Oleh:
asalmaputriandhini@gmail.com
ABSTRAK
Tawuran yaitu suatu bentuk kriminalitas yang sering dilakukan oleh para remaja. Tindakan
yang merupakan pelanggaran hukum dan membahayakan orang lain serta diri sendiri ini biasanya
dilakukan oleh aak-anak di bawah usia 17 tahun. Tawuran pelajar marak terjadi di perkotaan, namun
saat ini tawuran pelajar sudah merambat ke pedesaan atau perkampungan salah satunya adalah tawuran
sering terjadi di daerah Cipanas-Cianjur. Tawuran yang dilakukan oleh para pelajar ini merupakan
perilaku menyimpang yang sudah menjadi suatu tradisi turun temurun tawuran biasa diakibatkan oleh
tingkat emosional dari para pelaku tidak dapat dikontrol, krisis identitas, adanya tekanan dari teman
sebaya, serta kurangnya pengawasan dari pihak terkait. Tawuran merupakan suatu tindak pidana karena
tawuran dianggap sebagai bentuk kekerasan dan pelanggaran sebagaimana pengaturan berdasarkan
Pasal 170 dan 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam prosesnya anak-anak diperlakukan
berbeda dari orang dewasa dalam hal yang melanggar hukum, sebab terdapat peraturan mengenai
Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Anak yang diatur oleh undang-undang dan berbeda dari
peradilan peradilan orang dewasa pada umumnya.
KATA KUNCI: Anak, Tawuran, Pasal 170 KUHP, Pasal 358 KUHP, Perlindungan Aanak, dan
Sistem Peradilan Anak
2
I. PENDAHULUAN
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun atau bahkan masih dikandungan.
Telah ditegaskan bahwa hak anak harus dijaga oleh negara dan negara
memiliki kewajiban untuk menegakkan, membela, dan menghormati hak anak, hal ini
berdasarkan ketentuan yang terkandung didalam Pasal 21 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kekerasan merupakan suatu perlakuan yang dilakukan dengan sngaja atau atas
kesadaran diri seseorang atau kelompok yang ditujukan untuk menumpas seseorang
atau kelompok yang dianggap lemah agar terus mendapatkan penderitaan. Tindak
kekerasan dapat terjadi dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk psikis. Adapun
tindak kekerasan yang dilakukan dalam bentuk fisik, seperti pengeroyokan yang
mengakibatkan adanya luka atau cedera di sekujur tubuh. Sedangkan tindak kekerasan
dalam bentuk psikis dapat terjadi ketika seseorang dipaksa untuk melakukan hal yang
tidak disukainya. Kedua bentuk kekerasan tersebut memiliki pengaruh yang dapat
merugikan korbannya. Saat ini telah marak terjadi tindak kejahatan dan kekerasan
pada lingkungan masyakarakat yang mana remaja sering terlibat dalam tindak
kejahatan dan kekerasan yang terjadi di tempat-tempat umum, dimana ketika
kekerasanterjadi akan menimbulkan luka pada korbannya, baik luka fisik maupun
luka psikis, jadi korban kekerasan tidak hanya menimpa anak-anak, namun anak juga
sudah merambat menjadi pelaku tindak kekerasan.
Anak-anak dapat melakukan suatu tindak pidana pada umumnya didasari atas
perilaku anti sosial anak-anak, dan Juvenil Deliquency atau juga dikenal sebagai
kenakalan remaja yang sering mengakibatkan tindakan kriminal. Kenakalan remaja
(Juvenil Deliquency) saat ini telah menjadi salah satu isu pemerintah yang mendesak
dalam rangka memerangi kejahatan di Indonesia. Salah satu tindakan kriminal yang
cenderung dilakukan oleh kalangam remaja terutama pelajar yaitu tawuran.
Tawuran antar pelajar yang terjadi di daerah Cipanas masih marak terjadi
hingga saat ini bahkan tidak jarang menimbulkan korban baik yang terlibat dalam aksi
tawuran tersebut maupun yang tidak terlibat atau salah sasaran. Tawuran di daerah
Cipanas seringkali menimbulkan keresahan masyarakat, karena tidak jarang dilakukan
di daerah pemukiman ataupun jalanan tempat masyarakat beraktivitas, selain itu juga
3
penanganan tawuran yang masih minim menjadi faktor penyebab maraknya terjadi
kasus tawuran di daerah Cipanas.
Dari uraian latar belakang tersebut memunculkan rumusan masalah penelitian
sebagai berikut: (1) Bagaimana sanksi atau hukuman bagi anak atau pelajar yang
terlibat tawuran yang mengakibatkan adanya korban jiwa?, dan (2) Apakah ada
perlindungan hukum terhadap pelajar yang terlibat kasus tawuran?.
Berikut adalah tujuan dalam menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini
adalah : (1) Guna menganalisis sanksi pidana terhadap anak atau pelajar yang terlibat
dalam tawuran yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. (2) Guna memahami
pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap anak atau pelajar yang terlibat
kasus tawuran.
Selain itu penulis penelitian ini menggunakan lebih dari sekedar pendekatan
kualitatif untuk melakukan penelitian ini, namun penulis juga menggunakan teknik
lain, yaitu pendekatan penelitian hukum normative. Pendekatan penelitian hukum
normatif adalah sebuah metode penelitian yang menitikberatkan pada hukum sebagai
norma atau aturan hukum yang bersifat konstruktif dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Dalam penelitian hukum normatif terdapat lima metode
penelitian, yaitu deskripsi atau penjabaran hukum, sistemasi hukum, kajian hukum,
penafsiran dan penalaran hukum serta dengan menilai hukum positif.
4
A. Cakupan Pasal 170 dan 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk
Proses Hukum Tindakan Tawuran
Pasal-pasal berikut sering dijadikan landasan dasar dalam proses hukum
perkara tindak pidana tawuran selama proses penyelidikan, penyidikan, dan
pemeriksaan di pengadilan serta penuntutan tindak tawuran, yaitu diantaranya:
1. Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengeaskan bahwa:
“Barang siapa dengan terang-terangan dan secara bersama-sama menggunakan
kekerasan terhadap individu atau harta benda diancam dengan pidana penjara
lima tahun enam bulan. Kemudian, jika dia melakukan perusakan yang
disengaja terhadap harta benda atau apabila kekerasan yang dilakukan
mengakibatkan luka-luka akan dijatuhi pidana penjara tujuh tahun; Sembilan
tahun penjara jika kekerasan tersebut mengakibatkan luka berat; dan maksimal
dua belas tahun penjara jika kekerasan tersebut mengakibatkan kematian”.
Sebagaimana yang dapat dilihat dari kata “bersama-sama” Pasal 170
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini mengatur tentang ancaman pidana
terhadap perbuatan kekerasan terhdap orang atau barang yang dilakukan oleh
sekelompok orang.
2. Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Menurut Pasal 358 KUHP berbunyi “Barang siapa dengan sengaja
terlibat dalam penyerangan atau pertikaian dan disebabkan oleh banyak orang,
selain karena tanggung jawab masing-masing untuk perbuatan tertentu,
diancam dengan: 1. Dipenjara selama dua tahun delapan bulan, jika
peyerangan atau pertikain itu hanya mengakibatkan seseorang luka berat saja.
2. Jika seseorang terbunuh dalam penyerangan atau perkelahian maksimal
mendapatkan hukuman empat tahun penjara.
Menurut Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini
menegaskan ancaman pidana untuk “melakukan perbuatan pemukulan yang
melibatkan beberapa orang” menurut Pasal ini setiap pihak bertanggung jawab
sendiri-sendiri atas apa yang dilakukannya sebagaimana tercantum dalam
Pasal 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
6
Teruntuk anak atau remaja yang telah melanggar hukum dan telah bisa
dimintai pertanggungjawaban pidana, maka dalam menegakan hukuman pidana
terhadap anak yang melakukan pelanggaran penting untuk mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan segala upaya agar anak-anak yang sedang menjalani proses hukum
tetap didampingi oleh orang tuanya . Hal tersebut dimaksudkan agar anak
tetap memiliki pendamping yang dapat dipercaya ketika berhadapan dengan
hukum.
2. Dalam proses peradilan pidananya perlu dilakukan perbedaan perlakukan
terhadap anak, hal tersebut dimaksudkan demi pertumbuha dan perkembangan
mental anak yang sedang berhadapan dengan hukum.
3. Selain itu, penting untuk mengetahui jenis ancaman pidana yang dapat
dikenakan pada anak-anak serta sanksi yang dapat dilakukan terhadap mereka
untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan mental anak
Putusan hakim terhadap anak yang melakukan tindak pidana dijelaskan dan
dikategorikan dalam BAB III Pasal 45, 46, 47 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, sebagai berikut:
1. Orang yang belum dewasa yaitu orang yang belum berumur 21 (dua puluh
satu) tahun dan belum pernah kawin.
2. Putusan hakim terhadap anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana
dapat dikategorikan, sebagai berikut:
a. Anak yang berhadapan dengan hukum dikembalikan pada orang tuanya
dan dibebaskan dari tuntutan.
b. Terdakwa anak diadopsi sebagai anak milik negara.
c. Putusan terhadap anak di bawah umur diberikan sesuai dengan hukum
yang berlaku.
8
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berlandaskan dari analisis dalam karya ilmiah ini, berikut kesimpulan yang
dapat diambil diantaranya yaitu:
1. Sangsi hukum diberlakukan bagi para pelajar yang terlibat dalam tawuran baik
perorangan maupun tawuran pelajar berkemlompok. Sanksi yang dijatuhi
apabila pelajar terbukti terlibat dalam perkelahian masal atau tawuran dan atas
perbuatannya tersebut perlu dipertanggungjawabkan berdasarkan hukum yang
berlaku. Namun penjatuhan sangsi pidana terhadap pelajar pelaku tawuran
hanya sebagai ultimatum remidium atau upaya terakhir dalam penegakan
hukum.
2. Sejalan dengan ketentuan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 tentang Sistem
Peradilan Anak, anak atau pelajar yang telah berhadapan dengan hukum,
dalam hal ini yang terlibat kasus tawuran, mendapat perlindungan hukum.
B. Saran
1. Perlu ditingkatkannya kerja sama dan koordinasi yang baik antara penegak
hukum, keluarga, lembaga sekolah, dan masayarakat yang diharapkan dapat
menjadi tonggak agar penegakan hukum terhadap aksi tawuran dapat berjalan
dengan baik sehingga dapat meminimalisir aksi tawuran antar pelajar.
2. Dalam jalannya proses hukum diharapkan penegak hukum tetap
memperhatikan perlindungan hukum bagi anak berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam mengusut tawuran anak.
V. DAFTAR PUSTAKA
Harkristuti dkk. (2021). Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tangerang Selatan.
Universitas Terbuka.
Hiariej, Eddy O.S. (2019). Hukum Pidana, cet. Ke-9. Tangerang Selatan. Universitas
Terbuka.
Roeslan Saleh. (1981). Kitab Undnag-Undang Hukum Pidana. Jakarta. Aksara Baru.
11
Trinando, Frenki. (2014). Proses Peradilan Anak Nakal dan Sanksi Pidana yang
Dapat Dijatuhkan Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Ilmu
Hukum. Palembang: Universitas Muhammadiyah Palembang.
PERUNDANG-UNDANGAN