Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum

Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

Research Article

Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual

Rosania Paradiaz1*, Eko Soponyono2


1Program Magister Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
2Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
*paradiazrosania@gmail.com,

ABSTRACT
Sexual assault is an issue that has long been a topic of discussion in Indonesian society. In Indonesia itself,
the word sexual harassment is familiar because almost every year cases of sexual harassment occur. The
problem of sexual violence has often been heard in the ears of the Indonesian people. However, Indonesian
law has not fully provided strict legal consequences for perpetrators and protection for victims, Therefore, the
purpose of writing this research is to find out what law enforcement is like against perpetrators of sexual
violence and how legal protection is for victims. This study uses a normative legal research method which is
part of the typology of doctrinal research. The research approach used statutory approach and a conceptual
approach. The results of this study indicate that the draft criminal law for cases of sexual violence is an urgent
matter, given the rise of cases of sexual violence in Indonesia. The making laws that protect victims of sexual
violence, the resolution of cases of sexual violence and protection of victims of cases of sexual violence can
be carried out properly

Keywords: sexual violence; law; perpetrator; victim

ABSTRAK
Kekerasan seksual merupakan isu yang telah lama menjadi perbincangan di tengah masyarakat Indonesia. Di
Indonesia sendiri, kata pelecehan seksual sudah tidak asing karena hampir setiap tahunnya kasus pelecehan
seksual terjadi.Permasalahan kekerasan seksual sudah sering terdengar di telinga masyarakat Indonesia.
Namun, hukum Indonesia belum sepenuhnya memberikan konsekuensi hukum yang tegas bagi pelaku dan
perlindungan bagi korban, oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana perlindungan
hukum bagi korban. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang merupakan bagian
dari tipology penelitian doctrinal. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan perundang-
undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rancangan hukum pidana
untuk kasus kekerasan seksual menjadi suatu hal yang urgensi, mengingat maraknya kasus kekerasan
seksual di Indonesia. Pembuatan udang-undang yang melindungi korban kekerasan seksual, penyelesaian
terhadap kasus kekerasan seksual dan perlindungan terhadap korban kasus kekerasan seksual dapat
dijalankan dengan baik.

Kata kunci: kekerasan seksual; hukum; pelaku; korban

A. PENDAHULUAN seksual sudah tidak asing karena hampir setiap


Kekerasan seksual merupakan isu yang telah tahunnya kasus pelecehan seksual terjadi.
lama menjadi perbincangan di tengah masyarakat Kekerasan seksual berasal dari bahasa Inggris yaitu
Indonesia. Di Indonesia sendiri, kata pelecehan sexual hardness yang mana kata hardness itu sendiri
61
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

berarti kekerasan dan tidak menyenangkan atau ekspresi wajah, suara mengarah seksual, dan
(Mannika, 2018). Mengungkapkan bahwa kekerasan masih banyak lagi.
seksual merupakan suatu tindakan kekerasan yang Dikutip dari website resmi Komisi Nasional Anti
dilakukan seseorang dengan cara memaksa untuk Kekerasan Terhadap Perempuan, di tahun 2001
melaksanakan kontak seksual yang tidak sampai 2012 setidaknya terdapat korban kekerasan
dikehendaki. seksual 35 perempuan perharinya, dimana di tahun
Kekerasan ialah salah satu perilaku yang 2012, sudah ada 4.336 kasus kekerasan seksual
bertentangan dengan Undang-Undang, baik hanya yakni dianataranya 2.920 kasus terjadi di ranah
berupa tindakan mengancam atau tindakan yang kelompok/publik dengan sebagian besar kasus
sudah mengarah action nyata yang mengakibatkan kekerasan berupa pencabulan dan kekerasan.
terjadinya kerusakan fisik, benda, atau juga bisa Sedangkan kasus kekerasan di tahun 2013 naik
menyebabkan kematian seseorang. Pada kasus menjadi 5.629 kasus, yang berarti terjadi 2 kekerasan
kekerasan seksual tidak hanya menyerang pada perempuan tiap 3 jam sekali. Seringkali umur yang
kekerasan fisik, tetapi secara tidak langsung juga yang mengalami kekerasan seksual merupakan umur
menyerang mental korban. Dampak mental yang 13-18 tahun dan 25-40 tahun.
dialami korban akibat adanya kekerasan seksual ini Kekerasan seksual di Indonesia sendiri terjadi
tidak mudah dihilangkan dibandingkan dengan pada berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak,
kekerasan fisik yang juga dialaminya, dibutuhkan remaja, hingga dewasa. Bahkan, bukan hanya terjadi
waktu yang cukup lama agar korban benar-benar pada perempuan, namun juga terjadi pada laki-laki.
pulih dari kejadian yang dialaminya (Suryandi, Tidak hanya berbagai kalangan, kekerasan seksual
Hutabarat, & Pamungkas, 2020). ini juga bisa terjadi dimana saja yakni lingkungan
Kekerasan seksual sendiri dapat diartikan tempat kerja, tempat umum, tempat menuntut ilmu
sebagai terjadinya pendekatan seksual yang tidak bahkan di tempat lingkungan keluarga (Anggoman,
diinginkan oleh seseorang terhadap orang lain. 2019).
Pendekatan seksual yang dilakukan pun tidak harus Berbagai bentuk kekerasan termasuk ke
selalu bersifat fisik, namun juga dapat berbentuk dalam melanggar hak asasi manusia, kejahatan
verbal. Oleh karena itu, pelecehan seksual dapat martabat kemanusiaan, dan salah satu bentuk
hadir dalam berbagai bentuk, contohnya seperti diskriminasi yang wajib dihilngkan. Korban kekerasan
pemerkosaan, menyentuh badan orang lain dengan seksual sebagian besar merupakan perempuan yang
sengaja, ejekan atau lelucon mengenai hal-hal wajib memperoleh perlindungan baik dari negara
berbau seksual, pertanyaan pribadi tentang keidupan maupun masyarakat agar korban bisa tetap hidup
seksual, membuat gerakan seksual melalui tangan bebas dan terhindar dari bayang-bayang kekerasan,
penyiksaan dan perlakuan yang mengarah

62
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

merendahkan martab dan derajat manusia (torture, Bangsa-Bangsa atau dikenal The United Nations
other cruel, inhuman and degrading treatment). Volunteers (UNV) melakukan studi dan menemukan
Sesuai data yang telah dihimpun oleh bahwa 80% dari sekitar sepuluh ribu laki-laki yang
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan mereka wawancarai di Asia Pasifik mengaku pernah
Perlindungan Anak telah tercatat bahwasanya kasus memperkosa pasangannya.Dan 97% laki-laki yang
kekerasan seksual pada tahun 2020 berada pada pernah memperkosa pasangannya, tidak pernah
angka 7.191 kasus. Sedangkan terhitung dari Juni menerima konsekuensi hukum atas perlakuan yang
2021 dari sistem informasi daring perlindungan mereka lakukan dengan alibi merasa memiliki hak
perempuan dan anak, kasus kekerasan seksual pada seksual terhadap pasangannya (Susiana, 2015).
tahun 2021 telah mencapai 1.902 kasus (Komisi Selain dapat terjadi kepada berbagai
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, kalangan, kekerasan seksual juga dapat terjadi di
2021). Hingga saat ini kekerasan seksual di berbagai tempat seperti di lingkungan
Indonesia yang telah dirasakan anak dibawah umur keluarga,clingkungan pendidikan anak seperti
masih sangat banyak. Hal ini terlihat dari berita baik sekolah, dan lingkungan kesehatan seperti ruang
media cetak maupun elektronik di Indonsa yang pemeriksaan pasien (Handayani, 2018). Bahkan
masih memberikan informasi berkaitan dengan sekarang ini banyak anak-anak yang mengalami
kekerasan seksual. Kasus kekerasan sesual anak tindak kekerasan seksual di lingkungan pendidikan
baik secara fisik maupun psikis selalu menjadi yaitu sekolah (Sitompul, 2015).
pembicaraan hangat baik di tingkat nasional atau Permasalahan kekerasan seksual sudah
internasional. Hal ini dikareakan kasus ini telah sering terdengar di telinga masyarakat Indonesia.
terjadi sejak manusia ada di muka bumi. Hal ini Namun, hukum Indonesia belum sepenuhnya
mungkin akan terus terjadi hingga dimasa yang akan memberikan konsekuensi hukum yang tegas bagi
datang (Yusyanti, 2020). pelaku dan perlindungan bagi korban. Hanya sedikit
Pada tahun 2013, Program Pembangunan kasus kekerasan seksual yang dibawa ke
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations pengadilan. Hal ini disebabkan karena takutnya
Development Programme, lalu Perserikatan Bangsa- korban untuk melapor pada pihak berwajib
Bangsa untuk Hal Kesetaraan Gender dan dikarenakan adanya stigma buruk oleh masyarakat
Pemberdayaan Perempuan atau The United Nations terhadap korban kekerasan seksual. Tak jarang
Entity for Gender Equality and the Empowerment of media meliput berita mengenai sisi korban yang
Women (UN Women), Perserikatan Bangsa-Bangsa menjadi penyebab terjadinya kekerasan seksual
Pengumpulan Dana untuk Kegiatan Kependudukan misalnya korban memakai baju terbuka, korban yang
atau The United Nations Fund for Population keluar malam, korban pergi sendiri yang dapat
Activities (UNFPA), dan Relawan Perserikatan

63
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

membuat munculnya nafsu pelaku (Indainanto, hukum terhadap korban kejahatan seksual dalam
2020). perspektif hukum progresif (Harahap, 2016).
Korban sering juga diberi stigma oleh Penelitian yang membahas pada
masyarakat bahwasanya korban dapat saja juga upaya menanggulangi tindak pidana kekerasan
‘menikmati’ kekerasan seksual yang terjadi. Ketika seksual terhadap anak di kaji menurut hukum pidana
korban sudah berani mengadukan kekerasan seksual indonesia (Rizqian, 2021). Kemudian penelitian
yang terjadi padanya, tidak jarang pula aparat mengenai penegakan dan perlindungan hukum bagi
ataupun pihak berwajib tidak menanggapi aduan kasus kekerasan seksual telah yang berfokus pada
tersebut atau malah menanggapi aduan tersebut perlindungan bagi hukum korban pelecehan seksual
dengan tidak serius dan menganggap remeh. tingkat kedua yang terdiri dari kekerasan fisik atau
Perlindungan serta perhatian terhadap psikologis, pembalasan, penghinaan, dan
kepentingan korban kekerasan seksual baik melalui penganiayaan terhadap orang-orang yang
proses peradilan maupun melalui sarana kepedulian mendukung korban kekerasan terhadap perempuan.
sosial tertentu merupakan bagian mutlak yang perlu (Flecha, 2021).
dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan Penelitian selanjutnya berfokus pada kekuatan
kebijakan - kebijakan sosial, baik lembaga - lembaga dan batasan hukum untuk menangani kekerasan
sosial yang ada maupun lembaga - lembaga terhadap perempuan di rezim semi-liberal (Brysk,
kekuasaan negara (Surayda, 2017). 2016). Terakhir, terdapat penelitian yang berfokus
Berdasarkan hal - hal tersebut, maka timbul memberikan perlindungan terhadap anak dari tindak
beberapa permasalahan antara lain pertama, pidana penyerangan seksual, pelecehan seksual dan
bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pornografi, sekaligus menjaga kepentingan anak
pidana kekerasan seksual dan kedua, bagaimanakah pada setiap tahapan kehidupan berdasarkan
perlindungan hukum terhadap korban kekerasan Undang-Undang Perlindungan Anak (Mohanty,&
seksual? Devpriya, 2021)
Beberapa penelitian sebelumnya yang Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu,
berfokus pada upaya penegakan hukum yang maka penelitian kali akan berfokus pada
dilakukan dengan memberikan sanksi pidana baik perlindungan hukum terhadap korban kekerasan
berupa kurungan penjara dan/atau denda lebih berat seksual dalam hukum pidana Indonesia serta
kepada pelaku sesuai dengan UU Nomor 35 Tahun bagaimana pembuktian kasus kekerasan seksual
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang dan urgensi Rancangan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak penghapusan kekerasan seksual.
(Yuliarti, Mangku, & Putri, 2021). Kemudian
penelitian lainnya berfokus pada perlindungan

64
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

B. METODE PENELITIAN “Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas”, Ratna


Penelitian ini menggunakan metode penelitian Batara Munti menyatakan bahwasanya tindak pidana
hukum normatif yang merupakan bagian dari tipology pelecehan seksual tidak diatur secara jelas di Kitab
penelitian doctrinal. Pendekatan penelitian yang Undang-Undang Hukum Pidana bahkan tidak satu
dipakai ialah pendekatan konseptual dan pasal pun menyebutkan kata-kata pelecehan seksual
perundang-undangan. Sumber data yang dipakai ataupun kekerasan seksual, hanya ada istilah
ialah data sekunder atau data yang diperoleh secara perbuatan cabul yang diatur pada Pasal 289 sampai
tidak langsung melalui studi kepustakaan. Data dengan Pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum
sekunder tersebut pun dibagi lagi menjadi beberapa Pidana. Sedangkan perbuatan cabul sendiri dapat
bagian yaitu, bahak hukum primer, bahan hukum diartikan sebagai suatu perilaku yang tidak sesuai
sekunder, dan bahan hukum tersier. Bahan hukum dengan rasa kesusilaan atau perlaku keji yang
primer adalah data yang memliki kekuatan hukum dilakukan dikarenakan semata-mata memenuhi nafsu
seperti peraturanperundang-undangan,sedangkan yang tidak dapat dikendalikan.
bahan hukum sekunder dan tersier adalah data Rumusan yang dimuat dalam KUHP, secara
pendukung bahan hukum primer seperti penelitian- garis besar klasifikasi kekerasan seksual terbagi atas,
penelitian terdahulu yang telah terpublikasi dan buku- perzinahan, persetubuhan, pencabulan, pornografi.
buku yang terkait. Bahan hukum yang telah diperoleh Terkait kekerasan seksual atau pelecehan seksual
ini kemudian dianalisis menggunakan analisis tidak diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang
deskriptif-kualitatif untuk memperoleh kesimpulan Hukum Pidana, KUHP hanya mengatur Kejahatan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah Terhadap Kesusilaan. Kejahatan Terhadap
(Tampubolon, 2016). Kesusilaan ini diatur dalam BAB XVI Buku II Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu sebagai
C. HASIL DAN PEMBAHASAN berikut: a). kejahatan akibat pelanggaran secara
1. Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana terbuka kesusilaan umum (Pasal 281); b). kejahatan
Kekerasan Seksual pornografi (Pasal 282); c). kejahatan pornografi
Perilaku pelecehan seksual merupakan kepada anak (Pasal 283); d). kejahatab pornografi
sebuah perbuatan tercela yang dapat diukur dengan ketika melaksanakan pencahariannnya (Pasal 283b);
adanya pelanggaran terhadap kaedah - kaedah atau e). kejahatan zina (Pasal 284); f). kejahatan
norma norma yang berakar pada nilai-nilai sosial- melaksanakan perkosaan untuk bersetubuh (Pasal
budaya sebagai suatu sistem tata kelakuan dan 285); g). kejahatan bersetubuh dalam kondisi tak
pedoman tindakan-tindakan warga masyarakat, yang sadarkan diri dan tak berdaya tanpa melakukan
dapat menyangkut norma keagamaan, kesusilaan perkawinan (Pasal 286); h). kejahatan bersetubuh
dan hukum. Dalam sebuah artikel yang berjudul dengan anak perempuan (Pasal 287); i). kehajatan

65
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

bersetubuh dengan perempuan yang belum cukup tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas
umur untuk kawin sehingga menyebabkan luka perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
ringan bahkan berat (Pasal 288); j). kejahatan Seorang anak seharusnya memperoleh perlindungan
perkosaan berbuat percabulan atau perilaku yang harkat dan martbat di lingkungan sekitar supaya ia
menyerang kehormatan kesusilaan (Pasal 289); k). bisa tumbuh dan berkembang baik fisik maupun
kejahatan berbuat cabul terhadap orang yang tak psikologisnya. Bahkan Frans Magnis Suseno
sadarkan diri dan belum cukup umur untuk kawin berpendapat bahwa melindungi hak anak merupakan
(Pasal 290); l). Apabila kejahatan dalam pasal 286, bagian dari membela HAM (Hak Asasi Manusia)
287, 289, dan 290 mengakibatkan luka berat (Pasal (Antari, 2021).
291); m). kejahatan berbuat cabul terhadap anak Lalu pada Pasal 28G dijelaskan bahwa tiap
pada sesama kelamin (Pasal 292); n). kejahatan manusa berhak mendapatkan perlindungan diri
mendorong orang berbuat cabul dengan orang yang pribadi, kehormatan, keluarga, harkat dan martabat,
belum cukup umur (Pasal 293); o). kejahatan berbuat serta berhak memperoleh rasa aman dan
cabul dengan anak (Pasal 294); p). kejahatan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
mempermudah berbuat cabul bagi anak (Pasal 295); melakukan sesuatu atau tak melakukan sesuatu
q). kejahatan mempermudah berbuat cabul sebagai yang merupakan hak asasi. Kemudian dipertegas
mata pencaharian atau kebiasaan (Pasal 296); r). lagi pada Pasal 28I ayat (1) bahwa hak untuk hidup,
kejahatan menjualbelikan baik perempuan atau laki- hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan
laki yang belum cukup umur (Pasal 297); s). pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk
kejahatan menjadikan sebagai sumber pekerjaan dari tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
aktivitas pencabulan yang dilaksanakan oleh orang hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
lain (Pasal 298). dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
Bukan hanya terkait dengan hukum pidana, manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
terjadinya kekerasan seksual juga melanggar hak apapun. Dapat dilihat dari berbagai pasal di atas,
asasi yang dimiliki oleh korban. Sistem hukum bahwasanya sistem hukum Indonesia menentang
Indonesia menjamin hak asasi manusia dari setiap kekerasan termasuk kekerasan seksual.
masyarakatnya. Tercantum dalam Undang-Unang 2. Pembuktian Kasus Kekerasan Seksual
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 Due process of law diartikan sebagai
pada Pasal 28A-28J. Pada Pasal 28A dijelaskan seperangkat prosedur yang disyaratkan oleh
bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak hukumsebagai standar beracara dalam hukum
untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. pidana yang berlaku universal (Savitri, 2020). Alat
Selanjutnya pada Pasal 28B ayat (2) dijelaskan bukti Menyatakan alat bukti berdasarkan Pasal 184
bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana:

66
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

a) Keterangan saksi; b) Keterangan ahli; c) Surat; d) kekerasan seksual, maka diperlukan bantuan ahli
Petunjuk; e) Keterangan terdakwa. yaitu psikolog atau psikiater yang memang ahli dalam
Oleh karena itu, apabila diduga terjadi hal kejiwaan dan telah mempelajari mengenai
pelecehan seksual, hal-hal yang dapat digunakan kesehatan mental orang lain secara lebih mendalam.
untuk membantu pembuktian kasus kekerasan Selain dari itu, aparat penegak hukum harus
seksual adalah kelima hal di atas. Dan untuk kasus memperkuat sistem pengungkapan atau investigasi
terkait pencabulan atau perkosaan, biasanya dalam pembuktian kasus kekerasan seksual.
menggunakan salah satu alat bukti berupa visum et Banyaknya kesulitan dalam penanganan kasus
repertum. Visum et repertum merupakan sebuah kekerasan seksual menyebabkan banyak kasus yang
istilah yang awam di dunia kedokteran forensik. tidak dibawa ke ranah pengadilan, bahkan tak jarang
Visum berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti kita melihat berita bahwasanya laporan korban
tanda melihat. Sedangkan repertum, berarti melapor pelecehan atau kekerasan seksual ditolak oleh
yang artinya apa yang sudah dipeoleh dari aparat penegak hukum karena sulitnya pembuktian.
pemeriksaan dokter terhadap korban. Sehingga Sulitnya dalam proses pembuktian dikarenakan
visum et repertum dapat diartikan sebagai ketika terjadinya kekerasan seksual pada umumnya
melaporkan hal apa yang dilihat dan ditemukan. dilakukan tanpa adanya kehadiranorang lain
Apabila tidak terlihat adanya tanda kekerasan setelah (Sibarani, 2019).
keluar hasil dari visum et repertum, akan jauh lebih Hal ini harus dapat diatasi karena berakibat
baik apabila dicari alat bukti yang lain agar tindakan pada pelaku yang tidak mendapatkan konsekuensi,
kekerasan seksual ini dapat dibuktikan. Dan pada korban yang terabaikan, dan potensi terjadinya kasus
akhirnya keputusan mengenai apakah ini tindakan kekerasan seksual terulang kembali.
kekerasan seksual akan dikembalikan lagi kepada Dalam proses pembuktian kekerasan seksual
putusan hakim. pun, diharapkan aparat penegak hukum tidak bersifat
Pembuktian pada kekerasan psikis tidaklah diskriminatif. Terutama, diharapkan tidak
semudah pembuktian kekerasan fisik. Karena menyalahkan korban ataupun memberikan stigma
pembuktian kekerasan fisik mudah terlihat oleh mata buruk kepada korban tersebut. Hal ini dikarenakan
dan dapat dibuktikan dengan visum et repertum korban yang telah bersedia datang dengan kondisi
sedangkan bukti dari kekerasan psikis tidak terlihat yang masih merasa depresi, dan takut,tentunya
karena rasa sakitnya hanya dapat dirasakan oleh butuh perlindungan bukan malah mendapati
korban melalui batin dan jiwanya. Oleh karena itu, tanggapan seseorang yang menyalahkan korban
upaya pengungkapan fakta dalam perkara kekerasan (Victim Blaming) yang dapat memeprburuk keadaan
psikis seringkali mengalami kesulitan. Dalam korban (Iqbal, Emilda, & Ferawati, 2020).
kaitannya untuk mengunkap akibat psikis dari

67
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

Sebaik mungkin aparat penegak hukum pun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana hanya
harus menangani dan memberikan kepastian hukum diatur secara tidak langsung.
pada korban, dan bukan malah melambatkan atau Dari hasil pemantauan Komnas Perempuan
malah menghentikan proses penyelesaian kasus dari tahun 1998 hingga 2013 yaitu di Indonesia
kekerasan seksual. Pelaku kekerasan seksual pun selama 15 tahun setidaknya ada 15 bentuk
haruslah tetap mendapat konsekuensi hukum yang kekerasan seksual yaitu: a) perkosaan; b)
seadil-adilnya terlapas dari apapun jabatan, perbudakan seksual; c) intimidasi seksual; d)
keberadaan, dan kedudukan si pelaku. Sebab prostitusi seksual; e) eksploitasi seksual; f)
sejatinya, kejahatan seksual ini kemungkinan bisa pemaksaan perkawinan; g) perdangan perempuan
terjadi penurunan apabila proses dan produk hukum untuk seksual; h) pemaksaan kontrasepsi dan
benar-benar bisa menghukum pelaku kekerasan sterilisasi; i) pemaksaan kehamilan; j) pemaksaan
seksual dengan hukuman yang sepadan, dan aborsi; k) prenyiksaan seksual; l) kontrol seksual; m)
masyarakat memberikan dukungan sosial kepada penghukuman tak manusiawi dan bernuasa seksual;
korban (Rahmi, 2018). n) pelecehan seksual; dan o) praktik tradisi berkaitan
Pengaturan yang lebih pasti dalam seksual yang berbahaya atau diskriminasi
mengklasifikasikan hal apakah yang termasuk perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan
menjadi kekerasan seksual menjadi amat sangat terhadap Perempuan, 2021)
diperlukan, hal ini juga membutuhkan komitmen dari Kekerasan seksual dibahas secara lebih jelas
aparat penegak hukum untuk memiliki pemikiran pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
yang terbuka dan perhatian lebih kepada korban. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Karena kekerasan seksual tidak selalu mengenai pada Pasal 8, Pasal 47, dan Pasal 48. Dalam Pasal 8
paksaan atau kekerasan dalam penetrasi penis ke Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 hanya terdapat
vagina. Terdapat banyak jenis kekerasan seksual di satu jenis kekerasan seksual yaitu pemaksaan
luar hal itu. hubungan seksual. Dan begitu pula keadaannya
3. Urgensi Rancangan Undang-Undang pada Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang
Penghapusan Kekerasan Seksual Pemberatasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Dihadapkan dengan fakta di lapangan yaitu Pasal 1 angka 8 yang hanya mengatur mengenai
tingginya angka kasus kekerasan seksual yang eksploitasi seksual. Dari sini dapat terlihat
terjadi di Indonesia, menjadi sebuah ironi bahwasanya sistem hukum Indonesia belum dapat
bahwasanya kekerasan seksual tidak diatur secara memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat
jelas bahkan tidak disebut sekalipun dalam Kitab terkait dengan 13 jenis kekerasan seksual yang
Undang-Undang Hukum Pidana. Kekerasan seksual terjadi lainnya.

68
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

Oleh karena itu, karena tingginya angka Undang-Undang Hukum Pidana. Rancangan
kekerasan seksual dan kurang pastinya hukum Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual
Indonesia membahas kekerasan seksual, dianggap ini juga diperlukan karena dibutuhkan perumusan
sebagai sebuah urgensi untuk membentuk Undang- jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual dan
Undang yang mengatur mengenai kekerasan seksual pemidanaannya baik sebagai pidana pokok maupun
secara lebih lanjut. Hal ini juga berkaitan dengan pidana tambahan. Rancangan Undang-Undang
Hhak asasi manusia yang ditegaskan pada Pasal Penghapusan Kekerasan Seksual juga merancang
28D ayat (1) bahwasanya setiap orang berhak atas denda sebagai salah satu ancaman pidana sebab
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian denda akan masuk ke kas negara tetapi tidak
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di berhubungan dengan penyediaan penggantian
hadapan hukum. Terkait dengan kekerasan seksual kerugian bagi korban. Dan khusus untuk tindak
yang hingga saat ini belum memiliki pengaturan pidana kekerasan seksual tertentu, Rancangan
khusus, membuat peraturan perundang-undangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual
terkait kekerasan seksual dianggap penting karena akan menghadirkan adanya rehabilitasi khusus.
juga sebagai bentuk negara menjamin adanya Selain dari itu, juga terdapat berbagai macam
kepastian hukum yang adil bagi seluruh masyarakat ancaman pidana lainnya seperti pembinaan khusus,
Indonesia. pencabutan hak asuh, pencabutan profesi,
Masyarakat pun tak hentinya terus menerus pencabutan hak politik, dan juga kerja sosial. Lalu
menuntut pengesahan Rancangan Undang-Undang kemudian dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Penghapusan Kekerasan Seksual mengingat hingga Acara Pidana tidak memiliki ketentuan dalam hal
hari ini kekerasan seksual terus-menerus masih perlunya pendampingan psikolog atau tim medis
terjadi. Selain dari itu Pemerintah dan Komisi III DPR lainnya untuk korban dalam memberikan keterangan
RI juga sedang bekerja sama melakukan atau kesaksian, sedangkan Rancangan Undang-
pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual
Hukum Pidana yang baru. menegaskan bahwa merupakan hak korban untuk
Rancangan Undang-Undang Penghapusan mendapatkanpendampingan dan merupakan
Kekerasan Seksual ini diperlukan karena akan kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk
mengatur tindak pidana kekerasan seksual yang mendampingi korban kekerasan seksual.
secara belum lengkap dibahas di Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Oleh karena itu, apabila D. SIMPULAN
nantinya disahkan, Rancangan Undang-Undang Kasus kekerasan seksual di Indonesia menjadi
Penghapusan Kekerasan Seksual ini akan menjadi problematika sosial di masyarakat. Namun
ketentuan khusus atau lex specialist dari Kitab sayangnya, hukum pidana yang dibuat untuk

69
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

melindungi korban kekerasan seksual masih DAFTAR PUSTAKA


terkesan serampangan dan tidak menunjukkan JURNAL
adanya keberpihakan pada korban. Hal ini, membuat Anggoman, E. (2019).Penegakan Hukum Pidana
banyak korban kekerasan seksual takut untuk Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap
memperjuangkan keadilan yang berhak Perempuan. Lex Crimen, Vol.8, (No.3), p.3.
didapatkannya. Korban kekerasan seksual takut https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/
untuk mengajukan laporan terkait kasus kekerasan article/view/25631/0
seksual yang dialaminya, karena kurangnya Antari, Putu Eva D. (2021). Pemenuhan Hak Anak
perlindungan hukum di Indonesia yang menjamin yang mengalami kekerasan seksual berbasis
perlindungan bagi korban kekerasan seksual. Aturan Restorative Justice Pada Masyarakat Tenganan
hukum pidana yang telah dibuat, kurang Pegringsingan, Karangasem, Bali. Jurnal HAM,
menunjukkan keberpihakan pada korban kekerasan Vol.12,(No.1),p.76.http://dx.doi.org/10.30641/ha
seksual. Terdapatnya beberapa frasa yang rancu, m.2021.12.75-94.
membuat penegakan hukum terkait kasus kekerasan Brysk, A. (2016). Violence against women: law and
seksual di Indonesia sulit untuk diterapkan. Selain itu, its limits. Deusto Journal of Human Rights,
pada praktiknya penerapan hukum kasus kekerasan (No.1), pp.145-173.https://doi.org/10.18543/djhr-
seksual di Indonesia masih menemui beberapa 1-2016pp145-173.
hambatan karena regulasi hukum yang ada beberapa Flecha, R. (2021). Second-Order Sexual
kali tidak dijalankan secara tepat. Oleh karena itu, Harassment: Violence Against the Silence
dibutuhkan regulasi hukum yang tepat untuk Breakers Who Support the Victims.Violence
melindungi korban kekerasan seksual dari kejahatan Against Women, Vol.27, (No.11), pp.1980-1999.
yang dialaminya. Untuk kasus kekerasan seksual https://doi.org/10.1177/1077801220975495
sendiri menjadi suatu hal yang urgensi, mengingat Handayani, T. (2018). Perlindungan dan Penegakan
maraknya kasus kekerasan seksual di Indonesia. Hukum terhadap Kasus Kekerasn Seksual pada
Dengan membuat udang-undang yang melindungi Anak. Jurnal Mimbar Justitia, Vol.2, (No.2),
korban kekerasan seksual, penyelesaian terhadap pp.826-839.https://doi.org/10.35194/jhmj. v2i2.33
kasus kekerasan seksual dan perlindungan terhadap Harahap, Irwan S. (2016). Perlindungan Hukum
korban kasus kekerasan seksual dapat dijalankan Terhadap Anak Korban Kejahatan Seksual
dengan baik. Sehingga hukum di Indonesia dapat dalam Perspektif Hukum Progresif. Jurnal Media
dijalankan sesuai dengan tujuannya, yaitu melindungi Hukum,Vol.23,(No.1),pp.38-47. https://doi.org/10.
seluruh masyarakat Indonesia dari kasus kejahatan. 18196/jmh.2015.0066.37-47.
Indainanto, Yofiendi I. (2020). Normalisasi Kekerasan
Seksual Wanita di Media Online. Jurnal

70
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

Komunikasi,Vol.14,(No.2),p105-118. https://doi. Sibarani, S. (2019). Pelecehan Seksual Dalam Sudut


org/10.21107/ilkom.v14i2.6806 PandangUndang-undang Nomor 39 Tahun 1999
Iqbal, Muhammad., Emilda, Firdaus., & Ferawati. Tentang Hak Asasi Manusia. Sol Justisio:
(2020). Pengaruh Prilaku MenyalahkanKorban JurnalPenelitian Hukum, Vol.1, (No.1), p.98-108.
Dalam Tindak Pidana Kesusilaan di Indonesia. http://ojs.mputantular.ac.id/index.php/sj/article/vie
JOM Fakultas Hukum Universitas Riau, Vol.7, w/218
(No.2),pp.1-15. https://jom.unri.ac.id/index.php/ Sitompul, Anastasia H. (2015).Kajian Hukum Tentang
JOMFHUKUM/article/viewFile/28875/27831 Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap
Mannika, G. (2018). Studi Deskriptif Potensi Anak Di Indonesia. Lex Crimen Journal, Vol.4,
Terjadinya Kekerasa Seksual pda Remaja (No.1), p.49. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.
Perempuan.Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa php/lexcrimen/article/view/6999
Universitas Surabaya, Vol.7, (No.1), pp.2540- Surayda, Helen I. (2017). Perlindungan Hukum
2553.https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/ Terhadap Korban Kekesaran Seksual dalam
article/view/2411 Kajian Hukum Islam. Jurnal Ius Constiuendum,
Mohanty, Hitabhilash., & Devpriya, Banerjee. (2021). Vol.2,(No.1),p.30. http://dx.doi.org/10.26623/jic.
An Analysis of Protecting of Children from Sexual v2i1.543
Offences Act, 2012 (POCSO ACT). Suryandi, Dodi., Hutabarat, Nike., & Pamungkas,
http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3768096 Hartono. (2020). Penerapan Sanksi Pidana
Rahmi, A. (2018). Urgensi Perlindungan bagi Korban terhadap Pelaku Tindak Pidana Kekerasan
Kekerasan Seksual dalam Sistem Peradilan Seksual terhadap Anak. Jurnal Darma Agung,
Pidana Terpadu Berkeadilan Gender. Vol.28,(No.1),pp.84-91. http://dx.doi.org/10.469
MERCATORIA,Vol.11,(No.1),pp.37-60, 30/ojsuda.v28i1.464
https://doi.org/10.31289/mercatoria.v11i1.1499 Tampubolon, Wahyu S. (2016). Upaya Perlindungan
Rizqian, I. (2021). Upaya Perlindungan Hukum Hukum Bagi Konsumen Ditinjau Dari Undang-
Terhadap Anak SebagaiKorban Tindak Pidana Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah
Kekerasan SeksualDikaji Menurut Hukum Pidana Advokasi,Vol.4,(No.1),p.12.DOI:10.36987/jiad.v4i
Indonesia. Jurnal Justiciabellem, Vol.1, (No.1), 1.356
pp.51-61.https://doi.org/10.35194/jj.v1i1.1115 Yuliartini, Ni Putu Rai, Mangku,Gede Dewa Sudika, &
Savitri, N. (2020). Pembuktian DalamTindak Pidana Putri, Putu Pipit Pricellia Eka. (2021). Upaya
Kekerasan Seksual Terhadap Anak.Jurnal Bina Perlindungan HukumTerhadapPerempuan dan
Mulia Hukum, Vol.4, (No.2), pp.276-293. Anak Korban Kekerasan Seksual di Provinsi Bali.
http://dx.doi.org/10.23920/jbmh.v4i2. 323. Seminar Nasional Hukum Universitas Negeri

71
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Magister Hukum, Fakultas Hukum
Volume 4, Nomor 1, Tahun 2022, halaman 61-72 Universitas Diponegoro

Semarang,Vol.7,(No.1),pp.367-380.https://
doi.org/10.15294/snhunnes.v7i1.713.
Yusyanti, D. (2020). Perlindungan Hukum Terhadap
Anak Korban Dari Pelaku Tindak Pidana
Kekerasan Seksual. Jurnal Penelitian Hukum de
Jure,Vol.20,(No.4),p.68. http://dx.doi.org/10.3064
1/dejure.2020.V20.619-636

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.

SUMBER ONLINE
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap
Perempuan. (2021). 15 Bentuk Kekerasan
Seksual: Sebuah Pengenalan. Retrieved from
https://komnasperempuan.go.id/instrumen-
modul-referensi-pemantauan-detail/15-bentuk-
kekerasan-seksual-sebuah-pengenalan
Susiana, S. (2015). Kekerasan Seksual Terhadap
Perempuan dan Urgensi Tentang Kekerasan
Seksual. Majaah Info Singkat, Vol.VII, (No.22).
Retrieved from https://puslit.dpr.go.id/ produk/
info-singkat/page/15

72

Anda mungkin juga menyukai