Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357617659

Kebijakan hukum bagi pelaku pelecehan seksual dilingkungan pesantren


Bandung Jawa Barat

Article · January 2022

CITATIONS READS

0 2,821

12 authors, including:

Silviana Wahyu Nur Cahyani Putri


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Silviana Wahyu Nur Cahyani Putri on 06 January 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Kebijakan Hukum Bagi Pelaku Pelecehan Seksual

Silviana Wahyu Nur Cahyani Putri

Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Jl. Brawijaya, Geblagan, Tamantirto, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa

Yogyakarta 55183

E-mail : s.wahyu.isip21@mail.umy.ac.id

Abstrak

Pelecehan seksual dari dulu hingga saat ini sangat menarik perhatian publik, terlebih
dalam waktu belakangan kini. Pelecehan seksual sendiri tidak hanya meninggalkan bekas
pada fisik, akan tetapi juga pada psikis korban. Meningkatnya jumlah korban dari
pelecehan seksual terus saja bertambah dari tahun ke tahun. Terlebih lagi saat kodisi
pandemi seperti ini, tingkat kasus pelecehan seksual masih saja bertambah banyak.
Banyakya korban pelecehan seksual adalah para perempuan khususnya di usia yang masih
muda. Tidak jarang tindakan pelecehan seksual juga kerap terjadi di lingkungan kampus.
Pelaku dari tindakan tersebut adalah oknum tak bertanggung jawab, sedangkan yang
menjadi korban adalah mahasiswa yang menimba ilmu di kampus tersebut. Tidak hanya itu
bahkan pelecehan seksual juga kerap terjadi di dalam lingkungan keluarga maupun sosial.
Saat ini pun sangat diperlukan upaya penegakan hukum yang adil dan setimpal bagi para
pelaku pelecehan seksual dan juga tindakan atau penanganan yang baik untuk korban
pelecehan seksual.
Kata Kunci : Pelecehan seksual, Kekerasan seksual, Kebijakan hokum

PENDAHULUAN

Perilaku seksual yang tidak disukai atau secara paksa baik berupa lisan, tulisan

maupun perilaku yang biasa kita sebut sebagai pelecehan seksual. Tindakan seksual
tersebut dapat menyebabkan korban menjadi tidak nyaman. Pelecehan seksual meliputi

beberapa hal mulai dari tingkat yang ringan seperti dalam bentuk kata-kata, sentuhan fisik,

pandangan mata, hingga ke tingkat yang berat, yaitu terjadinya pemerkosaan. Tindak

perilaku pelecehan seksual ialah contoh dari pengingkaran kesusilaan yang tidak hanya

menjadi permasalahan hukum di suatu negara, namun juga sudah merupakan masalah

global.1 Di Indonesia kasus pelecehan seksual sendiri masih sering terjadi. Dengan para

peremuan yang sering menjadi korban dari pelecehan seksual. Walaupun begitu, faktanya

seorang laki-laki juga bisa menjadi korban dari perilaku pelecehan seksual.

Pelecehan seksual bukan hanya terjadi kepada orang dewasa saja, tak sedikit para

remaja bahkan anak-anak yang masih dibawah umur menjadi sasaran para pelaku

pelecehan seksual. Bahkan ada juga para pelaku kejahatan yang masih berada di usia

remaja. Faktor pendorong pelecehan seksual bisa berasal dari kondisi psikologis pelaku,

dimana pelaku memiliki nafsu yang tinggi untuk melakukan seks, dan mencari korban

untuk melampiaskan hawa nafsu nya tersebut. Bukan hanya terpengaruh oleh kesehatan

psikologi, terdapat juga faktor yang dapat mempengaruhi terlaksananya tindakan pelecehan

seksual, antara lain juga dapat terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik, buku atau

bacaan yang berbau porno, juga gambar, film mauun video yang kurang pantas yang

beredar luas di masyarakat.

Saat ini masih saja menjadi pembicaraan mengenai awal mula terjadinya tindakan

pelecehan seksual, tak sedikit orang yang bilang jika pelecehan seksual terjadi karena

1
Romli Atmasasmita. (1995). Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: Mandar maju, hlm.
103
korban/perempuan menggunakan pakaian yang terbuka sehingga mengundang nafsu pelaku.

Padahal korban dari pelecehan seksual bukan hanya seseorang yang memakai pakaian

terbuka, tak sedikit pula bahwa korban pelecehan seksual yang memakai pakaian sopan

tertutup menjadi sasaran para pelaku. Perlindungan bagi korban pelecehan seksual saat ini

dinilai kurang optimal disebabkan oleh berbagai faktor seperti minimnya pemahaman

masyarakat terhadap penyebab dan juga dampak yang ditimbulkan akibat dari pelecehan

seksual. Ditambah lagi belum optimalnya perlindungan bagi korban yang disediakan oleh

negara, disisi lain kemampuan lembaga yang berbasis pelayanan kepada masyarakat untuk

memberikan layanan perlindungan kepada korban juga masih terbatas.

Seperti yang kita ketahui bahwa kasus pelecehan seksual saat ini terus mengalami

penambahan kasus dari tahun ke tahun. Hal tersebut menandakan bahwa sanksi hukum bagi

para pelaku pelecehan seksual belum cukup untuk membuat para pelaku serta calon

pelaku menghentikan kejahatannya. Perlunya pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan

yang tegas dan juga adil sangatlah dibutuhkan melihat saat ini masih saja banyak terjadinya

kasus kejahatan tersebut. Bukan hanya bergantung pada pemerintah namun masyarakat

juga bisa mengambil peran dalam rangka mengurangi tindak kejahatan tersebut. Ada

berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, tergantung dari

bagaimana masyarakat dan pemerintah bisa saling bekerja sama.

Untuk itu kita perlu menganalisa serta mengkaji ulang tentang permasalahan terebut,

yang mana hingga kini belum usai saja pembahasan mengenai hal tersebut. Masih banyak

juga masyarakat yang memerlukan edukasi mengenai kejahatan pelecehan seksual, mulai

dari ciri-ciri hingga apa saja yang harus dilakukan jika kita atau orang disekitar kita
menjadi korban dari pelaku pelecehan seksual. Dengan ini masyarakat sendiri dapat

mengantisipasi segala bentuk kejahatan maupun criminal yang mengintai di lingkungan.

Pemerintah pun juga bisa melakukan upaya untuk mengurangi angka kasus pelecehan

seksual. Pemberian hukuman atau kebijakan yang tegas akan membuat pelaku atau calon

pelaku merasa jera dan tidak akan mengulanginya lagi. Dengan begitu masyarakat bisa

tenang tanpa harus mengkhawatirkan tindakan tersebut akan terjadi pada dirinya,

keluarganya maupun pada lingkungan di sekitarnya.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan tingkat pelecehan seksual di Indonesia?

2. Apa yang dapat kita lakukan untuk menyikapi tindak kejahatan pelecehan

seksual disekitar kita?

3. Bagaimana perkembangan kasus pelecehan seksual terhadap 13 santri pondok

pesantren di Bandung, Jawa Barat?

4. Bagaimana peran juga tindakan hukum dalam mengatasi kejahatan pelecehan

seksual yang terjadi?

METODE

Penulis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah suatu metode

yang berfokus pada pengamatan yang mendalam. Untuk menghasilkan kajian atas suatu

fenomena yang lebih komprehensif penggunaan metode kualitatif dalam penelitian dapat

digunakan. Dengan memperhatikan individu manusia atau humanisme dan tindakan


manusia menjadi jawaban atas kesadaran bahwa semua akibat dari perbuatan manusia

terpengaruh pada aspek-aspek internal individu. Seperti kepercayaan, pandangan politik,

dan latar belakang sosial dari individu yang bersangkutan, merupakan aspek internal.

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pelecehan Seksual di Indonesia Tahun 2021

Pelecehan seksual ialah sebuah perbuatan atau kejahatan yang biasanya dilakukan

oleh laki-laki yang disasarkan kepada perempuan dalam hal seksual atau sebalikya, dimana

hal tersebut tidak diharapkan dan diinginkan sang korban karena dia merasa ternodai,

namun jika tindakan tersebut ditentang terdapat kekhawatiran dia akan mendapat dampak

yang buruk lainnya. Sanistuti mengemukakan pengertian lain mengenai pelecehan seksual

sebagai berikut : “Pelecehan seksual merupakan segala perilaku menyimpang seksual atau

kecendrungan bertindak seksual yang mengintimidasi baik fisik maupun non yang

dilakukan oleh seorang atau kelompoknya terhadap seseorang lain atau kelompoknya”.

Unsur-unsur yang ada pada pelecehan seksual meliputi :

1. Sebuah tindakan yang berkaitan dengan seksual.

2. Para pelaku merupakan seorang laki-laki dan korbannya perempuan atau

sebaliknya

3. Bentuk perilaku dapat nonfisik maupun fisik, dan

4. Tidak adanya kemauan dari pihak korban.


Saat ini pelecehan seksual menjadi topik yang marak serta ramai diperbincangkan.

Jumlah angka kasus kekerasan seksual semakin meningkat saat pandemi Covid-19

berlangsung. Komnas Perempuan mencatat bahwa saat ini terjadi sudah sebanyak 2.500

kasus kekerasan kepada perempuan dalam periode Januari-Juli 2021. Kenaikan kasus

tersebut melebihi catatan pada tahun 2020 yang hanya sebanyak 2.400. Dalam catatan

tahunan Komnas Perempuan saat ini telah ditemukan kenaikan pengaduan, antara lain

Kekerasan Berbasis Gender Siber (KGBS) dengan pelonjakan 348%, yaitu sebanyak 409

kasus pada tahun 2019 yang naik menjadi 1.425 kasus pada tahun 2020.2

Kenaikan angka kasus pelecehan seksual tidak hanya terjadi di negara Indonesia,

bahkan negara-negara lain juga ikut mengalami hal yang sama. Praktik kekerasan seksual

yang menimpa anak dan juga orang dewasa ini sudah menjadi masalah yang sangat

mengkhawatirkan. Banyak anak-anak tanpa dosa yang selalu menjadi korban, bahkan tidak

hanya anak perempuan, anak laki-laki pun juga bisa dijadikan sebagai target korban dari

pelaku kekerasan seksual.3 Anak-anak hinngga remaja kini rentan dijadikan sasaran empuk

pelaku kekerasan seksual. Mereka berfikir bahwa anak-anak sangat mudah untuk

dikelabuhi dan dibungkam mulutnya. Presentasi anak yang mengalami pelecehan seksual

dapat dilihat di berbagai tempat. Anak yang mengalami kekerasan seksual paling tinggi

terjadi di rumah, lalu yang kedua di sekolah. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),

2
Okezon.com, (2021). Kekerasan Seksual Meningkat Tajam Selama Pandemi, Jumlahnya mengkhawatirkan
tersedia oline di: https://nasional.okezone.com/read/2021/11/16/337/2502429/kekerasan-seksual-meningkat-
tajam-selama-pandemi-jumlahnya-mengkhawatirkan. Diakses pada 20 Desember 2021, pada 19:00 WIB
3
Meri Neherta. (2017) “Modul Intervensi Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak”, Padang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat, hlm. 1.
kekerasan seksual pada anak terjadi di rumah sebanyak 48,7%, disekolah sebanyak 4,6%,

tempat umum 6,1%, tempat kerja 3,0% dan tempat lainnya sebanyak 37,6%.4

Meningkatnya angka pelecehan terhadap anak menunjukkan bahwa permasalahan

ini menjadi suatu permasalahan yang sangat genting, apalagi jika tindak kejahatan itu

dilakukan oleh anggota keluarga sendiri maupun orang yang memiliki hubungan erat

dengan sang anak atau korban. Orang tua dan guru yang mana seharusnya bisa menjadi

sosok yang bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak dikarenakan keluarga adalah

lingkungan bagi anak untuk belajar dan berkembang pertama kalinya. Tidak seharusnya

mereka melakukan tindakan criminal tersebut kepada anaknya maupun anak didiknya

sendiri. Peningkatan kasus pelecehan maupun kekerasan seksual menandakan bahwa

kesadaran moral sosial para pelaku masih kurang. Pemerintah serta lembaga hukum sendiri

telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan serta sanksi bagi para pelaku pelecehan, kekerasan

maupun pemerkosaan seksual. Namun dengan meningkatnya angka kasus kekerasan

seksual menandakan bahwa para pelaku belum jera dengan hukuman dan sanksi yang

diberikan. Hal tersebut juga membuat para calon pelaku kekerasan seksual segan untuk

melakukan aksi kejahatan, melihat hukuman yang diberikan tidak cukup jera bagi beberapa

pelaku.

B. Menyikapi Kejahatan Seksual disekitar kita

Segala bentuk kejahatan pastinya mengelilingi kita, namun kita sendiri dapat

mengantisipasi supaya terhindar dan tidak menjadi korban dari para pelaku bejat kekerasan

4
Neng Lani Ligina, Ai Mardhiyah, Ikeu Nurhidayah, (2018) Peran Orang Tua dalam Pencegahan Kekerasan
Seksual Pada Anak Sekolah Dasar di Kota Bandung, Vol. 9, No. 2, hlm.111.
seksual. Pelaku kekerasan seksual pada anak biasanya bersangkutan dengan penyimpangan

seksual yang biasa disebut dengan pedofilia. Tindakan kejahatan seksual bukan hanya bisa

terjadi ditempat-tempat yang sepi, namun para pelaku biasanya juga mengintai atau

melakukan tindakan kejahatannya di tempat umum. Kejahatan seksual juga tidak terjadi

hanya pada malam hari, tak jarang para pelaku melakukan aksi kejahatannya pada siang

hari. Orang tua adalah sosok yang bertanggung jawab penuh dalam kehidupan anak-

anaknya serta tumbuh kembang anaknya. Pengawasan orang tua sangatlah diperlukan

dalam segala hal yang meliputi kehidupan anak-anaknya. Mulai dari dengan siapa anakya

berteman, apa kegiatan yang dilakukan anaknya seharian, juga bagaimana lingkungan

pergaulan anaknya. Sampai saat ini masih banyak orang tua yang menyepelekan hal

tersebut, hingga saat anak nya menjadi korban mereka baru sadar betapa pentingnya peran

orang tua dalam kehidupan anaknya.

Untuk mengantisipasi supaya anak terhindar dari kejahatan tersebut, orang tua dapat

melakukan beberapa pengawasan mulai dari cara anak memilih teman, membatasi jam

main anak diluar rumah supaya tidak terlalu lama atau bahkan hingga larut malam,

mengedukasi anak betapa bahaya nya tindak kejahatan seksual. Orang tua dan juga anak

juga bisa melakukan keterbukaan antara satu sama lain, dengan saling diskusi dan

membicarakan kegiatan sehari-hari yang telah dilakukan juga menanyakan kepada anaknya

apakah ada masalah yang tengah dihadapi. Hubungan antara anak dan orang tua sangatlah

penting, karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan tumbuh kembang anak-

anaknya. Orang tua pun harus tau bagaimana anaknya berkembang, harus bisa mengontrol

anaknya dengan baik. Jika anaknya suatu saat menjadi korban dari pelecehan seksual, orang
tua harus bisa mendengarkan penjelasan dari anaknya lalu setelah itu segera melaporkan

pelaku kejahatan kepada pihak yang berwajib untuk segera diproses. Lalu anak bisa dibawa

ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan guna menghindari hal-hal berbahaya seperti

penyakit menular seksual.

Pemilihan lingkungan dan pergaulan juga sangat penting. Kita harus bisa memilah

dan memilih mana pergaulan dan lingkungan yang baik juga mana pergaulan dan juga

llingkungan yang tidak baik. Saat keluar rumah sebaiknya selalu meminta izin dari keluarga

dan juga tidak keluar terlalu lama hingga larut malam. Saat di tawarkan sesuatu oleh orang

yang tidak kita kenal atau orang asing terutama makanan atau minuman jangan

menerimanya, karena kita tidak tau apa yang sudah dimasuk kan kedalamnya. Jika terjadi

pergerakan seperti menyentuh beberapa bagian tubuh yang sensitif dan pergeerakan yang

membuat kita merasa tidak nyaman segera melakukan perlawanan, karena hal tersebut juga

menjadi salah satu tanda dari pelecehan seksual.

C. Pelecehan Seksual Terhadap 13 Santri di Bandung, Jawa Barat

Pesantren adalah salah satu bagian dari lembaga pendidikan untuk mendalami

agama memiliki peran yang sangat dibutuhkan untuk menyalurkan pendidikan bagi para

santri. Pendidikan seksualitas dalam kajian Islam, dapat dijumpai dalam segi disiplin ilmu

yang utama adalah ilmu hadis, fikih, dan tafsir. Kajian fikih yang mana merupakan kajian

yang lain di pesantren dapat diselenggarakan dalam dua bentuk baik berupa kajian sorogan

maupun bandongan. Kajian sorogan merupakan bentuk kajian yang memberi kesempatan
juga peluang untuk santri dapat belajar serta menambah ilmu secara individu dalam bentuk

melakukan pembacaan satu persatu di hadapan pengajar.

Lingkungan pesantren adalah salah satu tempat untuk menimba ilmu pengetahuan

serta memperdalam ilmu tentang ke agamaan. Namun akhir-akhir ini beredar kasus tentang

pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren. Korban dari kejahatan seksual di

lingkungan pesantren adalah para santriwati, yang mana usianya masih sangat muda sekitar

14 hingga 20 tahun. Korban dari pelaku tersebut bahkan mencapai belasan, Pelaku dari

kejahatan itu sendiri tak lain adalah salah satu guru yang mengajar di sana. Pelaku

melakukan aksi bejatnya sejak tahun 2016 lalu, yang kini telah memakan 13 korban

santriwati dan 8 santri diantaranya telah melahirkan 9 bayi.

Kejahatan ini mulai terbongkar padaa saat Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda

Jabar) mendapatkan laporan dari salah satu orang tua korban. Saat itu orang tua korban

mencurigai sesuatu pada anaknya ketika pulang ke rumah. Orang tua korban menyadari

bahwa anaknya tengah hamil lalu ditemani oleh Kepala Desa, orang tua korban segera

melaporkan kejadian yang dialami anaknya ke Polda Jawa Barat serta Pusat Pelayanan

Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Polisi berhasil menelusuri bahwa terdapat

13 santriwati yang menajdi korban kejahatan Herry Wirawan. P2TP2A mengungkapan

bahwa 11 dari 13 korban adalah orang garut. Berdasarkan perkembangan terbaru, total

korban pemerkosaan Hery Wirawan berjumlah 13.5

5
Kompas.com, (2021) Bejatnya Herry Wirawan, Guru Pesantren yang Perkosa Santriwati hingga
Melahirkan Anak . Tersedia online di https://www.kompas.com/wiken/read/2021/12/11/071500681/bejatnya-
herry-wirawan-guru-pesantren-yang-perkosa-12-santriwati-hingga?page=all Diakses 22 Desember 2021 pada
20:15 WIB.
Herry Wirawan merupakan salah satu seorang pendidik yang ada di lingkungan

terdekat korban, sebab itu hukuman pidana yang diberikan ditambah sepertiga dari

ancaman pidana awal, dengan keputusan hukum pidana 20 tahun paling lama.

Menuju pada Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang sudah ditetapkan menjadi Undang-

Undang melalui UU Nomor 17 Tahun 2016, jika korban terdapat lebih dari 1 orang,

hingga menyebabkan gangguan jiwa, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi,

luka beat, penyakit menular atau jika korban sampai meninggal dunia, maka pelaku

bisa diberikan pidana hukuman mati, seumur hidup, atau singkat 10 tahun pidana

penjara paling singkat dan paling lama 20 tahun. Pada saat ini sudah pemerintah

sudah mengeluarkan PP 70 Tahun 2020 mengenai Tata Cara Pelaksanaan Kebiri

Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman

Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak. 6

D. Peran dan Tindakan Hukum Dalam Mengatasi Pelecehan Seksual

Bermacam-macam jenis permasalahan dalam menegakan hukum dilingkup

kesusilaan kini sering terjadi. Norma-norma yang ada di lingkup masyarakat sering

bergeser dalam hal pemahannya, sebab masih terdapat sebagian yang memiliki pandangan

dari segi sosiologis. Yang tidak kalah hebatnya ialah pengaruh terhadap globalisasi,

menjadikan masyarakat selalu mempunyai pemikiran yang mana selalu membandingkan

kedua nilai antara apa yang diterima dari luar dengan apa yang didapat. Hasilnya

penegakan hukum dilingkup kesusilaan sering mengalami rintangan. Hal tersebut

6
Suara.com , (2021) Herry Wirawan, Predator Seks di Bandung Bisa Dihukum hingga Pindana Mati.
Tersedia online di: https://www.suara.com/news/2021/12/20/142812/herry-wirawan-predator-seks-di-
bandung-bisa-dihukum-hingga-pidana-mati Diakses 23 Desember 2021 pada 11: 02
dikarenakan adanya yang memisahkan antara hukum dan moral yang samar-samar, hal

tersebut disampaikan oleh Andi Hamzah.7 Semestinya bantuan hukum tidak hanya memberi

pelayanan hukum hanya pada kasus-kasus yang telah ada saja. Pemberian bantuan hukum

haruslah bisa dalam memberikan pemahaman terhadap perkara yang ada mengenai solusi

dan juga jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah sendiri dan tidak dimanfaatkan oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.8

Pelecehan seksual oleh anak terhadap anak penanganan perkaranya bedasarkan pada

UU No. 11 tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), dalam Pasal 69 ayat (2)

undang-undang ini menyebutkan bahwa “pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi

yaitu tindakan bagi pelaku tindak pidana yang berumur 14 (empat belas) tahun dan pidana

bagi pelaku tindak pidana yang berumur (lima belas) tahun keatas”. Terkait dengan kasus

Nomor: 4/Pid.Sus-Anak/2020/PN.Kbu, Pelaku di dakwa dengan dakwaan di susun secara

alternatif, yaitu:

a. Kesatu : Mengenai Perlindungan Anak. Pasal 76 D UU Nomor 35 tahun

2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 yang mengatur tentang

Perlindungan Anak. Terdapat pada Pasal 81 ayat (1) UU No.17 tahun 2016

tentang Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 tahun 2016 tentang

Perubahan ke-2 atas UU No. 23 tahun 2002.

7
Andi Hamzah, Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan, (Jakarta: Bina Mulya, 1987),
hlm. 32-33
8
Gunawan, Y., & Hafiz, M. B. A. (2021). "Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat Sebagai Wujud
Pemenuhan Hak Asasi Manusia Berkelanjutan". Berdikari: Jurnal Inovasi dan Penerapan Ipteks, 9(1), 88-89.
doi: https://doi.org/10.18196/berdikari.v9i1.10853
b. Kedua : Mengenai Perlindungan Anak. Atas dakwaan Penuntut Umum

tersebut, anak telah memahami melalui Penasihat Hukum nya dan anak

menyatakan tidak mengajukan keberatan/eksepsi, oleh karena itu

pemeriksaan perkara ini dilanjutkan untuk pembuktian. Terdapat pada Pasal

81 ayat (2) UU No.17 tahun 2016 mengenai Peraturan Pemerintah

Pengganti UU No. 1 tahun 2016 mengenai Perubahan ke-2 atas UU No. 23

tahun 2002.

Korban pelecehan seksual memiliki perlindungan hukum berdasarkan hukum positif,

korban pelecehan seksual bisa menuntut juga meminta ganti rugi kepada seorang yang

merupakan pelaku terpidana. Dengan demikian, hak asasi manusia berlaku bagi siapa saja

dan di mana saja, oleh karena itu hak asasi manusia disebut universal. Hak ini dibutuhkan

oleh manusia untuk melindungi dirinya dan melindungi martabat kemanusiaannya. Hak

asasi manusia dijadikan sebagai landasan moral dalam berhubungan dengan sesama

manusia. Hak juga berkaitan dengan kewajiban. Siapapun yang ingin mendapatkan haknya

harus memenuhi kewajibannya juga. 9 Telah diatur tentang perlindungan korban dalam

Hukum Pidasa Positif Indonesia:

1. Ketentuan Pasal 14 c ayat (1) KUHP yang terdapat dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) Secara implisit, telah memberi

perlindungan terhadap korban kejahatan. Yang mana pasal itu berbunyi:

9
Yordan Gunawan, 2021, Introduction to Indonesian Legal System, Yogyakarta, UMY Press, hlm 118.
“Pada perintah yang tersebut dalam Pasal 14a kecuali dalam hal dijatuhkan

pidana denda, maka bersama-sama dengan syarat umum, bahwa orang

yang dipidana tak akan melakukan tindak pidana, hakim boleh mengadakan

syarat khusus bahwa orang yang dipidana itu akan mengganti kerugian

yang terjadi karena tindak pidana itu, semuanya atau sebagiannya saja,

yang akan ditentukan pada perintah itu juga, yang kurang dari masa

percobaan itu.”

2. Terdapat di Pasal 98 sampai dengan 101 di dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Bab III mengenai Penggabungan

Perkara Ganti Kerugian, Korban bisa mengajukan gugatan atas kejahatan

yang telah dialaminya sekaligus kerugian yang diterimanya.

KESIMPULAN

Hingga saat ini topik pembicaraan mengenai pelecehan seksual masih hangat

dibicarakan di lingkungan masyarakat. Angka kenaikan kasus pelecehan seksual semakin

tinggi dari tahun ketahun. Para pelaku bukan hanya dari orang yang tidak kita kenal,

bahkan orang yang kita kenal dan kita percayai bisa saja menjadi pelaku dari tindakan

criminal tersebut. Anak-anak pun sering menjadi sasaran empuk dari para pelaku bejat

pelecehan seksual. Kebijakan hukum yang dikeluarkan dan ditetapkan sangatlah perlu guna

mengurangi kasus kejahatan seksual ini. Masyarakat pun juga sangat diperlukan

kesadarannya mengenai bahaya nya tindak kejahatan ini.


DAFTAR PUSTAKA

Supanto, S. (2004). Pelecehan Seksual Sebagai Kekerasan Gender: Antisipasi Hukum

Pidana. Mimbar: Jurnal Sosial dan Pembangunan , 20 (3), 288-310.

Sumera, M. (2013). Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan. Lex et

Societatis , 1 (2)

Bahri, S. (2021). Model Pengawasan Anak Dalam Upaya Pencegahan Pelecehan Seksual di

Lingkungan Pesantren. Legalitas: Jurnal Perundang Undang-Undang dan Hukum Pidana

Islam , 6 (2), 108-109..

WINATA, W., KHAERUNNISA, K., & FARIHEN, F. (2017). Perkembangan Seksual Anak Usia Dua

Tahun (Studi Kualitatif Perkembangan Seksual Pada Zakia). Jurnal Pendidikan Usia

Dini , 11 (2), 342-357.

Rahmi, L. (2019). Pengembangan Self-Efficacy Pelajar Melalui Pendidikan Seks Dini Guna

Mencegah Pelecehan Seksual Pada Anak. Abdi: Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan

Masyarakat , 1 (2), 84-87.

Mahmudah, N. (2016). Memotret Wajah Pendidikan Seksualitas di Pesantren. Kualitas , 3 (1).

Zainal, A. (2015). Kejahatan Kesusilaan Dan Pelecehan Seksual Di Tinjau Dari Kebijakan Hukum

Pidana. Al-'Adl , 7 (1), 138-153.

Tampi, B. (2010). Kejahatan Kesusilaan Dan Pelecehan Seksual Dalam Hukum Pidana Indonesia.

Sari, RN, Setiati, LD, & Indriani, A. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban

Tindak Pidana Pelecehan Seksual. LONTAR MERAH , 1 (1), 20-30.

Sibarani, S. (2019). Pelecehan Seksual dalam Sudut Pandang Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 Tentang Hak Asasi Manusia. SOL JUSTISIO , 1 (1 April), 98-108.

Gunawan, Y., & Hafiz, M. B. A. (2021). Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat Sebagai Wujud

Pemenuhan Hak Asasi Manusia Berkelanjutan. Berdikari: Jurnal Inovasi dan Penerapan

Ipteks, 9(1), 87–97. https://doi.org/10.18196/berdikari.v9i1.10853

Gunawan Y, 2021, Introduction to Indonesian Legal System, Yogyakarta: UMY Press

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai