Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) di Indonesia merupakan fenomena


gunung es dimana angka yang dipublikasikan bukan merupakan gambaran dari keseluruhan
kasus yang sebenarnya terjadi. Layaknya gunung es, kasus-kasus yang terlihat selama ini
hanyalah kasuskasus yang berada dipuncaknya, atau dengan kata lain kasus-kasus yang diangkat
saja Kasus KdRT masih menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk diperbincangkan, karena
dari tahun ketahun tindak KdRT masih tergolong cukup tinggi. Padahal di Indonesia sendiri
Undang- Undang no. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
(PKdRT), telah disahkan untuk melindungi korban dari berbagai tindak KdRT. Namun nyatanya
meskipun undang-undang ini telah disahkan, tidak mampu untuk mengontrol jumlah kasus
KdRT yang terjadi pada tahun-tahun berikutnya.

Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KdRT) sebenarnya hampir sama dengan
pengertian kekerasan pada umumnya. Namun yang membedakan ialah KDRT terjadi dalam
lingkup rumah tangga. Seperti yang dijelaskan dalam Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang
PKdRT : Kekerasan dalam rumah tangga (KdRT) merupakan setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibattimbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Tindak KDRT dapat dilakukan oleh seorang suami, istri, anak atau
anggota keluarga lainnya (UU PKdRT, 2004: 2). Meskipun pria memiliki peluang untuk menjadi
korban KdRT, namun Undang-Undang PKdRT lebih memfokuskan diri pada perlindungan kaum
perempuan sebagai korban. Hal ini dikaitkan dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga sering
terjadi dengan perempuan sebagai korban kekerasan. Perempuan dianggap sebagai kaum
marginal, kaum yang lemah yang rentan menjadi korban KdRT.

Kekerasan dalam Rumah Tangga(KdRT) di Provinsi Jambi, Pada tahun 2017 Kasus
kekerasan terhadap anak dan perempuan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Dari data
yang diperoleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian
Penduduk Provinsi Jambi, pada tahun 2016, kasus kekerasan ini terjadi sebanyak 124 kasus,
namun ditahun 2017 mengalami penurunan sebanyak 18 kasus atau hanya 104 kasus.

Kekerasan dalam Rumah Tangga(KdRT) di Provinsi Jambi terus meningkat pada tahun
2010-2016. Hal ini berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan
Perempuan (BPMPP) Provinsi Jambi. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan BPMPP
Provinsi Jambi,Putri mengatakan dari tahun 2010 hingga 2015 angka kekerasan terhadap
perempuan dan anak hanya sekitar 60 lebih kasus. Jumlah meningkat pada tahun 2016 yang
tercatat sebanyak 108 kasus.Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah
tangga mulai darai masalah psikis, seksual, dan pelantaran ekonomi. Kasus KdRT ini tidak saja
terjadi pada perempuan yang memiliki pendidikan rendah atau perempuan tidak bekerja (ibu
rumahtangga) saja, akan tetapi juga terjadi pada perempuan yang sdusah memiliki pendidikan
yang tinggi dan permpuan yang bekerja di berbagai instansi lain yang ada di lingkungan Kota
Jambi.

Peran perempuan di ranah domestik masih menjadi momok bagi perempuan itu sendiri.
Meski terjadi pergeseran paradigma bahwa perempuan yang mempunyai pendidikan tinggi harus
menjadi wanita karir, selepas membina rumah tangga, kebanyakan perempuan memutuskan
untuk berhenti melanjutkan mimpi menjadi wanita karir dan hanya menjalankan peran sebagai
ibu rumah tangga saja.

Di bidang politik, mungkin kita bisa saja menyebut bahwa provinsi Jambi mampu
memenuhi kuota 30% perempuan dalam pemilihan legislatif, tapi tidak semua perempuan yang
ikut bertarung lolos menjadi anggota dewan tersebut.Jumlah perempuan yang menjadi anggota
DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 yaitu sebanyak 38 orang, sedangkan jumlah laki-laki yang
menjadi anggota DPRD provinsi Jambi sebanyak 347 orang.Untuk memenuhi kuota ini pun
partai-partai tak lagi memikirkan kualitas calegnya. Beberapa yang maju memiliki keterkaitan
dengan orang-orang penting, entah terhubung melalui orang tua atau suaminya yang pernah
menduduki jabatan penting.

Apalagi peraturan terbaru UU Nomor 7 tahun 2017 diminta hanya sekedar


memperhatikan kuota 30 persen perempuan. Tidak ada sanksi yang harus diterima partai politik
peserta pemilu apabila kuota 30 persen perempuan ini tidak terpenuhi.Perempuan dituntut untuk
sadar akan perannya di ranah publik agar kuota 30 persen ini dapat terpenuhi.Berdasahkan hasil
dokumentasi dapat di simpulkan bahwa ada dua bentuk korban kekerasan dalam rumah tangga
yang ada di Kota Jambi yaitu korban kekerasan fisik dan fsikis, korban kekerasan fisik saja.
Semuanya korban KDRT tersebut, menjadi pembelajaran bagi perempuan lain, untuk segera
melaporkan kepada pihak yang berwajib, agar pelaku KDRT tersebut dapat di proses secara
hukum yang berlaku di Indonesia.

Sesuai dengan Undang-undang RI No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT bab III pasal 5
tentang larangan kekerasan dalam rumah tangga yang telah di kemukakan dalam bab teoritis
berbunyi: bahwa setiap orang di larang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap
orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara: a) kekerasan fisik, b) kekerasan fsikis, c)
kekrasan seksual, d) penelantaran rumah tangga.

1.2 MASALAH

Berdasarkan informasi dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak, angka kekerasan dalam
rumah tangga bisa saja bertambah karena masih banyak masyarakat yang enggan untuk
melaporkan tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya ke pihak yang berwajib,
biasanya masyarakat baru akan melapor setelah mengalami kekerasan yang cukup berat.

Pemberdayaan perempuan yang selama ini digencarkan dengan gegap gempita oleh
pemerintah Indonesia memiliki visi yaitu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender,
kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Karena masih banyaknya perempuan terutama dipedesaan yang tidak memahami
hokum gender serta banyak perempuan yang menjadi korban KDRT.

Pengarus utamaan Gender (PUG) atau gender mainstreming adalah gagasan tentang
kesempatan yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam seluruh aktivitas dan kebijakan
yang dikeluarkan untuk masyarakat. Pengarus utamaan gender tidak hanya meliputi
upayamensosialisasikan kesetaraan kepada sebuah tindakan khusus untuk membantu perempuan
tetapi juga mengarahkan secara umum kebijakan-kebijakan secara khusus apa saja yang dapat
menciptakan penghargaan terhadap laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain bagaimana
memperaktekkan kebijakan kesetaraan tersebut secara sistematis.
Oleh karena itu diperlukan gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga
selanjutnya disingkat PKK yaitu gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh
dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk masyarakat satu kegiatan PKK nya adalah
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum bagi anggotanya, selama ini
kegiatan yang dilakukan oleh PKK kota Jambi Jambi dalam bentuk ceremonial sehingga
penerimaan perempuan tentang hukum dan gender tidak sempurna.

Oleh karena itu yang menjadi masalah:

a. bagaimanakah meningkatkan pemahaman perempuan kelompok PKK kota Jambi


terhadap hukum gender?
b. Bagaimanakah pengetahuan perempuan kelompok PKK tentang KDRT?
c. Bagaimanakah pemahaman perempuan kelompok PKK tentang penanganan masalah
KDRT?
BAB II
DASAR TEORI
2.1 DEFENISI
Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti:

1. perihal (yang bersifat, berciri) keras;


2. perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya
orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain;
3. paksaan.

Kekerasan (violence) dalam bahasa Inggris berarti sebagai suatu serangan atau invasi,
baik fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Seperti yang dikemukakan oleh
Elizabeth Kandel Englander bahwa: “In general, violence is aggressive behavior with the intent
to cause harm (physical or phychological). The word intent is central; physical or phsychological
harm that occurs by accident, in the absence of intent, is not violence.”

Kekerasan dalam Rumah Tangga atau yang kerap disebut KDRT, merupakan sebuah
fenomena universal, dimana terjadi hampir diberbagai belahan dunia. Kasus KdRT dapat terjadi
dimana saja, kapan saja dan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan
tanpa mengenal status sosial, ekonomi dan pendidikan. Pada tahun 2004 telah disahkan undang-
undang tentang tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT), yakni undang-undang no. 23
tahun 2004 tentang PKDRT. Undang-Undang tersebut merupakan hasil dari perjuangan para
aktivis perempuan yang diharapkan mampu memberikan perlindungan dan membantu secara
hukum bagi para korban KdRT. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) menurut
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga (PKdRT) pasal 1 poin 1 menjelaskan :

“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga “(UU PKdRT, 2004 :3).
Tindak kekerasan dalam rumah tangga memeperlihatkan suatu pola tindakan pemukulan
atau penganiayaan oleh laki-laki terhadap perempuan dan antara pasangan seks dalam konteks
relasi yang intim. Dalam 95% kasus, laki-laki menganiyaya perempuan, walaupun dalam
beberapa dituasi perempuan adalah pelaku utamanya (US Department of Justice). (Robert dan
Gilbert, 2009 : 368).
2.2 BENTUK KEKERASAN

Berdasarkan Undang-Undang no 23 tahun 2004 Kekerasan dalam Rumah Tangga terbagi dalam
4 bentuk, yakni :

 Kekerasaan fisik,

Yakni suatu perbuatan yangmenyebabkan rasa sakit, menyebabkan seseorang terluka secarafisik,
seperti penganiyayaan, pemukulan, bahkan hinggapembunuhan, yang termasuk dalam kekerasan
fisik ialah :

1. Memukul

2. Menendang

3. Menampar

4. Mendorong

5. Mencekik

6. Menjambak

7. Melempar

8. Membunuh

 Kekerasan psikis,

Merupakan perbuatan melukai seseorang yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.Hal ini biasanya
dilakukan dengan menyerang mental seseorang seperti mencaci, menghina, atau dengam
mengancam sehingga memunculkan rasa takut. Yang termasuk dalam kekerasan psikis ialah :

1. Mengancam

2. Menghina

3. Membentak (berteriak-teriak)

4. Memaki
5. Memaksa

 Kekerasan seksual,

Dimana kekerasan yang dimaksud adalahpemaksaan hubungan sekusal, termasuk pemaksaan


cara-cara berhubungan seksual dan pemaksaan hubungan seksual denga orang lain. Seperti
pemerkosaan dan pelecehan seksual, yang termasuk dalam kekerasan seksual yakni :

1. Pemerkosaan

2. Pemaksaan hubungan seksual

3. Pelacuran anggota keluarga

4. Pelecehan seksual

 Kekerasan ekonomi,

Yakni memelantarkan orang dalam lingku rumah tangganya, padahal menurut hukum yang
berlaku baginy atau karena persetujuan atau perjanjuan ia wajib memberika kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut kemudian juga mengakomodasi pelarangan
bekerja yan menyebabkan ketergantungan ekonomi,yang termasuk dalam kekerasan ekonomi
ialah :

1. Tidak memberikan nafkah

2. Memaksa anggota keluarga (istri) untuk bekerja

3. Mengusir anggota keluarga

4. Melarang anggota keluarga (istri) untuk bekerja

Bentuk-bentuk kekerasan sebagaimana diatur dalam Undang-undang PKDRT sesungguhnya


merupakan cermin dari berbagai bentuk kekerasan yang sering terjadi dan menjadi fenomena
umum di tengah-tengah masyarakat. Untuk jenis kekerasan yang bersifat fisik, proses
pembuktiannya sangat mudah dengan merujuk pada ketentuan dalam hukum pidana (KUHP)
dengan tolok ukur yang jelas. Sedangkan untuk jenis kekerasan psikis dan penelantaran rumah
tangga proses pembuktiannya sulit karena terkait dengan rasa/emosi yang bersifat subjektif.
2.3 PENYEBAB KDRT
Pada dasarnya, faktor penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga bersifat
kompleks dan saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Menurut UNICEF, akar
terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat dilatar belakangi oleh sejarah personal laki-
laki yang dianggap memiliki kuasa yang lebih dari pada perempuan (patriarki) sehingga
menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dan menganggap perempuan sebagai
milik laki-laki. Atas dasar hal tersebut, kekerasan dianggap sebagai hal wajar yang dilakukan
oleh laki-laki terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan
struktural yang bersifat sistemik, yang disebabkan oleh pola hubungan asimetris dan berbasis
pada perbedaan jenis kelamin serta pembagian kerja seksual.
Selain faktor sejarah personal di atas, menurut WHO, akar penyebab terjadinya KDRT
meliputi berbagai bidang, yaitu ekonomi, budaya, sosial, politik dan hukum. Dalam bidang
ekonomi, laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah dan secara kodrati dianggap memiliki
kemampuan lebih dibandingkan perempuan, sehingga perempuan memiliki ketergantungan
ekonomi kepada laki-laki Faktor ekonomi dimaksud adalah masalah penghasilan suami,
sehingga seringkali menjadi pemicu pertengkaran yang berakibat terjadinya kekerasan fisik dan
penelantaran rumah tangga. Selanjutnya ia mengemukan bahwa selain faktor ekonomi yang
dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Perempuan tidak memiliki
kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan dengan laki-laki, sehingga memiliki sedikit
peluang untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak. Selain itu, menurut WHO,
tindakan isolasi terhadap perempuan di dalam keluarga dan masyarakat juga dapat berkontribusi
menambah potensi terjadinya KDRT karena hal tersebut menyebabkan perempuan tidak
mempunyai akses pada keluarga dan organisasi lokal.
Terkait penyebab terjadinya tindak kekerasan dalam rumah tangga, menurut Shisca
Agustina (Kanit PPA Polresta Jambi), bahwa korban pada umumnya datang melapor dan
mengadu hanya mengaku telah dianiaya tetapi tidak menyebutkan secara jelas apa penyebabnya.
Meskipun, ada korban yang melaporkan faktor penyebabnya adalah permasalahan ekonomi yaitu
terkait penghasilan suami. Korban biasanya tidak mau menceritakan hal sebenarnya mengapa ia
dianiaya, sehingga polisi hanya memproses pengaduan tersebut tanpa melihat lebih jauh faktor
penyebabnya.
Selanjutnya, selain faktor ekonomi, menurut Shisca Agustina, penyebab terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga lainnya adalah faktor perselingkuhan yang dapat berujung pada
kekerasan fisik dan penelantaran ekonomi. Kekerasan fisik dapat terjadi karena antara pelaku
dan korban selalu cekcok atau bertengkar karena adanya perselingkuhan dari salah satu atau
keduanya. Begitu pula penelantaran, dapat memicu adanya pertengkaran yang berujung pada
kekerasan dalam rumah tangga.
Faktor perilaku disini adalah kebiasaan buruk yang dimiliki seseorang seperti: gampang
marah, , kasar berbicara pemain judi, pemabuk, pencemburu, cerewet, egois, kikir dan tidak
bergaul dengan lingkungan dan mudah tersinggung. Perilaku yang demikian sebenarnya dapat
menjadi penyebab apabila ada faktor lain yang turut mempengaruhi sehingga seseorang yang
berperilaku tersebut dengan lingkungan.
Pada dasarnya, ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan
dalam rumah tangga sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Salah satu faktor yang turut
mempengaruhi diantaranya adalah pernikahan usia dini. Pernikahan usia dini sebagai bentuk
perilaku yang sudah membudaya di tengah masyarakat. Dengan demikian, bahwa batasan
individu dengan meninjau kesiapan dan kematangan usia individu bukan menjadi penghalang
bagi seseorang untuk tetap melangsungkan pernikahan. Terkait dengan hal ini, kurang
matangnya emosional dan kurang mapannya dalam hal ekonomi turut menjadi penyebab terjadi
tindak kekerasan dalam rumah tangga. Menurut Stets, usia memiliki hubungan dengan agresi
fisik pada keluarga, makin bertambahnya usia makin rendah tingkat kekerasan dan sebaliknya.
Hasil ini sesuai dengan pendapat Hurclok, Clarke, Stanley dan Markman yang menyatakan
bahwa perkawinan pada usia dini (atau sekitar 18-19 tahun) akan mendorong terjadinya kasus
kekerasan dalam rumah tangga yang dapat berdampak pada perceraian.

2.4 CONTOH KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA


1. Istri Tolak Diajak Silaturahmi, Suami Lakukan KDRT
Pria bernama Efendi (38), warga RT 16 Kelurahan Payo Lebar, Kecamatan Jelutung,
Kota Jambi, harus berurusan dengan aparat kepolisian karena diduga telah memukul istrinya
sendiri bernama Marlina (34). Marlina lalu melaporkan suaminya atas kasus KDRT ke Polsek
Jelutung pada Minggu, 2 Juli 2017. Ia mengaku dipukuli suaminya di bagian mulut dan pipi
hingga berdarah dan lebam. Sebelum kejadian, Efendi mengajak Marlina ke rumah keluarganya
untuk silaturahmi Lebaran. Entah karena alasan apa, Marlina menolak ajakan suaminya tersebut.
Rencana Efendi bersilaturahmi dengan keluarga besarnya gagal total karena penolakan tersebut.
Kecewa atas sikap istrinya itu, amarah Efendi tersulut hingga terjadi cekcok mulut yang berujung
pemukulan.
2. Gara-gara Dilarang Memarahi Anak, Suami Hajar Istri Pakai Sapu Hingga Mengalami
Luka-luka.
Sumarlan (50) warga Desa Aur, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muaraenim,
terpaksa mendekam dipenjara karena menganiaya istrinya, Sukamawati (42).Akibat
perlakuan kasar Sumarlan, istrinya menderita luka lebam dan robek .Sumarlan awalnya
meminta kepada anaknya bernama Desti untuk dikerok.Namun kerokan anaknya tidak
terasa sehingga ia tertidur di ruang tamu. Ketika terbangun pelaku marah-marah kepada
anaknya namun dilarang istrinya. Mendengar hal tersebut pelaku emosi dan langsung
menghajar istrinya dengan sapu hingga mengalami luka lebam di bagian pinggang
sebelah kiri dan luka robek di bagian ibu jari sebelah tangan kanan.
3. Diceraikan Suami, Ibu Ini Lempar Anaknya yang Berusia 4 Tahun dari Lantai 10
Apartemen, Setelah melempar anaknya, perempuan yang diketahui bernama Anastasia
tersebut bunuh diri dengan meloncat dari tempat yang sama.
4. Seorang Suami di Jatinegara Aniaya Istri yang Lagi Hamil Depan Selingkuhan,
Ketubannya Pecah
5. Bukti Transfer dan Foto KDRT Jadi Bukti Gugatan Cerai Gracia Indri Pada David Noah
6. Warga Maesa, Bitung, Sulut itu melakukan KDRT terhadap istrinya W (30), juga
mencabuli anaknya, Kenanga (8).
7. Duel Pasangan Suami-Istri di Sulawesi: Suami Pakai Parang, Istri Bawa Martil
Pertengkaran rumah tangga pasangan suami-istri di Kelurahan Tomoni, Kecamatan
Tomoni, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, benar-benar bikin warga geger. Akibat
pertengkaran ini, sang istri yang tengah hamil dua bulan harus dilarikan ke rumah sakit setelah
kepalanya dihantam martil oleh suaminya.
DAFTAR PUSTAKA

Rodhiyah, SE Penulis Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi Universitas


Jambi
t.p., Kekerasan Dalam Rumah TanggaPerempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, (t.p., PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 12 Aditya Bakti, 2006),

Undang UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga

Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender (Rekonstruksi Teolog Kekerasan Berbasis Gender


(Rekonstruksi Teologis, Yuridis, dan Sosiologis (Purwokerto: Pusat Studi Gender (PSG) STAIN
Purwokerto, 2006 hal. 86 .

Maisah, Jurnal Studi atas Trend Kekerasan dalam Rumah Tangga di Provinsi Jambi: Institut
Agama Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Anda mungkin juga menyukai