net/publication/357617659
CITATIONS READS
0 2,821
12 authors, including:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Silviana Wahyu Nur Cahyani Putri on 06 January 2022.
Jl. Brawijaya, Geblagan, Tamantirto, Kec. Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55183
E-mail : s.wahyu.isip21@mail.umy.ac.id
Abstrak
Pelecehan seksual dari dulu hingga saat ini sangat menarik perhatian publik, terlebih
dalam waktu belakangan kini. Pelecehan seksual sendiri tidak hanya meninggalkan bekas
pada fisik, akan tetapi juga pada psikis korban. Meningkatnya jumlah korban dari
pelecehan seksual terus saja bertambah dari tahun ke tahun. Terlebih lagi saat kodisi
pandemi seperti ini, tingkat kasus pelecehan seksual masih saja bertambah banyak.
Banyakya korban pelecehan seksual adalah para perempuan khususnya di usia yang masih
muda. Tidak jarang tindakan pelecehan seksual juga kerap terjadi di lingkungan kampus.
Pelaku dari tindakan tersebut adalah oknum tak bertanggung jawab, sedangkan yang
menjadi korban adalah mahasiswa yang menimba ilmu di kampus tersebut. Tidak hanya itu
bahkan pelecehan seksual juga kerap terjadi di dalam lingkungan keluarga maupun sosial.
Saat ini pun sangat diperlukan upaya penegakan hukum yang adil dan setimpal bagi para
pelaku pelecehan seksual dan juga tindakan atau penanganan yang baik untuk korban
pelecehan seksual.
Kata Kunci : Pelecehan seksual, Kekerasan seksual, Kebijakan hokum
PENDAHULUAN
Perilaku seksual yang tidak disukai atau secara paksa baik berupa lisan, tulisan
maupun perilaku yang biasa kita sebut sebagai pelecehan seksual. Tindakan seksual
tersebut dapat menyebabkan korban menjadi tidak nyaman. Pelecehan seksual meliputi
beberapa hal mulai dari tingkat yang ringan seperti dalam bentuk kata-kata, sentuhan fisik,
pandangan mata, hingga ke tingkat yang berat, yaitu terjadinya pemerkosaan. Tindak
perilaku pelecehan seksual ialah contoh dari pengingkaran kesusilaan yang tidak hanya
menjadi permasalahan hukum di suatu negara, namun juga sudah merupakan masalah
global.1 Di Indonesia kasus pelecehan seksual sendiri masih sering terjadi. Dengan para
peremuan yang sering menjadi korban dari pelecehan seksual. Walaupun begitu, faktanya
seorang laki-laki juga bisa menjadi korban dari perilaku pelecehan seksual.
Pelecehan seksual bukan hanya terjadi kepada orang dewasa saja, tak sedikit para
remaja bahkan anak-anak yang masih dibawah umur menjadi sasaran para pelaku
pelecehan seksual. Bahkan ada juga para pelaku kejahatan yang masih berada di usia
remaja. Faktor pendorong pelecehan seksual bisa berasal dari kondisi psikologis pelaku,
dimana pelaku memiliki nafsu yang tinggi untuk melakukan seks, dan mencari korban
untuk melampiaskan hawa nafsu nya tersebut. Bukan hanya terpengaruh oleh kesehatan
psikologi, terdapat juga faktor yang dapat mempengaruhi terlaksananya tindakan pelecehan
seksual, antara lain juga dapat terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik, buku atau
bacaan yang berbau porno, juga gambar, film mauun video yang kurang pantas yang
Saat ini masih saja menjadi pembicaraan mengenai awal mula terjadinya tindakan
pelecehan seksual, tak sedikit orang yang bilang jika pelecehan seksual terjadi karena
1
Romli Atmasasmita. (1995). Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Bandung: Mandar maju, hlm.
103
korban/perempuan menggunakan pakaian yang terbuka sehingga mengundang nafsu pelaku.
Padahal korban dari pelecehan seksual bukan hanya seseorang yang memakai pakaian
terbuka, tak sedikit pula bahwa korban pelecehan seksual yang memakai pakaian sopan
tertutup menjadi sasaran para pelaku. Perlindungan bagi korban pelecehan seksual saat ini
dinilai kurang optimal disebabkan oleh berbagai faktor seperti minimnya pemahaman
masyarakat terhadap penyebab dan juga dampak yang ditimbulkan akibat dari pelecehan
seksual. Ditambah lagi belum optimalnya perlindungan bagi korban yang disediakan oleh
negara, disisi lain kemampuan lembaga yang berbasis pelayanan kepada masyarakat untuk
Seperti yang kita ketahui bahwa kasus pelecehan seksual saat ini terus mengalami
penambahan kasus dari tahun ke tahun. Hal tersebut menandakan bahwa sanksi hukum bagi
para pelaku pelecehan seksual belum cukup untuk membuat para pelaku serta calon
yang tegas dan juga adil sangatlah dibutuhkan melihat saat ini masih saja banyak terjadinya
kasus kejahatan tersebut. Bukan hanya bergantung pada pemerintah namun masyarakat
juga bisa mengambil peran dalam rangka mengurangi tindak kejahatan tersebut. Ada
berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, tergantung dari
Untuk itu kita perlu menganalisa serta mengkaji ulang tentang permasalahan terebut,
yang mana hingga kini belum usai saja pembahasan mengenai hal tersebut. Masih banyak
juga masyarakat yang memerlukan edukasi mengenai kejahatan pelecehan seksual, mulai
dari ciri-ciri hingga apa saja yang harus dilakukan jika kita atau orang disekitar kita
menjadi korban dari pelaku pelecehan seksual. Dengan ini masyarakat sendiri dapat
Pemerintah pun juga bisa melakukan upaya untuk mengurangi angka kasus pelecehan
seksual. Pemberian hukuman atau kebijakan yang tegas akan membuat pelaku atau calon
pelaku merasa jera dan tidak akan mengulanginya lagi. Dengan begitu masyarakat bisa
tenang tanpa harus mengkhawatirkan tindakan tersebut akan terjadi pada dirinya,
RUMUSAN MASALAH
2. Apa yang dapat kita lakukan untuk menyikapi tindak kejahatan pelecehan
METODE
yang berfokus pada pengamatan yang mendalam. Untuk menghasilkan kajian atas suatu
fenomena yang lebih komprehensif penggunaan metode kualitatif dalam penelitian dapat
dan latar belakang sosial dari individu yang bersangkutan, merupakan aspek internal.
PEMBAHASAN
Pelecehan seksual ialah sebuah perbuatan atau kejahatan yang biasanya dilakukan
oleh laki-laki yang disasarkan kepada perempuan dalam hal seksual atau sebalikya, dimana
hal tersebut tidak diharapkan dan diinginkan sang korban karena dia merasa ternodai,
namun jika tindakan tersebut ditentang terdapat kekhawatiran dia akan mendapat dampak
yang buruk lainnya. Sanistuti mengemukakan pengertian lain mengenai pelecehan seksual
sebagai berikut : “Pelecehan seksual merupakan segala perilaku menyimpang seksual atau
kecendrungan bertindak seksual yang mengintimidasi baik fisik maupun non yang
dilakukan oleh seorang atau kelompoknya terhadap seseorang lain atau kelompoknya”.
sebaliknya
Jumlah angka kasus kekerasan seksual semakin meningkat saat pandemi Covid-19
berlangsung. Komnas Perempuan mencatat bahwa saat ini terjadi sudah sebanyak 2.500
kasus kekerasan kepada perempuan dalam periode Januari-Juli 2021. Kenaikan kasus
tersebut melebihi catatan pada tahun 2020 yang hanya sebanyak 2.400. Dalam catatan
tahunan Komnas Perempuan saat ini telah ditemukan kenaikan pengaduan, antara lain
Kekerasan Berbasis Gender Siber (KGBS) dengan pelonjakan 348%, yaitu sebanyak 409
kasus pada tahun 2019 yang naik menjadi 1.425 kasus pada tahun 2020.2
Kenaikan angka kasus pelecehan seksual tidak hanya terjadi di negara Indonesia,
bahkan negara-negara lain juga ikut mengalami hal yang sama. Praktik kekerasan seksual
yang menimpa anak dan juga orang dewasa ini sudah menjadi masalah yang sangat
mengkhawatirkan. Banyak anak-anak tanpa dosa yang selalu menjadi korban, bahkan tidak
hanya anak perempuan, anak laki-laki pun juga bisa dijadikan sebagai target korban dari
pelaku kekerasan seksual.3 Anak-anak hinngga remaja kini rentan dijadikan sasaran empuk
pelaku kekerasan seksual. Mereka berfikir bahwa anak-anak sangat mudah untuk
dikelabuhi dan dibungkam mulutnya. Presentasi anak yang mengalami pelecehan seksual
dapat dilihat di berbagai tempat. Anak yang mengalami kekerasan seksual paling tinggi
terjadi di rumah, lalu yang kedua di sekolah. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
2
Okezon.com, (2021). Kekerasan Seksual Meningkat Tajam Selama Pandemi, Jumlahnya mengkhawatirkan
tersedia oline di: https://nasional.okezone.com/read/2021/11/16/337/2502429/kekerasan-seksual-meningkat-
tajam-selama-pandemi-jumlahnya-mengkhawatirkan. Diakses pada 20 Desember 2021, pada 19:00 WIB
3
Meri Neherta. (2017) “Modul Intervensi Pencegahan Kekerasan Seksual Terhadap Anak”, Padang: Fakultas
Kesehatan Masyarakat, hlm. 1.
kekerasan seksual pada anak terjadi di rumah sebanyak 48,7%, disekolah sebanyak 4,6%,
tempat umum 6,1%, tempat kerja 3,0% dan tempat lainnya sebanyak 37,6%.4
ini menjadi suatu permasalahan yang sangat genting, apalagi jika tindak kejahatan itu
dilakukan oleh anggota keluarga sendiri maupun orang yang memiliki hubungan erat
dengan sang anak atau korban. Orang tua dan guru yang mana seharusnya bisa menjadi
sosok yang bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak dikarenakan keluarga adalah
lingkungan bagi anak untuk belajar dan berkembang pertama kalinya. Tidak seharusnya
mereka melakukan tindakan criminal tersebut kepada anaknya maupun anak didiknya
kesadaran moral sosial para pelaku masih kurang. Pemerintah serta lembaga hukum sendiri
telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan serta sanksi bagi para pelaku pelecehan, kekerasan
seksual menandakan bahwa para pelaku belum jera dengan hukuman dan sanksi yang
diberikan. Hal tersebut juga membuat para calon pelaku kekerasan seksual segan untuk
melakukan aksi kejahatan, melihat hukuman yang diberikan tidak cukup jera bagi beberapa
pelaku.
Segala bentuk kejahatan pastinya mengelilingi kita, namun kita sendiri dapat
mengantisipasi supaya terhindar dan tidak menjadi korban dari para pelaku bejat kekerasan
4
Neng Lani Ligina, Ai Mardhiyah, Ikeu Nurhidayah, (2018) Peran Orang Tua dalam Pencegahan Kekerasan
Seksual Pada Anak Sekolah Dasar di Kota Bandung, Vol. 9, No. 2, hlm.111.
seksual. Pelaku kekerasan seksual pada anak biasanya bersangkutan dengan penyimpangan
seksual yang biasa disebut dengan pedofilia. Tindakan kejahatan seksual bukan hanya bisa
terjadi ditempat-tempat yang sepi, namun para pelaku biasanya juga mengintai atau
melakukan tindakan kejahatannya di tempat umum. Kejahatan seksual juga tidak terjadi
hanya pada malam hari, tak jarang para pelaku melakukan aksi kejahatannya pada siang
hari. Orang tua adalah sosok yang bertanggung jawab penuh dalam kehidupan anak-
anaknya serta tumbuh kembang anaknya. Pengawasan orang tua sangatlah diperlukan
dalam segala hal yang meliputi kehidupan anak-anaknya. Mulai dari dengan siapa anakya
berteman, apa kegiatan yang dilakukan anaknya seharian, juga bagaimana lingkungan
pergaulan anaknya. Sampai saat ini masih banyak orang tua yang menyepelekan hal
tersebut, hingga saat anak nya menjadi korban mereka baru sadar betapa pentingnya peran
Untuk mengantisipasi supaya anak terhindar dari kejahatan tersebut, orang tua dapat
melakukan beberapa pengawasan mulai dari cara anak memilih teman, membatasi jam
main anak diluar rumah supaya tidak terlalu lama atau bahkan hingga larut malam,
mengedukasi anak betapa bahaya nya tindak kejahatan seksual. Orang tua dan juga anak
juga bisa melakukan keterbukaan antara satu sama lain, dengan saling diskusi dan
membicarakan kegiatan sehari-hari yang telah dilakukan juga menanyakan kepada anaknya
apakah ada masalah yang tengah dihadapi. Hubungan antara anak dan orang tua sangatlah
penting, karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam kehidupan tumbuh kembang anak-
anaknya. Orang tua pun harus tau bagaimana anaknya berkembang, harus bisa mengontrol
anaknya dengan baik. Jika anaknya suatu saat menjadi korban dari pelecehan seksual, orang
tua harus bisa mendengarkan penjelasan dari anaknya lalu setelah itu segera melaporkan
pelaku kejahatan kepada pihak yang berwajib untuk segera diproses. Lalu anak bisa dibawa
ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan guna menghindari hal-hal berbahaya seperti
Pemilihan lingkungan dan pergaulan juga sangat penting. Kita harus bisa memilah
dan memilih mana pergaulan dan lingkungan yang baik juga mana pergaulan dan juga
llingkungan yang tidak baik. Saat keluar rumah sebaiknya selalu meminta izin dari keluarga
dan juga tidak keluar terlalu lama hingga larut malam. Saat di tawarkan sesuatu oleh orang
yang tidak kita kenal atau orang asing terutama makanan atau minuman jangan
menerimanya, karena kita tidak tau apa yang sudah dimasuk kan kedalamnya. Jika terjadi
pergerakan seperti menyentuh beberapa bagian tubuh yang sensitif dan pergeerakan yang
membuat kita merasa tidak nyaman segera melakukan perlawanan, karena hal tersebut juga
Pesantren adalah salah satu bagian dari lembaga pendidikan untuk mendalami
agama memiliki peran yang sangat dibutuhkan untuk menyalurkan pendidikan bagi para
santri. Pendidikan seksualitas dalam kajian Islam, dapat dijumpai dalam segi disiplin ilmu
yang utama adalah ilmu hadis, fikih, dan tafsir. Kajian fikih yang mana merupakan kajian
yang lain di pesantren dapat diselenggarakan dalam dua bentuk baik berupa kajian sorogan
maupun bandongan. Kajian sorogan merupakan bentuk kajian yang memberi kesempatan
juga peluang untuk santri dapat belajar serta menambah ilmu secara individu dalam bentuk
Lingkungan pesantren adalah salah satu tempat untuk menimba ilmu pengetahuan
serta memperdalam ilmu tentang ke agamaan. Namun akhir-akhir ini beredar kasus tentang
pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pesantren. Korban dari kejahatan seksual di
lingkungan pesantren adalah para santriwati, yang mana usianya masih sangat muda sekitar
14 hingga 20 tahun. Korban dari pelaku tersebut bahkan mencapai belasan, Pelaku dari
kejahatan itu sendiri tak lain adalah salah satu guru yang mengajar di sana. Pelaku
melakukan aksi bejatnya sejak tahun 2016 lalu, yang kini telah memakan 13 korban
Kejahatan ini mulai terbongkar padaa saat Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda
Jabar) mendapatkan laporan dari salah satu orang tua korban. Saat itu orang tua korban
mencurigai sesuatu pada anaknya ketika pulang ke rumah. Orang tua korban menyadari
bahwa anaknya tengah hamil lalu ditemani oleh Kepala Desa, orang tua korban segera
melaporkan kejadian yang dialami anaknya ke Polda Jawa Barat serta Pusat Pelayanan
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Polisi berhasil menelusuri bahwa terdapat
bahwa 11 dari 13 korban adalah orang garut. Berdasarkan perkembangan terbaru, total
5
Kompas.com, (2021) Bejatnya Herry Wirawan, Guru Pesantren yang Perkosa Santriwati hingga
Melahirkan Anak . Tersedia online di https://www.kompas.com/wiken/read/2021/12/11/071500681/bejatnya-
herry-wirawan-guru-pesantren-yang-perkosa-12-santriwati-hingga?page=all Diakses 22 Desember 2021 pada
20:15 WIB.
Herry Wirawan merupakan salah satu seorang pendidik yang ada di lingkungan
terdekat korban, sebab itu hukuman pidana yang diberikan ditambah sepertiga dari
ancaman pidana awal, dengan keputusan hukum pidana 20 tahun paling lama.
Menuju pada Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang sudah ditetapkan menjadi Undang-
Undang melalui UU Nomor 17 Tahun 2016, jika korban terdapat lebih dari 1 orang,
luka beat, penyakit menular atau jika korban sampai meninggal dunia, maka pelaku
bisa diberikan pidana hukuman mati, seumur hidup, atau singkat 10 tahun pidana
penjara paling singkat dan paling lama 20 tahun. Pada saat ini sudah pemerintah
kesusilaan kini sering terjadi. Norma-norma yang ada di lingkup masyarakat sering
bergeser dalam hal pemahannya, sebab masih terdapat sebagian yang memiliki pandangan
dari segi sosiologis. Yang tidak kalah hebatnya ialah pengaruh terhadap globalisasi,
kedua nilai antara apa yang diterima dari luar dengan apa yang didapat. Hasilnya
6
Suara.com , (2021) Herry Wirawan, Predator Seks di Bandung Bisa Dihukum hingga Pindana Mati.
Tersedia online di: https://www.suara.com/news/2021/12/20/142812/herry-wirawan-predator-seks-di-
bandung-bisa-dihukum-hingga-pidana-mati Diakses 23 Desember 2021 pada 11: 02
dikarenakan adanya yang memisahkan antara hukum dan moral yang samar-samar, hal
tersebut disampaikan oleh Andi Hamzah.7 Semestinya bantuan hukum tidak hanya memberi
pelayanan hukum hanya pada kasus-kasus yang telah ada saja. Pemberian bantuan hukum
haruslah bisa dalam memberikan pemahaman terhadap perkara yang ada mengenai solusi
dan juga jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah sendiri dan tidak dimanfaatkan oleh
Pelecehan seksual oleh anak terhadap anak penanganan perkaranya bedasarkan pada
UU No. 11 tahun 2012 mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), dalam Pasal 69 ayat (2)
undang-undang ini menyebutkan bahwa “pidana anak dapat dikenakan dua jenis sanksi
yaitu tindakan bagi pelaku tindak pidana yang berumur 14 (empat belas) tahun dan pidana
bagi pelaku tindak pidana yang berumur (lima belas) tahun keatas”. Terkait dengan kasus
alternatif, yaitu:
Perlindungan Anak. Terdapat pada Pasal 81 ayat (1) UU No.17 tahun 2016
7
Andi Hamzah, Pornografi Dalam Hukum Pidana: Suatu Studi Perbandingan, (Jakarta: Bina Mulya, 1987),
hlm. 32-33
8
Gunawan, Y., & Hafiz, M. B. A. (2021). "Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat Sebagai Wujud
Pemenuhan Hak Asasi Manusia Berkelanjutan". Berdikari: Jurnal Inovasi dan Penerapan Ipteks, 9(1), 88-89.
doi: https://doi.org/10.18196/berdikari.v9i1.10853
b. Kedua : Mengenai Perlindungan Anak. Atas dakwaan Penuntut Umum
tersebut, anak telah memahami melalui Penasihat Hukum nya dan anak
tahun 2002.
korban pelecehan seksual bisa menuntut juga meminta ganti rugi kepada seorang yang
merupakan pelaku terpidana. Dengan demikian, hak asasi manusia berlaku bagi siapa saja
dan di mana saja, oleh karena itu hak asasi manusia disebut universal. Hak ini dibutuhkan
oleh manusia untuk melindungi dirinya dan melindungi martabat kemanusiaannya. Hak
asasi manusia dijadikan sebagai landasan moral dalam berhubungan dengan sesama
manusia. Hak juga berkaitan dengan kewajiban. Siapapun yang ingin mendapatkan haknya
harus memenuhi kewajibannya juga. 9 Telah diatur tentang perlindungan korban dalam
1. Ketentuan Pasal 14 c ayat (1) KUHP yang terdapat dalam Kitab Undang-
9
Yordan Gunawan, 2021, Introduction to Indonesian Legal System, Yogyakarta, UMY Press, hlm 118.
“Pada perintah yang tersebut dalam Pasal 14a kecuali dalam hal dijatuhkan
yang dipidana tak akan melakukan tindak pidana, hakim boleh mengadakan
syarat khusus bahwa orang yang dipidana itu akan mengganti kerugian
yang terjadi karena tindak pidana itu, semuanya atau sebagiannya saja,
yang akan ditentukan pada perintah itu juga, yang kurang dari masa
percobaan itu.”
KESIMPULAN
Hingga saat ini topik pembicaraan mengenai pelecehan seksual masih hangat
tinggi dari tahun ketahun. Para pelaku bukan hanya dari orang yang tidak kita kenal,
bahkan orang yang kita kenal dan kita percayai bisa saja menjadi pelaku dari tindakan
criminal tersebut. Anak-anak pun sering menjadi sasaran empuk dari para pelaku bejat
pelecehan seksual. Kebijakan hukum yang dikeluarkan dan ditetapkan sangatlah perlu guna
mengurangi kasus kejahatan seksual ini. Masyarakat pun juga sangat diperlukan
Societatis , 1 (2)
Bahri, S. (2021). Model Pengawasan Anak Dalam Upaya Pencegahan Pelecehan Seksual di
WINATA, W., KHAERUNNISA, K., & FARIHEN, F. (2017). Perkembangan Seksual Anak Usia Dua
Tahun (Studi Kualitatif Perkembangan Seksual Pada Zakia). Jurnal Pendidikan Usia
Rahmi, L. (2019). Pengembangan Self-Efficacy Pelajar Melalui Pendidikan Seks Dini Guna
Mencegah Pelecehan Seksual Pada Anak. Abdi: Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan
Zainal, A. (2015). Kejahatan Kesusilaan Dan Pelecehan Seksual Di Tinjau Dari Kebijakan Hukum
Tampi, B. (2010). Kejahatan Kesusilaan Dan Pelecehan Seksual Dalam Hukum Pidana Indonesia.
Sari, RN, Setiati, LD, & Indriani, A. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban
Sibarani, S. (2019). Pelecehan Seksual dalam Sudut Pandang Undang-Undang Nomor 39 Tahun
Gunawan, Y., & Hafiz, M. B. A. (2021). Pendidikan Paralegal Bagi Masyarakat Sebagai Wujud
Pemenuhan Hak Asasi Manusia Berkelanjutan. Berdikari: Jurnal Inovasi dan Penerapan