Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Kesatuan republik Indonesia ialah negara yang mempunyai hukum

tersendiri yang dimana berlandaskan pada pancasila serta UUD 1945 yang

mempunyai arti semua tindakan serta konsep perilaku warga Negara harus

berdasarkan norma serta ketentuan dalam aturan Negara. Dalam tujuan Negara

Indonesia ini terdapat pada undang undang dasar 1945 pada alinea ke IV yang

menerangkan bahwa tujuan Negara yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut serta dalam usaha perdamaian dunia

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.1

Dinyatakannya tujuan negara tersebut, maka berarti semua masyarakat

memiliki hak untuk mendapatkan hal tersebut, tanpa ada perbedaan serta

memiliki persamaan kedudukan di mata hukum.

Dalam berkehidupan masyarakat ada hal yang tidak bisa dilepaskan

menyangkut hubungan timabal balik serta adanya keterkaitan mengenai

kepentingan antara satu orang dengan yang lainnya dilihat dari beberapa sisi,

1
Hermanto B11113039, 2007. Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencabulan terhadap Anak. Makasar:
Universitas Hasanuddin. Hal. 1
2

yaitu dari sisi agama, dalam beretika, politik, social budaya serta dilihat dari sisi

hukum. 2

Didalam suatu bangsa mempunyai aset yang berharga yang menjadi salah satu

penerus bangsa yang kiranya harus dilindungi dan terjamin akan

kesejahteraannya, aset bangsa ini ialah Anak. Seorang anak wajib memperoleh

perlindungan didalam masyarakat, baik dalam bentuk kejahatan dan kekerasan

yang bisa berbahaya pada keselamatan seorang anak. Menurut tujuan nasional

bangsa Indonesia yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 alinea 4 yakni

“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia”. Berdasarkan misi nasional bisa dilihat yakni bangsa Indonesia

hendak menjaga/melindungi semua warga negaranya khususnya anak-anak dari

berbagai ancaman yang bisa berbahaya pada keselamatan hidup anak-anak

tersebut. Begitu rentan untuk jadi korban oleh sebuah tindak kejahatan bagi anak-

anak yang masih memerlukan perlindungan/penjagaan dari orang dewasa.3

Walaupun penjagaan pada anak adalah kewajiban dan tugas lapisan

masyarakat serta pemerintah, akan tetapi keluargalah yang jadi pilar pelindung

khusus oleh anak, sebab lingkungan yang begitu intim bagi anak adalah keluarga,

2
Khaira Ummah, Putusan Hakim tentang Pencabulan Anak Dibawah Umur di Pengadilan Negeri
Kota Pekalongan (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Kota Pekalongan), Vol. 13 No. 1, Maret 2018,
hal. 1
3
Firdaus 11020101023, 2016. Pencabulan terhadap Anak Di bawah Umur Ditinjau dari Segi Hukum
Pidana dan Hukum Islam (Studi Kasus di Polresta Kendari Tahun 2014-2015). Kendari: Institut
Agama Islam Negeri (IAIN), hal. 1
3

yang mana anaklah yang pertama kalinya beraktivitas sosial didalam keluarga,

berkembang serta tumbuh atas pengawasan dan bimbingan orang tuanya. Pada

Pasal 45 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan, disitu bisa

kita lihat kewajiban orang tua, yang mana memastikan yakni orang tua harus

mendidik dan memelihara anak-anak yang belum bisa berdiri sendiri atau belum

dewasa. Yang pertama bertanggungjawab atas tercapainya kesejahteraan anak

ialah orang tua, baik itu secara sosial, jasmani maupun rohani. (Pasal 9 UU

Nomor 4 Tahun 1979 mengenai Kesejahteraan Anak).4

Yang sangat sensitive menjadi target tindak kekerasan ialah anak. Sebab anak

ialah objek lemah dengan cara hukum dan sosial hingga seringkali anak dijadikan

pelampiasan tindak pidana sebab perlindungan yang lemah oleh negara mapupun

lingkungan sosial pada anak. Inilah yang mengakibatkan semaraknya kasus

kekerasan pada anak yang terjadi diseputaran lingkup masyarakat Indonesia dan

lingkup sosial.5

Tindak pidana pencabulan anak yang dibawah umur di Indonesia sudah bukan

asing lagi, terdapat berbagai berita mengenai pencabulan anak yang dibawah

umur pada Kanal Liputan6.com atas bermacam-macam modus, misalnya pria

Kupang cabuli bocah 3 tahun dengan modus ucapkan selamat Natal. Dengan
4
Rizal G. Banjarnahor 120200111, Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Perkosaan Yang
Dilakukan Oleh Orangtua Terhadap Anak Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Nomor :
333/Pid.B/2014/Pn.Mdn), hal. 1
5
Mahupiki, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembujukan Anak
Melakukan Persetubuhan Dari Perspektif Viktimologi (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan No.
1518/Pid.B/2014/PN.Mdn: Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1840/Pid.B/2014/PN.Mdn, dan
Putusan Pengadilan Negeri Medan No. 1969/Pid.B/2014/PN.Mdn). Vol. 1 No. 01, Januari 2015.
4

modus mengucapkan selamat Natal, kasus ini dimulai ketika pelaku datang di

rumah korban. Usai memberi selamat, pelaku pun pamit kembali kerumahnya.

Selang beberapa menit, pelaku kembali ke rumah korban. Saat itu korban sedang

tertidur lelap di kamar, sementara orang tua korban sibuk bekerja di belakang

rumah. Kesempatan ini, dimanfaatkan pelaku. Ia lalu masuk ke kamar dan

mencabuli korban. Sementara itu pria pelaku yang mencabuli bocah yang berusia

dibawah umur di Bogor melakukan aksinya atas modus dengan berpura-pura

bertanya kepada korban tentang sebuah alamat, saat diajak menunjukkan alamat

yang dimaksud, saat itu pula pelaku menculiknya lalu melancarkan aksi kejinya.

Di Gorontalo sendiri kasus pencabulan sudah sering terjadi, khususnya

kecamatan Suwawa Kab.Bone Bolango tepatnya di Desa Bube. Menurut

keterangan warga pada desa tersebut sedikitnya terdapat 2 kasus yang sama yaitu

pencabulan anak di bawah umur di dusun yang berbeda pada tahun 2018. Modus

dari pelaku adalah dengan memacari korban yang umurnya masih dibawah.

Pelaku meminta berbuat hubungan suami istri dan mengiming-imingi korban

akan di nikahi.

Dilihat dari modus terhadap kasus mencabuli anak yang umurnya masih

dibawah umur di atas dapat diketahui bahwa unsur terjadinya pencabulan yaitu

adanya paksaan baik itu dengan kekerasan fisik maupun dengan mengiming-

imingi korban. Sementara itu peran orang tua akan sangat membantu untuk
5

mengurangi terjadinya kasus pencabulan anak yang masih usianya di bawah

caranya agar lebih memperhatikan anak-anaknya.

Namun kenyataannya terkadang orang tualah yang menjadi jembatan

terjadinya pencabulan anak yang umurnya masih dibawah itu sendiri. Sama

halnya dengan kasus mencabuli bocah yang umurnya masih dibawah berlokasi

desa Bube di kec. Suwawa Kab. Bone Bolango di mana orang tua tersebut malah

membolehkan berpacaran pada anaknya yang belum cukup umur. Tentu saja hal

inilah yang menjadi jalan mudah bagi pelaku untuk dapat melakukan aksinya.

Menurut penjelasan tersebut, inilah alasannya meneliti secara langsung di

lapangan tentang “Tinjauan Hukum terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak

Dibawah Umur Pada Desa Bube Baru Kabupaten Bone Bolango” (Studi Putusan

Hakim Nomor 268/Pid.Sus/2018/PN.Gto)

1.2 Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pencabulan anak di

bawah umur pada desa Bube Baru Kabupaten Bone Bolango?

2. Bagaimanakah penerapan hukum bagi hakim atas putusan Nomor

(268/Pid.Sus/2018/PN.Gto) terkait tentang tindak pidana pencabulan anak

di bawah umur pada desa Bube Baru Kabupaten Bone Bolango?


6

1.3 Tujuan penulisan

1. Guna mencari tahu unsur-unsur yang menyebabkan adanya pencabulan

bocah yang umurnya dibawah pada desa Bube Baru Kabupaten Bine

Bolango.

2. Guna mencari tahu bagaimana hakim dalam menerapkan hukum atas

putusan Nomor (268/Pid.Sus/2018/PN.Gto) terkait oleh tindak pidana

mencabuli bocah yang umurnya masih dibawah pada desa Bube Baru

Kabupaten Bone Bolango.

1.4 Manfaat penulisan

1. Dengan cara teoritis, diharapkan bisa memberikan kontribusi dari hasil

penelitian ini untuk kemajuan ilmu hukum, terutama pada hukum pidana

serta yang berminat meneliti mengenai tindak pidana mencabuli anak yang

masih dibawah umurnya.

2. Dengan cara praktis, diharapkan bisa memberikan manfaat dari hasil

penelitian ini pada pengembangan bidang hukum serta kesadaran hukum

pada warga masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Model Penelitian

Penelitian Empiris adalah jenis penelitian yang dipakai pada metode

penelitian ini. Sebuah metode penelitian hukum yang memakai unsur

empiris yang diperoleh dari pelaku manusia, Penelitian Hukum Empiris


7

adalah suatu metode penelitian hukum yang menggunakan fakta-fakta

empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik itu yang di peroleh dari

interview dan juga yang nyata dibuat lewat amatan secara langsung.6

1.5.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis bertempat di Kec. Suwawa Kab.

Bone Bolango di Desa Bube juga Pengadilan Negeri Gorontalo untuk

mendapatkan informasi/data yakni copyan Putusan No.

268/Pid.Sus/2018/PN.Gto.

1.5.3 Jenis dan Sumber Data

Yang menjadi sumber dan jenis data pada penelitian ini yaitu:

1. Data yang didapat dengan langsung yakni penjelasan-penjelasan juga

asumsi oleh responden serta fakta-fakta dilapangan lewat observasi

juga interview disebut data primer.

2. Sebuah metode mengumpulkan informasi yang sifatnya tak langsung

dengan membaca buku-buku/kepustakaan yang berhubungan dengan

inti permasalahan disebut data sekunder.

Bahan hukum yang dipakai adalah: UUD 1945, UU No.35 Tahun

2014 mengenai Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002 mengenai

Perlindungan Anak, serta Putusan No.268/Pid.Sus/2018/PN.Gto.

6
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif. Pustaka
Pelajar, hlm. 280
8

1.5.4 Sampel dan Populasi

Keseluruhan subjek penelitian ialah Populasi. Semua data yang jadi

perhatian kita pada sebuah ruanglingkup serta durasi yang ditetapkan

disebut Populasi.7

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi yakni pihak-pihak yang

bersangkutan yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo, serta pihak-pihak

terkait yang menurut peneliti dapat menjadi informan.

Sampel pada penelitian ini yaitu:

a. 1 orang Analis Perkara Peradilan di Pengadilan Negeri

Gorontalo

b. 2 pihak korban

c. 1 orang pegawai di P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu

Pemberdayaan Perempuan dan Anak) diPolres Suwawa Kab.

Bone bolango.

1.5.5 Tekhnik Pengumpulan Data

Agar data yang dikumpulkan cocok dengan misi penelitian, jadi tekhnik

pengumpulan datanya ialah sbb:8

1. Interview

Proses untuk mendapatkan keterangan untuk misi penelitian

yang dilakukan dengan tanya jawab langsung anatara narasumber

7
Asrof Syafi’i, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya ; el.KAF, 2005), hal. 133
8
Hamidi, 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Malang : UMM Press
9

dan penanya disebut Wawancara atau interview. Dimana interview

ini bisa memperoleh data yang real yang berkaitan dengan topik

penelitian tersebut.

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara dengan analis

Hukum di Pengadilan Negeri Gorontalo, pegawai P2TP2A Polres

Suwawa Kab.Bone bolango, serta korban dalam hal ini sebagai

saksi.

2. Dokumentasi

Supaya informasi dan data yang diperoleh penulis komplit,

dilakukan juga penelitian dokumentasi yaitu meneliti bermacam

peraturan UU serta literatur yang ada hubungannya dengan

permasalahan yang diteliti agar bisa memperoleh data sekunder.

1.5.6 Analis Data

Analisis kuantitatif adalah metode yang dipakai pada penelitian ini

serta disajikan secara deskriptif yang menyempurnakan beberapa teori

dan peraturan pemerintah yang diperoleh di lapangan. Penelitian yang

diperoleh dari data dilapangan serta memakai teori yang telah ada untuk

pendukung lalu hasilnya bisa menampilkan teori oleh data-data itu ialah

disebut Penelitian Kualitatif9. Sedangkan sebuah metode yang dipakai

9
Nazir, M. 1998. Metode Penelitian, Jakarta, Gahali Indonesia
10

menganalisis/menggambarkan sebuah hasil penelitian namun tak dipakai

untuk pembuatan simpulan yang banyak disebut Metode Deskriptif.10

Adapun proses analisis data secara sistematis dapat dikemukakan

sebagai berikut :11

1. Mengkaji secara seksama seluruh data ataupun informasi yang

diproses di lapangan penelitian.

2. Menyeleksi data untuk selanjutnya disusun dalam satu satuan yang

menunjukkan kesamaan dan keterkaitan antara pernyataan satu

dengan yang lainnya.

3. Penafsiran data mencakup kegiatan interprestasi dan penyusunan

laporan atas dasar satuan informasi yang telah tersusun.

10
Sugiono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfa Beta
11
Patilima. H, 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta : Alfa Beta
11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Hukum

1. Definisi Hukum

Hukum mempunyai beberapa segi dan dimensi, hingga tak mungkin

bisa mendefinisikan hukum yang betul-betul bisa seperti realnya. Meskipun

pengertian hukum tidak ada yang sempurna, beberapa sarjana yang

memeberikan definisi tentang hukum tetap dipakai, guna untuk pedoman

dan adanya Batasan mengkaji mengenai hukum.12

Menurut Hans Kelsen hukum ialah tata aturan yang menjadi sistem

aturan mengenai perilaku/sikap manusia. Maka dari itu hukum bukan

hanya menumpuk atas sebuah aturan satu saja namun beberapa perangkat

aturan yang mempunyai satu-kesatuan sampai bisa dimengerti untuk

sebuah sistem akibatnya ialah tak mungkin bisa mengerti hukum apabila

mengamati hanya satu aturan.13

2. Aspek-aspek Hukum

Terdapat empat aspek hukum yang wajib ada pada sebuah definisi hukum

yakni sbb14:

12
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2005), hal. 38
13
Jimly Asshidiqie dan Ali Syafa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta: Sekjen dan
Kepaniteraan MK-RI, 2006), hal. 13
14
https://cerdika.com, hukum: Pengertian, Unsur, Tujuan, Jenis dan Macam Hukum-Cerdika (diakses
pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 20.52 wita)
12

1. Dalam kehidupan masyarakat hukum mengatur tindakan/tingkahlaku

manusia yaitu seperti larangan serta perintah.

2. Aturan hukum yang ditentukan badan atau Lembaga yang berhak.

3. Wajib bersifat memaksa aturan hukum yang ditegakkan, yang mana

aturan tersebut harus dipatuhi bukan untuk di langar.

4. Pada tiap pelanggaran mempunyai sanksi, yaitu sanksi yang tegas serta

ada dalam aturan hukum.

3. Sistem Hukum

Menurut Smith dan Taylor sistem didefinisikan sebuah elemen yang

bereaksi antar karakter elemen-elemen agar meraih akhir yang analitis, lain

sementara menurut Jhon Burch sistem ialah sebuah kumpulan topik yang

berkaitan diarahkan agar meraih target/misi bersama.15

Sudikno Mertokusumo berasumsi yakni satu kesatuan yang

berdasarkan oleh bagian-bagian yang memiliki korelasi satu dan lainnya

serta bekerjasama guna meraih misi kesatuan disebut sistem hukum.16

Sedangkan Lawrence Meir Friedman berpendapat elemen sistem

hukum berdasarkan substansi hukum, struktur hukum, serta kultur hukum.

Budaya masyarakat ialah kultur hukum, materi hukum yang terkandung

pada UU disebut substansi hukum, serta lembaga pelaksana hukum

merupakan struktur hukum.17


15
Sudikno Mertokusumo, 1986. Mengenal Hukum. Yogyakarta, Liberty, hal. 20
16
Ibid
17
Lawrence Meir Freidman. American Law an Introduction/Pengantar Hukum Amerika (terjemahan
Wisnhu Basuki), 2001. Jakarta, Tata Nusa Jakarta, hal. 43
13

4. Sumber-Sumber Hukum

Dibedakan menjadi 2 yaitu sumber hukum tertulis serta sumber hukum tak

tertulis. Sumber hukum juga bisa diamati atas 2 segi yakni formil dan

materil.18

Dari berbagai sudut sumber hukum materil bisa diamati, contohnya sejarah,

filsafat, ekonomi, juga sosiologi. Dan sumber hukum formil ialah19:

a) Undang Undang.

Yakni sebuah aturan negara yang mempunyai intensitas hukum yang

mengancing, dipelihara serta diadakan oleh pejabat negara.

b) Kerutinan.

Kerutinan ialah perilaku manusia yang dibuat ulang-ulang serta

masyarakat menerimanya. Akibatnya perilaku yang berlawanan

dengan kerutinan itu dikatakan sebagai pengingkaran atas perasaan

hukum yang ada didalam masyarakat.

c) Putusan Hakim.

Adanya putusan hakim dimulai pada masa Hindia Belanda selaku

salah satu sumber hukum di Indonesia. Yang jadi aturan pokok pada

masa itu ialah ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan

perundangan untuk Indonesia (Algemene Bepalingen van Wetgeving

voor Indonesia) / AB.

18
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal. 19
19
Ibid
14

d) Traktat.

Wajib patuh pada kesepakatan yang dibuat, jika dua orang menyetujui

berbuat sesuatu.

e) Asumsi dari beberapa sarjana.

Jurisprudensi berhubungan erat dengan doktrin. Terkadang hakim

melihat pendapat beberapa sarjana yang dilihat mempunyai kapasitas

didalam permasalahan yang dipegangnya pada saat memutus suatu

perkara. Hingga pendapat/doktrin dari beberapa sarjana yang terkenal

bisa mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan.

5. Macam-macam Penggolongan Hukum

1. Pengelompokkan hukum menurut bentuknya

 Hukum secara Tertulis

Hukum secara tertulis merupakan aturan hukum yang terdapat

pada undang undang secara tertulis. Contoh hukum yang tertulis

ialah UUD 1945, kitab UU hukum pidana, putusan presiden dan

lainnya.

 Hukum yang tidak tertulis

Hukum yang diterapkan serta berlaku juga dipercaya oleh

masyarakat disebut Hukum yang tidak tertulis, adapun hukum

yang dimaksud tidak berdasarkan procedural yang formal, tetapi


15

muncul dengan sendirinya dikalangan masyarakat seperti hukum

adat dan yang lainnya.

2. Mengkategorikan Hukum Sesuai Sumbernya

Bedasarkan sumber yang ada hukum dibagi menjadi lima jenis yaitu

hukum taktat, hukum ilmu, hukum yurisprudensi, kebiasaan, serta

hukum undang undang.

3. Mengkategorikan Hukum Sesuai Sifatnya

Hukum yang sesuai dengan sifatnya terbagi menjadi dua bagian yaitu

hukum bersifat memaksa dan hukum yang sifatnya mengatur. Berikut

ini pengertian dari pengkategorian hukum sesuai sifatnya : Hukum

sifatnya memaksa, yaitu hukum yang kondisinya seperti apapun, wajib

serta mutlak memiliki paksaan. Misalnya adanya hukuman untuk

perkara pidana, jadi wajib dilaksanakan sanksinya secara paksa.

Hukum sifatnya mengatur, yaitu hukum yang bisa disampingkan

ketika yang ada sangkutpautnya sudah membuat sendiri aturan pada

sebuah perjanjian. Misalnya tentang harta warisan yang bisa diclearkan

oleh persetujuan bersama.

4. Pengelompokkan hukum menurut tempat/lokasi berlaku

3 macam hukum menurut lokasi berlakunya yaitu hukum asing,

hukum nasional, serta hukum internasional. Penjelasan

pengelompokkan hukum menurut tempat berlaku: 1. Hukum

Nasional, yaitu berlakunya hukum di negara tertentu saja. Dan juga


16

wajib dijalankan oleh penduduk di negara itu. 2. Hukum

Internasional, yaitu yang bermanfaat guna mengatur hubungan

hukum di antar negara. 3. Hukum Asing, yaitu yang berlakunya

ditempat negara yang lain serta tak berlaku di nergara yang ada

sangkut-pautnya.

5. Pengelompokkan hukum menurut waktu yang berlaku.

Yang pertama hukum positif, yaitu hukum yang masa berlakunya saat

ini serta Cuma untuk satu masyarakat khusus yang ada pada daerah-

daerah tertentu. Misalnya yang berlaku sekarang ini untuk penduduk

Indonesia ialah UUD 1945. Yang kedua hukum negatif, yaitu hukum

yang diinginkan bisa ada diwaktu mendatang. Misalnya yang masih

direncanakan bakal diberlakukan seperti RUU (Rancangan Undang-

undang). Yang ketiga hukum alam, yaitu yang kapanpun dan

dimanapun hukum itu diterapkan. Serta hukum ini tak kenal batas

durasi selain diterapkan selamanya atas siapapun itu disemua tempat.

Misalnya yang bersalah wajib di hukum itulah hukum keadilan.

6. Pengelompokkan hukum menurut Bentuknya

Terdapat 2 macam hukum menurut bentuknya. Yang pertama Hukum

Objektif, yaitu hukum dimana hubungan antar dua orang diatur dan

diterapkan secara public. Yang kedua Hukum Subjektif, yaitu hukum

yang timbul oleh hukum objektif serta diterapkan pada satu

orang/lebih. Dan juga hukum ini kadang dikatakan seperti hak.


17

7. Pengelompokkan hukum menurut isinya

Terdapat dua macam hukum menurut isinya. Yang pertama Hukum

Publik, yaitu hukum dimana hubungan antara negara dan

individu/penduduk negaranya diatur. Yang kedua Hukum Privat, yaitu

dimana hubungan antara sesama individu diatur oleh hukum ini, dan

hukum ini hanya terfokuskan pada kepentingan perorang saja.

8. Pengelompokkan Hukum Menurut Bagaimana Mempertahankan

Terdapat dua macam hukum menurut cara bagaimana

mempertahankannya. Yang pertama Hukum Material, yaitu dimana

hubungan antara warga masyarakat yang ada secara public diatur oleh

hukum ini yakni tentang beberapa hal yang diharamkan juga yang

diperbolehkan dilakukan. Misalnya hukum dagang, perdata, dan

pidana. yang kedua Hukum Formal, yaitu hukum ini mengatur

mengenai cara bagaimana hukum material tetap diopertahankan dan

dijalankan. Misalnya hukum perdata, KUHAP (Hukum Acara Pidana),

dsb.20

6. Misi Hukum

Misi hukum disimpulkan yaitu21: tujuannya menata tata tertib warga

penduduk dengan cara adil dan damai, melindungi setiap kepentingan

20
Zakky, Penggolongan Hukum Berdasarkan Sumber, Isi, Bentuk, Sifat & Waktunya,
https://www.zonareferensi.com (diakses pada tanggal 5 Juli pukul 13.50 wita)
21
https://www.gurupendidikan.co.id. Hukum : Pengertian, Macam, Unsur, Ciri, dan Tujuan Beserta
Fungsinya (diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 21.11 wita)
18

manusia agar tidak mudah diusik, serta memberikan adanya jaminan

kepastian hukum didalam hubungan manusia.

2.1 Pengertian tentang Putusan Hakim

Memastikan pelaku dihukum atau tidak, dilihat pada tindakan akhir

oleh hakim saat persidangan merupakan definisi dari putusan hakim. Oleh

karena itu putusan hakim merupakan pernyataan oleh hakim saat memutus

sebuah perkara pada saat sidang serta mempunyai kekuasaan hukum tetap

berdasarkan atas praktik keadilan juga visi teoritik.22

Hukum Acara Pidana putusan hakim atas perkara hukum pidana

dikategorikan menjadi 3 menurut panduan pelaksanaan Kitab UU, yakni23:

Terdakwa diputuskan bebas, Terdakwa diputuskan lepas dari semua tuntutan

hukum, dan Terdakwa dijatuhi hukuman pidana.

Terdapat beberapa macam Putusan Hakim didalam pengadilan yang

selaras dengan prospek yang dilihat. Berdasarkan fungsinya saat

menyelesaikan perkara putusan hakim yaitu sbb24: Putusan Akhir, yaitu saat

persidangan harus menyelesaikan interogasi, walaupun belum/sudah

menjalani proses interogasi. Yang kedua Putusan Sela, yaitu dijatuhkan proses

tetapi masih menjalani proses interogasi.

2.1 Sistematika Putusan Tindak Pidana

22
Lilik Mulyadi. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktek Peradilan. Mandar
Maju, 2007, hal. 127
23
Pasal 183 KUHAP
24
M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, 2005, hal. 358
19

Hakim wajib mengamati apa yang diatur didalam pasal 197 KUHAP

saat mengambil Putusan di pengadilan, dimana pasal itu mengandung

bermacam hal yang wajib ada didalam surat putusan yaitu seperti25: No.

Putusan, Pemimpin Putusan (DEMI KEADILAN MENURUT

KETUHANAN YANG MAHA ESA), Identitas Terdakwa, Proses penahanan

(apabila ditahan), Surat Dakwaan, Tuntutan Pidana, Pledooi, Fakta Hukum,

Pertimbangan Hukum, Aturan perundangan yang menjadi landasan

pertimbangan, Tercapainya bagian-bagaian tindak pidana, Pernyataan

kesalahan terdakwa, Alasan yang meringankan/ memberatkan hukuman,

Kualifikasi serta pemidanaan, Pemastian status barang bukti, Biaya perkara,

Hari/tanggal musyawarah serta putusan, dan juga Nama Hakim, Penuntut

Umum, Panitera Pengganti, terdakwa dan Penasehat Hukum.

2.4 Pengertian Tindak Pidana

Beberapa sarjana Indonesia menyebutkan strafbaar feit tersebut pada

arti yang berbeda-beda, menurut Moeljatno yang memakai sebutan perilakuan

pidana, yakni 26: “perilaku yang diharamkan oleh sebuah peraturan hukum,

yang mana larangan itu dibarengi dengan sanksi yakni pidana khusus kepada

siapa larangan itu.” Sedangkan bagi Van Hamel didalam buku Satochid

Kartanegara ialah perilaku seseorang yang ada pada UU dimana sifatnya

25
https://id.scribd.com Dasar Sistematika Putusan (diakses pada tanggal 7 Januari pukul 15.24 wita)
26
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta, Pradnya Paramita,
2004, hal. 54
20

bertentangan dengan hukum yang wajib di pidana juga dibuat dengan

kesalahan.27

Didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana terdapat Suatu tindak

pidana berdasarkan P.AF. Lamintang serta C. Djisman Samosir pada dasarnya

mempunyai bagian subjektif yakni bagian yang ada didiri pelaku sedangkan

bagian objektif yakni bagian yang berkaitan dengan kondisi.28

Bagian subjektif oleh sebuah tindak pidana ialah:

Kesengajaan/ketidaksengajaan, voornemen/maksud atas sebuah uji coba,

jenis-jenis maksud/oogmerk, berencana sebelumnya, rasa takut/vrees.

Sedangkan bagaian objektif oleh sebuah tindak pidana yaitu: Sikap yang

melanggar hukum, Kemampuan oleh si pelaku, dan Kausalitas.29

2.5 Pandangan Umum Mengenai Pencabulan Anak

1. Definisi Pencabulan

Yaitu berbagai macam bentuk perilaku, baik yang dibuat didiri

sendiri bahkan yang dibuat terhadap orang lain yang berkaitan dengan

bagian tubuh/alat kelamin yang bisa menimbulkan nafsu seksual.30

semua perilaku yang melanggar kesopanan (kesusilaan) /

perilaku yang keji, yang mana semua itu termasuk pada area nafsu
27
Satochid Kartanegara. Hukum Pidana Bagian Pertama. Jakarta, Balai Lektur Mahasiswa, 1955, hal.
4
28
P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. Delik-delik Khusus. Tarsito, Bandung, 1981, hal. 193
29
Ibid
30
Adami Chazawi. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
hal. 80
21

birahi kelamin, seperti ciuman, meraba anggota tubuh dll (R.

Soesilo).31

Pencabulan diibaratkan sebagai perilaku yang telah melanggar

perbuatan keji/asusila yang ada kaitannya dengan nafsu kelamin

(Moeljatno).32

Mengenai Pasal 287 Ayat (1) yang berbunyi: “Barang siapa

bersetubuh dengan seorang wanita yang bukan istrinya, padahal

diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umur wanita itu

belum lima belas tahun, atau kalau umurnya belum jelas, bahwa belum

waktunya untuk dikawinkan, diancam dengan pidana penjara paling

lama Sembilan tahun”.33

Bisa didapati bagian-bagian dari pencabulan pada Pasal 287 ayat

(1) KUHP yaitu sbb34: yang pertama ialah bagian-bagian

Subjektif, yaitu yang telah diketahui dan yang sepatutnya wajib

diduga. Yang kedua bagian objektif ada tiga, yaitu siapa,

melakukan hubungan diluar pernikahan, dan perempuan yang

umurnya belum 15 tahun atau bisa dikatakan belum bisa diajak

nikah.

31
R.Soesilo, 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor: Politea, hal. 212
32
Moeljatno. 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Jakarta: Bumi Aksara, hal. 106
33
R.Soesilo. 1991, Op. Cit, hal. 52
34
P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, 2011. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma
Kepatuhan, Sinar Grafika, hal. 113-114
22

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Faktor faktor yang memicu munculnya perilaku pencabulan anak dibawah

umur di desa Bube Baru Kabupaten Bone Bolango.

Dari hasil putusan pengadilan ada beberapa faktor yang terungkap

dipersidangan, antara lain adanya faktor saling menyukai diantara saksi korban

dengan terdakwah. Seperti yang tertuang di putusan Nomor

268/Pid.Sus/2018/PN.Gto, bahwa mereka sudah mengakui menjalin hubungan

dalam beberapa bulan dan terdakwah sering mengunjungi korban dirumahnya


23

untuk bertamu disaat semua orang dirumah itu sudah tidur, tinggallah terdakwa

dan saksi korban yang masih terjaga. Hingga akhirnya terdakwah melakukan

aksinya.35

Awalnya saksi korban menolak untuk melakukannya dengan terdakwa.

Namun terdakwa langsung bicara pada saksi dan juga korban ini yang mana

kalau terjadi sesuatu saya siap bertanggung jawab dan akan menikahinya. Seusai

mendengar hal tersebut, korban langsung mengiyakan sampai mereka akhirnya

melakukan hubungan badan layaknya suami istri. Setelah itu, terdakwa sering

datang kerumah korban untuk melakukan hubungan badan tersebut. Dan jika

ditarik kesimpulannya, faktor yang terungkap dipersidangan bahwa faktor adanya

kesempatan, adanya pemaksaan dan mengiming-imingi kepada saksi korban

menjadi pemicu terjadinya tindak pidana pencabulan tersebut.36

Selain itu, generasi remaja di era sekarang ini selalu ingin mencoba hal baru,

entah itu baik ataupun buruk. Apalagi jika hal tersebut sedang tren di masa itu.

Misalnya, berpacaran. Tentu saja melalui berpacaran mereka akan mencoba hal-

hal baru di dalam berpacaran itu sendiri. Misalnya, berpegangan tangan,

berpelukan, berciuman, dan jika tanpa pengawasan orang tua, para remaja ini

akan terjerumus kepada seks bebas. Inilah dampak dari mengikuti tren yang

kurang bermanfaat.

35
Pengakuan Saksi Korban dan Terdakwa dalam Putusan Nomor 268/Pid.Sus/2018/PN.Gto
36
Ibid
24

Faktor kurangnya pengawasan orang tua merupakan bagian dari factor

penentu munculnya perilaku pencabulan anak dibawah umur. Harusnya orang tua

menjadi bagian penting dalam keluarga, dikarenakan keluarga menjadi Lembaga

sosial dimana bersifat universal. Yang diibaratkan sebagai miniatur dari

masyarakat berbangsa serta bernegara yang dibentuk lewat perkawinan atau

ikatan dari dua orang yang berlawanan jenisnya yang dimana mempunyai tujuan

untuk membentuk keluarga.37

Didalam keluarga sangat kerap dianggap saling berdekatan dengan

lingkungan sekitar anak, sehingga keluarga menjadi sarana dimana karakter anak

itu terbentuk.38

Dikarenakan kurangnya Pendidikan pada seseorang bisa menyebabkan

dampak kepada masyarakat juga kepada yang bersangkutan cepat terpengaruhi

melakukan perbuatan kejahatan tanpa melihat sisi buruk dari perbuatan itu.

Dikarenakan tidak memiliki kepahaman terkait aturan dan efek dari perlakuan

yang berakibat melanggar norma.39

Faktor rendahnya ekonomi pun termasuk faktor pemicu terjadinya pencabulan

anak yang umurnya dibawah umur. Terkait dengan hal itu, para ahli berpendapat

bahwa salah satu yang menimbulkan kejahatan maupun pemberontakan yaitu

kemiskinan.40
37
Gatot Supramono. Segi-Segi Hukum Hubungan Luar Nikah, (Jakarta: Djambatan, 1998), hal. 73
38
Soerjono Soekanto. Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. (Jakarta,
Rineka Cipta, 1990), hal. 22-23
39
H.M. Ikhwan Rays. Beberapa Faktor Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Oleh Anak (Studi pada
Kepolisian Resort Banggai), Vol. 4 No. 1, April 2020, hal. 89
40
Kartini Kartono, 1981. Patologi Sosial Jilid I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 145
25

Di era modernisasi seperti sekarang membuat segalanya menjadi mudah,

sesuatu yang sulit di jangkau dahulu, bukan menjadi tidak mungkin di era

sekarang. Misalnya ponsel pintar. Dahulu orang-orang harus bertemu secara

langsung untuk melakukan komunikasi atau bisa juga melalui surat menyurat,

meskipun harus menunggu selama beberapa hari agar surat tersebut sampai ke

tangan kita. Berbeda dengan ponsel pintar itu sendiri. Kita tidak perlu bertemu

secara langsung untuk berkomunikasi dengan siapa saja. Tak perlu menunggu

beberapa hari untuk mengirim atau membalas sebuah pesan. Hanya dengan

hitungan detik pesan kita akan terbaca, begitupun pesan kita dibalas. Bahkan

yang lebih modern lagi kita dapat langsung bertatap muka dengan orang lain,

meskipun berjauhan bahkan berbeda negara sekalipun. Dengan hanya menatap

layar ponsel tersebut kita sudah bisa menjangkau berbagai penjuru dunia. Hal ini

hanya beberapa manfaat dari ponsel pintar yang kita ketahui.

Selain manfaat dari benda modern tersebut, muncul beberapa dampak negatif

yang mengikuti seiring perkembangan zaman. Seperti kita ketahui, di dalam

ponsel pintar tersebut terdapat aplikasi video maupun aplikasi pengunduh video

maupun gambar. Sebelum adanya ponsel, pornografi hanya berupa gambar saja,

namun setelah ponsel beredar, pornografi sudah tersedia melalui video yang

dapat diunduh dan di tonton begitu mudah. Bahkan hal itu disebut sebagai

kejahatan yang sulit untuk di hentikan oleh pemerintah ataupun penegak hukum

di Indonesia karna, meski Kominfo telah berusaha melakukan usaha untuk

memblokir situs pornhub.com meski diakses melalui VPN sekalipun, banyak


26

pakar IT di indonesia yang menyangsikan kebijakan tersebut. Irwansyah Saputra,

pakar IT yang juga CEO uarnix melalui akun facebooknya menjelaskan bahwa

kebijakan Menkominfo itu bisa dibilang sia-sia, karena menurutnya yang bisa

menutup Pornhub.com adalah pemilik situs tersebut, atau negara tempat situs itu

‘menyimpan’ hostingnya.41

Sementara itu, faktor lingkungan pun mendominasi. Kawasan sosial dimana

seseorang itu hidup begitu berpengaruh didalam terbentuknya sikap criminal.

Pengaruh lingkungan tidak jauh dari pengaruh sosialisasi seseorang.42

W.A Bonger mengemukakan selain faktor internal yang asalnya oleh pribadi

sendiri, ada juga factor eksternal yang dimana salah satunya Kawasan memiliki

efek yang sangat kuat saat memastikan kejahatan yang dapat terjadi. Untuk

melihat apa ia akan menjadi orang yang baik/jahat, sangat ditentukan oleh

pengaruh lingkungan.43

Berdasarkan factor yang sudah dijelaskan, peneliti menyimpulkan yakni

faktor lingkunganlah yang paling dominan memicu adanya tindak pidana

mencabuli anak yang usianya dibawah. Karena factor lingkunganlah yang

mengasih peluang serta mengasih contoh untuk berbuat seperti itu.

41
Energibangsa.id, Kominfo Pastikan Pornhub Tak Bisa Diakses via VPN, Pakar IT : Kebijakan Sia-
Sia. (diakses pada tanggal 23 Juni 2020 pukul 11.44 wita)
42
Paramitha Dwinanda Putri, C100130205. Tinjauan Kriminologis Tindak Pidana Pencabulan
terhadap Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Kota Surakarta). Surakarta : Universitas
Muhammadiyah Surakarta, hal. 6
43
Soejono, D. 1976. Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention). Bandung : Alumni, hal. 42
27

3.2 Penerapan Hukum Oleh Hakim Pada Putusan No (268/Pid.Sus/2018/PN

Gto) Terkait Tindak Pidana Pencabulan Anak Di Bawah Umur Pada Desa

Bube Baru Kabupaten Bone Bolango

Berikut uraian hasil peneliti yang sudah didapat di lokasi yaitu informasi yang

di dapat dari hasil wawancara maupun berkas-berkas perkara yang sudah

diputuskan di Pengadilan Negeri Gorontalo. Pada Berkas perkara atau Putusan

Hakim Nomor 268/Pid.Sus/2018/PN.Gto terdapat beberapa hal penting yang

perlu diketahui, diantaranya : Identitas terdakwa, posisi kasus, fakta-fakta dalam

persidangan, dakwaan, serta putusan Hakim itu sendiri.

A. Identitas Terdakwa44

Nama : BM

Umur/Tempat & Tanggal Lahir : 34 Tahun / Bubeya, 11 Mei 1984

JK : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Desa Bubeya Kecamatan Suwawa

Kabupaten Bone Bolango

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SD (Tamat)

B. Posisi Kasus

44
Putusan Nomor 268/Pid.Sus/2018/PN.Gto
28

Awalnya sejak bulan Februari 2017 terdakwa mengajak saksi korban

untuk berhubungan badan, setelah itu yang menjadi saksi tak

mengijinkan terdakwa, namun terdakwah tetap melakukan paksaan agar

melakukan hubungan suami istri. Selanjutnya terdakwa sering datang ke

rumah saksi sekaligus korban dan meminta melakukannya lagi dengan

cara sama.45

C. Fakta-fakta dalam persidangan

Dalam persidangan kuasa hukum korban menghadirkan beberapa saksi

untuk dimintai keterangan, dengan kesaksian sebagai berikut46 :

1. Saksi korban yang berinisial RO dengan kesaksian :

 Bahwa korban kenal dengan terdakwa sejak korban masih duduk di

bangku SMP ;

 Bahwa korban mempunyai hubungan pacar atau cinta dengan

terdakwa ;

 Bahwa korban sempat melakukan perlawanan, tetapi korban tidak

berdaya;

2. Saksi yang berinisial ND dengan kesaksian :

 Bahwa saksi mengetahui hal tersebut dari pengakuan anak saksi

sendiri yaitu korban RO ;

45
Ibid
46
Ibid
29

 Bahwa saksi tidak menegur terdakwa yang saksi tegur dan marah

adalah anak saksi yaitu korban ;

3. Saksi yang berinisial MB dengan kesaksian :

 Bahwa saksi tidak pernah melihat mereka melakukan persetubuhan,

semua hal itu hanya saksi dengar cerita dari korban ;

4. Saksi yang berinisial SRU dengan kesaksian :

 Bahwa korban bercerita masalah hubungan korban dengan terdakwa

sudah putus ;

 Bahwa awalnya korban dengan terdakwa mau dinikahkan, waktu itu

sebelum terdakwa ke Ternate sudah ada pembicaraan untuk

pernikahan tapi korban tidak mau lagi ;

5. Saksi yang berinisial OL dengan kesaksian :

 Bahwa sebelumnya dari pihak keluarga terdakwa sudah ada

pembicaraan untuk nikah, dan disamping itu sudah ada mediasi di

Desa tetapi tidak berhasil, dan selain itu juga sudah ada surat

pernyataan dari korban bahwa korban tidak keberatan lagi, sehingga

saksi kaget sudah ada laporan Polisi, tetapi dari pihak terdakwa

tetap berusaha untuk menikahkan korban dengan terdakwa tetapi

korban tidak mau lagi ;

 Bahwa kesepakatan tersebut setelah ada laporan Polisi ;

Menurut keterangan saksi di atas, terdakwa membenarkan semua keterangan

dari saksi.
30

Disamping mengajukan saksi-saksi, yang umumnya penuntutpun

memberikan bukti surat di persidangan yakni47:

1. Adanya Bukti tentang surat Visum No: 445/RSUD-TK/4142/VIII/2018

tanggal 01 Agustus 2018 yang telah ditandatangani dr. Ryan Sadono,

beliau pemeriksa pada RS.Toto Kabila Bonebolango dengan hasil

pemeriksaan luar terhadap korban ditemukan hasil pemeriksaan luar

terdapat robekan di selaput darah. Maka kesimpulannya selaput darah

tidak utuh.

2. Akta Kelahiran Nomor 7503-LT-20012014-0004 yang telah ditanda

tangani oleh Bapak Hamim Pou,S.Kom.,MH selaku Bupati

Bonebolango.

Terdakwa tidak mengajukan saksi yang dapat meringankan hukuman

terdakwa. Serta berdasarkan keterangan saksi-saksi alat serta barang bukti

yang diberikan, didapat dari fakta hukum sbb48: 1.Terdakwah pacaran

dengan sikorban sudah 1 (satu) tahun, 2.Terdakwah bersetubuh dengan

korban sudah lima kali sejak bulan Februari 2017 sampai dengan 31

Desember 2017, 3.Terdakwah tidak mengetahui bahwa korban masih di

bawah umur, namun terdakwa sudah mencintai korban hingga melakukan

persetubuhan, 4.Terdakwa memang memiliki niat untuk bertanggungjawab

dan ingin menikahi korban tetapi korban sudah tidak mau lagi, 5.Terdakwa

47
Ibid
48
Ibid
31

tidak tahu alasan korban tidak mau lagi, 6.Terdakwa menyesal lalu telah

berjanji tak akan mengulanginya lagi, 7.Pekerjaan terdakwah yaitu

pengemudi bentor, 8. Terdakwa sudah kenal korban karena terdakwa sering

mengantar korban dengan bentor ke sekolah, 8.Korban meminta

tanggungjawab karena sudah terdakwa setubuhi, dan sudah dilakukan

mediasi namun korban tidak mau lagi, 9. Korban sudah berhenti sekolah

ketika beranjak SMA.

Dakwaan Penuntut Umum bentuknya Alternatif, oleh karena itu

Majelis menitik berat pada perbuatan terdakwa dan akan dibuktikan sesuai

dengan fakta yang didapat saat persidangan.49

D. Penuntut Umum & Dakwaan Jaksa

1. Primair

Perilaku terdakwah yang telah diancam pidana seperti yang telah

diatur pada Pasal 81 ayat (1) UU Republik Indonesia No.17 Tahun

2016 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.23

Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 ayat (1)

KUHP. Dengan aspek-aspek sbb: aspek barang siapa, aspek

melakukan ancaman/kekerasan memaksa anak untuk bersetubuh

dengannya/dengan orang lain, dan jika disejumlah perbuatan walaupun

49
Ibid
32

masing-masing adalah pelanggaran/kejahatan yang ada kaitannya

hingga mesti dipandang sebagai satu perbuatan yang berlanjut.

2. Subsidair

Perilaku terdakwah yang sudah diancam pidana dan seperti yang diatur

pada Pasal 82 ayat (1) UU RI No.17 Tahun 2016 mengenai Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.23 Tahun 2002 mengenai

Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Berdasarkan

aspek-aspek sbb: aspek barang siapa, aspek melakukan

ancaman/kekerasan memaksa anak untuk bersetubuh, serta aspek

menipu dan juga berbohong untuk membujuk anak agar

berbuat/membiarkan dilakukannya perbuatan pencabulan.50

E. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Dalam tuntunan pidana, penuntut umum meminta pada Majelis Hakim

supaya Terdakwah dipidana 5 tahun serta didenda Rp. 500.000 subsidair

4 bulan dipenjara, dan masa tahanan yang dijalaninya dikurangi dengan

catatan terdakwah harus tetap ada didalam tahanan.51

F. Pertimbangan Hakim

Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum saat dakwaan kesatu dengan

melakukan pelanggaran atas pasal 81 ayat (1) UU RI No.17 Tahun 2016

mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No.23 Tahun

50
Ibid
51
Ibid
33

2002 mengenai Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan

aspeknya sbb52: aspek barang siapa, aspek melakukan ancaman/kekerasan

memaksa anak untuk bersetubuh dengannya/dengan orang lain, dan jika

disejumlah perbuatan walaupun masing-masing adalah

pelanggaran/kejahatan yang ada kaitannya hingga mesti dipandang

sebagai satu perbuatan yang berlanjut.

Dari aspek-aspek diatas Majelis Hakim mempertimbangkan sbb53:

1. Aspek barang siapa

Yaitu siapapun yang menjadi subjek hukum dan mampu dimintai

pertanggungjawabannya atas tindak pidana yang telah diperbuat. Melalui

surat dakwaan Penuntut Umum telah secara jelas disebutkan identitas

terdakwa yaitu BM, serta terdakwa didalam persidangan telah

membenarkan seluruh identitas dirinya sebagaimana yang didakwakan

sehingga tidak terjadi kesalahan orang dan ia dianggap orang yang

tangkap serta bisa bertanggungjawab atas apa yang telah ia perbuat. Jadi

menurut majelis hakim aspek barang siapa itu sudah terpenuhi.

2. Aspek melakukan ancaman/kekerasan dengan sengaja memaksa anak

untuk bersetubuh dengannya/dengan orang lain

Menurut para pakar seperti Pompe mengatakan bahwa arti dari

kesengajaan (opzet) ialah seperti apa yang telah dijelaskan dalam MVT,

52
Ibid
53
Ibid
34

yakni mengetahui/menghendaki (Willen En Wetens). Sengaja berarti

menghendaki dan tahu apa yang dibuat beserta efek yang ditimbulkan

beserta akibat yang ditimbulkan. Didalam ilmu hukum sangat dikenal

adanya teori pengetahuan dan kehendak yang pada prinsipnya kedua teori

tersebut menyatakan bahwa sengaja ialah adanya suatu kehendak dari si

pembuat tentang apa yang dilakukan dan si pembuat mengetahui atau

dapat membayangkan mengenai apa yang ia lakukan beserta akibatnya

yang akan timbul dari perbuatan itu

Aspek ini sifatnya alternative, jika satu aspek sudah terpenuhi aspek

yang lain dianggap sudah terpenuhi ;

Pasal 1 angka 15 huruf a UU No.35 tahun 2014 mengenai

Perlindungan Anak, maksud dari kekerasan itu ialah tiap perilakuan pada

anak yang mengakibatkan munculnya penderitaan/kesengsaraan baik

psikis, fisik, penelentaraan, seksual dan khususnya ancaman agar

melakukan pemaksaan/perampasan kemerdekaan dengan cara menantang

hukum.

Tentang ancaman kekerasan, menurut Arrest Hoge Raad pada 5

Januari 1914 (NJ. 1915 hal. 1116) yaitu sbb:

a) Yang menyangkut ancaman yakni, dimana dikatakan pada kondisi

yang demikian rupa, sehingga terkesan kepada seorang yang diancam

bahwa yang diancamkannya itu bisa menimbulkan kerugian pada

kebebasan kepribadianya;
35

b) Bahwasanya yang menjadi maksud pelaku memang kerap ditunjukan

agar bisa menimbulkan kesan kesan seperti itu;

Sesuai dengan yang ada pada pasal 1 (1) UU Republik Indonesia

Nomor 35 Tahun 2014 mengenai Perlindungan Anak, yang menjadi

kategori anak dimaksud ketika seorang yang usianya belum mencapai

18 tahun, tak terkecuali anak yang berada didalam kandungan;

Pengertian “Persetubuhan” yang termasuk pada terminology klasik

yang dimana menurut Arrest Hooge Raad tanggal 5 Februari 1912 yang

menggambarkan “persetubuhan” merupakan peraduan antara alat vital

pria dan alat vital wanita yang biasa dijalankan untuk proses pembuatan

anak yang dimana alat vital pria harus dimasukan kedalam alat vital

wanita sampai mengeluarkan mani

Menurut SR. Sianturi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan

bersetubuh adalah memasukan alat vital sip ria kedalam alat vital wanita

dengan sedemikian rupanya sehingga bisa mengakibatkan kehamilan.

Sesuai dengan penjabaran diatas Majelis Hakim beranggapan bahwa

unsur melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan yang seakan akan

memaksa anak melakukan hubungan intim dengannya ataupun dengan

orang lain sudah terpenuhi ;

3. Jika diantara beberapa unsur yang menyangkut perbuatan ini meskipun

diantaranya merupakan kejahatan atau pelanggaran yang ada kaitannya

sehingga dapat dipandang menjadi satu perbuatan berlanjut ;


36

Yang dimaksud concursus berlanjut ialah suatu perilaku yang dibuat

secara berulang ulang kali yang dimana perilaku atau perbuatan dimaksud

sejenis berhubungan serta dilihat dari satu perbuatan ;

Yang menjadi kriteria Dalam MvT (Memorie van Toelichting),

perlakuan atau perbuatan itu mempunyai hubungan sedemikian rupa serta

dipandang menjadi suatu perbuatan yang berlanjut ialah harus memiliki

keputusan kehendak, masing masing perilaku/perbuatan harus sejenis,

tenggang waktu antara perbuatan seperti itu tidak terlalu lama.

Maksud dari unsur ini ialah perbuatan berhubungan badan yang dibuat

lebih dari satu kali sesuai dengan kebenaran yang terungkap di

persidangan dari penjelasan saksi saksi serta penjelasan terdakwa, telah

jelas bahwa terdakwah menyetubuhi korban RO sudah berulang ulang

kali, yakni sebanyak lima kali tepatnya dirumah korban yang

beralamatkan didesa Bube Baru Kec. Suwawa Kabupaten Bone Bolango.

Sejak bulan Februari 2017 dan kejadian terakhir kalinya terjadi di rumah

korban pada tanggal 31 Desember 2017 jam 00.00 wita ;

Sesuai dengan penjabaran Majelis Hakim Unsur beranggapan bahwa

kalau diantara perbuatan perbuatan sekalipun jenisnya itu merupakan

pelanggaran ataupun kejahatan pasti memiliki hubungan dengan

sedemikian rupa sehingga harus dipandang menjadi perilaku/perbuatan

berlanjut sudah terpenuhi ;


37

Sehingganya semua unsur yang ada pada pasal 81 ayat (1) UU

Republik Indonesia No. 17 Tahun 2016 mengenai penetapan peraturan

pemerintah pengganti UU No. 23 Tahun 2002 menyangkut perlindungan

anak Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP sudah tercapai, dengan ini terdakwah

sudah bisa dikatakan telah terbukti secara sah dan telah meyakinkan

bahwasanya terdakwa sudah melakukan tindak pidana seperti yang

didakwakan kesatu 54;

Dikarenakan terdakwa sudah terbukti melakukan perilaku tindak

pidana seperti dalam dakwaan alternatif ke satu penuntut umum, adapun

dalam pemeriksaan belum ditemukan keterangan pemaaf ataupun

pembenaran yang bisa meniadakan pertanggungjawaban pidana, dan

terhadap terdakwa sah dinyatakan bersalah dikarenakan sudah melakukan

tindak pidana. oleh karenanya terdakwah harus mendapatkan hukuman

yang setara dengan kelakuannya karena sudah melakukan kekerasan serta

ancaman kekerasan sehingga mengarah kepada pemaksaan terhadap anak

untuk melakukan hubungan badan atau persetubuhan55 ;

Menurut Penasihat hukum Terdakwa, dalam pengajuan permohonan

terdakwa yang mana memohonkan agar kiranya terdakwa bisa

mendapatkan hukuman yang seringan ringannya, sehingga disinilah kita

melihat kepada berapa lamanya hukuman atau apa pidana yang dianggap

54
Ibid
55
Ibid
38

cocok untuk diberikan (sentencing), searah dengan hukuman yang

nantinya akan dijatuhkan kepada terdakwa yang dilihat sepadan

bedasarkan kesalahan yang telah dilakukannya, yang menjadi pertanyaan

ialah apakah dalam permintaan penuntut umum ataupun terdakwa

tersebut sudah dianggap cukup dan memadai atau mungkin dipandang

terlalu berat, atau masih saja kurang seimbang dengan kesalahan

terdakwa, dan untuk melihat jawaban dari pertanyaan diatas ternyata

sudah menjadi tupoksi atau kewajiban dari majelis hakim dalam

memutuskan segala sesuatunya selain yang menyangkut aspek yuridis

yang sudah dijelaskan diatas, dalam memutuskan hal seperti ini harus

ditinjau dari beberapa aspek yakni aspek keadilan terhadap korban dan

masyarakat, aspek kejiwaan terdakwa, serta dilhat dari aspek filsafat

dalam pidana untuk menciptakan keadilan sehingga bisa menghindari

adanya disparitas dalam pemidanaan sentencing of disparity, untuk

melahirkan pertimbangan pertimbangan seperti itu Majelis Hakim harus

menguraikan secara detail dalam rangka untuk pertanggungjawaban sang

Hakim kepada Masyarakat, terkait mengenai ilmu hukum ini sendiri,

Rasa Adil dalam Kepastian Hukum, Negara dan Bangsa untuk keadilan

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;56

Dari hasil kajian dalam aspek keadilan kepada korban dan juga

masyarakat dari perilaku terdakwa ini dimana sudah melaksanakan aksi


56
Ibid
39

bejatnya dengan menyetubuhi kepada saksi/korban sehingga

mengakibatkan saksi/korban mengalami trauma yang begitu mendalam

dan juga menjadikan masyarakat menjadi resah57 ;

Dilihat dari sisi kejiwaan/psikologis Hakim belum melihat adanya

tanda tanda gangguan kejiwaan kepada terdakwa berdasarkan pengamatan

hakim, pengamatan ini dilihat oleh hakim ketika terdakwah melontarkan

jawaban selama persidangan, begitu pula dilihat dari sisi Psikis terdakwa

dikarenakan tidak menderita sesuatu penyakit, sehingga secara yuridis

terdakwa bisa dimintakan pertanggungjawaban terhadap apa yang sudah

diperbuat ;58

Ketika ditelusuri dari fakta dan realita dalam keseharian hal ini bisa

membawa dan mengakibatkan efek negatif dari apa yang dilakukan

terdakwa, akan tetapi hakim memiliki keputusan bahwasanya tindak

pidana yang diperbuat oleh terdakwa haruslah dihukum dengan tujuan

menjatuhkan pidana tersebut bukan sebagai pembalasan, akan tetapi

menjadi sebuah usaha yang sifatnya edukatif, motivatif dan konstruktif

kepada terdakwah agar supaya tidak mengulangi perbuatan melanggar

hukum tersebut serta menjadi sebuah pelajaran bagi masyarakat lainnya.59

Dalam melihat maksud penasihat hukum terdakwa serta tuntutan

pidananya melalui penuntut umum, disini hakim harus menjadi eksekutor

57
Ibid
58
Ibid
59
Ibid
40

dalam hal memutuskan pidana kepada terdakwa dan harus melihat serta

mempertimbangkan hal mana yang memberatkan dan hal mana yang

meringankan seperti sebagai berikut60 :

a. Adapun hal yang bisa memberatkan

 Pelaku/terdakwa melakukan persetubuhan dengan anak dibawah

umur ;

b. Adapun hal yang bisa meringankan

 Pelaku/terdakwa berperilaku sopan santun didalam persidangan ;

 Pelaku/terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya ;

 Pelaku/terdakwa mau mengakui perbuatannya serta menyesalinya;

Dengan mengacu pada pertimbangan di atas, Majelis Hakim

mempunyai pendapat lain dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa

sebagaimana dalam amar putusan dibawah ini dengan tetap memberi

pelajaran kepada pelaku kiranya kedepan pelaku tidak mengulangi

perbuatan yang dapat melanggar hukum dan melanggar norma sehingga

bisa menjadikan pelaku bisa memperbaiki dirinya dengan belajar pada

pengalaman buruk ini serta menjadi pribadi yang lebih baik lagi ;

Dengan dilihat dari tolak ukur aspek keadilan korban serta masyarakat

dan melihat dari aspek lainnya juga, dari hal ini pula Hakim berpendapat

bahwasanya pidana yang diberikan kepada terdakwah dengan melihat

amar putusan ini dianggap pula oleh Majelis Hakim sudah cukup adil,
60
Ibid
41

manusiawi, proporsional, memadai dan telah mewakili rasa keadilan

masyarakat berdasarkan dengan kadar kesalahan yang sudah diperbuat

oleh terdakwa ;61

Berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (1) UU Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2016 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah

Pengganti UU Nomor 23 tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak

Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP ditentukan selain mengatur dengan

ancaman penjara juga mengatur hukum pidana denda secara kumulatif,

maka selain dijatuhi pidana penjara, terdakwa juga akan dikenakan pidana

denda dengan jumlah yang sudah disebutkan diamar putusan ini, dalam

ketentuan pidanan ini ketika terdakwah tidak mengindahkan atau tidak

membayar pidana denda tersebut, maka terdakwa wajib menggantinya

dengan pidana kurungan dalam lamanya waktu yang nantinya akan

disebutkan pada amar putusan ini pula62 ;

Sebagaimana ketentuan Pasal 30 ayat (3) KUHP mengenai pidana

kurungan pengganti lamanya paling sedikit satu hari dan paling lama

enam bulan63 ;

Sebelum dijatuhkan putusan, terdakwa telah ditahan dengan jenis

tahanan Rutan, berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat 4 KUHAP, waktu

61
Ibid
62
Ibid
63
Ibid
42

penahanan pelaku/terdakwa dikurangi secara menyeluruh dari pidana

yang sbelumnya sudah dijatuhkan64 ;

Berdasarkan hasil bahwasanya terdakwa ditahan serta terdakwa tetap

berada didalam tahanan dengan berlandaskan alasan yang cukup dan kuat;

Dikarenakan pelaku/terdakwa dijatuhi pidana sedangkan disatu sisi

juga terdakwa tidak memberikan permohonan untuk pembebasan dari

biaya perkara, dengan berlandaskan ketentuan Pasal 197 ayat (2) huruf (i)

juncto Pasal 222 ayat (1) KUHAP, pelaku/terdakwa diwajibkan untuk

menanggung beban pembayaran biaya perkara yang jumlahnya akan

diputuskan dalam amar putusan ini65 ;

G. Putusan Hakim

Pasal 81 ayat (1) UU Republik Indonesia No. 17 Tahun 2016

mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 23 Tahun

2002 dalam Perlindungan Anak Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan UU

No. 8 Tahun 1981 mengenai Hukum Acara Pidana serta Peraturan

Perundang Undangan lain yang berhubungan66 ;

Pelaku/terdakwa BM telah terbukti dengan sah serta telah mengakui

bahwa dia bersalah karena sudah melakukan tindak pidana meksa anak

dibawah umur melakukan hubungan badan dengannya secara berulang

ulang, dan kemudian hakim memberikan pidana penjara kepada terdakwa

64
Ibid
65
Ibid
66
Ibid
43

BM dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun serta denda uang

sebesar Rp. 500.000,- serta berdasarkan ketentuan ketika pelaku atau

terdakwa tidak membayarkan denda tersebut maka denda itu akan diganti

dengan kurungan selama kurang lebih 4 bulan, dan juga menetapkan

penahanan kepada terdakwa dengan menjalaninya tetap berada dalam

tahanan. Dan terhadap pelaku dibebankan untuk membayarkan biaya

perkara sebesar Rp. 5000,- 67

Sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan dari hakim di atas, maka

menurut peneliti ternyata pertimbangan hakim berkesesuaian dengan

dakwaan primair. Dikarenakan dakwaan Penuntut Umum yang bentuknya

mengarah kepada Alternatif, dengan ini Majelis menitik berat pada

perbuatan terdakwa dan dakwaan primair berdasarkan unsur-unsurnya

yang sudah dibuktikan bahwasanya pelaku melakukan tindak pidana

sesuai dengan jenis jenis dari dakwaan primair tersebut. Dimana dakwaan

primair unsur-unsurnya termasuk pada persetubuhan, sedangkan dakwaan

subsidair unsurnya adalah pencabulan. Serta ada beberapa hal yang hakim

pertimbangkan yaitu, hal yang bisa memberatkan serta hal yang bisa

meringankan .

a. Adapun hal yang bisa memberatkan

 Pelaku/terdakwa melakukan persetubuhan dengan anak dibawah

umur ;
67
Ibid
44

b. Adapun hal yang bisa meringankan

 Pelaku/terdakwa berperilaku sopan santun didalam persidangan ;

 Pelaku/terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya ;

 Pelaku/terdakwa mau mengakui perbuatannya serta

menyesalinya ;

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

1. Aspek-aspek yang berpengaruh atas terjadinya pencabulan bocah yang

umurnya masih dibawah terbagi atas 2 yakni, faktor yang terbukti dalam

persidangan, serta faktor lainnya. Faktor yang terbukti dalam persidangan

yaitu : faktor suka sama suka (cinta), faktor kurangnya pengawasan

orangtua, faktor pendidikan, faktor ekonomi.

Kemudian ada faktor lain yaitu : faktor lingkungan, faktor adanya

kesempatan, faktor teknologi.

2. Berdasarkan bukti, keterangan saksi, serta berdasarkan pertimbangan hakim,

maka diputuskan terdakwah didakwa berdasarkan UU No.35 Tahun 2014

mengenai Perlindungan Anak pada Pasal 81 ayat (1) hukuman lima tahun,

dan denda sejumlah Rp.500.000, dan ketentuan jika tidak membayar denda

harus di ganti pidana kurungan 4 bulan. Dan ditetapkan waktu penjara yang
45

telah terdakwah jalani kemudian dikurangi semua hukuman yang diberikan

dan ditetapkan terdakwah terus ada didalam penjara.

4.2 Saran

1. Bagi para orangtua diminta bisa menjaga atau memperhatikan anak-anak

mereka saat menggunakan ponsel, agar dapat lebih menyaring hal-hal

negatif yang dapat diakses oleh anak tersebut. Kemudian membatasi

pergaulan anak dengan lawan jenis, serta orang tua harus melakukan

pendekatan kepada anak, agar dapat mengetahui apa saja aktifitas anak di

luar.

2. Untuk aparat penegak hukum agar lebih memperhatikan kasus-kasus serupa

yang malah berakhir dengan mediasi dan memaksa korban menikahi

terdakwa tanpa memperhatikan masa depan si anak. Kemudian untuk anak,

meskipun telah melakukan perbuatan yang dilarang, anak tersebut

memerlukan kesempatan untuk memperbaiki perilakunya, mungkin dengan

mendapatkan pembinaan, pengawasan dan pendidikan mengingat bahwa

anak adalah generasi penerus bangsa.


46

DAFTAR PUSTAKA
BUKU

Adami Chazawi. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 80

Asrof Syafi’i, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya ; el.KAF, 2005), hal. 133

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil. Pokok-Pokok Hukum Pidana. Jakarta,
Pradnya Paramita, 2004, hal. 54

C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal. 19

Gatot Supramono. Segi-Segi Hukum Hubungan Luar Nikah, (Jakarta: Djambatan,


1998), hal. 73

Hamidi, 2008. Metode Penelitian Kualitatif, Malang : UMM Press

Jimly Asshidiqie dan Ali Syafa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, (Jakarta:
Sekjen dan Kepaniteraan MK-RI, 2006), hal. 13

Kartini Kartono, 1981. Patologi Sosial Jilid I, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
hal. 145
Lawrence Meir Freidman. American Law an Introduction/Pengantar Hukum Amerika
(terjemahan Wisnhu Basuki), 2001. Jakarta, Tata Nusa Jakarta, hal. 43

Lilik Mulyadi. Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis dan Praktek
Peradilan. Mandar Maju, 2007, hal. 127

M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, 2005, hal.
358
47

Moeljatno. 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Jakarta: Bumi


Aksara, hal. 106

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. 2010, Dualisme Penelitian Hukum Empiris &
Normatif. Pustaka Pelajar, hlm. 280

Nazir, M. 1998. Metode Penelitian, Jakarta, Gahali Indonesia

P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir. Delik-delik Khusus. Tarsito, Bandung,


1981, hal. 193
P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, 2011. Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan
& Norma Kepatuhan, Sinar Grafika, hal. 113-114

Patilima. H, 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta : Alfa Beta

R.Soesilo, 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bogor: Politea, hal. 212

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2005), hal. 38

Satochid Kartanegara. Hukum Pidana Bagian Pertama. Jakarta, Balai Lektur


Mahasiswa, 1955, hal. 4

Soejono, D. 1976. Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention). Bandung :


Alumni, hal. 42

Soerjono Soekanto. Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan


Anak. (Jakarta, Rineka Cipta, 1990), hal. 22-23

Sudikno Mertokusumo, 1986. Mengenal Hukum. Yogyakarta, Liberty, hal. 20

Sugiono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfa Beta

PERUNDANG-UNDANGAN/KUHP

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pencabulan Anak Di Bawah Umur

Pasal 183 KUHAP

JURNAL/SKRIPSI

H.M. Ikhwan Rays. Beberapa Faktor Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan Oleh
Anak (Studi pada Kepolisian Resort Banggai), Vol. 4 No. 1, April 2020,
hal. 89
48

Khaira Ummah, Putusan Hakim tentang Pencabulan Anak Dibawah Umur di


Pengadilan Negeri Kota Pekalongan (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri
Kota Pekalongan), Vol. 13 No. 1, Maret 2018, hal. 1
Mahupiki, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pembujukan Anak Melakukan Persetubuhan Dari Perspektif Viktimologi
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Medan No.
1518/Pid.B/2014/PN.Mdn: Putusan Pengadilan Negeri Medan No.
1840/Pid.B/2014/PN.Mdn, dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.
1969/Pid.B/2014/PN.Mdn). Vol. 1 No. 01, Januari 2015.
Firdaus 11020101023, 2016. Pencabulan terhadap Anak Di bawah Umur Ditinjau
dari Segi Hukum Pidana dan Hukum Islam (Studi Kasus di Polresta
Kendari Tahun 2014-2015). Kendari: Institut Agama Islam Negeri (IAIN),
hal. 1

Hermanto B11113039, 2007. Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencabulan terhadap


Anak. Makasar: Universitas Hasanuddin. Hal. 1

Paramitha Dwinanda Putri, C100130205. Tinjauan Kriminologis Tindak Pidana


Pencabulan terhadap Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus Di Kota
Surakarta). Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, hal. 6

Rizal G. Banjarnahor 120200111, Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana


Perkosaan Yang Dilakukan Oleh Orangtua Terhadap Anak Dalam
Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Nomor : 333/Pid.B/2014/Pn.Mdn),
hal. 1

WEBSITE

Energibangsa.id, Kominfo Pastikan Pornhub Tak Bisa Diakses via VPN, Pakar IT :
Kebijakan Sia-Sia. (diakses pada tanggal 23 Juni 2020 pukul 11.44 wita)

https://cerdika.com, hukum: Pengertian, Unsur, Tujuan, Jenis dan Macam Hukum-


Cerdika (diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 20.52 wita)

https://id.scribd.com Dasar Sistematika Putusan (diakses pada tanggal 7 Januari


pukul 15.24 wita)

https://www.gurupendidikan.co.id. Hukum : Pengertian, Macam, Unsur, Ciri, dan


Tujuan Beserta Fungsinya (diakses pada tanggal 4 Maret 2020 pukul 21.11
wita)
49

Zakky, Penggolongan Hukum Berdasarkan Sumber, Isi, Bentuk, Sifat & Waktunya,
https://www.zonareferensi.com (diakses pada tanggal 5 Juli pukul 13.50
wita)

Pengakuan Saksi Korban dan Terdakwa dalam Putusan Nomor


268/Pid.Sus/2018/PN.Gto

Putusan Nomor 268/Pid.Sus/2018/PN.Gto

Anda mungkin juga menyukai