Anda di halaman 1dari 37

1

A. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TINDAK KEJAHATAN

PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK DI LOMBOK TIMUR

B. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum,

sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.1 Sebagai negara hukum, maka

segala aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang

didalamnya termasuk proses penyelenggaraan pemerintah dan seluruh

aktivitas masyarakat harus berlandaskan hukum.

Negara Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi

hukum. Hukum yang memaksa dan mengatur serta mempunyai sanksi

yang tegas terhadap siapa pun yang melanggarnya. Pada hakekatnya

tujuan hukum di ciptakan agar tercipta kerukunan agar dalam pergaulan

kehidupan bermasyarakat. Namun pada kenyataannya dalam masyarakat

masih bermunculan berbagai tindak pidana. Ini menunjukan tujuan hukum

itu sendiri belum terwujud sepenuhnya.

Dalam konsepsi hukum pidana, ada perbuatan yang boleh

dilakukan dan perbuatan tidak boleh dilakukan. Apabila terjadi suatu

pelanggaran hukum, maka akan dikenakan sanksi (berupa pidana) sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Maraknya Kasus Pemerkosaan di Indonesia, dikarenakan hukum

yang ada di Indonesia didalam mengatur kasus pemerkosaan ini kurang

adanya pembaruan yang dapat memberatkan sanksi para pelaku yang


1
Pasal 1 ayat 3 Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
2

melakukannya, untuk itu Masyarakat indonesia mendesak Pemerintah

untuk dibuatnya Undang-undang dan peraturan yang mengatur mengenai

pemerkosaan khususnya pemerkosaan terhadap anak dibawah umur.

Dalam pelaksanaanya, UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

telah sejalan dengan amanat UUD tahun 1945 terkait jaminan hak asasi

manusia, yaitu ‚anak sebagai manusia memiliki hak yang sama untuk

tumbuh dan berkembang.2 Di dalam UUD tahun 1945 sudah dijelaskan

bahwa perlindungan anak khususnya anak perempuan senantiasa harus

ditegakan dikarenakan agar setiap anak tetap terlindungi dan amar agar

terhindar dari segala kejahatan yang korbannya anak anak dibawah umur,

dengan ditegakannya hukum yang berlaku di Indonesia akan menjadikan

rasa aman dan ketentraman di kalangan anak anak perempuan. tetapi pada

hakikatnya UU yang dibuat belum dapat dijalankan dan diberlakukan

secara efektif karena masih banyak peraturan yang tumpang tindih di

dalam peraturan yang lain.

Tindak pidana perkosaan merupakan tindak pidana yang banyak

terjadi di masyarakat pada saat ini, yang lebih memprihatinkan lagi

korbannya adalah anak- anak. Anak banyak menjadi korban tindak pidana

perkosaan karena kurangnya perhatian dari orang tua serta kondisi

lingkungan anak yang mendukung terjadinya tindak pidana perkosaan

tersebut, selain itu secara fisik dan mental anak jauh lebih lemah dari

pelaku Hal ini tentu saja merusak masa depan mereka karena tindak pidana

perkosaan memberikan dampak yang cukup besar terhadap anak baik


2
Isti’dal, (2017), Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 4 No. 2 Juli-Desember, hlm. 133.
3

secara fisik maupun mental yang mempengaruhi sikap anak terhadap

orang lain.3

Mengenai tindak pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur,

Soetandyo Wignjosoebroto mengemukakan perkosaan adalah suatu usaha

melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang

perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku

melanggar4. jadi sangatlah tidak berprikemanusian bila anak di bawah

umur di jadikan korban perkosaan. Tindak pidana perkosaan terhadap anak

di bawah umur ini bukan suatu hal yang dapat dianggap sebagai masalah

kecil dan tak penting, Masalah ini sangat penting karena yang menjadi

korbannya adalah anak di bawah umur, dimana anak sebagai tunas bangsa

dan generasi penerus cita-cita bangsa yang harus diperhatikan, dilindungi

dan dijaga dari segala tindakan yang dapat merugikannya.

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber

daya manusia, merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa.

Merujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) secara etimologis,

anak diartikan sebagai manusia yang masih kecil atau manusia yang belum

dewasa. Selain itu, anak sebagai bagian dari keluarga, merupakan buah

hati, penerus, dan harapan keluarga, dan anak juga amanah sekaligus

karunia Tuhan yang Maha Esa yang senantiasa harus kita jaga karena

3
Zulka Hendri, Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Tindak Pidana
Perkosaan,di akses terakhir pada tangga : 11 desember 2012,
HTTP://REPOSITORY.UNAND.AC.ID/9832/
4
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap Kekerasan Seksual , Refika
Aditama, Malang, h. 40.
4

dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang

dijunjung tinggi.5

Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2014 tentang

Perlindungan Anak atas perubahan UU No. 23 Tahun 2002 memberikan

Batasan usia anak yakni seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, isi pasal itu menyatakan :

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)

tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”

Akhir-akhir ini intensitas kekerasan terhadap anak semakin

meningkat. Adanya berbagai tindak kekerasan menciptakan korban anak

dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini mendapatkan banyak sorotan

dari berbagai kalangan terdapat banyak stasiun televisi menayangkannya

secara vulgar pada program kriminal, seperti ; kasus perkosaan yang

dilakukan oleh keluarga korban atau orang-orang dekat korban, kasus

sodomi, perdagangan anak untuk dieksploitasi menjadi pekerja seks

komersil hingga pembunuhan.6

Akibat adanya berbagai tindak kekerasan terhadap anak, hal ini

dapat mempengaruhi psikologis perkembangan anak dan menimbulkan

trauma seumur hidupnya. Menurut Maidin Gultom :

“Sexsual abause (kekerasan seksual), menunjuk kepada setiap

aktivitas seksual, bentuknya dapat berupa penyerangan atau tanpa

5
Gusti Ayu Trimita Sania dan Anak Agung Sri Utari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Sebagai Korban Tindak Pidana pemerkosaan (Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana), 2019,
hlm. 2
6
Ibid, hlm.3
5

penyerangan. Kategori penyerangan, menimbulkan penderitaan berupa

cedera fisik, kategori kekerasan seksual tanpa penyerangan menderita

emosional. Bentuk-bentuk kekerasan sesksual : dirayu, dicolek, dipeluk

dengan paksa, diremas, dipaksa onani, oral seks, anal seks, diperkosa”.7

Gultom juga menyebutkan bahwa dalam Pasal 1 angka 2 Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menentukan

bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang

dan berpartisipasi secara sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.8

Perlindungan terhadap anak, merupakan hak asasi manusia yang

harus diperoleh anak. Sehubungan dengan hal ini, Pasal 27 ayat (1) UUD

1945, menentukan bahwa :

“setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak

ada kecualinya. Pernyataan dari pasal tersebut, menunjuk tidak ada

perbedaan kedudukan didalam hukum dan pemerintah bagi semua warga

negara, baik wanita, pria, dewasa, anak-anak dalam mendapat

perlindungan hukum. Masalah perlindungan hukum terhadap anak, bukan

saja masalah hak asasi manusia, tetapi lebih luas lagi adalah masalah

7
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, Cet, II, Refika Aditama,
Bandung, 2013, hlm.3
8
Ibid
6

penegakan hukum, khususnya penegakan hukum terhadap anak

sebagaimana korban tindak kekerasan”.9

Salah satu bentuk kejahatan yang sangat merugikan dan

meresahkan masyarakat dewasa ini adalah kejahatan seksual seperti

perbuatan kesusilaan dan pemerkosaan pada anak. Pemerkosaan sebagai

suatu kejahatan yang sering terjadi dikemukakan oleh Mulyana W.

Kusuma, mengatakan bahwa pemerkosaan merupakan salah satu kejahatan

yang mempunyai tingkatan seriusitas yang tinggi dan mengundang

tumbuhnya “fear of creme” (ketakutan pada kejahatan didalam

masyarakat)”.10

Dari sudut pandang sosiologis, pemerkosaan terhadap anak

umumnya dilakukan oleh orang terdekat, biasanya keluarga baik itu ayah,

paman, kakak ataupun teman-temannya. Pelaku diduga mengalami depresi

dengan kehidupannya sendiri. Kondisi tersebut menyebabkan pelaku

mengalami penyimpangan sosial sehingga melampiaskannya kepada

orang-orang terdekat. Oleh sebab itu, banyak ditemukan kasus-kasus

pemerkosaan yang dilakukan oleh kakak, paman, kakek bahkan ayah

kandung sendiri. Kasus pemerkosaan terhadap anak menggunakan modus

operandi yang beraneka ragam, ada yang menggunakan cara dengan

membujuk korbannya dengan uang ataupun permen, diajak jalan-jalan

padahal nyatanya anak tersebut dibawa ketempat untuk melakukan

kejahatan pemerkosaan tersebut bahkan adapula yang dengan sengaja


9
Maidin Gultom, Op, Cit, hlm.13
10
Mulyana W. Kusuma, Kejahatan dan Penyimpangan Dalam Perspektif Kriminologi, Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 47.
7

memaksa korban dengan bentuk ancaman untuk melakukan kejahatan

tersebut.11

Kekerasan seksual terhadap anak adalah salah satu bentuk masalah

sosial yang berupa penyimpangan tingkah laku, baik yang dilakukan oleh

orang dewasa maupun anak-anak. Pada pelaku dewasa, terkadang

didorong keinginan untuk mengendalikan anak sehingga anak menjadi

korban kekerasan, sedangkan pada pelaku anak dapat menyebabkan anak

berhadapan dengan hukum.12

Dalam amandemen UU tersebut juga mempertegas tentang

perlunya pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan

terhadap anak untuk memberikan efek jera dan mengantisipasi terhadap

pelaku atau korban agar tidak terulang kembali kejahatan sama.13 Di dalam

kenyataannya Undang-Undang yang dibuat masih belum bisa menangani

kasus pemerkosaan yang ada karena masih banyak kekurangan didalam

Undang undang dan peraturan peraturan yang berlaku di Indonesia.

Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemerkosaan harus dikaji ulang

dan diperbaiki agar para pelaku pemerkosaan dapat tidak mengulangi dan

adanya efek jera pada pelaku pemerkosaan terhadap anak anak dibawah

umur.

Salah satu dampak dari adanya perkembangan kehidupan atau era

globalisasi ini yang tentunya sangat pesat, berbagai tindak kejahatan pun
11
https://googleweblight.com/?lite_url=https:tulisansrie.wordpess.com/2015/03/28fenomena-
pemerkosaan-pada-anak-di-bawah-umur pada hari Jumat, tanggal 25 September 2015, Pukul13.30
WITA.
12
Sulastri, kekerasan Seksual Terhadap Anak:Relasi Pelaku-Korban, Pola Asuh Dan Ketentraman
Pada Anak, September 2019, Jurnal Psikologi Malahayati, Vol. 1, No. 2, 2019, hlm. 62.
13
Ibid, hlm. 133
8

semakin meningkat baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dilihat

dari pelaku dan para korban yang begitu banyak kasusnya hingga saat ini,

kita ketahui bahwa dinamika kejahatan tersebut massif dan sulit untuk

berhenti. Salah satu bentuk kejahatan yang sangat merugikan dan

meresahkan masyarakat adalah kejahatan asusila khususnya pemerkosaan.

Pemerkosaan merupakan salah satu dari sekian banyak pelanggaran

terhadap Hak Asasi Manusia khususnya untuk kaum perempuan.

Terlihat bahwa dampak dari tindakan kekerasan terhadap anak

begitu mengenaskan. Fenomena anak menjadi kekerasan seksual mulai

mengenai sorotan keras dari berbagai kalangan. Kasus seperti ini banyak

ditayangkan diberbagai stasiun televisi secara jelas pada program kriminal,

merebaknya berbagai keresan terhadap anak tentu sangat memprihatinkan.

Kekerasan yang dilakukan bukan hanya berimbas pada fisiknya saja,

melainkan pada keadaan psikologis anak.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Penyebab Tindak Kejahatan

Pemerkosaan Terhadap Anak Di Lombok Timur”. Selain itu juga penulis

ingin mengetahui Faktor-faktor yang memicu terjadinya tindak

pemerkosaan anak di Lombok Timur dan Upaya Penanggulangan Tindak

Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak di Lombok Timur tersebut. Sehingga

penulis menentukan rumusan masalah sebagai berikut.

C. Rumusan Masalah
9

Dengan adanya permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang

dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tindak kejahatan

pemerkosaan terhadap anak di Lombok Timur?

2. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana

pemerkosaan terhadap anak di Lombok Timur?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengkaji dan mengetahui Faktor-Faktor Penyebab

Tindak Kejahatan Pemerkosaan Terhadap Anak Di Lombok

Timur

2. Untuk mengkaji dan mengetahui Upaya Penanggulangan

Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak di Lombok Timur

2. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis, yaitu diharapkan dapat memberikan

pemahaman dan bahan pengajaran yang berkontribusi bagi

perkembangan ilmu hukum pada umumnya, serta Hukum

Pidana pada khususnya yang menyangkut Faktor-Faktor

Penyebab Tindak Kejahatan Pemerkosaan Terhadap Anak di

Lombok Timur.

2. Secara Praktis, dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan

dapat memberikan informasi kepada masyarakat sejauh mana


10

para penegak hukum memproses perbuatan pidana tersebut

sesuai hukum yang berlaku.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup penelitian yang akan dikaji dalam penelitian

ini adalah mengenai faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya

tindak pidana pemerkosaan terhadap anak dan upaya penanggulangan

tindak pidana pemerkosaan terhadap anak di Lombok Timur. Sehingga

lebih terarahnya penelitian tersebut.

F. Orisinalitas

Dalam proses penulisan skripsi ini, penyusun menemukan kemiripan judul

dengan penulis lainnya, yaitu :

1. Penyelesaian Kasus Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur (Studi Kasus

DP3A Sarolangun oleh Sukma Nita mahasiswa Fakultas Syari’ah

Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

Persamaan :

a. Jenis penelitian merupakan penelitian lapangan, dan analisis

yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

b. Cara memperoleh data dengan melakukan wawancara secara

terstruktur dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang

telah disiapkan.

Perbedaan :
11

a. Lokasi penelitian tersebut di Dinas Pemberdayaan dan

Perlindungan Anak Kabupaten Sarolangu, sedangkann penulis

di Polres Lombok Timur.

b. Informan dalam skripsi tersebut adalah Penyelesaian Kasus,

sedangkan penulis adalah Faktor-Faktor.

c. Fokus penelitian dalam skripsi tersebut adalah penyelesaian

kasus pemerkosaan anak di bawah umur, sedangkan penulis

adalah faktor-faktor penyebab tindak kejahatan pemerkosaan

terhadap anak.

2. Tinjauan Yuridis dan Kriminologis Tindak Pidana Perkosaan Anak di

Kabupaten Maluku Tengah oleh Nurhalisa Sahubawa mahasiswa

Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Persamaan :

a. Jenis penelitian merupakan penelitian lapangan dan analisi data

yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

b. Cara mendapatkan data dengan melakukan wawancara dan

dokumentasi dengan memperhatikan teori-teori hukum.

Perbedaan :

a. Lokasi penelitian Kantor Kepolisian Resort Maluku Tengah di

Masohi, sedangkan penulis di Polres Lombok Timur.

b. Informan dalam skripsi tersebut adalah Tinjauan Yuridis dan

Kriminologis, sedangkan penulis Faktor-faktor Penyebab tindak

kejahatan.
12

c. Fokus penelitian dalam skripsi tersebut adalah tinjauan yuridis

dan kriminologis tindak pidana perkosaan anak, sedangkan

penulis fokus penelitian faktor-faktor penyebab tindak kejahatan

pemerkosaan terhadap anak.

3. Tinjauan Hukum Pidana Terhadap Anak Sebagai Korban Pemerkosaan

oleh Stephannie Boru Situmorang Fakultas Hukum Universitas Atma

Jaya Yogyakarta.

Persamaan :

a. Jenis penelitian merupakan penelitian lapangan dan analisi data

yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

b. Cara mendapatkan data dengan melakukan wawancara.

c. Teknik mengumpulkan data yang digunakan adalah Data

kepustakaan yaitu pengumpulan yang memperhatikan teori-teori

hukum.

Perbedaan :

a. Lokasi penelitian Kepolisian Kota Batam dan Pengadilan Negeri

Batam, sedangkan penulis di Polres Lombok Timur.

b. Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, sedangkan

penulis normatif-empiris.

c. Informan dalam skripsi tersebut adalah Tinjauan Hukum,

sedangkan penulis Faktor-faktor penyebabnya.

d. Fokus penelitian skripsi tersebut adalah Tinjauan hukum pidana

terhadap anak sebagai korban pemerkosaan, sedangkan penulis


13

faktor-faktor penyebab tindak kejahatan pemerkosaan terhadap

anak.

G. Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana

1. Pengertian Hukum Pidana

Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia sekarang ini

adalah hukum yang telah dikodifikasikan ke dalam suatu Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Dalam hal ini,

Moeljatno menyatakan pendapatnya mengenai Hukum Pidana

bahwa hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum

yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan

aturan untuk:14

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau

sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang

melanggar larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka

yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat

dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah

diancam.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu

dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah

melanggar larangan tersebut.


14
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 1.
14

Menurut Soedarto sebagaimana yang dikutip oleh Rodliyah dalam

bukunya yang menjelaskan definisi Hukum Pidana adalah sebagai aturan

hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat

tertentu suatu akibat yang berupa pidana. Lebih lanjut dikatakan oleh

Soedarto bahwa hukum pidana berpangkal dari dua hal pokok yaitu

perbuatan yang memenuhi syarat tertentu ialah perbuatan yang dilakukan

oleh orang yang memungkinkan adanya pemberian pidana yakni perbuatan

jahat, sedangkan pidana itu sendiri diartikan penderitaan yang sengaja

dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan jahat15.

Definisi tentang hukum pidana (materiel) dirumuskan juga oleh

Pompe, yang mirip dengan rumusan Simons namun lebih singkat, yaitu

“keseluruhan peraturan-peraturan hukum, yang menunjukan perbuatan

mana yang seharusnya dikenakan pidana, dan dimana pidana itu

seharusnya terdapat.”16

Hukum pidana berdasarkan materi yang diaturnya terdiri atas

hukum pidana materil dan hukum pidana formil. Tirtamidjaja menjelaskan

hukum pidana materil dan hukum pidana formil sebagai berikut17:

a. Hukum pidana materil adalah kumpulan aturan hukum yang

menentukan pelanggaran pidana , menerapkan syarat-syarat bagi

pelanggar pidana untuk dapat dihukum, menunjukan orang dapat

dihukum dan dapat menetapkan hukuman atas pelanggaran pidana.

15
Rodliyah, Pemidanaan Terhadap Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana edisi revisi, Arti
Bumi Intaran, Yogyakarta, 2012, hlm. 23.
16
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2010, hlm. 4.
17
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2009,hlm.2.
15

b. Hukum pidana formil adalah kumpulan aturan hukum yang

mengatur cara mempertahankan hukum pidana materil terhadap

pelanggaran yang dilakukan orang-orang tertentu, atau dengan kata

lain mengatur cara bagaimana hukum pidana materil diwujudkan

sehingga memperoleh keputusan hakim serta mengatur cara

melaksanakan putusan hakim.

2. Pengertian Tindak Pidana

Pembentuk Undang-Undang dalam berbagai perundang-

undangan menggunakan perkataan “tindak pidana” sebagai

terjemahan dari “strafbaar feit” tanpa memberikan sesuatu

penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan

perkataan “tindak pidana” tersebut. Secara harfiah perkataan

“tindak pidana” dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu

kenyataan yang dapat dihukum”. Akan tetapi, diketahui bahwa

yang dapat dihukum sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi

dan bukan kenyataan, perbuatan, ataupun Tindakan.18

Strafbaar feit, terdiri dari tiga kata, yaitu straf, baar, dan

feit. Straf diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Perkataan

Baar diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Sementara itu, untuk

kata Feit di terjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran,

dan perbuatan.19

18
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
1997, hlm. 181.
19
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 : Stelsel Pidana, Teori-Teori Pemidanaan
& Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 69.
16

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak

memberikan secara jelas mengenai perkataan straafbaarfeit

tersebut. Istilah straafbaarfeit terdapat dua unsur kedua pembentuk

kata yaitu straafbaarfeit dan feit dalam Bahasa Belanda diartikan

sebagian dari kenyataan, sedangkan straafbaar berarti dapat

dihukum, sehingga secara harafiah perkataan straafbaarfeit berarti

sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum, oleh karena kelak

akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia

sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan.

Mengenai “delik” dalam arti straafbaar feit, para pakar

hukum masing-masing definisi sebagai berikut20 :

a. Vos : Delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum

berdasarkan undang-undang.

b. Van Hamel : Delik adalah suatu serangan atau ancaman

terhadap hak-hak orang lain.

c. Prof. Simons : Delik adalah suatu tindakan melanggar

hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak

sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat

dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah

menyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.

Di dalam buku yang dikutip oleh Adami Chazawi, R.

Tresna menyatakan walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau

memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun beliau


20
Leden Marpaung, Op.Cit, hlm. 8.
17

menarik suatu definisi menyatakan bahwa peristiwa pidana adalah

suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang

bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-

undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan

penghukuman.21

Formal Indonesia, istilah “peristiwa pidana” pernah

digunakan secara resmi dalam UUDS 1950, yakni dalam Pasal 14

(1). Secara substansif , pengertian dari istilah “peristiwa pidana”

lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang dapat ditimbulkan oleh

perbuatan manusia maupun oleh gejala alam.22

Teguh Prasetyo merumuskan bahwa tindak pidana adalah

perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan

pidana. Pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat

aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum)

dan perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang

sebenarnya diharuskan oleh hukum).23

Menurut J. Brauman, perbuatan atau tindak pidana adalah

perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum

dan dilakukan dengan kesalahan.24

Sedangkan menurut Simon sebagaimana dikutip oleh

Lamintang dalam bukunya, tindak pidana adalah tindakan

21
Adami Chazawi, Op.Cit. hlm. 72
22
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2003,
hlm. 33
23
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana Edisi Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 49.
24
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1982, hlm. 31-32
18

melanggar hukum yang telah melakukan dengan sengaja ataupun

tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakanna dan oleh undang-undang

telah menyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.25

3. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut doktrin, unsur-unsur tindak pidana (delik) terdiri

dari unsur subjektif dan unsur objektif. Terhadap unsur-unsur

tersebut dapat diutarakan sebagai berikut : 26

a. Unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari

dalam diri pelaku. Asas hukum pidana menyatakan “tidak

ada hukuman kalau tidak ada kesalahan”. Kesalahan yang

dimaksud disini adalah kesalahan yang diakibatkan oleh

kesengajaan dan kealpaan.

b. Unsur Objektif

Unsur objektif merupakan unsur dari luar dari

pelaku yang terdiri atas:

1) Perbuatan Terdakwa

a) Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan

positif;

25
P.A.F. Lamintang, Op. Cit, hlm. 185.
26
Leden Marpaung, Op. Cit, hlm. 9-10
19

b) Omission, yakni perbuatan pasif atau

perbuatan negatif, yaitu perbuatan yang

mendiamkan atau membiarkan.

2) Akibat (Result)

Akibat tersebut membahayakan atau merusak,

bahkan menghilangkan badan, kemerdekaan, hak

milik, kehormatan, dan sebagainya.

3) Keadaan-keadaan (circumstances)

a) Keadaan pada saat perbuatan dilakukan;

b) Keadaan setelah perbuatan dilakukan.

4) Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum.

Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-

alasan yang membebaskan si pelaku dari

hukuman.adapun sifat melawan hukum adalah

apabila perbuatan yang bertentangan dengan

hukum, yakni dengan berkenaan dengan larangan

atau perintah.

Semua unsur delik tersebut merupakan satu

kesatuan. Salah satu unsur saja tidak terbukti, bisa

menyebabkan terdakwa dibebaskan pengadilan.

B. Tinjauan Umum Tentang Pemerkosaan

1. Pengertian Pemerkosaan
20

Kata “susila” dalam Bahasa Inggris adalah moral, ethics

dan decent diartikan berbeda. Kata moral di artikan kesopanan kata

ethics di artikan kesusilaan, dan kata decent diartikan kepatuhan.

Jika diamati cermat ternyata “ethic” lebih sempit dari “moral”.

Moral merupakan pertimbangan atas baik atau tidak baik

sedangkan etika merupakan ketentuan atau norma perlakuan.

Pengertian perbuatan pemerkosaan adalah segala macam

wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun

yang dilakukan pada orang lain mengenai dan berhubungan dengan

alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang

nafsu seksual. Misalnya, mengelus-elus atau menggosok penis atau

vagina, memegang buah dada, mencium mulut seorang perempuan

dan sebagainya.27

2. Unsur-Unsur Pemerkosaan

Pemerkosaan dalam bentuk kekerasan dan ancaman

kekerasan untuk bersetubuh dengan anak di bawah umur diatur

dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada

Pasal 81 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan:

a. Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau

ancaman kekerasan memaksa anak melakukan

persetubuhan dengannya atau orang lain, dipidana dengan

27
Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopananan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2007, Hlm. 80
21

pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling

singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp

300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit

Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

b. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja

melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau

membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau

dengan orang lain.

Jika diperhatikan pada pasal diatas maka unsur-

unsur pemerkosaan ialah sebagai berikut :

a. Setiap orang, yang berarti subyek atau pelaku.

b. Dengan sengaja, yang berarti mengandung unsur

kesengajaan (dolus).

c. Melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan,

yang berarti dalam prosesnya di perlakukan dengan

menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya

atau dengan orang lain, yang berarti ada suatu

pemaksaan dari pelaku atau orang lain untuk

bersetubuh dengan seorang anak (korban).

d. Berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja

melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan,


22

atau membujuk anak melakukan persetubuhan

dengannya atau dengan orang lain, yang berarti

bahwa perbuatan tersebut dapat dilakukan dengan

cara menipu, merayu, membujuk dan lain

sebagainya untuk menyetubuhi korbannya.

3. Pencabulan Terhadap Anak-anak Menurut Undang-Undang

Perlindungan Anak.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014.

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat

harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan

konvensi perserikatan bangsa-bangsa tentang hak-hak anak. Dari

sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan

bangsa dan bernegara, anak bangsa, sehingga setiap anak berhak

atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,

berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan

dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Pasal 81

1) Setiap orang yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D dipidana

dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)


23

tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000,00

(lima miliar rupiah).

2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan

sengaja melakukan tipu muslihat , serangkaian

kebohongan atau dengan sengaja membujuk anak

melakukan persetubuhan dengannya atau dengan

orang lain.

Pasal 82

1) Setiap orang yang melanggar ketentuan

sebagaimana di maksud dalam pasal 76E dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

dan paling lama 15 (lima belas) tahun denda paling

banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2) Dalam hal tindak pidana ayat (1) dilakukan oleh

orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau

tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3

(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana

dimaksud pada ayat 1.

C. Tinjauan Umum Tentang Anak

1. Pengertian Anak

Anak dalam kaitannya dengan perilaku delinkuesi anak,

biasanya dilakukan dengan mendasarkan pada tingkatan usia,


24

dalam arti tingkat usia ini berapakah seseorang dapat dikategorikan

sebagai anak. Anak memiliki karakteristik yang khusu (spesifik)

dibandingkan dengan orang dewasa dan merupakan salah satu

kelompok rentan yang haknya masih terabaikan, oleh karena itulah

hak-hak anak sangat penting sekali diprioritaskan.28

Pengertian anak menurut kamus bahasa Indonesia yang

dapat kita simpulkan ialah keturunan dari seorang pria dan seorang

wanita yang melahirkan keturunannya, dimana keturunan tersebut

secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

berkembang biak di rahim wanita berupa suatu kandungan dan

kemudia wanita tersebut pada waktunya nanti melahirkan

keturunanya. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Maha

Esa, yang dimana dalam dirinya melekat harkat dan martabat

sebagai manusia seutuhnya. Anak juga merupakan makhluk sosial

hal ini sama dengan orang dewasa, anak tidak dapat tumbuh dan

berkembang sendiri tanpa adanya orang lain, karena anak lahir

dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak

mungkin dapat mencapai taraf kemanusian yang normal. Dan

wajib kita jaga dan dilindungi, karena ;

a. Anak mempunyai suatu sifat dan ciri khusus

b. Anak adalah sebagai potensi tumbuh kembang bangsa di

masa depan
28
Yunieha Nita Hasyim, Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Menjadi Korban Tindak
Pidana Pencabulan oleh Penjaga Sekolah Pada Proses Penyidikan (Skripsi Bandar Lampung
Fakultas Hukum Universitas Lampung), 2017, hlm. 27
25

c. Anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari

perlakuan salah dari orang lain.

d. Anak merupakan tunas, sumber potensi dan generasi muda

penerus perjuangan cita-cita bangsa dimasa yang akan

datang nantinya, oleh karena itu harus kita jaga dan kita

lindungi dari perbuatan buruk ataupun sebagai korban dari

perbuatan buruk seseorang.29

2. Perlindungan Anak

Perlindungan anak merupakan segala usaha yang dilakukan

untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan

hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak

secara wajar baik fisik, mental, maupun sosial. Perlindungan anak

tersebut merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu

masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam

berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan

perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya

dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.

Hukum merupakan jaminan bagi kepastian perlindungan

anak. Sebagaimana Arif Gosita, mengemukakan bahwa kepastian

hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan

anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negati

yang tidak diinginkan dalam pelaksaan perlindungan anak.

29
Ibid
26

Jika melihat penjelasan dari Arif Gosita tentang kepastian

perlindungan anak, penulis dapat menyimpulkan bahwa kepastian

dalam melindungi anak ini harus diatur secara baik, agar anak tidak

menjadi korban tindakan siapa saja (individu, kelompok,

pemerintah, dll) baik secara langsung atau tidak langsung. Dan

pada hakikatnya anak disini tidak dapat melindungi diri sendiri dari

berbagai macam tindakan yang dapat menimbulkan kerugian fisik,

mental, dan sosial. Jadi, disini anak ini perlu dibantu oleh orang

lain dan hukum yang secara tegas.30

Pasal 1 angka 2 UU No. 23 Tahun 2002 menetukan bahwa

perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat juga

diartikan sebagi segala upaya yang ditujukan untuk mencegah,

rehabilitas, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak

perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan penelantaran, agar

dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak

secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.31

Sedangkan dalam kasus tindak pidana kesusilaan yang

korbannya adalah anak-anak, didalam Undang-Undang No.23


30
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo, 1989, Jakarta, hlm. 19.
31
Konvensi, Media Advokasi dan Penegakan Hak–hak Anak. Volume II No.2 Lembaga Advokasi
Anak Indonesia (LLAI, Medan, 1998, hlm. 3.
27

Tahun 2002 Pasal17 Ayat (2) menjelaskan “setiap anak yang

menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.” Dalam hal ini

maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perlindungan anak

sebagai korban maupun pelaku tindak pidana kekerasan seksual

mempunyai hak untuk dirahasiakan agar tidak diketahui oleh

masyarakat luas.

3. Anak Di Bawah Umur

Untuk mengetahui apakah seseorang itu termasuk anak-

anak atau bukan, tentu harus ada batasan yang mengaturnya, dalam

hal ini beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia telah

mengatur tentang usia yang diartikan sebagai anak yang antara lain

sebagai berikut :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Didalam

KUHP yang diartikan sebagai anak terdapat dalam pasal

287 ayat (1) KUHP yang pada intinya usia yang

dikategorikan sebagai anak adalah seseorang yang belum

mencapai 15 (lima belas tahun).

b. Undang-Undang No 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan

anak. Didalam Undang-Undang ini pada pasal 1 ayat (2)

menyebutkan “anak adalah seorang yang belum mencapai

batasan usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah

kawin “dalam pasal tersebut dapat diperhatikan bahwa yang


28

dikategorikan sebagai anak adalah dibawah usia 21 (dua

puluh satu) dan belum pernah kawin.

c. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan

Anak. Didalam Undang-Undang ini, yang diartikan sebagai

anak terdapat dalam pasal 1 ayat (1) yang menyebutkan

“anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah

mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai

umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin”.

d. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Pada pasal 1 ayat (4) yang menyebutkan “anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun”32.

4. Hukum Dalam Perlindungan Anak

Dalam masyarakat, setiap orang mempunyai kepentingan

sendiri yag tidak hanya sama tetapi juga kadang-kadang

bertentangan, untuk itu diperlukan aturan hukum dalam menata

kepentingan tersebut, yang menyangkut kepentingan anak diatur

oleh ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan

perlindungan anak, disebut dengan Hukum Perlindungan Anak.

Arif Gosita, menyatakan bahwasanya hukum perlindungan

anak merupakan hukum (tertulis maupun tidak tertulis) yang

menjamin anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan

kewajibannya.

32
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
29

Bismar Siregar juga berpendapat bahwa “aspek hukum

perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak anak yang

diatur hukum dan bukan kewajiban mengingat secara hukum

(yuridis) anak belum dibebani kewajiban.”33

Penulis dapat menyimpulkan bahwasanya anak

membutuhkan hukum dalam perlindungan yang berbeda dari orang

dewasa. Karena hal tersebut didasarkan pada alasan fisik dan

mental anak-anak yang belum dewasa dan matang. Anak juga perlu

mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu

peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Setiap

anak kelak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka ia

perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh

dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial,

berakhlak mulia dan perlu dilakukannya upaya hukum dalam

perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan

memberikan jaminan terhadap hak-haknya serta adanya juga

perlakuan tanpa diskriminatif.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Metode penelitian memiliki peranan penting dalam sebuah

penelitian, karena dapat digunakan sebagai pedoman guna mempermudah

dalam mempelajari, menganalisis, dan memahami permasalahan yang

sedang diteliti. Maka sesuai dengan judul dan rumusan masalah di atas,
33
Irma Setyowati Soemitro. 1990. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta. Penerbit Bumi
Aksara. 1990 hlm, 15
30

jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Empiris. Penelitian hukum Empiris adalah penelitian yang dilakukan

dengan meneliti secara langsung di lapangan untuk melihat penerapan

peraturan perundang-undangan atau aturan hukum yang berkaitan dengan

faktor-faktor penyebab tindak kejahatan pemerkosaan terhadap anak serta

melakukan wawancara dengan informan dan responden yang dianggap

dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor penyebab tindak

kejahatan terhadap anak tersebut. Dalam metode penelitian Empiris ini

juga mengenai implementasi ketentuan Undang-undang dalam aksinya

disetiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi pada suatu masyarakat.

2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, metode pendekatan yang digunakan adalah :

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approuach)

Yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan

regulasi. Selain itu, metode pendekatan ini mengkaji perundang-

undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

b. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach).

Merupakan pendekatan yang bersumber dari teori-teori dan

dari pendapat ahli hukum (doktrin) yang terdapat dalam literatur

yang berkaitan dengan pokok masalah.

c. Pendekatan Sosiologis (Sociological Approach)

Yaitu dilakukan dengan melaksanakan pengkajian atau

studi di Polres Lombok Timur.


31

3. Jenis Dan Sumber Data

Dalam hal ini penelitian menggunakan jenis dan sumber data bersumber

dari :

a. Jenis Data

1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperolah secara langsung

melalui wawancara dengan pihak-pihak terkait di Polres

Lombok Timur, terkait dengan permasalahan dalam

penelitian ini.

2) Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang sudah diolah dan diperoleh

melalui studi kepustakaan yang terdiri dari :

a) Bahan Hukum Primer, merupakan bahan hukum

yang mengikat seperti :

I. Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

II. Undang_undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana.

III. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang perlindungan anak.

b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu merupakan bahan

hukum yang dapat memberikan penjalasan terhadap


32

hukum primer seperti pendapat para ahli, pendapat

para sarjana dan bahan-bahan hukum lainnya.

c) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang

dapat menjelaskan baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder, yang berupa kamus

hukum dan bahan hukum yang di ambil dari

internet.

b. Sumber Data

1) Data lapangan

Data lapangan adalah data yang dperoleh dari hasil

wawancara dengan para responden yang terdiri dari pihak-

pihak yang terlibat dalam kasus pemerkosaan atau

pencabulan terhadap anak di Polres Lombok Timur, yang

bertujuan untuk mengetahui bagaimana faktor yang

menyebabkan tindak kejahatan pemerkosaan terhadap anak

tersebut.

2) Data Kepustakaan

Untuk itu dalam penelitian mencari dan mengumpulkan

bahan-bahan kepustakaan baik berupa peraturan

perundang-undangan, hasil-hasil penelitian hukum,

makalah-makalah, majalah/jurnal hukum maupun pendapat

sarjana yang berhubungan dengan pencabulan atau

pemerkosaan terhadap anak.


33

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah :

a. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah situasi peran antar pribadi bertatap

muka (face to face), ketika seeorang yakni pewawancara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk

memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah

penelitian kepada seorang responden.

Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah teknik wawancara sistematis bebas terbuka yaitu membuat

susunan daftar pertanyaan kepada informan dari pertanyaan yang

bersifat umum menuju pertanyaan yang bersifat khusu dan

memberikan ruang terhadap pertanyaan-pertanyaan lain yang bisa

timbul diluar daftar pertanyaan yang ada dan masih memiliki ruang

lingkup yang sama atau relavan dalam penelitian ini.

b. Observasi

Observasi di lakukan agar mengetahui lokasi, situasi dan kondisi

pada saat melakukan penelitian.

c. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data dan

menghimpun serta mengkaji dan kepustakaan yang berasal dari

peraturan peundang-undangan, literatur-literatur, serta bahan

hukum lainnya.
34

5. Analisis Data

Teknik dalam analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis

kualitatif yaitu dengan memberikan penjelasan-penjelasan terhadap data

yang ada sehingga dapat di tarik suatu kesimpulan yang digunakan untuk

menjawab permasalahan dari peneliti ini.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku, Makalah, Artikel

Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2001, Perlindungan Terhadap


Kekerasan Seksual, Refika Aditama, Malang.

Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 1 : Stelsel


Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum
Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
35

Adami Chazawi, 2007, Tindak Pidana Mengenai Kesopananan, PT.


Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Andi Hamzah, 2010, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Arif Gosita, 1989, Masalah Perlindungan Anak, Akademi Pressindo,


Jakarta.

Gusti Ayu Trimita Sania dan Anak Agung Sri Utari, 2019, Perlindungan
Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana
Pemerkosaan (Jurnal Fakultas Hukum Universitas Udayana).

Ibid.

Irma Setyowati Soemitro, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak.


Jakarta.

Isti’dal, (2017), Jurnal Studi Hukum Islam, Vol. 4 No. 2 Juli-Desember.

Leden Marpaung, 2009, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar


Grafika, Jakarta.

Maidin Gultom, 2013, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan


Perempuan, Cet, II, Refika Aditama, Bandung.

Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Mulyana W. Kusuma, 2007, Kejahatan dan Penyimpangan Dalam


Perspektif Kriminologi, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia, Jakarta.
36

P.A.F. Lamintang, 1997, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT


Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rodliyah, 2012, Pemidanaan Terhadap Perempuan Dalam Sistem


Peradilan Pidana edisi revisi, Arti Bumi Intaran, Yogyakarta.

Sudarto, 1982, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.

Sulastri, 2019, kekerasan Seksual Terhadap Anak:Relasi Pelaku-Korban,


Pola Asuh Dan Ketentraman Pada Anak, Jurnal Psikologi
Malahayati.

Teguh Prasetyo, 2011, Hukum Pidana Edisi Revisi, PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,


Refika Aditama, Bandung.

Yunieha Nita Hasyim, 2017, Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang


Menjadi Korban Tindak Pidana Pencabulan oleh Penjaga Sekolah
Pada Proses Penyidikan (Skripsi Bandar Lampung Fakultas
Hukum Universitas Lampung).

B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, Sistem Peradilan


Pidana Anak.
37

Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan


Anak.

Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014, tentang Perubahan


atas Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

C. Sumber Lain
https://googleweblight.com/?lite_url=https:tulisansrie.wordpess.com/2015/
03/28fenomena-pemerkosaan-pada-anak-di-bawah-umur pada hari
Jumat, tanggal 25 September 2015, Pukul13.30 WITA.

https://konvensimedia.com//konvensi-media-advokasi-dan-penegakan-
hak–hak-anak. Volume II No.2 Lembaga Advokasi Anak
Indonesia (LLAI, Medan, 1998)/

HTTP://REPOSITORY.UNAND.AC.ID/9832/zulka-hendri-pelaksanaan-
perlindungan-hukum-terhadap-anak-sebagai-korban-tindak-pidana-
perkosaan, tanggal : 11 desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai