Anda di halaman 1dari 12

1

A. Latar Belakang Masalah

Proses penyidikan dapat diterapkan pada kasus tindak pidana yang melibat
kan korban anak. Namun proses penyidikan tindak pidana anak terdapat sedikit pe
mbeda dengan proses penyidikan tindak pidana yang tidak terkait dengan anak ya
ng berhadapan dengan hukum. Tindak pidana yang marak terjadi dan menyangkut
korban anak merupakan tindak pidana kekerasan, baik kekerasan verbal yang dise
rtai dengan ancaman atau kekerasa non verbal yang umumnya menyebabkan pend
eritaan fisik. Contohnya yaitu kekerasan seksual atau kontak seksual yang hanya d
ikehendaki oleh salah satu pihak. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan anca
man dan atau pemaksaan pada perempuan yang bukan istrinya untuk melakukan h
ubungan seksual.1

Polres Purbalingga turut dalam proses penyidikan kasus kekerasan seksual


dengan korban anak, baik yang dilakukan oleh orang dewasa maupun anak di daer
ah Purbalingga. Beberapa diantaranya yaitu :

1. Kasus kekerasan seksual berdasarkan Putusan No. 57/Pid.Sus/2022/PN.PBG.


Pelaku kekerasan seksual yang berupa oknum guru seni musik di SMP Negeri
Karangmoncol yang melancarkan aksinya di ruang musik disertai ancaman da
n berlangsung sejak 2013 hingga 2021 pada 7 korban yang berusia 13 hingga
15 tahun.
2. Kasus kekerasan seksual berdasarkan Putusan No. 4/Pid.Sus-Anak/2022/PN.P
BG. Pelaku kekerasan seksual berupa anak yang berusia 17 tahun yang melak
ukan pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual pada korban yang berusi
a 16 tahun.
3. Kasus kekerasan seksual yang terungkap pada Oktober 2022 yaitu Guru SMA
Negeri di Purbalingga yang hampir pensiun melakukan kekerasan seksual hin
gga korban yang merupakan siswi salah satu SMK di Purbalingga hamil.
Hal tersebut patutlah mendapat tindakan secara tegas dalam proses hukum
yang dimulai dari penyidikan, mengingat anak sebagai generasi penerus bangsa m
1
Dara Nazura Darus, Kekerasan Seksual Terhadap Anak : Bentuk dan Kekerasan Seksual pada
Anak dan Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak, (Sumatrera Utara: Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, 2022). Hal. 401.
2

emiliki tempat tersendiri dalam perlindungan hukum tepatnya dalam ketentuan Pa


sal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Un
dang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengkaji le


bih dalam mengenai proses penyidik kepolisian pada kasus tindak pidana kekerasa
n seksual terhadap anak apakah sudah mencapai titik keadilan yang seharusnya di
dapatkan oleh anak. Oleh karena itu, penulis memilih judul “PENYIDIKAN KAS
US KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK

(Studi Di Polres Purbalingga)”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis men
guraikan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah proses penyidikan kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap an


ak di Polres Purbalingga sudah melindungi hak-hak yang seharusnya didapatk
an oleh korban anak?
2. Apakah hambatan yang dihadapi oleh penyidik Polres Purbalingga dalam pro
ses penyidikan pada kasus tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak?
C. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian : Yuridis Sosiologis


2. Spesifikasi Penelitian : Deskriptif Analitis
3. Lokasi Penelitian : Polres Purbalingga yang beralamat di Ja
lan Raya Mayjen Sungkono, No. 1, Kar
angpoh Kulon, Kelurahan Kalikabong,
Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purb
alingga, Jawa Tengah. Kode Pos : 5332
1.
4. Jenis dan Sumber Data : Data Primer dan Data Sekunder dengan
Bahan Hukum Primer dan Bahan Huk
um Sekunder
3

5. Metode Pengumpulan D : Data Primer dengan Wawancara dan Ob


ata servasi, Data Sekunder dengan Studi Ke
pustakaan dan Studi Dokumen
6. Metode Penyajian Data : Teks Naratif
7. Metode Analisis Data : Analisis Kualitatif
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Data Sekunder
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Re
publik Indonesia.
3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Re
publik Indonesia.
4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak.
b. Data Primer
Hasil wawancara dengan Aiptu Hesti Nugrahaeni, S.H.
sebagai Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di Polres
Purbalingga
2. Pembahasan
a. Upaya pemenuhan hak-hak anak korban kekerasan seksual di Pur
balingga oleh Penyidik di Polres Purbalingga
Anak korban kekerasan seksual dalam menjalani proses penyele
saian perkara pidana terutama pada masa penyidikan memiliki hak per
awatan disamping hak perlindungan hukum. Yang dimaksud dari hak
perawatan adalah adanya proses pendampingan selama masa penyidik
an baik dari organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia atau le
mbaga-lembaga lain yang turut bekerja sama. Pihak lain yang utaman
ya harus ada dalam proses penyidikan yang menyangkut anak korban
kekerasan seksual adalah psikologis, karena dengan keahlian dan pend
idikan yang telah ditempuh, dapat dipastikan psikologis adalah pihak
4

yang paling mengerti keadaan dan dapat menerjemahkan bahasa tubuh


atau kondisi anak korban kekerasan seksual.
Lembaga negara yang turut serta dalam memberikan perlindung
an hak-hak yang seharusnya diperoleh anak korban kekersan seksual y
aitu :
1. Pembimbing Kemasyarakatan;
2. Pekerja Sosial Profesional;
3. Dinas Sosial;
4. Dinas Kesehatan
Upaya pemenuhan hak perlindungan dan hak keperawatan terha
dap kasus yang disebutkan dalam penelitian yaitu :
a. Kasus kekerasan seksual berdasarkan Putusan No. 57/Pid.Sus/2022
/PN.PBG berdasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi :
“Anak di dalam dan lingkungan satuan Pendidikan wajib mendapat
kan perlindungan dari tindak kekersan fisik, psikis, kejahatan seksu
al dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kepe
ndidikan, sesame peserta didik, dan/atau pihak lain.”
Pemenuhan hak perlindungan diberikan oleh penegak hukum yaitu
penyidik Polres Purbalingga kepada para korban dengan memulai u
paya penyidikan, pencarian alat bukti yaitu laptop yang digunakan
untuk menyimpan data rekaman kegiatan kekerasan seksual oleh pe
laku terhadap anak korban. Penyidik Polres Purbalingga melakukan
pemanggilan saksi ahli yang mana pendapatnya berdasarkan ketent
uan Pasal 184 ayat (1) dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah.
Dalam kasus ini yang menjadi saksi ahli yaitu Guru Besar Ilmu Hu
kum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Prof. Dr. Hibnu Nugro
ho, S.H., M.Hum yang menyatakan bahwa kekerasan dibedakan me
njadi dua yaitu kekerasan verbal yang memuat ancaman dan memb
erikan rasa takut seperti halnya dalam kasus guru seni musik menga
ncam akan memberikan nilai jelek atau mengancam korban tidak a
kan diterima di sekolah favorit apabila tidak mengikuti kemauan pe
5

laku, serta kekerasan fisik yang didalamnya mencakup kekerasan s


eksual terhadap korban. Perbuatan yang dilakukan oknum guru seni
musik tersebut merupakan tindakan keji seorang guru terhadap sisw
a yang seharusnya dilindungi serta memberikan saran agar pemberi
an hukuman pada pelaku ditambah 1/3 (sepertiga) sesuai ketentuan
Pasal 81 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang P
erlindungan Anak, yang berbunyi :
“Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik
atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (se
pertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ay
at (1).”
Penyidik juga melibatkan Tim Hapus Kekerasan terhadap Perempu
an dan Anak Kabupaten Purbalingga (Tim Harapan) guna penangan
an serta upaya pemenuhan hak perawatan korban karena kondisi ke
jiwaan korban yang tidak stabil atau dalam kasus ada satu korban y
ang mengalami depresi.
b. Kasus kekerasan seksual berdasarkan Putusan No. 4/Pid.Sus-Anak/
2022/PN.PBG. Pelaku kekerasan seksual berupa anak yang berusia
17 tahun yang melakukan pemaksaan untuk melakukan hubungan s
eksual pada korban yang berusia 16 tahun. Diketahui bahwa pelaku
merupakan anak dan korban merupakan anak korban sehingga masi
ng-masing memiliki hak perlindungan yang harus dipenuhi oleh pe
nyidik yaitu keikutsertaan pihak lain agar menciptakan suasana kon
dusif dan kekeluargaan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana A
nak, yang berbunyi :
“Dalam menangani perkara anak, anak korban dan atau anak
saksi, pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial, penuntut
umum, hakim, dan advokat atau pemberi bantuan hukum lai
nnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak da
n mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.”
6

Penyidik melakukan penahanan dalam tahanan rutan kepada anak s


ebagai pelaku selama proses penyidikan berlangsung sebagai upay
a pemenuhan hak perlindungan kepada anak korban namun tetap m
emberikan hak perlindungan kepada anak sebagai pelaku yaitu untu
k didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasy
arakatan Kelas II Purwokerto serta dua orang advokat yang membe
rikan bantuan hukum kepada anak. Penyidik Polres Purbalingga jug
a memberikan hak pemulihan berupa pendampingan dari psikolog,
pekerja sosial serta melibatkan Dinas Kedokteran dan Kesehatan P
olri khususnya Dokkes Polres Purbalingga guna memberikan peme
riksaan kesehatan terhadap korban yang menghasilkan visum et rep
ertum kemudian dapat digunakan sebagai alat bukti surat.
c. Kasus kekerasan seksual yang terungkap pada Oktober 2022 yaitu
Guru SMA Negeri di Purbalingga yang berusia 59 tahun dan hampi
r pensiun melakukan kekerasan seksual hingga korban yang merup
akan siswi berusia 17 tahun di salah satu SMK di Purbalingga bera
da dalam kondisi hamil.
Pemenuhan hak perlindungan korban dilakukan penyidik Polres Pu
rbalingga dengan melakukan penahanan terhadap pelaku guna kepe
ntingan penyidikan. Sedangkan pemenuhan hak perawatan pada ko
rban, penyidik melibatkan Dinas Kedokteran dan Kesehatan Polri k
hususnya Dokkes Polres Purbalingga untuk pemeriksaan lanjutan
mengenai Kesehatan korban, terlebih lagi korban tengah dalam kon
disi hamil sehingga memerlukan penanganan khusus. Penyidik juga
melibatkan Pekerja Sosial Profesional yang berperan mengembalik
an kepercayaan diri anak korban dan membantu anak korban diteri
ma kembali di lingkungan sosial, serta Dinas Sosial agar pendidika
n anak korban tidak terganggu meskipun kondisinya tengah hamil.
Hal tersebut memberikan gambaran bahwasannya keberhasilan
proses penyidikan yang menciptakan keadilan bagi korban tidak hanya
dilihat dari peran penyidik kepolisian, karena selain hak perlindungan
7

yang menjadi kewenangan Kepolisian Republik Indonesia atau khusus


nya dalam penelitian yaitu Penyidik Polres Purbalingga, terdapat hak
perawatan korban yang menjadi kewenangan dari pihak-pihak lain yan
g turut bekerjasama dengan Penyidik Polres Purbalingga.
b. Hambatan yang dihadapi Penyidik Polres Purbalingga dalam prose
s penyidikan pada kasus tindak pdiana kekerasan seksual terhadap
anak.
Berdasarkan kasus yang digunakan dalam penelitian, hambatan
yang dialami penyidik yaitu :
a. Kasus kekerasan seksual oleh oknum guru seni musik di SMP Nege
ri Karangmoncol hambatan penyidik berasal dari kesulitan dalam p
encarian korban karena rentang waktu yang lama menyebabkan tid
ak semua korban berdomisili tetap, namun hal ini diatasi dengan pe
ncarian informasi lebih lanjut untuk mengetahui dimana posisi korb
an berada sehingga korban dapat dikumpulkan untuk dimintai keter
angan. Selain itu, kesulitan lainnya didapati Penyidik Polres Purbali
ngga yaitu karena ada salah satu korban yang tengah depresi sehing
ga sulit untuk diajak komunikasi untuk dimintai keterangan, upaya
yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut yaitu penciptaa
n suasana kekeluargaan yang melibatkan psikolog agar anak korban
tidak berada dalam keadaan tertekan serta adanya upaya pemilihan
ruang atau tempat lain yang nyaman bagi anak korban agar mau ber
cerita.
b. Kasus kekerasan seksual oleh anak berusia 17 tahun terhadap anak
korban berusia 16 tahun. Hambatan yang dialami penyidik adalah k
etidak ujuran kesaksian antara anak dan anak korban, hal tersebut d
idapati ketika keterangan yang diberikan berbeda dengan hasil visu
m. Upaya yang dilakukan Penyidik Polres Purbalingga yaitu denga
n memanfaatkan mobile forensic atau membuka akses handphone
milik anak dan anak korban dengan memeriksa galeri untuk meliha
t foto-foto, video rekaman atau bahkan percakapan atau chat antara
8

anak dan anak korban atas izin dari orang tua anak dan anak korban
sebagai konsekuensi adanya pelaporan sehingga harus terbuka dan t
urut membantu keberlangsungan keberhasilan penyidikan.
c. Kasus kekerasan seksual antara Guru SMA dengan siswi SMK hing
ga hamil. Kesulitan yang dialami penyidik bermula dari pelaku yan
g bersembunyi atau melarikan diri saat mengetahui dirinya dilapork
an karena memperoleh panggilan pemeriksaan dari Penyidik Polres
Purbalingga. Hambatan tersebut diatasi dengan memaksimalkan pe
ncarian oleh Penyidik Polres Purbalingga dengan bantuan informas
i dari keluarga dan pihak-pihak lain. Setelah pelaku ditemukan dan
dilakukan penahanan oleh penyidik, keterangan yang diberikan ole
h pelaku dan anak korban teruslah tidak ujur dan cenderung menutu
pi. Akibat bujuk rayu pelaku selama menjalin hubungan dengan ana
k korban, menyebabkan korban menutupi kebenaran untuk melindu
ngi pelaku. Penyidik Polres Purbalingga melibatkan pekerja sosial
professional serta psikolog untuk membantu anak korban tidak terp
engaruh oleh pihak manapun sehingga jjur dalam memberikan kete
rangan, selain itu keterangan tersebut juga didukung dari informasi
yang diperoleh dari handphone milik pelaku dan korban, kemudian
didapati bahwa kekerasan seksual atau hubungan seksual dengan b
ujuk rayu tersebut telah berulang sebanyak lebih dari enam kali.
Hambatan yang dialami Penyidik Polres Purbalingga dalam melak
ukan penyidikan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak apabila
dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
menurut Soerjono Soekanto yaitu2 :
a. Faktor Undang-Undang, dalam hal penyidikan kasus kekerasan sek

sual terhadap anak di Purbalingga, faktor undang-udang sebagai up

aya penegakan hukum tidaklah menjadi penghalang. Undang-Unda

2
Nindia Viva Pramudha Wardani, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Terhadap Peredaran Magic Mushroom atau Jamur letong di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah
Istimewa Yogyakarta, Recidivice Jurnal : Vol. 7 No. 2, (DIY : Mei 2018), Hal. 205.
9

ng yang menjadi dasar hukum penyidikan kasus kekerasan seksual

memberikan dukungan pada hak-hak korban karena Aiptu Hesti Nu

grahaeni, S.H. mengatakan bahwa undang-undang yang ada dirasa

sudah amat sangat melindungi korban karena ancaman hukuman di

dalamnya termasuk berat.3

b. Faktor Penegak Hukum, dalam hal ini yang menjadi penegak huku

m yaitu penyidik sebagai pihak yang berusaha memenuhi hak perli

ndungan serta pihak-pihak lain seperti psikolog, dinas sosial, dinas

kesehatan sebagai pihak yang memenuhi hak perawatan pada anak

korban tidak memberikan hambatan dan sudah bekerja maksimal se

suai dasar hukum yang ada sehingga hak-hak anak korban kekerasa

k seksual di Purbalingga menjadi terpenuhi.

Kepolisian yang memegang peran utama dalam proses penyidikan t

indak pidana kekerasan seksual terhadap anak memberikan perlind

ungan hukum terhadap anak korban,

c. Faktor sarana dan fasilitas, sarana dan fasilitas penunjang pelaksan

aan kegiatan penyidikan tindak pidana kekerasan seksual terhadap

anak di Purbalingga sudah memadai sehingga sangat mendukung k

eberhasilan dan tidak memberikan hambatan dalam pelaksanaan pe

nyidikan.

d. Faktor masyarakat, dalam penjelasan penyidik kekerasan seksual te

rhadap anak di Purbalingga, mayoritas hambatan justru berasal dari

3
Hesti Nugrahaeni, Loc.Cit.
10

masyarakat itu sendiri atau dari pihak-pihak terkait yaitu ketidak juj

uran korban.

e. Faktor budaya, hambatan dalam pelaksanaan penyidikan kekerasan

seksual terhadap anak di Purbalingga berasal dari tidak terpenuhiny

a faktor budaya yang mana masyarakat atau pihak terkait tidak men

yadari secara benar apa itu hukum yang berlaku dan bagaimana aki

batnya, hal tersebut terlihat dari sikap korban yang tidak mau jujur

dalam proses penyidikan padahal hal tersebut sangat berpengaruh b

agi nasibnya dalam memperoleh keadilan

E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan di atas,
maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemenuhan hak-hak korban kekerasan seksual, keberhasilannya tidak sepenuh
nya dinilai dari kinerja Penyidik Polres Purbalingga. Karena yang menjadi hak
korban yaitu hak perlindungan dan hak perawatan. Hak perlindungan menjadi t
anggung jawab Penyidik Polres Purbalingga dalam menemukan kebenaran sert
a memberikan rasa aman kepada anak korban kekerasn seksual. Sedangkan hak
perawatan berasan dari pihak-pihak lain yang turut bekerja sama dalam menja
min keberhasilan proses penyidikan seperti keberadaan psikolog, Dinas Sosial,
Pekerja Sosial Profesional, Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyara
katan, Dinas Kedokteran dan Kesehatan Polri.
2. Hambatan yang dilalui Penyidik Polres Purbalingga dalam melakukan penyidik
an kasus kekerasan seksual terhadap anak berasal dari faktor masyarakat dan fa
ktor budaya. Hambatan seringkali berasal dari keberadaan korban sendiri yang
kondisi psikologisnya sedang tidak baik karena trauma dan atau depresi atau ka
rena tidak jujur dan enggan mengungkap kebenaran. Namun di sisi lain, hukum
yang ada, fasilitas sarana dan prasarana atau pihak yang berwajib memberikan
11

keadilan keberadaannya sudah menjamin untuk mendukung pelaksanaan penyi


dikan kekerasan seksual terhadap anak di Purbalinga berjalan secara maksimal.
F. Saran
Angka keberlangsungan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak ya
ng tidak cenderung turun dapat diantisipasi dari keberadaan tindakan-tindakan
yang cenderung dianggap sederhana, seperti halnya :
1. Pengadaan komunikasi yang berimbang di lingkungan kehidupan anak, yai
tu lingkungan rumah serta sekolah. Ketika dirumah, orang tua bisa mempo
sisikan diri sebagai sahabat anak yang menjadi tempat aman untuk anak be
rcerita dan tidak bersifat menghakimi, melainkan mendengarkan dan berta
nya dengan baik setiap keadaan, kegiatan atau perkembangan anak.
2. Di lingkungan sekolah sedari tingkat dasar, guru tidak tinggal diam ketika
menemukan candaan, gambar, atau bahkan suara yang menggambarkan ad
anya unsur pornografi yang disertai dengan upaya kerja sama dengan psik
olog atau pihak lain yang dinilai perlu untuk mengadakan pendidikan seks
ual.
G. Daftar Pustaka
Buku Literatur
Pangaribuan, Luhut M.P. 2000. Hukum Acara Pidana : Satu Kompilasi
Ketentuan-Ketentuan KUHP serta dilengkapi dengan Hukum
Internasional yang Relevan, Jakarta: Djambatan.
Pangaribuan, Luhut M.P. 2013. Hukum Acara Pidana : Surat Resmi Advokat
di Pengadilan, Jakarta: Papas Sinar Sinanti.

Jurnal
Darus, Dara Nazura. 2002. Kekerasan Seksual Terhadap Anak : Bentuk dan
Kekerasan Seksual pada Anak dan Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak,
Sumatrera Utara: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera
Utara.
Umboh, Prisco Jeheskiel. 2013. Fungsi dan Manfaat Saksi Ahli Keterangan
dalam Proses Perkara Pidana, Lex Crimen : Vol. II No. 2, Sulawesi
Utara : Universitas Sam Ratulangi.
Wardani, Nindia Viva Pramudha. 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penegakan Hukum Terhadap Peredaran Magic Mushroom atau Jamur
letong di Wilayah Hukum Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta,
Recidivice Jurnal : Vol. 7 No. 2.
12

Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana.
_______, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
______, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
_______, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Wawancara
Aiptu Hesti Nugrahaeni, S.H., Kepala Unit Pelayanan perempuan dan Anak di
Polres Purbalingga pada 27 Maret 2023 pukul 12.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai