): “Bila salah satu kejahatan seperti yang disebut atau

dalam Pasal 286, 287....mengakibatkan luka berat, maka dijatuhkan

pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

e. Pasal 291 ayat (2): “Bila salah satu kejahatan seperti yang tersebut

dalam pasal 285, 286, 287....mengakibatkan kematian, maka

dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Pengertian

pemerkosaan berdasarkan Pasal 381 RUU KUHP :

1. Seorang laki-laki dengan perempuan bersetubuh, bertentangan

dengan kehendaknya, tanpa persetubuhan atau dengan

persetubuhan yang dicapai melalui ancaman atau percaya Ia

suaminya atau wanita dibawah 14 tahun dianggap perkosaan.

2. Dalam keadaan ayat (1), memasukkan alat kelaminnya ke dalam

anus atau mulut perempuan, benda bukan bagian tubuhnya ke

dalam vagina atau anus perempuan. 19 Unsur-unsur tindak pidana

perkosaan yang terdapat dalam Pasal 381 RUU KUHP adalah

sebagai berikut :

a) Unsur paksaan, dimana paksaan ini dapat berupa paksaan fisik

maupun psikis,

15
b) Bentuk paksaan fisik dapat berupa pukulan pada tubuh korban

yang dapat menyebabkan tidak berdaya, sedangkan paksaan

psikis dapat berupa ancaman dengan kata-kata atau senjata

tajam untuk dibunuh atau dilukai sehingga korban

menyetujuinya.

c) Korban adalah seorang perempuan, baik perempuan dewasa

ataupun perempuan yang berusia dibawah 14 tahun

d) Unsur persetubuhan, persetubuhan yang dimaksud adalah

persetubuhan dalam arti sesungguhnya dan juga hubungan seks

secara oral dan anal.

5. Pengertian Pemerkosaan terhadap anak dalam KUHPidana

Perkosaan merupakan hal yang sangat di takuti oleh kau m

perempuan. Ada dua aspek yang menyebabkan perkosaan memiliki arti

menakutkan. Aspek-aspek tersebut dapat di tinjau dari segi yuridis formal

dan segi sosiologis. Aspek-aspek tersebut sangat mempengaruhi persepsi

masyarakat terhadap perbuatan yang di namakan perkosaan.17

Berikut ini adalah pasal-pasal dalam KUH pidana yang memiliki

unsure Persetubuhan :18

1. Pasal 285 KUH Pidana, menentukan bahwa :“Barang siapa dengan


kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum karena memperkosa, dengan
hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.
2. Pasal 286 KUH Pidana, menentukan bahwa: “Barang siapa bersetubuh
dengan perempuan yang bukan istrinya, sedang diketahuinya, bahwa
17
Gosita, Arief. 1987. Relevansi Viktimologi Dengan Pelayanan Terhadap Para Korban
Perkosaan. Jakarta: Akademika Presindo, hlm. 142
18
Ibid. R. Soeroso, hlm. 46.

16
perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, di hukum penjara selama-
lamanya Sembilan tahun”.

6. Pengertian Pemerkosaan terhadap Anak Menurut Undang-Undang

Perlindungan Anak

Pasal 1 angka 2 UU No.23 Tahun 2002 menentukan bahwa

perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi

anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan

berpartisipasi. Secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dan kekerasan dan

diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya

yang ditujukan untuk mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak

yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan

penelantaran, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh

kembang anak secara wàjar, baikfisik, mental, dan sosialnya. Di dalam

Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002, berikut

beberapa pasal yang mengatur tentang persetubuhan dengan anak:

i. Pasal 81 Undang-undangn omor 23 tahun 2002 :

1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan Atau


ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain, di pidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun danpaling singkat 3
(tiga) tahun dan denda paling banyakRp300.000.000,00
(tigaratusjuta rupiah) dan paling sedikitRp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah). 2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja
melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk
anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

17
2) Pasal 82 Undang-undang nomor 23 tahun 2002 :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau
ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,serang
kaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul,dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratu
sjuta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluhj
uta rupiah).

F. Definisi oprasional

1. Tinjauan yuridis berasal dari kata yuridisch yang berarti menurut hukum

atau dari segi hukum. Dapat di simpulkan tinjauan yuridis berarti

mempelajari dengan cermat, memeriksa (untuk memahami), suatu

pandangan atau pendapat dari segi hukum.

2. Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok yang dalam,

manjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas

dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah

dilakukannya,tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu

pertbuatan yaitu mengenai perbuatan pidana sendiri.

3. Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal berwatak seksual yang

terjadi ketika seorang manusia (atau lebih) memaksa manusia lain untuk

melakukan hubungan seksual dalam bentuk panetrasi vagina atau anus

dengan penis, anggota tubuh lainya seperti tangan, atau dengan benda-

benda tertentu secara paksa baik dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan.

4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan sesuai dengan Undang-

18
Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

G. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini bersifat normatif yaitu penelitian yang di

lakukan dengan mengkaji suatu teori-teori, asas-asas hukum serta

peraturan perundan-undangan yang berhubungan dengan tindak pidana

pemerkosaan terhadap anak.19

2. Jenis data

a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari penelitian lapangan dengan

melakukan wawancara terhadap respoden yang di anggap mengetahui

masalah yang dibahas,yaitu hakim.

b. Data sakunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian melalui

pengkajian literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang

dibahas. Adapun sumber-sumbernya yaitu buku-buku, majalah, serta

dokumen atau arsip yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.

c. Data tersier adalah suatu kumpulan dan kompilasi sumber primer dan

sumber data sekunder,biografi, katalog perpustakaan.

3. Sumber Data

a. Sumber penelitian lapangan (field reseach), yaitu sumber data

lapangan salah satu pertimbangan hakim dari para penegak hukum

yang menangani kasus ini.

19
Sukma Jaya, 2009. Metode dan penelitian hukum, Jakarta, Rajawali, hlm. 12.

19
b. Sumber Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu sumber data

yang diperoleh dari hasil penelahan beberapa literature dan sumber

bacaan lainnya yang dapat mendukung penulisan ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah

sebegai berikut:

a. Penulis melakukan pengumpulan data dengan metode interview atau

wawancara terhadap hakim guna memperoleh data dan informasi yang

akurat yang berkaitan dengan pembahasan ini.

b. Penulis melakukan penelitian kepustakaan untuk mencari data

tambahan guna menungjang keberhasilan penulis ini. Dalam hal ini

data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan antara lain bersumber

dari :

1. Buku-buku, majalah, tulisan ilmia, dan yang berhubungan dengan

objek penelitian

2. Peraturan perundang-undangan dan konvensi-konvensi

internasional yang berhubungan dengan objek penelitian.

5. Analisis Data

Analisis dapat dirumus kansebagai suatu proses penguraian secara

sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala terntentu. Sesuai dengan

metode pendekatan yang diterapkan, maka data yang diperoleh untuk

penulisan skripsi ini dianalisis secara yuridis kualitatif.

20
Dalam arti bahwa data yang diperoleh di analisis secara kualitatif

dengan tidak menggunakan rumus matematika atau data statistic

melainkan hanya berupa uraian-uraian, yaitu kepastian hukum artinya

undang-undang yang berlaku benar-benar dilaksanakan dan ditaati oleh

masyarakat.

H. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan,

penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun

sistematika penulisan hukum sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka peikiran, metode

penelitian, sistematika penulisan hukum.

Bab II Tinjauan Pustaka Pustaka. Dalam bab menguraikan tentang

pengertian tindak pidana pemerkosaan, pertanggungjawaban tindak pidana

pemerkosaan terhadap anak, pengertian anak dalam undang undang nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak.

Bab III ini berisi tentang pertimbangan hakim menurut undang-undang

nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dan perlindungan hukum

terhadap anak menurut undang nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan

Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Bab IV, penelitian dan pembahasan. Pada bab ini akan menguraikan

tentang pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap

21
tindak pidana pemerkosaan anak dalam perkara pidana Nomor. 50/Pid.sus/

2018/ PN.kka sudah sesuai dengan Undang- undang Nomor 35 Tahun 2014

Tentang Perlindungan Anak dan perlindungan hukum terhadap anak yang

menjadi korban permerkosaan dalam putusan Nomor. 50/Pid.sus/2018/ PN.

Kka.

Bab V, Penutup. Dalam Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran.

22
DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Abdul Mu’in idries, Eko Prasetyo, Suparman Marzuki. Perlindungan terhadap


Korban Kekerasan Seksual. Bandung: Refika Aditama, 2001

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan. Perlindungan terhadap Korban Kekerasan


Seksual. Bandung: Refika Aditama, 2001.

Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Pidana. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2000.

Atmasasmita, Romli. Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi. Bandung:


Mandar Maju, 1995.

Dalam M. Munandar Sulaeman dan Siti Homzah. Kekerasan Trehadap


Perempuan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2010.

Fakih, Mansur. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Jakarta: Pustaka


Pelajar, 1996.

Gosita, Arief. Relevansi Viktimologi Dengan Pelayanan Terhadap Para Korban


Perkosaan. Jakarta: Akademika Presindo, 1987.

Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Banung: PT Refika


Aditama, 2010.

Hamzah, Andi. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Komariah Emong Supradjaja dan Lies Sulistiani. Kekerasan Trehadap Dalam


Perspektif Ilmu Hukum. Dalam M. Munandar Sulaeman dan Siti Homzah.
Kekerasan Terhadap Perempuan. Bandung: PT. Refika Aditama, 2010.

Luhulima, Achie Sudiarti. Pemahaman Bentuk-Bentuk Tindak Kekerasan


Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahannya. Jakarta: Alumni,
2000.
Marpaung, Ledeng. Asas-Asas Teori Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar
Grafika, 2005.

Muhammad. Munandar Sulaeman, Sitti Homzah, Kekerasan Terhadap


Perempuan. Bandung: Refika Aditama, 2010.

Mulyadi, Lilik. Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi Dan Viktimologi.


Jakarta: Djambatan, 2004.

23
Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Ke kerasan Dalam


Rumah Tangga

Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang


Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

Internet/Website

http//www.kabarberita.8467759/76//09.98, diakses tanggal 26 Februari 2020

http//www.perlindungan dan perkosaan terhadap anak…//1224356. Diakses tanggal 1 Maret 2020

24

Anda mungkin juga menyukai