Anda di halaman 1dari 22

Tugas Individu

Kriminologi dan Viktimologi

“ Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Kota Kendari “

Oleh:

Wa Ode Andi Musni Idati

(H1A119536)

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.. Shalawat serta salam kita sampaikan kepada kepada
nabi besar kita Muhammad SAW. yang telah memberikan pedoman hidup yakni
Al'Qur'an dan Sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Viktorologi Dan
Kriminologi program studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo.
Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu
SITTI AISAH ABDULLAH S.H, M.H selaku dosen pengampu mata kuliah ini
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Saya menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 30 Juni 2021

Wa Ode Andi Musni Idati


(H1A1 19 536)
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Anak ............................................................................... 4
B. Pengertian dan Pengaturan Kekerasan Seksual Terhadap Anak ......... 5
C. Bentuk-Bentuk Kekerasan seksual ..................................................... 6
D. Sanksi Pidana Kekerasan seksual Terhadap Anak .............................. 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak
Pidana Kekerasan Seksual di Kota Kendari ....................................... 9
B. Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan Seksual Terhadap Anak
di Kota Kendari ................................................................................. 12
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah yang tak ternilai yang dikaruniakan oleh Tuhan
pada setiap pasangan manusia untuk dipelihara, dilindungi,dan didik dengan
baik. Ia adalah manusia yang mempunyai kemampuan fisik, mental, dan sosial
yang masih terbatas untuk mengatasi berbagai risiko dan bahaya yang
dihadapinya dan juga secara otomatis masih bergantung pada pihak-pihak lain
terutama anggota keluarga yang berperan aktif untuk melindungi dan
menjaganya. Perlindungan terhadap hidup dan penghidupan anak masih
menjadi tanggung jawab kedua orangtua, keluarga, masyarakat, dan juga
negara.
Perlindungan ini dapat berupa pemenuhan kebutuhanSadang, pangan, dan
papan. Tidak hanya itu, perlindungan yang diberikan terhadap seorang anak
juga dapat berupa perlindungan terhadap kondisi psikologis atau mental dari
anak yaitu terutama perkembangan kejiwaannya. Tanggung jawab orang tua
terhadap anak sangat penting dibandingkan dengan orang lain, namun harus
ada dukungan masyarakat dalam menjaga antar sesama dan peduli dengan
masalah kekerasan ini agar dapat mencegah kekerasan seksual terhadap anak.
Maka dari itu harus ada upaya untuk mengajak orang tua agar mengajarkan
pendidikan seksual yang baik pada anak dan meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang pentingnya menjaga anak dari kekerasan seksual.
Kekerasan seksual adalah segala kegiatan yang terdiri dari aktivitas
seksual yang dilakukan secara paksa oleh orang dewasa pada anak atau oleh
anak kepada anak lainnya. Kekerasan seksual meliputi penggunaan atau
pelibatan anak secara komersial dalam kegiatan seksual, pelibatan anak dalam
media audio visual dan pelacuran anak (UNICEF, 2014). Pasal 28 B ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminatif. Sebaliknya, mereka bukanlah objek (sasaran)
dari tindakan sewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi dari
pihak siapapun atau pihak manapun”.
Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini adalah
kekerasan seksual terima terjadi terhadap anak-anak. Kejahatan semacam ini
terjadi di mana-mana di seluruh Indonesia dengan anak sebagai korbannya
salah satunya terjadi di kota Kendari. Kota Kendari merupakan salah satu kota
di Indonesia dengan memiliki luas wilayah dan penduduk yang banyak, kota
Kendari merupakan ibu kota dari provinsi Sulawesi Tenggara.
Menurut catatan lenterasultra.com. kasus kekerasan terhadap perempuan
dan anak di provinsi Sulawesi Tenggara melonjak naik hingga 100 persen sejak
adanya pandemi covid-19. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan
Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) SULTRA
melaporkan terdapat 240 kasus selama periode 2020 dengan motif yang
berbeda. Angka tersebut meningkat tajam jika dibandingkan dengan tahun
2019 yang hanya sebanyak 140 kasus. Kepala dinas P3APPKB Sultra, Andri
Tendri RaweSilowae melalui Kepala Seksi Bidang Data, Darwin
mengungkapkan bahwa lonjakan kasus terhadap kekerasan perempuan dan
anak terjadi karena dipicu dengan berbagai masalah. Namun masalah yang
paling dominan adalah masalah ekonomi yang turun drastis akibat pandemi
covid-19.
Disisi lain, menurut data P3APPKB Sultra, Kota Kendari menduduki
peringkat pertama untuk laporan tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak dengan rincian 48 laporan yang terdiri dari 22 kekerasan fisik, 12 psikis,
16 seksual, 6 penelantaran dan satu lainnya.
Salah satu contoh kasus kekerasan seksual yang menimpa anak di kota
Kendari baru-baru ini menimpah seorang gadis dibawah umur yang bernama
Bunga (nama samaran). Ia diperkosa oleh ayah tirinya sendiri hingga hamil 7
bulan. Menurut keterangan Ketua Organisasi Jaringan Perempuan Pesisir
Sultra, korban diperkosa sejak masih kelas 5 SD oleh pelaku. Korban takut
melapor karena kerap diancam akan dibunuh menggunakan pisau oleh ayah tiri
korban. Mirisnya, aksi pencabulan pelaku ternyata telah diketahui oleh ibu
kandungnya selama beberapa tahun silam. Namun hal itu justru tidak membuat
ibu kandung korban tidak berani berbuat banyak tanpa alasan jelas.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul makalah “
TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI
KOTA KENDARI”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak
kekerasan seksual di kota Kendari?
2. Faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual terhadap anak di kota Kendari
?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban
tindak kekerasan seksual di kota Kendari
2. Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya kekerasan seksual terhadap
anak di kota Kendari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia, anak ialah keturunan, anak
juga diartikan sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, pada hakekatnya
anak adalah seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan
mempunyai potensi untuk menjadi dewasa. 1 Anak memiliki karakteristik dan
sifat yang berbeda dengan orang dewasa. Anak merupakan tunas, generasi
penerus cita-cita bangsa, memiliki peran strategis dalam menjaga eksistensi
Negara dan Bangsa pada masa depan. Anak juga merupakan salah satu
kelompok rentan yang haknya masih terabaikan. Oleh karena itu hak anak
harus diprioritaskan. 2
Secara umum anak ialah keturunan atau generasi sebagai suatu hasil dari
hubungan kelamin atau persetubuhan (sexualintercourse) antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan baik dalam ikatan perkawinan maupun diluar
ikatan perkawinan.
B. Pengertian dan Pengaturan Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Menurut WHO (World Health Organization), kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri
sendiri, perorangan atau kelompok orang (masyarakat) yang kemungkinan
besar mengakibatkan memar atau trauma, kematian, kerugian psikologis,
kelainan perkembangan, atauperampasan hak. 3 Kekerasan seksualterhadap
anak di dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
dikategorikan menjadi 2 yaitu persetubuhan dan perbuatan cabul terhadap
anak. Berikut ini pasal yang menyebutkan tentang persetubuhan dan
pencabulan terhadap anak:

1
Anton M.Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka, 1988), halaman 30.
2
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No.15
Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum.
3
Debby Priscila Putri, Skripsi: Perbandingan Karakteristik Kekerasan Yang Terjadi Pada Anak di
Sekolah Pada Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Tegal. (Semarang:
Universitas Diponegoro).
1) Pasal 76D menyebutkan tentang persetubuhan terhadap anak, yang
berbunyi: “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan
orang lain”.
2) Pasal 76E menyebutkan tentang perbuatan cabul terhadap anak, yang
berbunyi :”Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Persetubuhan adalah tindakan penetrasi alat kelamin laki-laki ke dalam
alat kelamin perempuan. Perbuatan cabul adalah segala bentuk perbuatan
dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang
libido. Kekerasan seksual tidak bisa hanya diartikan dalam hal perbuatan
saja, sebab segala bentuk kontak seksual yang dilakukan oleh orang dewasa
kepada anak dianggap sebagai kekerasan seksual. Kekerasan seksual
terhadap anak dapat terjadi dalam lingkungan keluarga dan juga dapat
terjadi dalam lingkungan masyarakat. Salah satu kekerasan seksual yang
paling banyak dialami oleh anak dan yang paling mengerikan adalah
pemerkosaan. Perkosaan terhadap anak adalah memasukkan penis secara
paksa ke dalamlubang kemaluan atau lubang dubur anak. Kekerasan seksual
adalah segala macam bentuk perlakuan seksual baik berupa ancaman
maupun pemaksaan. Kekerasan seksual merupakan kontak seksual yang
tidak dikehendaki oleh salah satu pihak, yaitu korban.
C. Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kekerasan seksual terhadap anak faktanya di masyarakat, tidak hanya
dalam bentuk persetubuhan, akan tetapi juga dalam bentuk kontak seksual
lainnya. Sebagaimana Ismartono Dwi Yuwono mengutip pendapat M. Irsyad
Thamrin dan M.Farid dalam bukunya, bahwa bentuk-bentuk kekerasan seksual
terhadap anak terdiri dari: 4
1. Pemerkosaan
2. Sodomi
3. Oral sex
a) Cunnilingus (seks oral dilakukan pada wanita)
b) Fellatio (seks oral dilakukan pada laki-laki)
4. Sexual Gesture (serangan seksual secara visual termasuk eksibisionisme)
5. Sexual Remak (serangan seksual secara verbal)
6. Pelecehan seksual
7. Pelacuran anak
8. Sunat Kelentit (sunat klitoris pada anak perempuan)
Soetadyo Wignjosoebroto berpendapat tentang pemerkosaan yang dikutip
5
olehAbdul Wahid dan Muhammad Irfan dalam buku mereka, bahwa:
“Pemerkosaan adalah suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang
lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau
hukum yang berlaku melanggar. Dalam pengertian seperti ini, apa yang disebut
pemerkosaan, di satu pihak dapat dilihat sebagai suatu perbuatan (ialah
perbuatan seseorang yang secara paksa hendak melampiaskan nafsu
seksualnya), dan dilain pihak dapatlah dilihat pula sebagai suatu peristiwa
(ialah pelanggaran norma-norma dan dengan demikian juga tertib sosial).”
Jika dikaitkan dengan kekerasan seksual terhadap anak, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa pemerkosaan terhadap anak adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak untuk melakukan

4
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak,
(Yogtakarta: Pustaka Tustisia, 2015), halaman 7.
5
Drs. Abdul Wahid, S.H, M.H dan Drs. Muhammad Irfan, S.H, M.Pd
persetubuhan guna memenuhi nafsu birahinya dengan secara paksa
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dan melanggar hukum yang
berlaku. Baik yang dilakukan oleh orang dewasa laki-t terhadap anak
perempuan maupun orang dewasa perempuan terhadap anak laki-laki.
Sedangkan menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, jenis kekerasan
seksual terhadap anak adalah sebagai berikut:6
1) Kekerasan yang diatur dalam KUHP. Hal ini dapat ditafsirkan berdasarkan
ketentuan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 64 ayat (3) yang berbunyi: “Perlindungan khusus bagi anak yang
menjadi korban tindak pidana...”. Tindak pidana yang dimaksud oleh
ketentuan Pasal ini jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 91 Undang-
Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan
bahwa “Pada saat berlakunya undang-undang ini, semua peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang sudah
ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-
Undang ini”. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anak yang sudah ada yang dimaksud adalah termasuk KUHP.
Maka tindak pidana dimaksud tentunya juga tindak pidana kekerasan
seksual terhadap anak yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang
No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
2) Kekerasan seksual terhadap anak dalam bentuk eksploitasi seksual
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang No.23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
3) Kekerasan seksual terhadap anak yang didahului dengan penculikan,
penjualan, dan perdagangan anak (untuk dilacurkan), sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 66 Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
4) Kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D
dan Pasal 76E Undang-Undang No.35 Tahun 2014 sebagai perubahan

6
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan seksual Terhadap Anak,
(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015), halaman 56-57.
pertama atas Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
D. Sanksi Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Penjatuhan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak
lain adalah untuk memberikan efek jera kepada pelaku, selain itu juga
bertujuan untuk mengurangi kekerasankekerasanseksual terhadap anak.
Berikut ini sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak
berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, yaitu sebagai berikut:
1. Pasal 81 ayat (1) “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”.
2. Pasal 81 ayat (2) “Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku pula bagi setiap orang yang enggan sengaja melakukan tipu
muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan
persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.
3. Pasal 81 ayat (3) “Dalam hal tindak pidanasebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang
menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang
secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
4. Pasal 81 ayat (4) “Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan
kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 76D”.
5. Pasal 81 ayat (5) “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan
luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilang fungsi
reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun”.
6. Pasal 82 ayat (1) “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp.5.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah)”.
7. Pasal 82 ayat (2) “Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang
menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang
secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
8. Pasal 82 ayat (3) “Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan
kepada pelaku yang pernah dipidana sebagaimana dimaksud dalam pasal
76E”.
9. Pasal 82 ayat (4) “Dalam hal ini tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan
luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilang fungsi
reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3
(sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB III
PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana


Kekerasan Seksual di Kota Kendari
1. Peraturan Daerah Kota Kendari Nomor 20 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Anak Kota Kendari
Pada Bab VI Kewajiban Pemerintah Daerah Pasal 34 Kewajiban Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan Perlindungan anak meliputi:
a. Menyusun rencana strategis perlindungan anak jangka pendek,
menengah dan panjang
b. Pemenuhan hak anak, termasuk mencegah, mengurangi resiko, dan
menangani anak yang menjadi korban tindak kekerasan, perlakuan salah,
eksploitasi, dan penelantaran anak
c. Mendorong tanggung jawab orangtua, masyarakat, lembaga pendidikan,
dan organisasi kemasyarakatan
d. Melakukan koordinasi dan kerja sama dalam pemenuhan hak anak,
mencegah dan menangani terjadinya tindak kekerasan, perlakuan salah,
ekspliotasi dan penelantaran anak
e. Mengoptimalkan peran dan fungsi SKPD dalam mencegah dan
menangani terjadinya tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan
penelantaran anak
f. Menyediakan sarana dan prasarana
g. Melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi.
Pada Bab X Ketentuan Pidana Pasal 44 menyatakan bahwa Setiap orang
yang melakukan kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran anak,
dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak.
Selain peraturan tersebut ada upaya lain yang dilakukan oleh
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kendari melaksanakan
Program Fasilitas Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pelatihan SDM bagi
Pengurus P2TP2A Tingkat Kota Kendari yang dilaksanakan pada Jumat,15
November 2019 di Ruang Rapat Sekda Kota Kendari. Program fasilitas
Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu Pelatihan SDM bagi pengurus
P2TP2A adalah meningkatkan pengetahuan tentang pelayanan bagi Perempuan
dan Anak yang menjadi korban kekerasan dalam bentuk pelayanan terpadu
dengan memberikan pendampingan, konseling, bantuan hukum, rujukan medis
dan shelter/rumah aman.
2. Upaya lain yang dilakukan oleh aparat untuk mecegah dan menanggulangi
tindak kekerasan seksual terhadap anak di Kota Kendari
a) Upaya Preventif
Adapun upaya preventif ini dimaksudkan agar setiap personil anggota
kepolisian dapat menjalankan rangkaian kegiatan pengamanan dengan
menekankan peran dan fungsi kepolisian sebagai sentral pelayanan
masyarakat. Upaya ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan
terhadap anak baik yang di lakukan oleh orang tuanya sendiri maupun
yang dilakukan oleh orang lain. Adapun upaya-upaya preventif yang
dilakukan oleh Polres Kota Kendari menurut Aiptu Herawati adalah
sebagai berikut:
 Melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat tentang bahaya
dan ancaman hukuman yang dapat ditimbulkan dari kejahatan
kekerasan terhadap anak.
 Melakukan kegiatan penyuluhan hukum secara terpadu tentang
Undang-Undang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang
didalamnya juga telah termasuk dengan kekerasan anak, serta
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak.
 Memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai tindakan-
tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh masyarakat di dalam
suatu lingkungan masyarakatnya apabila telah terjadi kekerasan
terhadap anak.
 Memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai langkah-
langkah apa saja yang harus dilakukan pada saat menyaksikan dan
melihat ada seseorang yang melakukan kekerasan terhadap anak.
 Menyampaikan terhadap para orang tua melalui kegiatan seminar
maupun workshop tentang tata cara mendidik anak yang baik dan
benar
 Pihak aparat penegak hukum bekerja sama dengan tokoh agama,
tokoh adat, dan tokoh masyarakat untuk melakukan pencegahan dini
terhadap kejahatan kekerasan terhadap anak dengan menerapkan
pembelajaran yang berbasis mental spiritual.
b) Upaya Represif
Selain upaya-upaya preventif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
dalam hal ini pihak kepolisian Polres Kota Kendari, ada pula Upaya-
Upaya yang bersifat represif yang dilakukan untuk menekankan
terjadinya kekerasan terhadap anak di Kota Kendari dengan instrumen
memberikan efek jera kepada para pelaku. Menurut Aiptu Herawati
upaya represif merupakan upaya penindakan dan penegakan hukum
terhadap ancaman faktual dengan sanksi yang tegas dan konsisten dapat
membuat jera para pelaku kekerasan terhadap anak. Adapun upaya
represif yang di lakukan oleh aparat penegak hukum polres Kota Kendari
menurut Aiptu Herawati antara lain sebagai berikut:
 Menerapkan sanksi yang tegas kepada para pelaku kejahatan
kekerasan terhadap anak
 Menerapkan peraturan perundang-undangan yang tegas terkait
dengan kekerasan anak di Kota Kendari
 Upaya penyelidikan cepat dan tanggap terhadap adanya laporan dari
masyarakat dan keluarga mengenai perihal kekerasan terhadap anak
di kota Kendari.
B. Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Kota
Kendari
Ada berbagai macam faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap
anak antara lain:7
a. Faktor Internal
1) Berasal dari diri anak. Terjadinya kekerasan anak dapat disebabkan oleh
kondisi dan tingkah laku anak. Kondisi anak tersebut misalnya: Anak
menderita gangguan perkembangan, ketergantungan anak pada
lingkungannya, anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental,
gangguan tingkah laku, anak yang memiliki perilaku menyimpang dan
tipe kepribadian dari anak itu sendiri.
2) Keluarga/orang tua. Faktor orang tua atau keluarga juga memegang
peranan penting terhadap terjadinya kekerasan pada anak. Beberapa
contoh seperti orang tua yang memiliki pola asuh membesarkan anaknya
dengan kekerasan atau penganiayaan, keluarga yang sering bertengkar
mempunyai tingkat tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi
dibandingkan dengan keluarga yang tanpa maslaha, orang tua tunggal
lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
karena faktor stres yang dialami orang tua tersebut, orang tua atau
keluarga belum memiliki kematangan psikologis sehingga melakukan
kekerasan terhadap anak, riwayat orang tua dengan kekerasan pada
masa kecil juga memungkinkan melakukan kekerasan pada anaknya.
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan luar. Kondisi lingkungan juga dapat menjadi penyebab
terjadinyakekerasan terhadap anak, di antaranya seperti kondisi
lingkungan yang buruk, terdapat sejarah penelantaran anak, dan tingkat
kriminalitas yang tinggi dalam lingkungannya.
2) Media masa. Media masa merupakan salah satu alat informasi. Media
masa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dan

7
Sayani Abdul, Kejahatan dan Penyimpangan Suatu Perspektif Kriminologi (Jakarta:Bina Aksara,
1987), 63.
media ini tentu mempengaruhi penerimaan konsep, sikap, nilai dan
pokok moral. Seperti halnya dalam media cetak menyediakan berita-
berita tentang kejahatan, kekerasan, pembunuhan. Kemudian media
elektronik seperti radio, televisi, video, kaset dan film sangat
mempengaruhi perkembangan kejahatan yang menampilkan adegan
kekerasan, menayangkan film actiondengan perkelahian, acara berita
kriminal, penganiyaan, kekerasan bahkan pembunuhan dalam
lingkungan keluarga. Pada hakikatnya media massa memiliki fungsi
yang positif, namun jika di salah gunakan maka dapat menjadi negatif.
3) Budaya. Budaya yang masih menganut praktik-praktik dengan
pemikiran bahwa status anak yang dipandang rendah sehingga ketika
anak tidak dapat memenuhi harapan orang tua maka anak harus
dihukum. Bagi anak laki-laki tidak boleh cengeng atau anak laki-laki
harus tahan uji. Pemahaman itu mempengaruhi dan membuat orang tua
ketika memukul, menendang, atau menindas anak adalah suatu hal yang
wajar untuk dijadikan anak sebagai pribadi yang kuat dan tidak boleh
lemah.
c. Faktor Tambahan. Faktor ini adalah faktor tambahan setelah adanya masa
pandemi covid-19 yang melanda di seluruh dunia. Salah satu dampaknya
terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak. Faktor ini sangat
mempengaruhi dan membuat tindak kejahatan seksual terhadap anak di kita
Kendari meningkat dengan bukti data yang di dapatkan bahwa pada tahun
terjadinya pandemi covid-19 angka kejahatan kerasan seksual pada anak
meningkat dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekerasan seksual terhadap anak adalah segala bentuk tindakan yang
dapat menimbulkan trauma bagi korban, trauma anak-anak, seperti meminta
atau menekan anak untuk melakukan aktivitas seksual, menampilkan
pornografi kepada anak, berhubungan seksual dengan anak, dan menggunakan
anak untuk memproduksi pornografi anak.
Adapun perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan
seksual di kota Kendari diatur dalam peraturan daerah kota Kendari nomor 20
tahun 2013 tentang pelanggaran perlindungan anak kota Kendari pada bab VI
dan X. Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Kendari ada dua,
yang pertama upaya preventif dan yang ke dua upaya represif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejahatan kekerasan seksual terhadap
anak di kota Kendari antara lain:
1) Faktor internal
2) Faktor eksternal
3) Faktor budaya, dan
4) Faktorcovid-19
B. Saran
Di kota Kendari dengan tindak kekerasan seksual yang tinggi dan
meningkat setelah adanya pandemi covid-19 dengan segala upaya yang telah
dilakukan perlu di tinjau kembali untuk memastikan keamanan bagi anak,
bahwa mereka benar-benar dilindungi dari lingkungan mereka. Selain itu perlu
peningkatan kesadaran di lingkungan anak sebagai korban sendiri. Mengingat
tindak kekerasan seksual juga sering terjadi di lingkungan terdekat anak seperti
di dalam lingkungan keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
https://lenterasultra.com/blog/2021/04/19/kasus-tinggi-kekerasan-perempuan-dan-
anak-terjadi-di-kendari/
https://metrokendari.id/bejat-ayah-tiri-tega-perkosa-anaknya-hingga-hamil-7-
bulan-di-kendari/
https://kolom.tempo.co/read/11111111298028/ancaman-kekrasan-seksual-
terhadap-anak/full?view=ok
Anton M.Moeliono.1998.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta.Balai Pustaka.
Debby Priscila Putri.Perbandingan Karasteristik Kekerasan Yang Terjadi Pada
Anak di Sekolah Menengah Atas dan Menengah Kejuruan di Kota Tegal
Semarang.Universitas Diponegoro.
Drs. Abdil Wahid.Dkk.
Ismanto Dwi Yono.2015.Penerapan Hukum Dalam Kasus Kekerasan Seksual
Terhadap Anak.Yogyakarta.Pustaka Yustisia.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia No.15 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan Anak
Yang Berhadapan Dengan Hukum.
Tugas Individu

KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI

“ Analisis Hukum Korban Kejahatan Tindak Pidana Narkotika“

Oleh:

Wa Ode Andi Musni Idati

(H1A1 19 536)

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
Kasus: Artis Raffi Ahmad ditangkap di rumahnya di Jalan Gunung Bolong Kavling
VII Nomor 16 I, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Bersama beberapa artis lainnya, dia
diduga menggunakan narkoba. Pukul 01.00 WIB dinihari. Pembantu tersebut
mengatakan Raffi pulang bersama beberapa kawannya. ”Mas Raffi memang biasa
pulang jam segitu,” kata pembantu yang enggan disebut namanya. “Tapi kalau kumpul
jarang.” Selanjutnya pembantu tadi tidak tau apa yanmg terjadi. Raffi dan kawan-
kawannya berkumpul diruang tamu lantai satu.

Pukul 05.30 WIB, salah seorang pembantu lainnya, Denia mengaku turun dari
kamarnya di lantai dua. Dia bermaksud mematikan lampu. Setelah itu terdengar
ketukan di pintu rumah. “Saya buka pintu dan kaget ada 15-an orang berbadan tegap
mengaku polisi,” ujarnya. Dania mengaku takut dan langsung lari. Sesaat Dania dan
suaminya turun beserta pembantu lainnya. “Suami saya Tanya ada keperluan apa, tapi
malah dimarahi, disuruh naik lantai dua dan menyerahkan semua telepon,” katanya.
Dia tahu polisi menuju ruang tamu disaat Raffi dan kawan-kawannya tertidur.

Pukul 06.00 WIB polisi-polisi tadi mengiringi Raffi, Wanda Hamidah, Zaskia,
dan Irwansyah beserta belasan orang lainnya keluar. Mereka langsung membawa Raffi
dan lainnya ke BNN.

Analisis: Definisi Narkotika PASAL 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun


2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) berbunyi “Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaiomana terlampir dalam Undang-
Undang ini.”

BNN Koordinasi Terkait Zat Baru dalam kasus Raffi dijelaskan bahwa dalam
kasus Raffi BNN menemukan jenis narkotika baru, salah satunya katinona (chatinone).
Mengenai langkah BNN yang akhirnya membebaskan Raffi, erat kaitannya dengan
salah satu asas hukum pidana, yakni asas legalitas yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) “Suatu perbuatan hanya merupakan
tindak pidana,jika ini ditentukan lebih dulu dalam susatu ketentuan perundang-
undangan.”

Asas Hukum Pidana di Indonesia menjelaskan bahwa dalam bahasa latin, ada
pepatah yang sama maksudnya dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu, “Nullum delictum
nulla poena sine privia lege poenali” yang artinya tidak ada kejahatan tiada hukuman
pidana tanpa undang-undang hukum pidana terlebih dahulu.

Dari uraian di atas bahwa proses hukum terhadap Raffi tidak dapat dilanjutkan
karena katinona atau chatinone tidak dapat dalam lampiran UU narkotika. Artinya,
Raffi tidak bisa dituntut secara pidana karena tidak ada dasar hukum terhadap status
zat katinona atau cathinone yang tidak terdapat dalam UU Narkotika tersebut.

Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor


35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Anda mungkin juga menyukai