Anda di halaman 1dari 22

PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DIBAWAH

UMUR DI WILAYAH HUKUM POLRES KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI

ABSTRAK

Pasal 82 ayat (1) undang-undang perlindungan anak menyatakan barang siapa bersetubuh
dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya harus
diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa
belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Tindak pidana pencabulan terhadap anak merupakan kejahatan yang melanggar moral,susila
dan agama. Dampak yang diakibatkan dari tindak pidana ini menimbulkan trauma dan dapat
mempengaruhi perkembangan diri dari anak yang mengalami peristiwa pelecehan ini. Jurnal
ini mengkaji tentang pencabulan anak di bawah umur di wilayah hukum Polres Kabupaten
Kepulauan Mentawai. Metode penulisan jurnal ini yaitu menggunakan studi kepustakaan.
Studi kepustakaan yaitu menelaah sumber-sumber dari artikel dan referensi yang berkaitan
dengan tindak pidana pencabulan anak dibawah umur. Kronologisnya setelah pelaku
melakukan kasus tindak pidana terhadap anak dibawah umur tersebut pelaku sempat
mendapat pukulan di bagian kepala oleh paman korban hingga berdarah. Setelah itu
tersangka melarikan diri ke dalam hutan selama dua hari. Adanya laporan tersebut anggota
Satuan Reskrim Polres Mentawai, melakukan penyidikan dan pemeriksaan awal terhadap
kasus tindak pidana terhadap anak dibawah umur, setelah mengumpulkan keterangan saksi
serta korban baru pihak polisi melakukan penindakan. Saat ini pelaku sudah diamankan di
Polres Mentawai untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Kata kunci : tindak pidana, pencabulan, anak dibawah umur


A. Pendahuluan

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dimana yang mengatur setiap tingkah laku warga negaranya
tidak terlepas dari peraturan peraturan yang bersumber dari hukum. Hukum harus ditegakkan
secara adil guna terciptanya keamanan, ketertiban, dan kesejahteraan di dalam masyarakat

Salah satu kejahatan yang banyak diperbincangkan di masyarakat kita saat ini adalah
kejahatan kesusilaan, seperti pemerkosaan dan pencabulan terhadap anak. Contohnya baru-
baru ini telah terjadi kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur di wilayah hukum
Kabupaten Kepulauan Mentawai dimana sebut saja Bobo (60 tahun ) telah melakukan
tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur.

Perbuatan pencabulan sangat mengkhawatirkan sebab mempengaruhi psikologis


perkembangan anak dan menimbulkan trauma seumur hidupnya. Standar yang dapat dibuat
oleh sistem peradilan pidana mengenai pencabulan terhadap anak adalah dengan
meningkatkan deteksi sehingga pelaku dapat ditangkap dan diadili.

Pencabulan adalah suatu tindakan kriminal atau kejahatan berwatak seksual yang
terjadi tanpa kehendak bersama dalam arti dipaksakan oleh satu pihak ke pihak yang lainnya.
Korbannya dapat berada dibawah ancaman fisik dan atau psikologis,kekerasan dan dalam
keadaan tidak sadar dan tidak berdaya,dibawah umur, atau mengalami keterbelakangan
mental, atau dalam kondisi lain yang menyebabkan tidak dapat menolak apa yang terjadi
atau tidak dapat bertanggung jawab atas apa yang terjadi padanya. Tindak pidana
pencabulan termasuk dalam tindak pidana aduan. Tindak pidana aduan adalah tindak pidana
yang penuntutannya berdasarkan adanya laporan dari pihak korban.

Pencabulan adalah jenis kejahatan yang berdampak sangat buruk terutama pada
korbannya, sebab pencabulan akan melanggar hak asasi manusia serta dapat merusak
martabat kemanusiaan,khususnya terhadap jiwa, akal, dan keturunan.1 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) menggolongkan tindak pidana pencabulan ke dalam tindak
pidana terhadap kesusilaan, meski belum dijabarkan secara jelas definisi dari pencabulan itu
sendiri namun Kitab UndangUndang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur pada buku ke II
bab XIV di dalam pasal 289 hingga pasal 296 tentang sanksi yang diberikan kepada pelaku
tindak pidana pencabulan.

Tindak pidana pencabulan juga diatur dalam Pasal 289-296 bab XIV Buku ke-II
Kitab Undang-Undang Pidana. Tindak pidana pencabulan di atur pula pada Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pengaturan mengenai tindak
pidana pencabulan dan perlindungan hukum bagi anak telah diterapkan, namun hal tersebut
tidak dapat menghentikan para pelaku pencabulan untuk terus mencari korban. Anak tidak
dapat melindungi diri dari berbagai ancaman psikologis, fisik dan sosial dalam berbagai
bidang kehidupan, sehingga pengelolaan hukum yang terbaik sangat penting untuk
kesejahteraan anak.

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu aparat negara yang
memiliki peran penting dalam menanggulangi tindak pidana memiliki fungsi kekuasaan
untuk dapat melakukan penyidikan terhadap masalah yang sedang berlangsung. Fakta
bahwasannya terdapat beberapa hambatan yang berbenturan dengan adat istiadat dan norma
agama menjadi kendala bahwsannya penyidikan oleh pihak kepolisian tidak bisa melakukan
penyidikan secara maksimal dan dianggap penyidikan terhadap kasus pencabulan anak
belum sesuai harapan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik dan terdorong untuk menelitinya dan
menulis dalam skripsi dengan judul “PERAN KEPOLISIAN DALAM PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DIBAWAH UMUR DI WILAYAH
HUKUM KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI ”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, untuk memudahkan dalam menulis dan
menelaah fokus masalah yang akan disorot, maka penulis mengangkat beberapa rumusan
masalah yang akan disorot, maka penulis mengangkat beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya pencabulan pada anak serta
hambatan-hambatan apa yang dialami Polres Mentawai dalam mencegah tindak
pidana pencabulan anak di Sikakap?
2. Bagaimanakah peran kepolisian dalam menangani penyelidikan dan penyidikan
tindak pidana pencabulan anak di Polres Mentawai?
3. Bagaimanakah upaya yang dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana pada anak?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
pencabulan pada anak serta hambatan-hambatan apa yang dialami Polres Mentawai
dalam mencegah tindak pidana pencabulan anak di Sikakap.
2. Untuk menganalisis dan mengetahui peran kepolisian dalam menangani penyelidikan
dan penyidikan tindak pidana pencabulan anak di Polres Mentawai.
3. Untuk menganalisis dan mengetahui upaya yang dilakukan dalam menanggulangi
tindak pidana pada anak.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis bagi penulis dan pihak-pihak terkait. Adapun manfaat penelitian ini
yaitu :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan hukum
khususnya Hukum Pidana serta bermanfaat dalam pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang hukum Pidana terkait mengenai proses penyidikan
terhadap tindak pidana pencabulan anak dibawah umur.
b. Hasil penelitian mengenai proses penyidikan terhadap tindak pidana
pencabulan anak di bawah umur di wilayah hukum Kabupaten Kepulauan
Mentawai .

2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis
kepada lembaga penegak hukum
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara praktis
kepada akademisi hukum, ketika dalam posisi sebagai ahli yang terlibat dalam
penyelenggaraan penegakan hukum agar dapat menjadikan hasil penelitian ini
sebagai bagian dari pertimbangan hukum yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

E. Tinjauan Pustaka
1) Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Pencabulan Pada Anak
a. Tinjauan Umum Tentang Pencabulan Anak
Pelaku tindak pidana pencabulan banyak dilakukan oleh orangtua, pengantar
anak sekolah, tetangga, teman di media sosial seperti facebook, anak yang
masih sekolah, serta orang yang baru dikenal. Kasus pencabulan yang paling
banyak dilakukan oleh orang dewasa sebagai pelaku. Para pelaku dewasa
tindak pidana pencabulan pada anak yang korbannya masih dibawah umur
dengan cara membujuk dengan rayu-rayuan akan bertanggungjawab dengan di
nikahi, mengiming-imingi sesuatu atau melakukan pemaksaan terhadap
korbannya. Tindak pidana pencabulan yang dinilai dapat merendahkan derajat
wanita sebagai korban pencabulan serta dapat merusak harkat dan martabat.
Wanita adalah ibu dari umat manusia, karena dari rahim wanita lah anak
manusia dilahirkan. Berkaitan dengan pencabulan, kejahatan ini berhubungan
dengan tindak pidana kesusilaan yang diatur di dalam KUHP yaitu, tindak
pidana melakukan tindakan melanggar kesusilaan dengan anaknya sendiri,
dengan anak tirinya, dengan anak angkatnya atau dengan seorang anak di
bawah umur yang pengawasannya dipercayakan kepada pelaku oleh undang-
undang telah diatur dalam Pasal 294 KUHP yaitu:
“Barangsiapa melakukan tindakan-tindakan melanggar kesusilaan
dengan anaknya sendiri, dengan anak tirinya, dengan anak asuhnya,
dengan anak angkatnya yang belum dewasa atau dengan seseorang
yang belum dewasa yang pengurusannya, pendidikan atau
penjagaannya telah dipercayakan kepadanya, atau dengan seorang
pembantu atau seorang bawahannya, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya tujuh tahun.”

b. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pencabulan Anak


Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan pihak PPA Kepolisian
Resort Mentawai Adapun faktor – faktor penyebab terjadinya pencabulan oleh
anak yaitu faktor jenis kelamin, faktor keluarga, faktor pendidikan, faktor
lingkungan, faktor minuman beralkohol dan faktor teknologi. Faktor-faktor
tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

1) Faktor Jenis Kelamin Faktor kelamin juga merupakan suatu faktor yang
menyebabkan suatu tindak pidana tersebut dapat terjadi pada anak usia di
bawah umur. Menurut Paul W. Tappan mengemukakan bahwa kenakalan
anak tersebut dapat dilakukan seorang anak laki-laki maupun anak
perempuan walaupun pada umumnya jumlah anak lakilaki lebih banyak
melakukan kejahatan dari pada perempuan. Namun hal tersebut bukan
berarti seorang anak perempuan tidak dapat melakukan kejahatan justru
pada umumnya baik perempuan maupun laki-laki tetap melakukan
kejahatan dengan tujuan masing-masing.

2) Faktor Keluarga Keluarga merupakan suatu lingkungan yang dianggap


sangat dekat dengan anak, untuk itu tempat pembetukan karakter pertama
kali terdapat pada keluarga sendiri untuk itulah keluarga merupakan
wadah pertama dalam pembentukan karakter seorang anak. Broken home
menyebabkan anak sebagian besar melakukan kenakalan, terutama karena
perceraian atau perpisahan orangtua yang sangat mempengaruhi
perkembangan pertumbuhan si anak.
3) Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan formal dalam diri seseorang dapat
menimbulkan dampak terhadap masyarakat dan yang bersangkutan mudah
terpengaruh melakukan suatu kejahatan tanpa memikirkan akibat dari
perbuatannya. Karena ketidakpahaman tentang aturan serta dampak dari
perbuatan yang berakibat pelaku melanggar norma.

4) Faktor Lingkungan
Lingkungan sosial atau tempat tinggal seseorang (tempat hidup/
beraktifitas seseorang) banyak berpengaruh dalam membentuk tingkah
laku, jika orang tersebut berada pada lingkungan sosial yang baik maka
akan membentuk sikap sosial yang baik pada orang tersebut namun jika
tempat tinggal orang tersebut berada pada lingkungan yang kurang baik
(criminal), maka tidak menutup kemungkinan sifat dominan orang tersebut
adalah tidak baik, olehnya itu pengaruh sosialisasi seseorang tidak akan
lepas dari pengaruh lingkungan.

5) Faktor Teknologi
Adanya perkembangan teknologi tentunya membawah pengaruh bagi
kehidupan. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yaitu pengaruh positif dan
pengaruh negatif. Adapun dampak negatif yang di timbulkan dari
pengaruh perkembangan teknologi juga membawa informasi kepada
seluruh masyarakat termasuk generasi muda tentang gaya hidup negara-
negara barat dan negara-negara maju lainnya.

2) Hambatan-Hambatan Pihak Kepolisian Dalam Menangani Tindak pidana Pencabulan


Anak
Bekerjanya sebuah lembaga negara bukan berarti tanpa ada hambatan dan kendala,
demikian juga terhadap kinerja kepolisian khsusunya Kepolisian Resort Mentawai
tentu saja terdapat kendala demi kendala dalam mewujudkan visi dan misinya sebagai
lembaga pengayom masyarakat. Termasuk dalam hal pencegahan tindak pidana
pencabulan terhadap anak di bawah umur juga senantiasa tidak lepas dari berbagai
kendala atau hambatan. Penegakan hukum menjadi tolak ukur bagi masyarakat untuk
merasakan suatu keadilan. Mengenai kasus pencabulan dimana masyarakat sangat
berperan aktif dalam masalah penegakan hukum, maksudnya masyarakat harus
mendukung secara penuh dan bekerja sama dengan para penegak hukum.
3) Peran Kepolisian dalam Menangani Penyelidikan dan Penyidikan Tindak Pidana
Pencabulan Anak di Polres Mentawai
a. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan POLRI,
dalam kaitannya dengan pemerintah adalah salah satu fungsi pemerintahan negara
dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat. Dalam Pasal 2
UndangUndang No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, disebutkan bahwa fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi
pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada
masyarakat. Sedangkan lembaga Kepolisian adalah organ pemerintah yang
ditetapkan sebagai suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan
fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Secara umum
sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :
1. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat
2. Menegakkan hokum
3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dari tugas-tugas polisi tersebut dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya


tugas polisi ada dua yaitu tugas untuk memelihara keamanan, ketertiban,
menjamin dan memelihara keselamatan negara, orang, benda dan masyarakat
serta mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturan
negara. Tugas ini dikategorikan sebagai tugas preventif dan tugas yang kedua
adalah tugas represif. Tugas ini untuk menindak segala hal yang dapat
mengacaukan keamanan masyarakat, bangsa, dan negara.

Fungsi polisi secara umum adalah untuk menjalankan kontrol sosial


masyarakat yang bersifat preventif dan represif, dalam bahasa Perancis dikenal
dengan istilah la police administration. Fungsi preventif yang dilaksanakan dalam
rangka memberi perlindungan, pengayoman, pelayanan pada masyarakat dan
fungsi represif yaitu sebagai penegak hukum. Selanjutnya fungsi POLRI di dalam
Pasal 2 Undang-Undang Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara
di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Adapun kewenangan kepolisian yang diatur dalam Pasal 15 ayat 1
UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia ialah sebagai berikut:
1) Menerima laporan dan/atau pengaduan
2) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum
3) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat
4) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa.
Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif
kepolisian.

4) Upaya Yang DiLakukan Oleh Polres Mentawai Dalam Menanggulangi Tindak Pidana
Pencabulan Terhadap Anak
Untuk menanggulangi suatu kejahatan dapat dilakukan dengan upaya
pencegahan atau dengan kata lain mencegah lebih baik dari pada mengobati hal yang
telah terjadi. Langkah-langkah pencegahan yang diupayakan bertujuan untuk
mengurangi tindak pidana khususnya pencabulan pada anak-anak dan untuk
melindungi anak-anak yang memang sangat rentan untuk menjadi korban pencabulan,
karena anak sebagai tunas bangsa, merupakan generasi penerus dalam pembangunan
bangsa dan negara.
Anak harus mendapatkan perlindungan dari gangguan-gangguan berupa
perlakuan salah kepada anak. Jika tidak dilindungi, maka anak sebagai generasi
bangsa dapat mengalami kehancuran, lebih memprihatinkan apabila anak-anak
sampai menjadi korban tindak pidana pencabulan, maka hancurlah kreativitas,
kemauan dan bakat seorang anak dalam mengembangkan pemikiran dan tumbuh
kembang melalui proses coba-mencoba, sehingga generasi muda akan mengalami
hambatan dan pada akhirnya secara keseluruhan akan menghambat berjalannya
proses kaderisasi bangsa. Perlindungan terhadap anak menjadi tanggung jawab
negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua dalam bidang kehidupan
agama, pendidikan, kesehatan dan sosial.
Usaha penanggulangan suatu kejahatan, apakah seorang itu menyangkut
kepentingan hukum seseorang, masyarakat maupun kepentingan hukum negara,
tidaklah mudah seperti yang dibayangkan karena hampir tidak mungkin
menghilangkannya. Tindak kejahatan atau kriminalitas akan tetap ada selama
manusia masih ada dipermukaan bumi ini, kriminalitas akan hadir pada segala bentuk
tingkat kehidupan masyarakat.
Dampak yang ditimbulkan akibat dari tayangan yang berbau pornografi
mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang berkaitan dengan tindak
pidana kesusilaan antara lain pencabulan, perkosaan dan perzinahan. Oleh sebab itu,
diperlukan upaya menanggulanginya baik secara jalur hukum atau tindakan represif
dan secara jalur non hukum atau tindakan preventif.
Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat
dibagi 2 (dua), yaitu melalui jalur „penal‟ (hukum pidana) dan lewat jalur „non
penal‟ (bukan/diluar hukum pidana). Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar,
karena tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif
dalam arti luas. Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal
lebih bersifat akan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya
adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

a. Upaya Penal (Penal Policy)


Upaya yang dapat ditempuh dalam penanggulangan tindak pidana perbuatan cabul
adalah dengan kebijakan kriminal atau kebijakan penanggulangan kejahatan, salah
satu nya dapat di tempuh melalui kebijakan penal (penal policy), yaitu penegakan
hukum dengan menghukum si pelaku kejahatan. Penanggulangan tindak pidana yaitu
melalui sistem peradilan pidana, dimana aparat penegak hukum memegang peranan
penting di dalamnya. Penanggulangan tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak
harus digarap dengan serius oleh aparat penegak hukum untuk menyelamatkan masa
depan anak-anak sebagai generasi yang diharapkan akan menjadi pemimpin baru
dimasa yang akan datang.

Upaya penanggulangan kejahatan terjadi tindak pidana pencabulan terhadap anak


dibawah umur dapatlah dilakukan upaya berupa „pencegahan‟ agar tindak pidana
pencabulan tidak terjadi dan upaya berupa‟penanggulangan‟ jika tindak pidana
pencabulan sudah terjadi.
1. Langkah-Langkah Pencegahan.
Upaya pencegahan ini harus dilakukan secara bersama-sama oleh keluarga,
masyarakat, pemerintah dan penegak hukum. Keempat komponen ini harus
saling bekerja sama bahu membahu untuk menekan peningkatan angka tindak
pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur. Usaha-usaha pencegahan
yang dapat dilakukan, yaitu:
a) Meningkatkan keamanan dilingkungan sekitar
b) Memperbaiki sarana dan fasilitas dilingkungan sekitar, misalnya menambah
atau memperbaiki penerang
c) Perbaiki daerah-daerah yang relative rawan dengan tindak kejahatan
khususnya pencabulan seperti rawa-rawa dan hutan di sekitar lingkungan
perumahan, dikarenakan lingkungan seperti ini sangan potensial menimbulkan
kriminalitas
d) Pemberantasan film-film dan bacaan yang mengandung unsur pornografi
yang beredar secara luas dikalangan masyarakat, karena sering kali tindak
pidana pencabulan terhadap anak dibawah umur terjadinya karena melihat
film atau bacaan yang mengandung unsur pornografi
e) Partisipasi aktif atau keikutsertaan tokoh-tokoh agama dan masyarakat
dilingkungan sekitarnya. Tokoh-tokoh agama sebagai contoh dari
pengembangan perilaku masyarakat dan tokoh tersebut sangat dihargai
pendapatnya.
f) Masyarakat harus lebih intensif dalam menyikapi dan menyaring
kebudayaan asing atau baru yang mengandung unsur negatif dan yang dapat
merusak moral.
g) Dalam hal kehidupan rumah tangga atau keluarga, seperti hubungan
orangtua dan anaknya selayaknya harus tetap efisien terjalin, seperti
memberikan perhatian, nasehat, bimbingan menjalin pertemanan yang lebih
terhadap lawan jenis dan perlindungan bagi anak demi kebaikannya dan
menyelamatkannya dari perlakuan salah yang dilakukan oleh pelaku.

2. Langkah Penanggulangan
Langkah-langkah penanggulangan dapat dilakukan, dalam hal apabila seluruh
lapisan masyarakat beserta pemerintah dan penegak hukum telah melakukan
upaya pencegahan untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencabulan
terhadap anak dibawah umur dengan melakukan langkah pencegahan, namun
tetap saja terjadi perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur. Adapun yang
termasuk bentuk langkah-langkah penanggulangan adalah sebagai berikut:
a) Dukungan dari masyarakat untuk pengungkapan kasus kejahatan khususnya
perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur, apabila tindak pidana tersebut
terjadi dilingkungan sekitar harus segera mengadukan perbuatan cabul
tersebut keaparat keamanan setempat
b) Kepolisian sebagai penyidik dan sekaligus pelindung, pengayom dan
pelayanan masyarakat khususnya dalam hal ini Unit Pelayanan Perempuan
dan Anak (UPPA), harus teliti dan cermat dalam mencari bukti-bukti seperti
visum maupun keterangan saksi, agar pelaku perbuatan cabul terhadap anak
dibawah umur, tidak lepas begitu saja dari tindak pidana yang disangkakan
c) Penuntut umum adalah Jaksa yang diberikan wewenang oleh undang-
undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim
sesuai dengan Pasal 13 KUHAP
d) Pihak kehakiman harus bekerja efisien dalam menjatuhkan hukuman yang
benar-benar setimpal dengan perbuatan pelaku yaitu perbuatan cabul terhadap
anak dibawah umur
e) Media cetak maupun media elektronik dapat juga membantu proses
penanggulangan terjadinya perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur yaitu
dengan cara mengadakan berita investigasi atas kasus pencabulan terhadap
anak dibawah umur
f) Pieter Hoefnagels mengatakan bahwa salah satu upaya penanggulangan
kejahatan adalah “penerapan hukum pidana.”
Upaya penanggulangan kejahatan ini dapatlah digunakan manakala upaya
pencegahan telah gagal untuk dilaksanakan, dalam artian bahwa apa yang
sudah diusahakan oleh keluarga, masyarakat, pemerintah tidak berhasil, maka
penegak hukum dapat menggunakan upaya “penerapan hukum pidana “
kepada pelaku perbuatan cabul terhadap anak dibawah umur, dalam hal
menerapkan ketentuan dalam Pasal 289 KHUP.

b. Upaya Non Penal


Upaya non penal meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi -
kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya
pencegahan terjadinya kejahatan. Upaya non penal penanggulangan tindak pidana
pencabulan anak di bawah umur dilaksanakan melalui penyuluhan hukum terhadap
masyarakat mengenai pentingnya upaya mencegah anak menjadi korban pencabulan
dan upaya memperoleh kepastian hukum jika anak menjadi korban. Adapun upaya
non penal yang dapat dilakukan dalam mencegah pencabulan terhadap anak antara
lain adalah sebagai berikut:
1) Tindakan Represif.
Yang dimaksud dengan upaya penanggulangan represif adalah usaha yang
dilakukan aparat setelah terjadinya suatu kejahatan seperti menindak para
pelakunya sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar ia
sadar bahwa perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang melanggar
hukum dan merugikan masyarakat, sehingga ia kembali kedalam masyarakat dan
tidak melakukan kejahatan kembali.
2) Tindakan Sosial
Ada beberapa tindakan sosial yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk
menanggulangi tindak pidana kesusilaan terutama tindak pidana pencabulan
terhadap anak di Kota Mentawai, yaitu sebagai berikut:
a) Memberikan pendidikan seksual terhadap anak.
Tindakan ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau mencegah
penyalahgunaan seks, khususnya untuk mencegah dampak-dampak negatif
yang tidak diharapkan, seperti kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit
menular seksual, depresi dan perasaan berdosa. Oleh karena itu pendidikan
seks sejak dini haruslah dilakukan agar anak mengerti dan mengenali dirinya
sendiri terutama pada fase genital si anak, antara usia 4 sampai 5 tahun.
Pendidikan seks yang dimaksud di sini adalah pendidikan norma-norma dasar
yang harus diketahui anak sejak dini, yaitu pendidikan seksual sederhana,
seperti membedakan jenis kelamin perempuan dan laki-laki, mendidik agar
selalu menggunakan pakaian, duduk dengan benar agar tidak memperlihatan
bagian vitalnya dan juga mengajarkan kepada anak, bahwa laki-laki dan
perempuan tidak boleh tidur bersama.

b) Keluarga Sebagai Pembentuk Kepribadian.


Rumah merupakan tempat pembangunan kepribadian dan pembentukan
karakter paling mendasar bagi seorang anak sejak dilahirkan, pengaruh
orangorang di dalam rumah sangat dalam bagi seorang anak. Pembelajaran
seorang berawal dari dalam keluarga, jika keluarga itu hangat, baik hati,
penuh kasih sayang, maka anak akan belajar menjadi hangat, baik hati dan
penuh kasih sayang sesuai dengan apa yang dia lihat setiap hari.
Upaya penanggulangan kejahatan melalui jalur non penal lebih bersifat
tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya
adalah menangani faktor-faktor kondusif mengenai penyebab terjadinya
kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu terjadi antara lain, berpusat pada
masalah-masalah atau kondisi social secara langsung atau tidak langsung
dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dilihat dari sudut
politik kriminal makro dan global, maka supaya non penal menduduki kunci
dan strategis dari keseluruhan upaya politik criminal

Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pihak Polres Mentawai


sebagai berikut:
a. Penyuluhan Kepada Orangtua
Penyuluhan ini dilakukan oleh pihak kepolisian kelingkungan-
lingkungan sosial masyarakat, baik di tingkat kelurahan, kecamatan,
maupun kabupaten secara berkesinambungan dan berjadwal. Hal ini
dimaksudkan agar orangtua dapat lebih dekat lagi dengan anaknya.
Supaya orangtua dapat menjadi sahabat anak sehingga lebih muda bagi
orangtua untuk masuk kedalam kehidupan si anak dan mengetahui segala
sesuatu menyangkut kehidupan pribadi anak, termasuk pergaulan anak dan
aktivitas anak sehari-hari. Selain itu perlu untuk diberikan arahan kepada
orangtua bagaimana cara mendidik dan membentuk kepribadian anak
sejak dini.
Usia remaja dimana anak sedang mengalami pubertas, orangtua harus
dapat menempatkan dirinya sebagai orangtua sekaligus sahabat anak.
Orangtua harus mengetahui setiap permasalahan yang dihadapi anak,
termasuk pergaulannya, tontonannya, bacaannya, serta aktivitas didalam
dan diluar sekolah. Selain itu, orangtua sebaiknya memberikan aktivitas-
aktivitas positif bagi anak, seperti memberi kursus mata pelajaran, kursus
musik, maupun memotivasi anak untuk aktif dalam kegiatan olahraga,
kesenian, maupun aktivitas out bond.

b. Penyuluhan Ke Sekolah
Sekolah adalah rumah kedua bagi anak, dimana mereka mendapatkan
pendidikan dan pergaulan baru. Disini anak bergaul dengan siapa saja dari
berbagai kalangan dan tentu saja dengan sifat dan karakter berbeda-beda.
Di sini perlu diadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah secara
berkesinambungan dan berjadwal yang tentunya memiliki peranan penting
dalam mendidik seluruh siswanya, bukan hanya dari sisi keilmuan, tetapi
juga dari sisi moral dan perilaku siswanya dan perlu ditekankan bahayanya
gaya pacaran anak remaja saat ini mudah terjurumus ke seks bebas dan
tentunya dapat menghancurkan masa depan mereka sebagai penerus
bangsa.
c. Pendalaman Agama Peningkatan moral masyarakat tentunya sangat
membutuhkan pendalaman agama karena sesungguhnya tidak ada agama
yang mengajarkan hal-hal yang tidak baik kepada umatnya. Pendalaman
agama juga dapat menguatkan super ego yang berhubungan dengan nurani
manusia sehingga selain mengetahui batasan nilai-nilai dan norma-norma
yang hidup didalam masyarakat dapat juga mengontrol sikap dan perilaku
mereka dalam mencapai keinginannya dengan cara yang benar dan tidak
merugikan orang lain, sehingga dapat meminimalisir terjadinya perbuatan
cabul terhadap anak.
d. Razia Berkesinambungan Salah satu cara penanggulangan tindak pidana
perbuatan cabul adalah merazia tempat-tempat atau pun lokasi yang
disinyalir merupakan tempat yang dapat memungkinkan untuk melakukan
perbuatan cabul, seperti warnet, penginapan, dan sebagainya yang sifatnya
tertutup atau mempunyai sekat-sekat tertutup yang dapat memberikan
peluang dan kesempatan untuk berbuat cabul didalamnya, artinya disini
diperlukan sanksi administratif dalam pencegahannya, contoh sanksi
administratif yang dikenakan kepada pengusaha yang masih membuat
usaha yang tertutup dan memungkinkan terjadi perbuatan cabul terhadap
anak.
e. Bekerja sama dengan Instansi Terkait Kerjasama antara kepolisian dengan
instansi terkait seperti Dinas Sosial, Dinas Pariwisata, dan dinas yang lain
yang terkait dengan tempat-tempat usaha sejenis untuk bekerja sama untuk
melakukan tindakan kepada pengusaha/ orang yang mengelola usaha
tempat-tempat yang memberikan sanksi bagi pengusaha yang tidak
mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh kepolisian yang dilakukan
secara teratur dan terjadwal. Tentunya dalam hal ini perlu dilakukan sanksi
pidana maupun sanksi administratif bagi pengelola usaha-usaha seperti
yang disebutkan diatas agar tidak memberikan kesempatan bagi para
pelaku untuk melakukan percabulan ditempat tersebut sehingga dapat
meminimalisir terjadinya tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak.
f. Menunjuk Pengawas Lingkungan. Hal ini dilakukan khusus didaerah
pemukiman padat penduduk dengan kondisi perekonomian menengah
dibawah. Kondisi ini menyebabkan semua anakanak bebas bermain tanpa
pengawasan, sementara orang tua si anak sibuk bekerja, sehingga
mengakibatkan si anak jadi sasaran perbuatan cabul oleh orang dewasa.
Tindakan tersebut dapat dihindari dengan upaya pemerintah untuk
menunjuk pengawas lingkungan, khusus untuk memantau keamanan
lingkungan. Tindak pidana pencabulan terhadap anak perlu mendapatkan
perhatian yang sangat serius dari semua kalangan, terutama peran aktif
dari kalangan penegak hukum. Pertimbangan yang digunakan aparat
penegak hukum untuk menyelesaikan kasus kejahatan pencabulan
seringkali bukan berdasarkan kepentingan dan rasa keadilan korban, tetapi
yang justru mengedepankan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1) Demi alasan ketertiban umum
2) Untuk mencegah rasa malu keluarga, pemuka adat, pemuka agama,
tokoh masyarakat setempat
3) Untuk mencegah terjadinya konflik yang meluas.
F. Metode Penelitian
Secara umum, metode penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang terencana,
terstruktur, sistematis, dan memeiliki tujuan tertentu baik praktis maupun teoritis. Dikatakan
sebagai ilmiah karena penelitian dengan aspek ilmu pengetahuan dan teori. Sedangkan ,
dikatakan terencana karena penelitian harus direncanakan dengan memperhatikan waktu,
dana dan aksebilitas terhadap tempat dan data. Dalam penelitian ini digunakan metode
penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif atau
hukum normatif, yaitu suatu metode penelitian hukum yang didasarkan pada undang-
undang, literatur seperti buku, catatan, artikel-artikel di internet, majalah atau jurnal
ilmiah maupun hasil penelitian terdahulu.

Penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses penyidikan di


Kabupaten Kepulauan Mentawai sebagai

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis,
yakni suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang
sedang terjadi yang bertujuan untuk memberikan data seteliti mungkin mengenai
objek penelitian sehingga kemudian dinalisis berdasarkan peraturan perundang-
undang.

3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-
undangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach).
Pendekatan perundang-undangan akan melakukan pendekatan terhadap undang-
undang yang terkait pada permasalahan. Pendekatan perundang-undangan, yaitu
dengan membedah tiap-tiap undang-undang dan peraturan yang terkait dengan topik
hukum yang dihadapi
Adapun pendekatan konseptual beranjak dari pandangan- pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-
ide yang melahirkan pengertian-pengetian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-
asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

4. Sumber Data
Bahan dalam penelitian ini penulis dapatkan melalui penelitian kepustakaan
(library research) artinya bahan yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan dengan
membaca literatur-literatur yang terkait dengan persoalan yang akan dikaji.
Kemudian, mencatat bagian yang memuat kajian penelitian. Pada umumnya, data
sekunder merupakan data hasil penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan seperti
peraturan perundang-undangan, buku karangan ahli hukum, jurnal, dan karya ilmiah.

a. Bahan Hukum Primer, yaitu data yang dengan kekuatan mengikat, yang
terdiri dari norma-norma, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan,
bahan dikodifikasikan, yurisprudensi dan traktat. Peraturan perundang-
undangan yang digunakan, antara lain :

b. Bahan Hukum Sekunder, merupakan data yang memberikan penjelasan


mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya buku-buku teks, rancangan
undang-undang, hasil-hasil penelitian, jurnal-jurnal, makalah ilmiah, artikel,
hasil karya dari golongan hukum, internet atau website dan lain sebagainya.

c. Bahan Hukum Tersier, merupakan data atau bahan hukum yang memberikan
petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun sekunder, seperti indeks,
kamus, kumulatif, ensiklopedia, majalah dan internet.

5. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini, metode pegumpulan data yang digunakan yaitu studi
dokumen atau bahan pustaka. Studi dokumen atau bahan pustaka adalah suatu
metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dengan mempelajari
berbagai buku-buku, jurnal-jurnal, karya ilmiah, artikel, internet atau website dan
segala hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6. Pengolahan Dan Analisis Data


a. Pengolahan Data, Data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan
selanjutnya diolah dengan mengunakan metode pemeriksaan data
(editing), kemudian disusun ulang secara teratur, berurutan, logis,
sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan. Setelah itu, menempatkan
data menurut kerangka sistematika bahasan berdasarkan uraian masalah.

b. Analisis Data, Pada penelitian ini analisa data dilakukan dengan metode
analisis deskriptif kualitatif, yaitu hasil dari penelitian akan dideskripsikan
kedalam bentuk penjelasan yang disusun secara sistematis kemudian
ditarik kesimpulan secara umum berdasarkan fakta-fakta yang bersifat
khusus terhadap pokok bahasan yang diteliti. Hasil penelitian ini berupa
suatu proposisi umum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan
sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang bersifat khusus untuk
menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan
Ditujukan untuk memudahkan pembaca memahami kerangka skripsi yang
direncanakan dalam proposal ini, yang mana memuat arah jalannya penelitian mulai dari latar
belakang penelitian hingga penarikan kesimpulan. Berikut 4 (empat) bab yang direncanakan
dalam penelitian:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang pengantar penelitian berkaitan dengan persoalan
apa yang akan dibahas dan bagaimana metode peyelesaian masalah
dalam penelitiannya Bagian ini terdiri dari latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini menyajikan teori-teori serta dasar hukum yang bersumber dari
bahan hukum primer dan sekunder yang dijadikan sebagai landasan
atau batu uji terhadap objek kajian. Bagian ini membahas terkait
dengan tinjauan secara umum tentang pemerintahan daerah dan
otonomi daerah.

BAB III PEMBAHASAN PERMASALAHAN


Bab ini adalah inti dari skripsi. Dasar hukum dan teori yang disajikan
pada bab sebelumnya akan dibuktikan dengan menghubungkannya
kepada fakta-fakta hukum, kemudian dijabarkan dalam analisa
eksplanatori. Pada bagian ini akan membahas tentang

BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dan sebagai penutup dari skripsi, yang
berisikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban
daripada perumusan masalah pada bab satu. Sedangkan, saran
merupakan gagasan solutif akademis terhadap permasalahan yang
dikaji.

DAFTAR PUSTAKA
A. Pembahasan

Bagaimana proses penyidikan terhadap tindak pencabulan anak di wilayah hukum


Kepulauan Mentawai

Didalam KUHAP penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Pelaksanaan penyidikan tindak pidana dilaksanakan setelah diketahui bahwa
suatu peristiwa yang terjadi adalah tindak pidana. Setelah diketahuhi bahwa suatu peristiwa
yang terjadi diduga atau merupakan tindak pidana, segera dilakukan penyidikan melalui
kegiatan-kegiatan penyelidikan, penindasan, pemeriksaan serta penyelesaian dan penyerahan
berkas perkara. Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan
jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan membatasi hak- hak asasi manusia. Bagian-
bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai berikut:

1. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.

2. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.

3. Pemeriksaan di tempat kejadian.


4. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.
5. Penahanan sementara.
6. Penggeledahan.
7. Pemeriksaan atau interogasi.
8. Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat)
9. Penyitaan.
10. Penyampingan perkara.

Pengaturan mengenai tindak pidana pencabulan dan perlindungan hukum bagi anak telah
diterapkan, namun hal tersebut tidak dapat menghentikan para pelaku pencabulan untuk terus
mencari korban. Fakta bahwasannya terdapat beberapa hambatan yang berbenturan dengan
adat istiadat dan norma agama menjadi kendala bahwsannya penyidikan oleh pihak
kepolisian tidak bisa melakukan penyidikan secara maksimal dan dianggap penyidikan
terhadap kasus pencabulan anak belum sesuai harapan.
Kronologi pria dewasa diamankan anggota Satuan Reskrim Polres Mentawai . pria itu diduga
1
telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah anak dibawah.
Penangkapan pria itu dipimpin langsung oleh Kasat Reskrim Polres Mentawai Iptu Azhamu
Suwaril. Selasa 4/10-2022, tersangka tersebut sempat dipukul oleh paman korban, sebelum
tersangka melarikan diri kedalam hutan.

Kapolres Mentawai AKBP Mu’at S.H,M.M melalui Kasat Reskrim Polres Mentawai Iptu
Azhamu Suwaril, kepada wartawan membenarkan penangkapan tersangka. “Benar, anggota
satuan Reskrim Polres Mentawai telah mengamankan seorang pria inisial BB 60 tahun “, ujar
Iptu Azhamu Suwaril, jumat 7/10-2022. Penangkapan tersangka kata kasat reskrim tersebut
tindak lanjut laporan masyarakat, laporan polisi nomor : LP/K/36/X/2022 /SPKT/POLRES
KEP.MENTAWAI / POLDA SUMBAR, TANGGAL -3 OKTOBER 2022. “Adanya laporan
masyarakat tersebut kami bersama anggota satuan Reskrim Polres Mentawai, melakukan
penyidikan dan pemeriksaan awal terhadap kasus tndak pidana persetubuhan terhadap anak di
bawah umur atau cabul, setelah dilakukan penyidikan dan mengumpulkan keterangan saksi
serta korban , Anggita baru bertindak ,” ujarnya. Kronologis versi keterangan saksi dan
korban, setelah menyetubuhi tersangka sempat mendapat pukulan dibagian kepala oleh
paman korban hingga berdarah. Setelah itu tersangka melarikan diri kedalam hutan selama
dua hari.

“ kami berkordinasi bersama dengan Unit Reskrim Polsek Sioban , setelah mendapat
informasi yang pasti tentang keberadaan pelaku tersebut, kemudian dilakukan penangkapan
terhadap pelaku di daerah Dusun Baelo Desa Sauruaenu Kecamatan Sipora Selatan,
Kabupaten Kepulauan Mentawai ,” ujar Iptu Azhamu.

Saat ini pelaku dalam kasus tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur atau
cabul tersebut. Pelaku tersebut sempat dipukul oleh paman korban. Sesaat sebelum melarikan
diri ke dalam hutan. Saat ini pelaku sudah kita amankan di Polres Mentawai. Atas
perbuatannya, pelaku di sangkakan Pasal 81 ayat 1 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang
perlindungan anak yang berbunyi : Setiap orang yang yang melakukan kekerasan maupun
ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang

1
⁴ Andi Hamzah , Hukum Acara Pidana Indonesia ( Jakarta : Sinar grafika, 2008), hlm 120

⁵ Undang-undang RI nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak

⁶https://mentawai.sumbar.polri.go.id/index.php/2022/10/05/seorang-pria-paru-baya-inisial-bb-60-warga-silaoinandusun-
bailo-desa-saureinu-kecamatan-sipora-selatan-di-amankan-satreskrim-polres-mentawai/
lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan
denda paling banyak Rp. 5.000.000.000.

Kemudian Pasal 76 D UU RI nomor 35 tahun 2014 yang berbunyi : Setiap orang dilarang
melakukan kekerasan maupun ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan
dengannya atau dengan orang lain.

D. Kesimpulan

Telah terjadi kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur di wilayah hukum Kabupaten
Kepulauan Mentawai dimana sebut saja Bobo (60 tahun ) telah melakukan tindak pidana
persetubuhan terhadap anak dibawah umur. Pengaturan mengenai tindak pidana pencabulan
dan perlindungan hukum bagi anak telah diterapkan, namun hal tersebut tidak dapat
menghentikan para pelaku pencabulan untuk terus mencari korban. Fakta bahwasannya
terdapat beberapa hambatan yang berbenturan dengan adat istiadat dan norma agama menjadi
kendala bahwsannya penyidikan oleh pihak kepolisian tidak bisa melakukan penyidikan
secara maksimal dan dianggap penyidikan terhadap kasus pencabulan anak belum sesuai
harapan.Didalam KUHAP penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya. “Adanya laporan masyarakat tersebut kami bersama anggota
Satuan Reskrim Polres Mentawai, melakukan penyidikan dan pemeriksaan awal terhadap
kasus tndak pidana persetubuhan terhadap anak di bawah umur atau cabul, setelah dilakukan
penyidikan dan mengumpulkan keterangan saksi serta korban. Saat ini pelaku dalam kasus
tindak pidana persetubuhan terhadap anak dibawah umur atau cabul tersebut. Atas
perbuatannya, pelaku di sangkakan Pasal 81 ayat 1 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang
perlindungan anak yang

berbunyi : Setiap orang yang yang melakukan kekerasan maupun ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000. Kemudian Pasal 76 D UU RI nomor 35 tahun 2014 yang berbunyi :
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan maupun ancaman kekerasan memaksa anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain

Daftar Pustaka

Pahlevi, F. S. (2016). Revitalisasi Pancasila Dalam Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Di


Indonesia. Justicia Islamica, 13(2), 173-198.

Aktaviani, L. N., & Septaviana, H. (2022). Pelaksanaan Proses Penyidikan Pada Kasus
Pencabulan Anak Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak. Sultan Jurisprudence: Jurnal
Riset Ilmu Hukum, 2(1), 11-21.

DAELY, Y.P.D (2022). TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PENCABULAN


YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Kasus di Polda Jawa Timur (Doctoral
dissertation, UPN VETERAN Jawa Timur).

Frisdayanti, A. (2021). Tinjauan yuridis terhadap tindak pidana pencabulan anak secara
berlanjut yang dilakukan oleh guru mengaji (Studi Kasus Putusan
No.225/Pid.Sus/2016/PN.Pin) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS HASANUDDIN).

Putra, R. S., & Kadarisman, Y. (2016). Kriminalitas di Kalangan Remaja (Studi Terhadap
Remaja Pelaku Pencabulan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II B Pekanbaru)
(Doctoral dissertation, Riau University).

Sofyan, A.M., & Tenrupadang, A. (2017). Ketentuan Hukum Perlindungan Hak Anak
Jalanan Bidang Pendidikan.DIKTUM: Jurnal Syariah dan Hukum, 15 (2), 229-246.

Laurensiusarliman, S. (2018). Partisipasi Masyarakat di Daerah Perbatasan NKRI untuk


Mencegah Anak Sebagai Objek Human Trafficking. Jurnal Wawasan Yuridika,2 (1), 24-43.

Simatupang, N.(2018). Hukum Perlindungan Anak

Anda mungkin juga menyukai