Anda di halaman 1dari 10

Lex Crimen Vol. II/No.

7/November/2013

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK PENDAHULUAN


YANG MENJADI KORBAN A. Latar Belakang Masalah
TINDAK PIDANA PERKOSAAN1 Fenomena tindak kekerasan yang terjadi
Oleh : Armando Brilian H. Lukar2 pada anak-anak di Indonesia mulai menuai
sorotan keras dari berbagai kalangan pada
ABSTRAK saat banyak stasiun televisi swasta
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menayangkannya secara vulgar pada
untuk mengetahui bagaimana sanksi program kriminal, seperti: kasus perkosaan
pidana terhadap perkosaan anak di yang dilakukan oleh keluarga korban atau
bawah umur dan bagaimana urgensi orang-orang dekat korban, kasus sodomi,
perlindungan hukum terhadap anak yang perdagangan anak untuk dieksploitasi
menjadi korban tindak pidana perkosaan. menjadi pekerja seks komersil hingga
Penulisan skripsi ini menggunakan metode pembunuhan. Banyaknya kasus kekerasan
penelitian yuridis normatif dan dapat anak yang terjadi di Indonesia dianggap
disimpulkan, bahwa: 1. Ancaman hukuman sebagai salah satu indikator buruknya
terhadap pelaku pemerkosaan, sesuai kualitas perlindungan anak. Keberadaan
aturan dalam Kitab Undang-undang Hukum anak yang belum mampu untuk hidup
Pidana tentang tindak pemerkosaan, adalah mandiri tentunya sangat membutuhkan
maksimal 15 tahun. syarat hukuman orang-orang sebagai tempat berlindung.
minimal dan ganjaran pidana penjara Rendahnya kualitas perlindungan anak di
maksimal seumur hidup bagi pelaku Indonesia banyak menuai kritik dari
pemerkosaan. Bahkan ada sebagian berbagai elemen masyarakat. Pertanyaan
kalangan menuntut diberlakukan hukuman yang sering dilontarkan adalah sejauhmana
mati. Sanksi berat dimaksudkan untuk pemerintah telah berupaya memberikan
memberi efek jera bagi pelaku perlindungan (hukum) pada anak, sehingga
pemerkosaan dan memberi peringatan anak dapat memperoleh jaminan atas
kepada khalayak untuk tak sekali-kali kelangsungan hidup dan penghidupannya
mencoba melakukan kejahatan ini. 2. Ide sebagai bagian dari hak asasi manusia.
dasar perlunya perlindungan hukum Padahal, berdasarkan Pasa1 20 Undang-
terhadap anak menjadi korban tindak Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
pidana dan pelaku tindak pidana sehingga Perlindungan Anak, yang berkewajiban dan
perlu dilindungi yaitu: (a) Anak masih bertanggungjawab terhadap
memerilkan bimbingan orang tua; (b) Anak penyelenggaraan perlindungan anak adalah
memiliki fisik yang lemah; (c) Anak memiliki negara, pemerintah, masyarakat, keluarga,
kondisi yang masih labil; (d) Anak belum dan orang tua.
bisa memiiih mana yang baik dan yang Akhir-akhir ini sering terjadi suatu tindak
buruk; (e) Anak memiliki usia yang belum pidana mengenai kekerasan seksual
dewasa; (f) Anak perempuan lebih sering terhadap anak dan yang paling parah tindak
menjadi korban; (g) Anak memerlukan pidana kekerasan seksual yang sekarang ini
pendidikan dan sekolah; (h) Anak memiliki tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa
pergaulan; (i) Anak masih mampu tetapi juga dilakukan oleh anak. Anak
dipengaruhi mass media. dibawah umur yang dimaksud di sini adalah
Kata kunci: Anak, korban perkosaan. anak yang belum berusia 18 tahun atau
yang berusia di bawah 18 tahun menurut
undang-undang perlindungan anak.
Fenomena tindak pidana ini terus
1
Artikel Skripsi meningkat dengan berbagai modus
2
NIM 090711153

53
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

operandi. Dengan terdapatnya perkara dilakukan dengan prosedur identifikasi dan


perkosaan terhadak anak di bawah umur inventarisasi hukum positif sebagai suatu
yang dilakukan, hal tersebut termasuk kegiatan pendahuluan. Biasanya, pada
dalam kejahatan kesusilaan yang sangat penelitian hukum normatif yang diteliti
mencemaskan dan memunculkan pengaruh hanya bahan pustaka atau data sekunder,
psikologis terhadap korbannya yang juga di yang mencakup bahan hukum primer,
bawah umur, maka penanganan tindak sekunder dan tertier.
pidana ini harus ditangani secara serius. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan
Anak merupakan bagian yang tidak hukum yang mengikat yang terdiri dari :
terpisahkan dari keberlangsungan hidup KUH Pidana dan Undang-Undang No. 23
manusia dan keberlangsungan sebuah Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
Bangsa dan Negara. Dengan peran anak sedangkan bahan hukum sekunder, yaitu
yang penting ini, hak anak telah secara bahan yang memberikan penjelasan
tegas dinyatakan dalam konstitusi, bahwa mengenai bahan hukum primer seperti:
Negara menjamin setiap anak berhak atas literatur yang ada kaitannya dengan hukum
keberlangsungan hidup, tumbuh dan pidana dan perlindungan anak, hasil
berkembang serta berhak atas seminar, karya ilmiah maupun hasil
perlindungan dari kekerasan dan penelitian, jurnal yang ada kaitannya
diskriminasi.3 Kepentingan terbaik bagi dengan permasalahan yang dibahas. Bahan
anak patut dihayati, sebagai kepentingan hukum tertier, yakni bahan yang
terbaik bagi kelangsungan hidup umat memberikan petunjuk maupun penjelasan
manusia. Oleh karena itu, kita semua selalu terhadap bahan hukum primer dan
berupaya agar jangan sampai anak menjadi sekunder yang terdiri dari: Kamus Hukum,
korban kekerasan, maupun anak Kamus umum Bahasa Indonesia, maupun
terjerumus melakukan perbuatan- buku-buku petunjuk lain yang ada
perbuatan jahat atau perbuatan tidak kaitannya dengan permasalahan dalam
terpuji lainnya. penelitian ini.
Bahan hukum yang diperoleh,
B. Perumusan Masalah diinventarisasi dan diidentifikasi kemudian
1. Bagaimana sanksi pidana terhadap diolah dan dianalisis secara kualitatif
perkosaan anak di bawah umur ? dengan menggunakan logika berpikir secara
2. Bagaimana urgensi perlindungan hukum deduksi yaitu dari hal-hal yang berifat
terhadap anak yang menjadi korban umum kemudian ditarik kesimpulan yang
tindak pidana perkosaan ? bersifat khusus.

C. Metode Penelitian PEMBAHASAN


Penelitian ini merupakan penelitian A. Sanksi Pidana Terhadap Perkosaan Anak
hukum normatif yang merupakan salah Di Bawah Umur
satu jenis penelitian yang dikenal umum Masalah perkosaan yang dialami
dalam kajian ilmu hukum. perempuan merupakan contoh kerendahan
Mengingat penelitian ini menggunakan posisi perempuan terhadap kepentingan
pendekatan normatif yang tidak bermaksud seksual laki-laki. Citra seksual perempuan
untuk menguji hipotesa, maka titik berat yang telah menempatkan dirinya sebagai
penelitian tertuju pada penelitian objek sekual laki-laki temyata berimplikasi
kepustakaan. Pengumpulan bahan hukum jauh. Dalam kehidupan kesehariannya,
perempuan senantiasa berhadapan dengan
3
Pasal 28 B ayat (2) Undang-undang Dasar Negara kekerasan, pemaksaan dan penyiksaan fisik
Republik Indonesia Tahun 1945.

54
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

dan psikis. Oleh karena itulah, perkosaan dalam batasan di atas, juga kesulitan
bukan hanya cerminan dari citra pembuktian misalnya perkosaan atau
perempuan sebagai objek seks, melainkan perbuatan cabul yang umumnya dilakukan
sebagai objek kekuasaan laki-laki.4 tanpa kehadiran orang lain.6
Pandangan pembela hak hak perempuan Walaupun banyak tindak pidana
itu mensyaratkan bahwa selama ini perkosaan yang telah diproses sampai ke
perempuan masih ditempatkan dalam Pengadilan, tapi dari kasus-kasus itu
posisi subordinasi dan marginalisasi. pelakunya tidak dijatuhi hukuman yang
Perempuan tidak sebatas sebagai objek maksimal sesuai dengan ketentuan
pemuas seks kaum laki-laki dan selalu akrab perundang-undangan yang tercantum
dengan beragam kekerasan, namun juga dalarn Kitab Undang-Undang Hukurn
sebagai kaum yang dipandang lemah, yang Pidana (KUHP) BAB XIV tentang Kejahatan
selalu harus dikuasai, dieksploitasi dan Terhadap Kesusilaan (Pasal 281 s/d 296),
diperbudak laki-laki. khususnya yang mengatur tentang tindak
Pandangan seperti itu barangkali pidana perkosaan (Pasat 285) yang
merujuk pada berbagai fenomena yang menyatakan:
menunjukkan kalau kejahatan kekerasan "Barangsiapa dengan kekerasan atau
yang seringkali terjadi di tengah-tengah ancaman kekerasan memaksa seorang
masyarakat ini lebih banyak kaum laki-laki wanita bersetubuh dengan dia di luar
yang melakukannya, dan jarang sekali pernikahan, diancam karena melakukan
ditemukan suatu kasus yang menempatkan perkosaan, dengan pidana penjara paling
wanita sebagai pelaku kejahatan kekerasan lama dua belas tahun".
kaum terhadap laki-laki. Perempuan telah Sudarto berpendapat (seperti yang
menempati strata inferior akibat perilaku dikutip oleh Barda Nawawi Arief dalam
superioritas yang ditunjukkan laki-laki yang bukunya Bunga Rampai Kebijakan Hukum
adigang dan congkak menunjukkan Pidana) bahwa untuk menanggulangi
kekuatan fisiknya. kejahatan diperlukan suatu usaha yang
Windhu mengomentari pula, bahwa rasional dari masyarakat, yaitu dengan cara
"kekerasan (terhadap perempuan) adalah politik kriminal. Kebijakan atau upaya
suatu sifat atau keadaan yang mengandung penanggulangan kejahatan pada
kekuatan, tekanan dan paksaan. Kekerasan hakekatnya merupakan bagian integral dari
terkait dengan paksaan, yang berarti upaya perlindungan masyarakat. Oleh
tekanan yang keras. Kekerasan juga sering karena itu dapat dikatakan, bahwa tujuan
dikaitkan dengan tindakan perkosaan, yakni utama dari poiitik kriminat adalah
suatu tindakan menundukkan dengan "perlindungan masyarakat untuk mencapai
paksaan dan kekerasan.5 kesejahteraan masyarakat",7
Kasus tindak pidana perkosaan paling Alasan kasus-kasus perkosaan tidak
banyak menimbulkan kesulitan dalam dilaporkan oleh korban kepada aparat
penyelesaiannya baik pada tahap penegak hukum untuk diproses ke
penyidikan, penuntutan, maupun pada Pengadilan karena beberapa faktor,
tahap penjatuhan putusan. Selain kesulitan diantaranya korban merasa malu dan tidak

4 6
Dadang S. Anshari (et.al.), Membincangkan Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan
Feminisme, Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Dan Masalah Prevensinya, Sinar Grafika, Jakarta,
Kaum Wanita, Pustaka Hidayah, Bandung, 1997, 1996, hlm. 81
7
hlm. 74. Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan
5
Haedar Nashir, Agama dan Krisis Kemanusiaan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012),
Modern, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 1997, hlm. 64. hlm 1-2

55
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

ingin aib yang menimpa dirinya diketahui tanpa itu dia merasa gagal, maka
oleh orang lain, atau korban merasa takut terjadilah perkosaan.
karena telah diancam oleh pelaku bahwa e. Exploitation rape, yaitu perkosaan yang
dirinya akan dibunuh jika melaporkan terjadi karena diperolehnya keuntungan
kejadian tersebut kepada poiisi. Hal ini atau situasi di mana perempuan
tentu saja mempengaruhi perkembangan bersangkutan dalam posisi tergantung
mental/kejiwaan dari para korban dan juga padanya secara ekonomi dan sosial.
berpengaruh pada proses penegakan Yang dimaksudkan kejahatan perkosaan
hukum itu sendiri untuk mewujudkan rasa anak di bawah umum dirumuskan dalam
keadilan bagi korban dan masyarakat. KUHP Pasal 287 yang selengkapnya sebagal
Secara garis besar terdapat 5 (lima) tipe berikut:
tindak pidana pemerkosaan, yaitu:8 a. Barang siapa bersetubuh dengan
a. Sadictic rape (perkosaan sadis), yang seorang perempuan di luar
memadukan seksualitas dan agresi perkawinan, padahal diketahuinya atau
dalam bentuk kekerasan destruktif. sepatutnya harus diduga bahwa
Pelaku menikmati kesenangan erotik umumya belum lima belas tahun, atau
bukan melalui hubungan seksualnya kalau umurnya tidak jelas, bahwa Ia
melainkan serangan yang mengerikan belum waktunya untuk kawin, diancam
atas kelamin dan tubuh korban. dengan pidana penjara paling lama
b. Anger rape, yaitu perkosaan sebagai sembilan tahun.
pelampiasan kemarahan atau sebagai b. Penuntutan hanya dilakukan atas
sarana menyatakan dan melepaskan pangaduan, kecuali jika perempuan itu
perasaan geram dan amarah yang belum sampai dua belas tahun atau jika
tertekan. Tubuh korban seakan dijadikan ada satu hal berdasarkan Pasal 291 dan
objek terhadap siapa pelaku Pasal 294.
memproyeksikan pemecahan kesulitan, Apabila rumusan Pasal 287 ayat 1
kelemahan, frustasi, dan kekecewaan dirinci, terdapat unsur-unsur sebagai
hidupnya. berikut:
c. Domination rape, yaitu perkosaan karena a. Unsur-unsur objektif:
dorongan keinginan pelaku menunjukan 1) Perbuatannya: bersetubuh
kekuasaan atau superioritasnya sebagai Artinya pemerkosaan terhadap anak
lelaki terhadap perempuan dengan terjadi karena ada persetubuhan yang
tujuan utama pemakhlukan seksual. terjadi baik di luar kehendak korban
d. Seductive rape, yaitu perkosaan karena maupun didalam kehendak korban
dorongan situasi merangsang yang sendiri (suka sama senang). Atas
diciptakan kedua belah pihak. Pada dasar suka sama senang korban anak
mulanya korban memutuskan untuk tersebut tidak dipidana kecuali anak
membatasi keintiman personal, dan tersebut mengetahui bahwa pelaku
sampai batas-batas tettentu bersikap sudah brsuami, sehingga anak
permissive (membolehkan) perilaku tersebut dapat dipidana dengan 284
pelaku asalkan tidak sampai melakukan KUHP.9
hubungan seksual. Namun karena pelaku 2) Objek: dengan perempuan di luar
beranggapan bahwa perempuan pada kawin.
umumnya membutuhkan paksaan dan Artinya perempuan di luar kawin.

8
Bagong Suyanto, Pelanggaran Hak dan
9
Perlindungan Sosial Bagi Anak Rawan, Surabaya Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenal
Airlangga University Press. 2003, hlm. 14. Kesopanan, Bandung Angkasa, 2005, hlm. 71.

56
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

3) Yang umurnya belum 15 tahun; atau 60.000.000,- (enam puluh juta


jika umurnya tidak jelas dan belum rupiah)
waktunya untuk kawin. 2) Ketentuan pidana sebagaimana
Indikator anak yang belum waktunya dimaksud dalam ayat (1)
disetubuhi ini ada pada bentuk fisik dan berlaku pula bagi setiap orang
psikis. Bentuk fisik terlihat pada wajah yang dengan sengaja melakukan
dan tubuhnya yang masih anak-anak, tipu muslihat, serangkaian
seperti tubuh anak-anak pada kebohongan, atau membujuk
umumnya, belum tumbuh buah dada anak melakukan persetubuhan
atau belum tumbuh rambut dengannya atau dengan orang
kemaluannya, atau mungkin belum lain.
datang haid. Adapun bentuk psikis dapat
dilihat pada kelakuannya, misalnya Ancaman hukuman terhadap pelaku
masih senang bermain seperti pada pemerkosaan, sesuai aturan dalam Kitab
umumnya anak belum berumur lima Undang-undang Hukum Pidana tentang
belas tahun. tindak pemerkosaan, adalah maksimal 15
b. Unsur Subjektif: tahun. Pelaku kejahatan pemerkosaan
a) Diketahuinya atau sepatutnya kenyataannya banyak yang tak sampai
harus diduga bahwa umurnya menanggung hukuman maksimal.
belum 15 tahun. Sementara korbannya mesti seumur hidup
Dalam kejahatan ini dirumuskan menyimpan cerita aib dan trauma psikis.
unsur kesalahannya, yang berupa: Sangat tak adil. Itu sebabnya penulis
Kesengajaan, yakni diketahuinya meyakini ancaman hukuman di KUHP itu
umurnya belum lima belas tahun sudah tidak sesuai lagi dengan rasa
dan kealpaan, yakni sepatutnya keadilan masyarakat. DPR mesti melakukan
harus diduganya umurnya belum langkah merevisi pasal Kitab Undang-
lima belas tahun atau jika umurnya undang Hukum Pidana tentang tindak
tidak jelas, belum waktunya untuk pemerkosaan.
kawin. Seharusnya berlaku syarat hukuman
Ancaman pidana kejahatan minimal dan ganjaran pidana penjara
pemerkosaan terhadap anak maksimal seumur hidup bagi pelaku
dibawah umur menurut Undang- pemerkosaan. Bahkan ada sebagian
Undang Perlindungan Anak Nomor kalangan menuntut diberlakukan hukuman
23 Tahun 2002 diatur dalam Pasal mati. Sanksi berat dimaksudkan untuk
81 ayat (2) sebagai berikut: memberi efek jera bagi pelaku
1) Setiap orang yang dengan pemerkosaan dan memberi peringatan
sengaja melakukan kekerasan kepada khalayak untuk tak sekali-kali
atau ancaman kekerasan mencoba melakukan kejahatan ini. Selain
memaksa anak melakukan persoalan penegakan hukum dan sanksi
persetubuhan dengannya atau berat, prosedur pelayanan laporan
dengan orang lain, dipidana pengaduan korban kasus pemerkosaan
dengan pidana penjara paling mesti dilakukan dengan baik sehingga
lama 15 (Jima belas) tahun dan membuat masyarakat merasa terlindungi.
paling singkat 3 (tiga) tahun dan Pemerintah rasanya juga perlu mendirikan
denda paling banyak Rp. semacam trauma centre, setidaknya di
300.000.000,- (tiga ratus juta tingkat kabupaten, yang bisa memberi
rupiah) dan paling sedikit Rp.

57
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

pendampingan dan bimbingan psikologis penganiyaaan, perampasan hak-haknya dan


bagi korban-korban kasus perkosaan. penodaan martabat kemanusiaanya.
Trauma psikis akan menorehkan luka Perkosaan termasuk salah satu perbuatan
batin seumur hidup. Tugas kita bersama jahat dan keji yang selain melanggar HAM,
untuk membantu memulihkan kondisi batin juga mengakibatkan derita fisik, sosial
para korban dari musibah kelam yang maupun psikologis bagi perempuan. Artinya
menimpa mereka. ada derita ganda yang ditanggung oleh
pihak korban akibat perkosaan itu, apalagi
B. Urgensi Perlunya Perlindungan Hukum bila korban tersebut anak perempuan di
Terhadap Anak Yang Menjadi Korban bawah umur.
Tindak Pidana Perkosaan Ada anak-anak yang masih duduk di
Perkosaan adalah salah satu bentuk bangku sekolah dasar yang dijadikan
kekerasan terhadap perempuan yang korban perkosaan oleh orang-orang dewasa
terberat. Dalam Konvensi PBB tentang yang secara khusus mencari anak-anak di
Penghapusan Kekerasan terhadap bawah umur sebagai pemuasnya. Ada
Perempuan bahkan sudah menjangkau orang tua yang secara ekonomi tidak
perlindungan perempuan sampai kedalam mampu atau berkategori miskin dan sedang
urusan rumah tangga seperti kasus "marital kehilangan hati nuraninya, yang tega
rape" (perkosaan dalam perkawinan), tidak "menjual" anak gadisnya untuk diperkosa
sebatas hak perempuan di luar rumah atau oleh orang lain dan kemudian dioperkan ke
sektor publik. Meskipun dalam kasus sana-ke mari yang bersedia membayarnya
seperti perkosaan oleh suami kepada isteri hanya dengan nilai tukar beberapa ratus
ini tidak dikenal dalam KUHP kita dan dan puluhan ribu rupiah saja. Sehingga
masih menjadi suatu objek diskursus dirasakan sangat urgen untuk memberikan
oleh pakar-pakar hukum, tetapi setidak- perlindungan terhadap anak, khususnya
tidaknya hal itu dapat dijadikan tolok ukur anak perempuan terhadap bahaya tindak
mengenai peningkatan kepedulian terhadap pidana perkosaan tersebut.
HAM perempuan. Perlindungan anak adalah segala usaha
Menurut Pasal 1 Deklarasi Penghapusan yang dilakukan untuk menciptakan kondisi
Kekerasan terhadap Perempuan sudah agar setiap anak dapat melaksanakan hak
disebutkan, bahwa kekerasan terhadap dan kewajibannya demi perkembangan dan
perempuan adalah setiap tindakan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik,
berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang mental dan sosial. Perlindungan anak
berakibat, atau mungkin berakibat merupakan perwujudan adanya keadilan
kesengsaraan atau penderitaan perempuan dalam suatu masyarakat, dengan demikian
secara fisik, seksual atau psikologis, perlu dungan anak diusahakan dalam
termasuk ancaman tindakan tertentu, berbagai bidang kehidupan bernegara dan
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan bermasyarakat. Arif Gosita mengemukakan
secara sewenang-wenang, baik yang terjadi bahwa kepastian hukum perlu diusahakan
di depan umum atau dalam kehidupan demi kelangsungan kegiatan perlindungan
pribadi. Sedangkan perkosaan (menurut anak dan mencegah penyelewengan yang
Pasa12 deklarasi tersebut) dikategorikan membawa akibat negatif yang tidak
sebagai salah satu bentuk tindak kekerasan diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan
terhadap perempuan. anak.10
Jelas sekali bahwa berdasarkan deklarasi
itu, perempuan seharusnya dijauhkan dari 10
Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap
tindakan-tindakan yang bermodus Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di
Indonesia,. Refika Aditama: Bandung, 2008, hlm. 34.

58
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (broken home). Menurut Moelyatno12


bahwa yang dimaksud dengan motivasi broken home seperti yang memang telah
adalah dorongan yang timbul pada diri menjadi pendapat umum menyebabkan
seseorang secara sadar atau tidak sadar anak sebagian besar melakukan kenakalan,
untuk melakukan suatu perbuatan dengan terutama karena perceraian atau
tujuan tertentu. Motivasi sering juga perpisahan orang tua yang sangat
diartikan sebagai usaha-usaha yang mempengaruhi perkembangan si anak.
menyebabkan seseorang atau kelompok Oleh karena itu, peran orang tua dalam
tertentu tergerak untuk melakukan suatu membimbing si anak sangat penting karena
perbuatan karena ingin mencapai tujuan anak masih belum tahu mana yang baik dan
yang dikehendakinya atau mendapat yang buruk sehingga orang tua perlu
kepuasan dengan perbuatannya.11 membimbing anak agar anak dapat
Kejahatan yang terjadi di Indonesia berkembang dengan baik dan terjauhkan
beragam diantaranya seorang guru dari perilaku negatif.
mencabuli anak didiknya, seorang kakek 2. Anak memiliki fisik yang lemah
mencabuli cucunya, seorang saudara Pada hakikatnya anak tidak dapat
kandung merebut kehormatan adiknya, melindungi diri sendiri dari berbagai
seorang ayah memperkosa anak macam tindakan yang menimbulkan
kandungnya yang masih SD, anak kerugian mental, fisik, sosial dalam
membunuh ayah kandungnya dan berbagai bidang kehidupan dan
kenakalan remaja. Itulah gambaran penghidupan. Anak harus dibantu oleh
fenomena kejahatan di Indonesia saat ini. orang lain dalam melindungi dirinya,
Oleh karena itu anak perlu dilindungi oleh mengingat situasi dan kondisinya. Salah
hukum. satu prinsip yang digunakan dalam
Faktor-faktor anak menjadi korban perlindungan anak adalah anak itu modal
tindak pidana dan pelaku tindak pidana utama kelangsungan hidup manusia,
sehingga perlu dilindungi, yaitu: bangsa dan keluarga. Untuk itu hak-haknya
1. Anak masih memerlukan bimbingan harus dilindungi.13
orang tua. 3. Anak memiliki kondisi yang masih labil
Orang tua merupakan lingkungan sosial Mental anak yang masih dalam tahap
yang terdekat untuk membesarkan, pencarian jati diri. kadang mudah
mendewasakan dan di dalamnya ana terpengaruh dengan situasi dan kondisi
mendapatkan pendidikan yang pertama lingkungan disekitarnya. Sehingga jika
dan utama. Orang tua yang baik akan lingkungan tempat anak berada tersebut
berpengaruh positif bagi perkembangan buruk, dapat terpengaruh pada tindakan
anak, sedangkan orang tua yang jelek akan yang dapat melanggar hukum dan juga
menimbulkan pengaruh negatif pula. anak dapat menjadi korban tindak pidana.
Keadaan anak yang masih labil, perlu Hal itu tentu saja dapat meugikan dirinya
mendapatkan bimbingan orang tua untuk sendiri dan masyarakat. Tidak sedikit
mencari jati diri, menghindarkan anak dari tindakan tersebut akhirnya menyeret
perilaku negatif. Adapun keluarga yang mereka berurusan dengan penegak hukum.
dapat menjadi sebab timbulnya kenakalan, 4. Anak belum bisa memilih mana yang baik
dapat berupa keluarga yang tidak normal dan yang buruk.

12
Moelyatno dalam Tolib Setiady. Pokok pokok
11
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Hukum Penitensier Indonesia. Alfabeta: Bandung.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2010, hlm. 185
13
Jakarta, 1995. Ibid, hlm. 39.

59
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

Integlisia adalah kecerdasan seseorang. pelanggaran banyak dilakukan oleh anak e


Menurut Wundt dan Eisler adalah rempuan, seperti perbuatan pelanggaran
kesanggupan seseorang untuk menimban ketertiban umum, pelanggaran kesusilaan
dan memberi keputusan.14 Anak-anak itu misalnya melakukan persetubuhan di luar
pada dasarnya memiliki wawasan yang perkawinan sebagai akibat dari pergaulan
kurang tajam, mereka mudah sekali bebas.
menjadi korban tindak pidana dan mereka 7. Anak memerlukan pendidikan dan
mudah sekali terseret oleh ajakan buruk sekolah.
untuk melakukan perilaku jahat. Oleh Sekolah adalah media atau perantara
karena itu keluarga, masyarakat dan negara bagi pembinaan jiwa anak-anak atau
harus melindungi. dengan kata lain sekolah ikut bertanggung
5. Anak memiliki usia yang belum dewasa. jawab terhadap pendidikan anak, baik
Stephen Hurwitz mengungkapkan usia pendidikan keilmuan maupun pendidikan
adalah faktor yang penting dalam sebab tingkah laku (character). Banyaknya atau
musabab timbulnya kejahatan.15 Apabila bertambahnya kenakalan anak secara tidak
faktor tersebut diikuti, maka faktor usia langsung menunjukkan kurang berhasilnya
adalah faktor yang penting dalam sistem pendidikan di sekolahsekolah.
hubungannya dengan sebab-sebab Dengan demikian, proses pendidikan yang
timbulnya kejahatan. Tidak terkecuali kurang menguntungkan bagi
kejahatan yang menimbulkan korban anak perkembangan jiwa anak akan berpengaruh
atau kejahatan yang dilakukan oleh seorang terhadap anak didik di sekolah baik secara
anak. Karena anak merupakan orang yang langsung atau tidak langsung, sehingga
paling mudah untuk menjadi korban dapat menimbulkan kenakalan
kejahatan. (delinquency).
6. Anak perempuan lebih sering menjadi 8. Anak memiliki pergaulan.
korban. Harus disadari betapa besar pengaruh
Kenakalan anak dapat dilakukan oleh lingkungan terhadap anak, terutama dalam
anak laki-laki maupun anak perempuan, konteks kultural atau kebudayaan
sekalipun dalam praktiknya jumlah anak lingkungan tersebut. Dalam situasi sosial
laki-laki yang melakukan kenakalan jauh yang menjadi semakin longgar, anak-anak
lebih banyak dari anak perempuan pada kemudian menegaskan eksistensi dirinya
batas usia tertentu. yang dianggap sebagai tersisih atau
Adanya perbedaan jenis ketamin, terancam. Mereka kemudian mencari dan
mengakibatkai pula timbulnya perbedaan, masuk pada suatu keluarga baru dengan
tidak hanya segi kuantitas kenakalan, tetapi subkultur yang baru yang sudah delinquen
juga dari segi kualitasnya. Sering kali kita sifatnya.
melihat atau membaca mass media, baik 9. Anak masih mampu dipengaruhi mass
media cetak maupun media elektronik media.
bahwa perbuatan kejahatan banyak Mass media dipahami berpengaruh pula
dilakukan oleh anak laki-laki seperti: terhadap perkembangan anak. Keinginan
pencurian, perampokan, penganiayaan, atau kehendak anak untuk melakukan
pembunuhan, perkosaan dan lain kenakalan, kadangkala timbul karena
sebagainya. Sedangkan perbuatan pengaruh bacaan, gambar-gambar dan film.

14
Wundt dan Eisler dalam Nashriana. Perlindungan PENUTUP
Hukum Bagi Anak Di Indonesia. RajaGrafindo A. Kesimpulan
Persada: Jakarta. 2011, hlm. 36.
15
Stephen Hurwitz dalam Nashriana. Ibid, him. 37.

60
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

1. Ancaman hukuman terhadap pelaku Karena aturan sekarang tidak sesuai


pemerkosaan, sesuai aturan dalam dengan apa yang akan diterima pelaku,
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kepada masyarakat untuk lebih
tentang tindak pemerkosaan, adalah mengawasi dan memberikan
maksimal 15 tahun. Pelaku kejahatan pendidikan kepada putra-putrinya
pemerkosaan kenyataannya banyak khususnya remaja putri dalam
yang tak sampai menanggung hukuman pergaulan bebas untuk menghindari
maksimal. Sementara korbannya mesti supaya tidak menjadi korban.
seumur hidup menyimpan cerita aib
dan trauma psikis. Seharusnya berlaku DAFTAR PUSTAKA
syarat hukuman minimal dan ganjaran Anshari, Dadang S., Membincangkan
pidana penjara maksimal seumur hidup Feminisme, Refleksi Muslimah atas
bagi pelaku pemerkosaan. Bahkan ada Peran Sosial Kaum Wanita, Pustaka
sebagian kalangan menuntut Hidayah, Bandung, 1997.
diberlakukan hukuman mati. Sanksi Arief, Barda Nawawi., Bunga Rampai
berat dimaksudkan untuk memberi efek Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya
jera bagi pelaku pemerkosaan dan Bakti, Bandung, 2012.
memberi peringatan kepada khalayak Atmasasmita, Romli., Teori dan Kapita
untuk tak sekali-kali mencoba Selekta Kriminologi, Eresco, Bandung,
melakukan kejahatan ini. 1995.
2. Ide dasar perlunya perlindungan hukum Chazawi, Adami., Tindak Pidana Mengenal
terhadap anak menjadi korban tindak Kesopanan, Bandung Angkasa, 2005.
pidana dan pelaku tindak pidana Gosita, Arief., Relevansi Viktimologi dengan
sehingga perlu dilindungi yaitu: (a) Anak Pelayanan Terhadap Para Korban
masih memerilkan bimbingan orang Perkosaan, Ind. Hill, Co, Jakarta, 1987.
tua; (b) Anak memiliki fisik yang lemah; Gultom, Maidin., Perlindungan Hukum
(c) Anak memiliki kondisi yang masih Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan
labil; (d) Anak belum bisa memiiih mana Pidana Anak Di Indonesia,. Refika
yang baik dan yang buruk; (e) Anak Aditama: Bandung, 2008.
memiliki usia yang belum dewasa; (f) Huraerah, Abu., Child Abuse (Kekerasan
Anak perempuan lebih sering menjadi Terhadap Anak), Nuansa, Bandung,
korban; (g) Anak memerlukan 2006.
pendidikan dan sekolah; (h) Anak Ihromi, T.O., Kajian Wanita Dalam
memiliki pergaulan; (i) Anak masih Pembangunan, Yayasan Obor, Jakarta,
mampu dipengaruhi mass media. 1985.
Kusuma, Mulyana W., Kejahatan dan
B. Saran Penyimpangan, Suatu Perspektif
1. Upaya perlindungan terhadap anak Kriminologi, Yayasan Lembaga Bantuan
perlu secara merus menerus diupayakan Hukum Indonesia, Jakarta, 1988.
demi tetap terpeliharanya Kusumah, Mulyana W. (ed.), Hukum dan
kesejahteraan anak, mengingat anak Hak-hak Anak, Rajawali Pers, Jakarta,
merupakan salah satu aset berharga 1986.
bagi kemajuan suatu bangsa Lamintang, P.A.F. dan Samosir, Djisman.,
dikemudian hari. Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru,
2. DPR mesti melakukan langkah merevisi Jakarta, 1983.
pasal Kitab Undang-undang Hukum
Pidana tentang tindak pemerkosaan.

61
Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013

Marpaung, Leden., Kejahatan Terhadap Marginalisasi Menuju ke Pemberdayaan,


Kesusilaan Dan Masalah Prevensinya, Airlangga University Press, Surabaya,
Sinar Grafika, Jakarta, 1996 1996.
Marzuki, Suparman., Pelecehan Seksual, Wadong, Maulana Hassan., Pengantar
Fakultas Hukum Universitas Islam Advakasi dan Perlindungan Anak,
Indonesia, Yogyakarta, 1995. Gramedia Widiasarana Indonesia,
Muladi, Perlindungan Perempuan Terhadap Jakarta, 2000.
Tindak Kekerasan, dalam Hak Asasi Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan,
Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Perlindungan Terhadap Korban
Pidana, Badan Penerbit UNDIP, Kekerasan Seksual Avokasi atas Hak
Semarang, 1997. Asasi Perempuan, Refika Aditama,
Nashir, Haedar., Agama dan Krisis Bandung, 2001.
Kemanusiaan Modern, Pustaka pelajar, Weda, Made Darma., Kriminologi, Raja
Yogyakarta, 1997. Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Nashriana. Perlindungan Hukum Bagi Anak
Di Indonesia. RajaGrafindo Persada: Sumber-Sumber Lain :
Jakarta. 2011. Black, Henry Campbell., o l[• > Á
Prodjodikoro, Wirdjono., Tindak-tindak Dictionary, Fifth Edition, St. Paul Minn,
Pidana Tertentu di Indonesia, Eresco, West Publishing Co., 1979,.
Bandung, 1986. http://bangka.tribunnews.com/2013/02/15
------------., Asas-asas Hukum Pidana Di /hukum-berat-pelaku-pemerkosaan
Indonesia. Eresco: Jakarta, 1981. Moeliono, A., Kamus Besar Bahasa
------------., Hukum Perkawinan di Indonesia, Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
Sumur Bandung, 1981. Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Sahetapy, J.E., Kapita Selekta Kriminologi, Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Alumni, Bandung, 1987. Balai Pustaka, Jakarta, 1995.
-------------, Kriminologi, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1996.
Setiady. Tolib., Pokok pokok Hukum
Penitensier Indonesia. Alfabeta:
Bandung. 2010.
Shadiliy, Hasan., Kamus Inggris t Indonesia,
Ribeka Cipta, Jakarta, 1996..
Soekito, Sri Widoyati., Anak dan Wanita
Dalam Hukum, LP3ES, Jakarta, 1989.
Soesilo, R., Kitab Undang-undang Hukum
Pidana dengan Penjelasannya lengkap
Pasal demi Pasal, Pelita, Jakarta, 1961.
Sugandhi, R., Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Dengan Penjelasannya, Usaha
Nasional, Surabaya, 1980.
Suyanto, Bagong., Pelanggaran Hak dan
Perlindungan Sosial Bagi Anak Rawan,
Surabaya Airlangga University Press.
2003.
--------------., dan Emi Susanti Hendrarso
Wanita, Dari Subordinasi dan

62

Anda mungkin juga menyukai