Anda di halaman 1dari 5

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN

SEKSUAL PADA ANAK DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI

Ayu Efritadewi1, Elvina Safitri2, Muhammad Reza Anggara3, Nadiana4


1234
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang Email: Umrah.ac.id
Kepulauan Riau 2910.

Email : ayuefritadewi@umrah.ac.id, 190574201029@student.umrah.ac.id,


180574201056@student.umrah.ac.id, 190574201012@student.umrah.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pelindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Seksual Pada Anak Dalam Perspektif
Viktimologi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif atau library research, artinya penelitian ini didasarkan pada sumber-sumber
kepustakaan untuk membahas masalah-masalah yang telah dirumuskan dengan menggunakan pendekatan Undang-Undang, asas-asas hukum,
sistematika hukum. Hasil dari penelitian ini antara lain: viktimisasi dan re-viktimisasi anak korban kekerasan seksual dan perlindungan hukum
terhadap anak korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual cenderung membuat anak merasa bersalah, malu, memiliki citra diri yang buruk,
merasa berbeda dengan orang lain, dan menjadi marah dengan tubuhnya sendiri. Apalagi jika diikuti dengan bullying dari lingkungan sosial.
Perlindungan anak korban kekerasan seksual meliputi perlindungan hak-hak korban, penegakan hukum dan pemulihan kondisi korban
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kata kunci: Perlindungan Hukum, Kekerasan Seksual, Anak, Viktimologi.

Abstract

This study aims to analyze the legal protection against victims of child sexual violence in the perspective of victimology. This research is a
type of normative research or library research, meaning that this research is based on library sources to discuss problems that have been
formulated using the law approach, legal principles, legal systematics. The results of this study include: victimization and re-victimization
of children who are victims of sexual violence and legal protection for children who are victims of sexual violence. Sexual abuse tends to
make children feel guilty, ashamed, have a bad self-image, feel different from others, and become angry with their own bodies. Especially
if it is followed by bullying from the social environment. Protection of child victims of sexual violence includes protection of victims'
rights, law enforcement and restoration of the condition of victims as regulated in Law of the Republic of Indonesia Number 35 of 2014
concerning Amendments to Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection.

Keywords: Legal Protections, Sexual Violence, Children, Victimology.

I. PENDAHULUAN anak sudah memasuki tahap memprihatinkan atau


mengenaskan. Yakni ada ayah tiri memperkosa anak tirinya,
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan ada guru melakukan pelecehan seksual kepada muridnya, ada
berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan kakek melakukan pelecehan seksual kepada cucunya sendiri.
diskriminasi. Hal tersebut tertuang secara tegas dalam Pelecehan seksual terhadap anak merupakan masalah yang
ketentuan Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara berkaitan dengan kesehatan masyarakat yang signifikan
Republik Indonesia Tahun 1945, (UUD 1945) dan merupakan namun dapat dicegah. Banyak anak menunggu untuk
dasar filosofis dalam memberikan perlindungan terhadap anak. melaporkan atau tidak pernah melaporkan pelecehan seksual
Faktanya, secara sosiologis, kasus pelecehan seksual terhadap terhadap anak. Lyness menyatakan kekerasan seksual
terhadap anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium yang selama ini dijaga sehingga akan menimbulkan gangguan
organ seksual anak, tindakan seksual atau pemerkosaan mental dalam waktu yang berkepanjangan. (Krisnani, Hetty, dan
terhadap anak, memperlihatkan media/benda porno, Gisela Kessik,2019:199) Maka dari itu anak korban kekerasan
menunjukkan alat kelamin pada anak dan sebagainya. (Ivo seksual harus mendapatkan perlindungan yang optimal dalam
Noviana, 2015:16) penegakan hukum di Indonesia.
Menurut organisasi kesehatan dunia yaitu WHO,
kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk II. METODE PENELITIAN
penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk
menyakiti fisik, emosional, seksual melalaikan pengasuhan Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif
dan eksploitasi untu kepentingan komersial yang secara nyata yaitu meneliti aturan dari perspektif internal menggunakan
ataupun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan objek penelitiannya adalah norma hukum. Bahan hukum
hidup, martabat atau pengembangannya, tindakan kekerasan primer terdiri dari Undang-undang yang mempunyai suatu
diperoleh dari orang yang bertanggung jawabm dipercaya kekuatan aturan secara mengikat yang bersifat autoritatif.
ataupun berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. (Disemy Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang menyajikan
Humaria B, dkk, 2015:5)
data hukum primer, yaitu mencakup buku kitab, pendapat dari
Perilaku kriminal dalam hal kekerasan seksual memiliki
ahli, literatur ilmiah hukum serta karya ilmiah di bidang
tingkat kuantitas yang cukup tinggi setiap tahunnya di
hukum terkait menggunakan permasalahan dalam penelitian.
Indonesia, dan bahkan tidak jarang yang menjadi korban
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang,
dalam kejahatan ini adalah anak-anak yang masih dalam usia
mencakup kamus aturan, kamus awam, ensiklopedia, serta
dibawah umur. Komnas Perempuan mencatat inses atau
sumber internet dengan memasukan alamat situs atau link
hubungan seksual satu darah merupakan kasus kekerasan
terkait.
seksual terbanyak yang dialami anak perempuan. Menurut
Pengumpulan bahan memakai cara inventaris dimana
Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2019 dari
meliputi peraturan perundang-undangan, dengan teknik yang
Komnas Perempuan, dari 2.341 kasus kekerasan terhadap
mengacu pada kepustakaan pencatatan dilakukan dengan
anak perempuan tahun ini, ada 770 kasus yang merupakan
dikaitkannya pada sistem file dengan menggunakan jenis
hubungan inses. Angka ini yang paling besar dari kategori
penelitian aturan normatif. Analisa yang diperuntukkan untuk
lainnya, yakni kekerasan seksual 571 kasus, kekerasan fisik
mengkaji penelitian ini merupakan analisis interpretasi
536 kasus, kekerasan psikis 319 kasus dan kekerasan ekonomi
hukum, yaitu penafsiran aturan yang dilakukan terhadap
145 kasus. Hubungan inses juga didapati sebagai kasus
seperti apa seharusnya pengaturan yang digunakan dalam
dengan jumlah terbanyak dalam kekerasan seksual dalam
perspektif viktimologi terhadap perlindungan hukum terhadap
ranah keluarga dan personal. Jumlahnya sebesar 822 kasus.
korban kekerasan seksual pada anak.
Disusul perkosaan sebanyak 792 kasus dan persetubuhan
sebanyak 503 kasus. Mengacu pada pelaku kekerasan seksual
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
di ranah personal, pelaku dengan angka terbesar adalah pacar
sebanyak 1.320 kasus. Disusul oleh ayah kandung dengan 618
Berbicara mengenai korban, yang dikenal dengan istilah
kasus dan ayah tiri 469 kasus. (CNN Indonesia, Inses Kasus
Kekerasan Seksual Terbanyak Pada Anak Perempuan,
“victimology” yaitu ilmu yang mempelajari tentang korban,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200224173721-12-477607/inses- oleh Andrew Karmen memberikan pengertian: Studi ilmiah
kasus-kekerasan-seksual-terbanyak-pada-anak-perempuan, Sabtu, 07 Maret tentang viktimisasi, termasuk hubungan antara korban dan
2020 10:52 WIB) pelaku, interaksi antara korban dan sistem peradilan pidana
Viktimisasi dan reviktimisasi pada anak korban kekerasan yaitu polisi dan pengadilan, dan petugas pemasyarakatan dan
seksual sering kali terjadi. Selain menjadi korban kekerasan hubungan antara korban dan kelompok dan institusi
seksual, anak juga menjadi korban dari lingkungan sosial yang masyarakat lainnya, seperti media, bisnis, serta gerakan sosial.
“menghukum” anak. Pada kekerasan seksual ini, korban (Bambang Waluyo, 2002:15)
merupakan pihak yang paling terhukum karena akan Setiap kejahatan pada awalnya tentu ada korban, baik
menganggu baik fisik maupun terlebih faktor psikis yang orang perorangan atau individu, karena untuk terjadinya
dimilikinya. Hasil penelitian Malamuth menjelaskan bahwa kejahatan lazim terjadi seperti itu, terlepas dari pelakunya
kekerasan seksual dalam kaitannya tindakan perkosaan ditangkap atau tidak. Jika pelakunya dapat ditangkap dan
membuat korban yang sebenarnya “terhukum” dalam artian dijatuhi pidana, belum tentu kerugian yang diderita korban
yang paling dalam karena dirinya telah menjadi korban dapat dipulihkan, seperti pembunuhan, penganiayaan,
perbuatan yang mengakibatkan terenggutnya kehormatan
pemerkosaan, pelecehen seksual, dan lain-lain. Sehingga Perempuan atau laki-laki yang menjadi korban kekerasan
pemulihan terhadap akibat dari kejahatan tersebut akan seksual lebih memiliki pasangan sesama jenis karena
menjadi beban dan tanggung jawab korban sendiri, termasuk menganggap lawan jenis tidak dapat dipercaya. Rasa tidak
pemulihan dan berintegrasi dalam kehidupan di masyarakat berdaya muncul dikarenakan adanya rasa takut di kehidupan
secara normal. korban. Korban dapat mengalami mimpi buruk, fobia, stres,
Anak yang menjadi korban kekerasan seksual pada masa dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit.
kanak-kanak yang memiliki potensi untuk menjadi pelaku Kekerasan seksual dapat membuat korban merasa bersalah,
kekerasan seksual di kemudian hari. Ketidakberdayaan korban malu, memiliki gambaran diri yang buruk, merasa dirinya
saat menghadapi tindakan kekerasan seksual di masa kanak- berbeda dari orang lain, hingga marah terhadap tubuhnya
kanak, tanpa disadari digeneralisasi dalam persepsi mereka sendiri. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat
bahwa tindakan atau perilaku seksual bisa dilakukan kepada ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki
figur yang lemah atau tidak berdaya. (Weber, dkk, 2010:1899-1905)
kekuatan untuk mengontrol dirinya.
Kekerasan seksual anak biasanya diikuti dengan Perlindungan Anak merupakan segala kegiatan untuk
kekerasan lainnya. Reviktimisasi terhadap anak korban menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
kekerasan seksual akan semakin diperparah dengan dukungan hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
keluarga yang lemah. Laura K Murray, Amanda Nguyen, and sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
Judith A. Cohen mengatakan sebagai berikut: mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Arif
“Childhood sexual abuse often occurs alongside other forms Gosita juka menyampaikan bahwa perlindungan kepada
of abuse or neglect, and in family environments in which therekorban perlu untuk memperhatikan hak-hak korban yang
may be low family support and/or high stress, such as high berhubungan dengan suatu perkara yaitu:
poverty, low parental education, absent or single parenting, a. Korban berhak mendapatkan kompensasi atau
parental substance abuse, domestic violence, or low caregiver restitusi atas penderitannya sesuai dengan
warmth. Children who are impulsive, emotionally needy, and kemampuan si pemberi kompensasi atau restitusi si
who have learning or physical disabilities, mental health pembuat korban dalam terjadiya kejahatan dengan
problems, or substance use may be at increased risk. The risk likuisensi dan penyimpangan tersebut;
of CSA also appears to increase in adolescence”. (Murray, b. Berhak menolak kompensasi atau restitusi untuk
dkk,2014:21-337) kepentingan pembuat korban (tidak mau diberi
Pelecehan seksual pada masa kanak-kanak sering terjadi karena tidak memerlukannya);
bersamaan dengan bentuk pelecehan atau penelantaran lainnya,
c. Berhak mendapat kompensasi atau restitusi untuk
dan dalam lingkungan keluarga di mana mungkin terdapat
ahli warisnya apabila si korban telah meninggal
dukungan keluarga yang rendah dan/atau stres yang tinggi,
dunia karena tindakan tersebut;
seperti kemiskinan yang tinggi, pendidikan orang tua yang
d. Berhak mendapat pembinaan dan rehabilitasi;
rendah, pengasuhan anak tanpa kehadiran atau tunggal,
e. Berhak mendapat kembali hak miliknya;
penyalahgunaan zat orang tua, rumah tangga kekerasan, atau
kehangatan pengasuh yang rendah. Anak-anak yang impulsif,
f. Berhak mendapatkan perlindungan dari ancama
membutuhkan emosi, dan yang memiliki ketidakmampuan pihak pembuat korban bila melapor dan menjadi
saksi;
belajar atau fisik, masalah kesehatan mental, atau penggunaan
narkoba mungkin berisiko lebih tinggi. Risiko CSA juga g. Berhak mendapatkan bantuan penasehat hukum; dan
tampaknya meningkat di masa remaja. h. Berhak mendapatkan upaya hukum. (Mulyadi,2010:19)
Kekerasan seksual tergolong sebagai tindak penganiayaan Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 15 Undang-Undang
yang berdasarkan pelakunya dapat digolongkan menjadi Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
familial abuse dan extra familial abuse. Incest merupakan Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
contoh familial abuse, yaitu kekerasan seksual dimana antara Tentang Perlindungan Anak juga mengatur secara tegas
korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi mengenai hak anak. Dalam Perlindungan hak anak korban
bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang kekerasan seksual salah satunya dilakukan dengan
yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri, atau perlindungan hukum dengan memidana pelaku. Dalam Kitab
kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak. Undang-undang Hukum Pidana Kejahatan seksual diatur
Sedangkan extra familial abuse merupakan kekerasan yang dalam Buku Kedua mengenai Kejahatan, BAB XIV Tentang
dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban. (Murray, kejahatan terhadap kesusilaan dalam Pasal 281 sampai dengan
dkk,2014:21-337) 297.
Dalam ketentuan khusus, perlindungan anak dari kekerasan seksual pada masa kanak-kanak yang memiliki
kekerasan seksual diatur dalam Pasal 76 D Undang-Undang potensi untuk menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang hari. Ketidakberdayaan korban saat menghadapi tindakan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 kekerasan seksual di masa kanak-kanak, tanpa disadari
Tentang Perlindungan Anak menyatakan “Setiap Orang digeneralisasi dalam persepsi mereka bahwa tindakan atau
dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan perilaku seksual bisa dilakukan kepada figur yang lemah atau
memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau tidak berdaya.
dengan orang lain”. Perlindungan Hukum terhadap anak merupakan segala
Mengenai Ketentuan pidana terhadap kekerasan seksual kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
pada anak telah diatur dalam ketentuan Pasal 81 Undang- haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
Tentang Perlindungan Anak yang menyatakan sebagai berikut: kekerasan dan diskriminasi. Dimana perlindungan hukum
a. Setiap orang yang melangggar ketentuan yang diberikan kepada korban dalam pandangan yang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana disampaikan oleh Barda Nawawi Arif bahwa dapat ditinjau
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dari 2 (dua) perspektif yaitu perlindungan agar tidak menjadi
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda korban tindak pidana, artinya sebagai upaya pemenuhan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar tanggung jawab negara atas perlindungan hak asasi manusia
rupiah). atau kepentingan umum seseorang; serta perlindungan untuk
b. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat memperoleh suatu jaminan atau santunan berdasarkan hukum
(1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan atas derita/kerugian yang dialami orang yang menjadi korban
sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian tindak pidana, sehingga identik pula disebut sebagai
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan penyantunan korban.
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
c. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh
Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka DAFTAR PUSTAKA
pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1). [1] Bambang Waluyo, (2002), Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta:
Sinar Grafika, hal.15.
Dan mengenai perlindungan hukum yang diberikan
[2] Mulyadi, (2010), Kompilasi Hukum Pidana Dalam Perspektif Teoritis
kepada korban dalam pandangan yang disampaikan oleh
Dan Praktek Peradilan, Bandung: Mandar Maju, hal. 19.
Barda Nawawi Arif bahwa dapat ditinjau dari 2 (dua)
perspektif yaitu perlindungan agar tidak menjadi korban [3] Disemy Humaria B, dkk, (2015), Kekerasan Seksual Pada Anak:
tindak pidana, artinya sebagai upaya pemenuhan tanggung Telaah Relasi Pelaku Korban dan Kerentanan Pada Anak, Jurnal
Psikoislamika, Vol 12 No. 2, hal. 5.
jawab negara atas perlindungan hak asasi manusia atau
kepentingan umum seseorang; serta perlindungan untuk [4] Ivo Noviana, (2015), Kekerasan Seksual terhadap Anak: Dampak dan
memperoleh suatu jaminan atau santunan berdasarkan hukum Penanganan, Jurnal Sosio Informa, Vol. 1 No. 1, Januari -April 2015,
atas derita/kerugian yang dialami orang yang menjadi korban hal. 16.
tindak pidana, sehingga identik pula disebut sebagai
[5] Krisnani, Hetty, and Gisela Kessik, (2019), Analisis Kekerasan Seksual
penyantunan korban. (Barda Nawawi Arief, 2001:56) Pada Anak dan Intervensinya oleh Pekerjaan Sosial (Studi Kasus
Kekerasan Seksual oleh Keluarga di Lampung), Jurnal Pekerjaan
IV. KESIMPULAN Sosial Vol 2 No.2, hal. 199.

[6] Murray, Laura K, Amanda Nguyen, and Judith A. Cohen, (2014),


Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, Child sexual abuse, Child and Adolescent Psychiatric Clinics 23.21-
dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan 337.
diskriminasi. Hal tersebut tertuang secara tegas dalam [7] Weber, Mark Reese, Smith, Dana M, (2010), Outcomes of Child Sexual
Abuse as Predictors of laters Sexual Victimization, Journal of
ketentuan Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara International Violence. (Online). 26 (9), pp. 1899-1905.
Republik Indonesia Tahun 1945. Anak yang menjadi korban
[8] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

[9] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang


Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.

[10] CNN Indonesia, Inses Kasus Kekerasan Seksual Terbanyak Pada Anak
Perempuan,https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200224173721-
12-477607/inses-kasus-kekerasan-seksual-terbanyak-pada-anak-
perempuan

Anda mungkin juga menyukai