Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN PIDANA KEBIRI TERHADAP PELAKU

KEKERASAN SEKSUAL ANAK DI BAWAH UMUR

PERSPEKTIF HAM

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Melanjutkan Proses Bimbingan Skripsi

di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang

OLEH:

DHEA NURLIANA PUTRI

1974201260

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan masa depan harapan bangsa dan generasi penerus

yang akan membawa perubahan pada bangsa, maka dari itu anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang. Mempersiapkan anak

menjadi generasi muda yang berkualitas menjadi modal penting untuk

kemajuan bangsa Indonesia. Menurut undang-undang republik Indonesia

nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23

tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 1 ayat 1 yaitu “ anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan. Definisi anak menurut Abintoro Prakoso,

anak adalah mereka yang masih muda usia, dan sedang berkembang,

menentukan identitas, sehingga mudah terpengaruh lingkungan1. Faktanya

anak tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari ancaman, ataupun

kekerasan seksual.

Kekerasan seksual pada anak dibawah umur disebut dengan tindak

pedofilia, kekerasan seksual bisa dilakukan dimana saja dan dalam kondisi

apapun. Pelaku pedofilia biasanya adalah orang-orang terdekat atau orang

yang berada dilingkungan yang sama, seperti keluarga, tetangga, bahkan

dilingkungan pendidikan. Menurut WHO (world Health Organization)

kekerasan seksual didefinisikan sebagai segala prilaku yang dilakukan

1
Dani Ramdani, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta:Kencana Prenada Media
Group),2020,hlm.3
dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa

persetujuan, dengan unsur paksaan atau ancaman, termasuk perdagangan

perempuan dengan tujuan seksual, dan pemaksaan prostitusi baik wanita

maupun pria2. Kekerasan seksual pada anak dibawah umur menurut

Lyness meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ seksual anak,

tindakan seksual atau pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan

media/benda porno, menunjukan alat kelamin pada anak dan sebagainya3.

Menurut undang- undang republik Indonesia nomor 12 tahun 2022 tentang

tindak pidana kekerasan seksual, pasal 1 ayat 1 yaitu : tindak pidana

kekerasan seksual adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak

pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang ini dan perbuatan

seksual lainnya sebagaimana diatur dalam undang-undang sepanjang

ditentukan dalam undang-undang ini.

Dalam catatan komisi perlindungan anak Indonesia dalam kurun

waktu 4 tahun, dari tahun 2017 sampai tahun 2020 sedikitnya ada 979

korban kekerasan seksual. Pada tahun 2017 telah tercatat 188 korban

kekerasan seksual, ditahun 2018 telah tercatat 182 korban kekerasan

seksual, ditahun 2019 telah tercatat 190 korban kekerasan seksual, dan

ditahun 2020 korban kekerasan seksual pada anak di bawah umur semakin

meningkat menjadi 419 korban4.

2
Muhammad syaifullah, ‘Mengenal Perbedaan Pelecehan Seksual Dan Kekerasan
Seksual’,Tempo.co(online), 14 Desember 2022, https://nasional.tempo.co/read/1668154/mengenal-
perbedaan-pelecehan-seksual-dan-kekerasan-seksual
3
Muamal Gadefi et al., Bersinergi Dalam Memberikan Perlindungan Kepada Anak Untuk
Mencegah Dan Menanggulangi Kekerasan Seksual Anak, (Kendari:Literacy
Institute),2019,hlm.11
4
KPAI
Meningkatnya jumlah korban terlihat sangat mengkhawatirkan,

banyak dampak yang terjadi pada korban kekerasan seksual seperti

trauma, depresi, rasa malu, terluka dan bahkan penyakit menular

dikarenakan penyimpangan seksual, dalam hal ini dianggap sangat

meresahkan bagi orang tua, ketika anak dijadikan sasaran.

Jaminan keamanan bagi anak sudah diatur dalam undang-undang

republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-

undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pasal 1 ayat 2

yang berbunyi “perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin

dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi.

Didalam kitab undang-undang hukum pidana pasal 287 ayat 1 yang

berbunyi “Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar

perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa

umumnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa

belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan tahun.” Dari bunyi pasal 287 KUHP tersebut dapat

dipahami bahwa hukum pidana berupaya memberikan perlindungan

normatif terhadap anak dari kekerasan seksual dalam bentuk pemerkosaan

yang datangnya berasal dari orang dewasa.

Sudah jelas adanya undang-undang yang mengatur tentang

perlindungan anak dan adanya sanksi bagi pelaku kekerasan seksual,


realitanya kekerasan seksual pada anak dibawah umur justru semakin

meningkat tiap tahunnya. Miris sekali ketika anak yang seharusnya

dilindungi karena sebagai penerus generasi bangsa justru menjadi korban

kekerasan seksual , hal ini sangat mengganggu tumbuh kembang anak.

Peristiwa kasus kekerasan seksual pada anak tahun 2019 yang

sempat menghebohkan di mojokerto, yakni Muh Aris bin Syukur yang

telah melakukan kekerasan seksual terhadap 9 anak dijatuhi hukuman

dengan

Hukuman yang dianggap berhasil dalam menangani kekerasan

seksual adalah hukuman kebiri, di indonesia hukuman kebiri telah

ditandatangani oleh presiden joko widodo pada tanggal 7 desember 2020,

dengan bertujuan untuk menekan angka kasus pedofilia, memberi efek jera

terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak.

Kebiri kimia adalah memasukan baik melalui suntikan maupun pil

bahan kimia antiandrogen kedalam tubuh dengan tujuan akan mengurangi

bahkan menghilangkan libido atau birahi seksual pelaku kejahatan seksual

termasuk para penjahat pedofilia5.

Hukuman pidana kebiri telah di tetapakan dibeberapa Negara eropa

dan sebagian Negara asia, salah satu contoh Negara yang telah memakai

hukuman kebiri kimia adalah Rusia, dengan melewati beberapa tahap atau

prosedur, pelaksanaan kebiri kimia dilakukan setelah pengadilan meminta

laporan psikiater forensik untuk menindak lanjuti langkah medis terhadap

si pelaku. Kemudian pengadilan akan menyuntikkan zat depoprovera yang

5
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak,
(Yogyakarta:Pustaka Yustisia),2015,hlm. 53
berisi progesteron sintetis ke dalam tubuh si pesakitan. Dengan

menyuntikkan lebih banyak hormon wanita ke tubuh pria maka ini akan

menurunkan hasrat seksual. Setelah menjalani kebiri kimia, pelaku

kejahatan pedofilia akan menjalani hukuman kurungan. Mereka baru bisa

mengajukan bebas bersyarat setelah menjalani 80 persen masa hukuman.

Hukuman kebiri yang berlaku di Rusia wajib dilakukan oleh setiap pelaku

yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan6

Pidana kebiri menimbulkan kontra terhadap hak asasi manusia.

Permasalahan ini timbul di karenakan pidana kebiri bisa di katakan

merenggut hak dari pelaku dalam hidup. Menurut Mariam Budiardjo yang

dikutip yahya Ahmad Zein, hak asasi manusia adalah hak manusia yang

telah diperoleh dan dibawa bersamaan dengan kelahirannya dalam

kehidupan masyarakat, hak tersebut bersifat universal karena pemilikan

hak tersebut tidak didasarkan atas suku bangsa, ras, agama, dan jenis

kelamin.7

6
Nuzul Qur’aini Mardiya, Penerapan Hukuman Kebiri Kimia Bagi Pelaku Kekerasan Seksual,
Jurnal Konstitusi, https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/14110, Vol.14
No.1,2017,hlm.8
7
Wahyu Sri Handayani, Hak Asasi Manusia,(Klaten: Cempaka Putih), 2018,hlm.2
B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di

simpulkan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Banyaknya kasus kekerasan seksual anak di bawah umur yang

di lakukan orang terdekat serta di lingkungan itu sendiri.

2. Adanya undang-undang perlindungan anak

3.

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat di uraikan adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana penerapan pidana kebiri terhadap pelaku kekerasan

seksual pada anak dalam perspektif Hak Asasi Manusia?

2. Bagaimana hambatan dalam pelaksanaan eksekusi pidana

kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak?

D. Tujuan Penelitian

Seperti yang tercantum dalam rumusan masalah di atas maka

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui penerapan pidana kebiri terhadap pelaku

kekerasan seksual pada anak dalam perspektif Hak Asasi

Manusia

2. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan eksekusi

pidana kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual pada anak


E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang di peroleh dari penulisan proposal skripsi ini adalah :

1. Manfaat akademis

Anda mungkin juga menyukai