Anda di halaman 1dari 4

NAMA : HERMYTHA

NIM : E051221051

JURNAl : HUKUM PIDANA DAN PEMBANGUNAN HUKUM

JUDUL : KEBIJAKAN HUKUM PIDANA BAGI PELAKU


KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN

1. PARADIGMA PENELITIAN :
Kekerasan seksual merupakan tindak pidana yang sering terjadi pada wanita
dan anak dan sudah menjadi permasalahan global. Banyaknya kekerasan terhadap
perempuan ini telah mendorong negara untuk mensahkan Undang-Undang No. 12
Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Terjadinya kekerasan seksual
dapat mengakibatkan korban mengalami penderitaan fisik, mental, seksual, ekonomi
serta sosial yang berkepanjangan.
Kekerasan seksual merupakan bentuk dari tindakan kekerasan dan perlakuan
yang sangat merendahkan derajat manusia khususnya perempuan. Selain itu
kekerasan seksual merupakan kejahatan atas pelanggaran HAM. Perempuan yang
mengalami kekerasan seksual akan mengalami dampak yang luas seperti penderitaan
fisik, mental, ekonomi, sosial bahkan sangat mempengaruhi kehidupan korban dimasa
datang. Oleh sebab itu perlu adanya suatu kebijakan hukum pidana yang memberikan

perlindungan pada perempuan yang mengalami kekerasan seksual.

2. LATAR BELAKANG :
Kekerasan seksual yang terjadi pada wanita dan anak bukan lagi masalah
individual tetapi sudah merupakan masalah nasional, bahkan telah masuk menjadi
masalah global dan transnasional. Hal ini disebabkan masalah kekerasan seksual pada
wanita atau perempuan terkait dengan Hak Asasi Manusia. Hak itu melekat secara
alamiah sejak manusia atau perempuan/anak dilahirkan. Banyaknya kekerasan
terhadap perempuan merupakan suatu rintangan bagi pembangunan suatu bangsa.
Keadaan ini dapat menghilangkan rasa percaya diri perempuan untuk ikut
berpartisipasi dan aktif kegiatan sosial yang ada. Bahkan hal ini dapat menghambat
kehidupan perempuan baik fisik, ekonomi sosial, politik.
3. MASALAH & TUJUAN :
“Bagaimana Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Kekerasan Seksual terhadap
perempuan?”
Berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Deklarasi Universal Hak
Asasi manusia 1948, mengatur bahwa semua orang dilahirkan bebas dan memiliki
martabat yang sama atau setara”. Tetapi pada kenyataannya kita jumpai adanya
tindakan yang menunjukkan ketidaksetaraan antara martabat manusia yang
merupakan cipta Tuhan yaitu perempuan dan laki-laki. Bahkan Deklarasi tsb
menguatkan lagi pada Pasal 2 bahwa “setiap manusia memiliki hak dan kebebasan
tanpa adanya dikriminasi”. Hal ini mengandung arti bahwa perempuan dan laki-laki
memiliki derajat dan hak yang sama.
Kekerasan yang dialami perempuan dapat datang dari berbagai latar belakang.
Hal ini dapat kita lihat berbagai kekerasan perempuan antara lain usia, pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, agama, suku bangsa dan budaya, relasi dalam pekerjaan,
lingkup keluarga dan lainnya. Terjadinya tingkat kekerasan terhadap perempuan dapat
juga dikarenakan nilai budaya atau tata kehidupan dalam masyarakat dimana
perempuan merupakan kelas kedua dan dianggap merupakan kelompok yang lemah
atau rentan sebagai korban kejahatan khususnya seksual. Dalam pola kehidupan
sehari-hari kaum perempuan harus selalu tunduk dan patuh kepada kaum lelaki.
Bahkan tidak jarang bila kaum perempuan melakukan perlawanan maka mereka
diintimidasi atau mengalami kekerasan fisik seperti pemukulan, penganiayaan. Selain
itu banyak perempuan yang dijadikan sekedar pemuas nafsu atau hasrat seksual pria,
dan jika tidak dilakukan maka tidak segan pihak pria melakukan kekerasan, dan
banyak pula kasus dimana perempuan dijadikan perdagangan atau eksploitasi seksual
guna memberikan keuntungan pada pelaku. Perempuan dalam hal ini harus tunduk
jika tidak mau mengalami kekerasan.
Sebagaimana uraian diatas perlunya perhatian pemerintah dengan melakukan
suatu peraturan yang khusus melindungi perempuan dari kekerasan seksual degan
menuangkan dalam suatu kebijakan hukum pidana. Adapun yang diartikan Kebijakan
Hukum Pidana atau Politiik Hukum menurut Sudarto merupakan kebijakan negara
melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang
dikehendaki yang diperkirakan bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang
terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Jadi
menurut beliau, melaksanakan Politik Hukum Pidana, berarti untuk mewujudkan
peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada
suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.Dapat dikatakan kebijakan
hukum pidana merupakan bagian dari penegakan hukum atau sebagai sarana yang
dapat digunakan untuk menanggulangi kejahatan atau merupakan bekerjanya hukum
pidana dalam kenyataan menyelesaikan kasus-kasus pidana.

4. RASIONALISASI DAN GAP PENELITIAN


Hampir semua negara mengalami masalah kekerasan seksual terhadap
perempuan sehingga perlu secara tegas mendapat pengaturan dalam hukum
nasionalnya termasuk Indonesia. Indonesia berdasarkan Sekretaris Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau Kementrian PPPA Pribudiarta
N. Sitepu ada peningkatan trend kekerasan pada perempuan dan anak kurun waktu
2019-20211 . Adapun bentuk kekerasannya terbagi atas kekerasan fisik mencapai 39
%, kekerasan psikis 29,8 % dan kekerasan seksual 11,33%.
Situasi ini dipandang perlu adanya perlindungan terhadap perempuan dan
anak, dengan berbagai upaya seperti cara melakukan pencegahan, penguatan di
tingkat layanan bagi korban kekerasan perempuan dan anak dan peningkatan upaya
pemberdayaan seperti dilakukan rehabilitasi. Hal ini harus melakukan upaya agar
perempuan dan anak berani melaporkan kasus kekerasan yang dialami korban.
Terjadinya kekerasan seksual dapat mengakibatkan korban mengalami penderitaan
fisik, mental, seksual, ekonomi serta sosial yang berkepanjangan. Kekerasan seksual
merupakan kejahatan yang sangat komprehensif. Oleh karenanya perlu adanya suatu
UU yang mengatur tentang Tindak Pidana Kekerasan seksual

5. PENDEKATAN METODE PENELITIAN


Tipe penelitian dalam tulisan ini menggunakan tipe normatif dengan
menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer berupa peraturan
perundangan-undangan yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak
Pidana Kekerasan Seksual, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU-
KUHP serta Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga dan bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku serta
jurnal dan artikel tentang kekerasan seksual terhadap perempuan. Analisis data
dilakukan secara kualitatif, dimana analisis data dilakukan secara mendalam dan
bersifat keseluruhan, baik peraturan dan kebijakannya. Tujuan yang diharapkan, agar
dapat memberikan rekomendasi bagi kebijakan hukum bagi pelaku kekerasan seksual
terhadap perempuan.

6. HASIL PENELITIAN
Kebijakan hukum pidana terhadap pelaku mengenai tindak pidana kekerasan
seksual khususnya pada perempuan sebenarnya sudah diatur dalam beberapa
peraturan, seperti KUHP, RUU KUHP, UU No. 23 tahun 2004. Namun secara khusus
pengaturan dalam ketentuan UU No. 12 tahun 2022, yang diundangkan pada tgl 9
Mei 2022 ini memberikan dampak luas bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual
dengan ancaman pidana yang berat serta adanya pidana tambahan. Serta rumusan
tentang pengertian tindak pidana kekerasan seksual diatur secara tegas dalam Pasal 1

angka 1 dan serta jenis-jenis tindak pidana kekerasan seksual terdapat dalam Pasal 4 .

Anda mungkin juga menyukai