Anda di halaman 1dari 27

Pembicaraan tentang keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan

terhadap adanya hukum alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi
kelahiran HAM. Hukum alam menurut Marcus G Singer merupakan satu
konsep dari prinsip-prinsip umum moral dan menegaskan bahwa hukum
alam diatur berdasarkan logika manusia, karenanya manusia akan mentaati
hukum alam tersebut. Seperti diakui Aristoteles bahwa hukum alam
merupakan poduk rasio manusia demi terciptanya keadilan abadi. Salah satu
muatan hukum alam adalah hak-hak pemberian dari alam (natural rights),
karena dalam hukum alam ada sistem keadilan yang berlaku universal
(Masyhur Efendi, 1994). Dengan demikian, masalah keadilan yang
merupakan inti dari hukum alam menjadi pendorong  bagi upaya
penghormatan dan perlindungan harkat dan martabat kemanusiaan
universal[7]. 

Secara internasional Hak Asasi Manusia dideklarasikan untuk pertama kali


pada tahun 1948 setelah  dunia mengalami perang yang melibatkan
multinegara. Usaha onternasional ini dilakukan setelah banyaknya hak-hak
manusia yang diinjak-injak akibat perang. Belakangan deklarasi itu dikenal
dengan naskah Universal Declaration Of Human Right ( Deklarasi Hak asasi
Umum Manusia/ DUHAM ) United Nation atau PBB[8].  
>
Adapun naskah-naskah yang dimaksud adalah 

1. Magna Charta ( Piagam Agung, 1215) suatu dokumen yang mencatat beberapa hak yang
yang diberikan Raja John dari Inggris kepada beberapa bangsawan bahwa hanya atas
tuntutan mereka. Naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja.
2. Bill of Right ( Undang-Undang Hak, 1689) suatu undang-undang yang diterima oleh
Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan perlawanan
terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi tak berdarah ( the Glorious Revolution of
1688).
3. Declaration dess droits de I’homme et du citoyon  (Pernyataan hak-hak manusia dan
warga Negara, 1789) suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Perancis,
sebagai perlawanan terhadap kesewenangan dari rezim lama.
4. Bill of Right ( Undang-Undang Hak,) suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika
dalam tahun 1789 (sama tahunnya dengan Deklarasi Perancis), dan yang menjadi bagian
dari undang-undang dasar pada tahun 1791[9].   

Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf
Inggris padaabad ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah
(natural rights) yang melekat padasetiap diri manusia, yaitu hak atas hidup,
hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak masih terbatas pada
bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasimanusia
ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta,
RevolusiAmerika, dan Revolusi Prancis.
 Magna Charta (1215)Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris
dengan para bangsawan disebut MagnaCharta. Isinya adalah
pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan
beserta keturunnya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa
adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai
balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh
bangsawan. Sejak saat itu,jaminan hak tersebut berkembang dan
menjadi bagian dari sistem konstitusiaonal Inggris

 Revolusi Amerika (1276)Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat


melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi Amerika.Declaration of
Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi
negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.

 Revolusi PrancisRevolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat


Prancis kepada rajanya sendiri(Louis XVI) yang telah bertindak
sewenang-wenang dan absolut.

Declaration desdroits de I’homme et du citoyen


Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara dihasilkan oleh Revolusi
Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan(liberty),
kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite)[10

http://caralik.blogspot.com/2018/02/sejarah-perkembangan-ham-di-eropa.html

SEJARAH PERKEMBANGAN HAM DI EROPA DAN INDONESIA

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perkembangan HAM di Eropa (Ubaedillah. A dkk.2008)


1.      Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Para ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula dari kawasan
Eropa. Sebagian mengatakan jauh sebelum peradaban eropa muncul, HAM telah populer dimasa
kejayaan islam. Wacana awal HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya magna charta yang
membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut raja, seperti
menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat, menjadi dibatasi dan
kekuasaan mereka harus dipertanggung jawabkan secara hukum. Sejak lahirnya magna charta
pada tahun 1215, raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili dan mempertanggung
jawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen. Sekalipun kekuasaan para raja masih
sangat dominan dalam hal pembuatan undang-undang, magna charta telah menyulut ide tentang
keterikakatan penguasa kepada hukum dan pertanggung jawaban kekuasaan mereka kepada
rakyat.
Lahirnya magna charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional
keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada pasal 21 magna charta yang menyatakan
bahwa “...para pangeran dan baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai
dengan pelanggaran yang dilakukannya.” Sedangkan pada pasal 40 ditegaskan bahwa “...tak
seorangpun menghendaki kita mengingkari atau menunda hak atau keadilan.”
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir undang-undang hak asasi manusia
(HAM) di Ingris. Pada masa itu pula muncul istilah equality befor the law, kesetaraan manusia
dimuka hukum. Pandangan ini mendorang timbulnya wacana negara hukum dan negara
demikrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut bill of Rights, asas persamaan manusia
dihadapan hukum harus diwujudkan betapapun berat rintangan yang dihadapi, karna tanpa hak
persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujukan kebebasan yang
bersendikan persamaan hak warga negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dan teori sosial yang
identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat eropa, dan selanjutnya Amerika: kontrak
sosial (J.J.Rousseau), trias politica (montesquieu), teori hukum kodrati (John Locke), dan hak-
hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas jefferson).
Teori kontak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan
rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak.
Menurut kontrak sosial, penguasa diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan
ketertiban dan menciptakan keamanan agar hak alamiyah manusia terjamin dan terlaksana secara
aman. Pada saat yang sama, rakyat akan menaati penguasa mereka sepanjang hak-hak alamiyah
mereka terjamin.
Trias politica adalah teori tentang sistem politik yang membagi kekuasaan
pemerintahaan negara dalam tiga komponen: pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif), dan
kekuasaan peradilan (yudikatif).
Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat
manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negar dan tidak diserahkan
kepada negara. Menurut teori ini, hak dasar ini bahkan harus dilindungi oleh negara dan menjadi
batasan bagi kekuasaan negara yang mutlak. Hak-hak tersebut terdiri atas hak atas kehidupan,
hak atas kemerdekaan, dan hak atas milik pribadi.
Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua
manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia dianugerahi beberapa hak yang tidak terpisah-
pisah, diantaranya hak kebebasan dan tuntutan kesenangan. Teori ini dipengaruhi oleh Locke
sekaligus menandai perkembangan HAM kemudian.
Pada 1789, lahir deklarasi prancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum, seperti larangan penangkapan dan penahanan
seseorang secara sewanang-wenang tanpa alasan yang sah atau penahanan tanpa surat perintah
yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. Prinsip presumption of inosentadalah
bahwa orang-orang yang ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Prinsip ini kemudian dipertegas
oleh prinsip-prinsip HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama,
perlindungan hak milik, dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak
kebebasan manusia di Amerika Serikat pada 6 januari 1941, yang diproklamirkan oleh presiden
Theodore Roosevelt. Keempak hak itu adalah hak kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dipeluknya, han bebas dari kemiskinan, dan hak bebas dari rasa takut.
Tiga tahun kemudian, dalam konverensi buruh internasional di philadelphia, Amerika
serikat, dihasilkan sebuah deklarasi HAM. Deklarasi Philadelphia 1944 ini memuat pentingnya
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia
apapun ras, kepercayaan, dan jenis kelaminya. Deklarasi ini juga memuat prinsip HAM yang
menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan material dan spiritual
secara bebas dan bermartabat serta jaminan keamanan ekonomi dan kesempatan yang sama.
Hak-hak tersebut kemudian dijadikan dasar perumusan deklarasi universal HAM yang
dikukuhkan oleh PBB dalam universal deklaraton of human Rights pada tahun 1948.
Menurut deklarasi universal HAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh
setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan
perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumberdaya
untuk menunjang kehidupan) dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Menurut pasal 3 sampai 21 deklarasi universal HAM, hak personal, hak legal, hak sipil,
dan politik meliputi :
a.       Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
b.      Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
c.       Hak bebas dari penyksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperi
kemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
d.      Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;
e.       Hak untuk pengampunan hukum secara evektif ;
f.       Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-wenang;
g.      Hak untuk peradilan yang independen yan tidak memihak;
h.      Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
i.        Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga,
tempat tinggal, maupun surat-surat;
j.        Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
k.      Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;
l.        Hak bergerak;
m.    Hak memperoleh suaka;
n.      Hak atas satu kebangsaan;
o.      Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
p.      Hak untuk mempunyai hak milik;
q.      Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;
r.        Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;
s.       Hak untuk berhimpun dan berserikat; dan
t.        Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap
pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:
a.       Hak atas jaminan sosial;
b.      Hak untuk bekerja;
c.       Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
d.      Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh;
e.       Hak atas istirahat dan waktu senggang;
f.       Hak atas standar hidup yang pantas dibidang kesehatan dan kesejahteraan;
g.      Hak atas pendidikan; dan
h.      Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
2.      Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis besar, perkembangan pemikiran tentang HAM pasca perang dunia II dibagi
menjadi empat (4) kurun generasi.
Generasi pertama. Menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang
hukum dan politik. Dampak perang duni II sangat mewarnai pemikiran generasi ini, dimana
totaliterisme dan munculnya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan
tertib hukum yang baru sangat kuat. Seperangkat hukum yang disepakati sangat sarat dengan
hak-hak yuridis, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak untuk tidak disiksa
dan ditahan, hak kesamaan dan keadilan dalam proses hukum, hak praduga tidak bersalah, dan
sebagainya. Selain dari hak-hak tersebut, hak nasionalitas, hak kepemilikan, hak pemikiran, hak
beragamahak pendidikan, hak pekerjaan dan kehidupan budaya juga mewarnai pemikiran HAM
generasi pertama ini.
Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis seperti
yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik,
dan budaya. Pada generasi kedua ini, lahir duan konvensi HAM internasional dibidang ekonomi,
sosial, dan budaya, serta konvensi bidang sipil dan hak-hak politik sipil (international covenant
on economic, social, and cultural rights dan international covenant on civil and political rights).
Kedua konvensi tersebut disepakati dalam sidang umum PBB 1966.
Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi,
sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu bagian integral yang dikenal dengan istilah hak-
hak melaksanakan pembangunan (the rights of development), sebagaimana dinyatakan oleh
Komisi Keadilan Internasional (international comission of justice). Pada era generasi ketiga ini
peranan negara tampak begitu dominan.
Generasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM. Pemikiran
HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara dikawasan Asia yang pada tahun 1983
melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration Of the Basic Duties of Asia People
and Goverment. Lebih maju dari generasi sebelumnya, deklarasi ini tidak saja mencakup
tuntutan struktural tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan sosial yang lebih berkeadilan.
Tidak hanya masalah hak asasi, Deklarasi HAM Asia ini juga berbicara tentang masalah
kewajiban asasi yang harus dilakukan oleh setiap negara. Secara positif deklarasi ini
mengukuhkan keharusan imperatif setap negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Dalam
kerangka ini, pelaksanaan dan penghormatan atas hak asasi manusia bukan saja urusan orang-
perorangan, tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab negara. (Ubaedillah. A dkk.2008)

http://anugrahjhie.blogspot.com/2016/12/sejarah-perkembangan-ham-di-eropa-dan.html

sejarah HAM didunia (eropa)

SEJARAH HAK ASASI MANUSIA DI EROPA


Asal Usul Domestic Hak Sasi Manusia
Kepedulian internasional terhadap hak asai manusia merupakan gejala
yang relative baru, meskipun kita dapat menunjuk pada sejumlah traktat
atau perjanjian internasonal yang mempengaruhi isu kemanusiaan sebelum
perang dunia II. Baru setelah di masukkan ke dalam piagam PBB pada tahun
1954 kita dapat berbicara mengenai adanya perlindungan hak asasi manusia
yang sistematis did ala sistem internasional, namun jelas bahwa upaya
domestic untuk menjamin perlindungan hokum bagi individu terhadap ekses
sewenang wenang dari penguasa Negara, mendahului perlindungan
internasional terhadap hak asasi manusia.
Perkembangan Hak Asasi Manusia (Ham) Di Kawasan Eropa
Perintisan HAM di Eropa di awali pada tahun 1949 lewat bergabungnya
beberapa Negara Eropa ( the Council of Europe ) pada tahun 1949
Committee of Minister ( Panitia Menteri) dan Majelis Parlemen ( Parlament
Assembly ) di London berhasil menyusun Konvensi HAM, yaitu “Convention
For The Protection Of Human Rights and Fundamental Freedom” pada tahun
1950. Mukadimah konvensi menegaskan antara lain “… Considering that the
aim of the Council of Europe is the achievement of greater unity between its
Members and that one of the methods by which that aim is to be pursued is
the maintenance and further realization of Human Rights and Fundamental
Freedom, dan “… have a command heritage of political tradition, laeas,
freedom and the rule of law to take the First steps for the Universal
Declaration”
Dari mukadimah tersebut , terbukti perekat utama disusunnya HAM
Eropa, selain untuk memperkuat Deklarasi HAM PBB tahun 1948, diharapkan
dapat memperbesar rasa kesatuan negara-negara Eropa. Di samping bangsa
Eropa benar-benar memiliki persamaan pandangan dalam tradisi, ide dan
politik.
Nampaknya, kesatuan HAM Eropa cukup berhasil, lebih-lebih nanti bila
pasar tunggal Eropa benar-benar terlaksana pada saatnya.
Materinya dasar/pengertian dasar HAM Negara-negara Eropa tidak
berbeda dengan ketentuan yang telah ada didalam Deklarasi HAM PBB,
karena itu, pencetusan HAM negara-negara Eropa, antara lain bertujuan
memperkuat HAM PBB sangat tepat.
Majelis eropa telah mempunyai seperngkat instrument hukum (aturan
hukum) yaitu
1. Convention For The Protection of Ruman Rights and Fundamental
Freedom(1950), berisi Garis-Garis Besar Perlindungan Hukum bagi seluruh
warga Negara dari Negara anggota. Bererapa hak yang tercantum dalam
Konvensi, antara lain hak hidup, kemerdekaan dan keamanan, peradiralan
bebas, penghormatan pribadi/keluarga, ketentraman rumah tangga/surat-
menyurat, kebebasan berfikir, mencipta dan beragama, mengatakan
pendapat/opini, berserikat/berorganisasi, mendapat pendidikan dan lain-lain.
Di samping hak-hak dan kebebasaan tersebut, setiap subjek hukum
mendapat batasan tertentu atas dasar “…. Public order, public safery and
the protection of the rights and freedom of others are presciped by law and
necessary an a democratic society: (council of Europe, 1968 :8)
2. First Protocol to The Convention, berisi penegasan dan penjelasan dari
setipa hak yang telah dimiliki oleh semua subjek hukum, sehingga setiap
warga Negara tidak sekedar tahu pokok-pokoknya, juga mengetahui sampai
perinciannya.
3. Second Protocol: berisi hak Makamah HAM Eropa (The European Court of
Human Rights) untuk memberi nasihat-nasihat/pendapat hukum terhadap
suatu kasus yang diajukan.
4. Third Protocol, berisi/berkaitan dengan tata cara dan mekanisme Komisi
HAM Eropa (The European commission of human rights).
5. Fourth Protocol, antara lain berisi hak dan kebebasan manusia tertentu,
selain yang telah dimuat dalam Konvensi dan dalam the First Protocol.
6. Fifth Protocol, penjelasan lebih lanjuta berkaitan dengan kantor komisi HAM
Eropa dan Mahkamah Eropa tentang HAM.
Disamping itu dalam rangka pengembangan lebih lanjut pelaksanaan HAM
telah dibentuk pula “ Committee of Experts on human Rights” yang bertugas
antara lain :
1. mendata pelaksanaan sistem supervise dari konvensi dan mempercepat tata
kerjanya demi terciptnya perlindungan individu lebih nyata.
2. membawa konvensi HAM Eropsa sejalan dengan konvensi hak-hak sipil
dan POlitik PBB
3. promosi terciptnya ksadaran HAM yang lebih tinggi dilingkungan UNiversitas
Nasional, Internasional juga dikalngan masyrakat umum.
Dengan demikian , majelis Eropa mempunyai 2 badan besarr yaitu :
1. Parliamentary Assembly (Dewan parlemen)
2. Committee of Ministers (Panitia Para Menteri) yang anggotanya para menteri
luar negeri neggara-negra anggota. Tugas/wewenang majelis eropa melipti
bidang hukum, pendidikan, olahraga, kesehatan, dan lain-lian.
Khusus untuk melindungi hak asasi manusia, majelis eropa telah
membentuk :
1. komisi hak asasi manusia eropa ( European commission of human rights),
2.mahkamah hak asasi mnusia eropa ( European court of human rights)
3. panitia para menteri (committee of minister)
Komisi tersebut merupakan intansi pertama bagi semua pengaduan-
pengaduan dari seluruh anggota baik perseorangan, organisasi swasta,
kelompok anggota masyrakat terhadap pemerintahnya, setelah yang
bersangkutan menadapat keputusan akhir dari pengadialan negra yanga
bersangkutan dalam jangaka waktu 6 bulan maupun antarsesama Negara
anggota(baik terhadap tindakan resmi pemerintah maupun tindakan warga
Negara pemerintah lainnya)
Komisi Negara bersidang untuk menilai pengaduan-pengaduan
tersebut, apakah dapat diterima atau tidak.
Pengaduan tidak dapat diteriam bila:
1. Pemohon tidak jelas atau sudah diputuskan oleh badan-badan
internasional lainya,
2. Belum/tidak memenuhi prosedur yang ditetapkan.
3. Daluwarsa
4. Belum diputuskan oleh badan-badan pengadialan Negara yang
bersangkutan.
Setelah pengaduan sesuai dengan prosedur yang ada dan diterima,
komisi meneruskan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Menetapkan dan mempelajri data-data, mengadakan penelitian bersama
para pihak yang terlibat,
2. Mengusahakan perdamaian (musyawarah) atas dasar penghormatan
trhadap hak asasi manusia.
Pada prinsipnya bila berhasil melalui perdamain, komisi meneruskan
keputusan tersebut kepada para pihak. Pantia para menteri dan skjen
majelis eropa, sebaliaknya bila gagal, pihak mauapun komisi dapat
meneruskan kepada mahkamah, bila dalam wkatu 3 bulan tidak diteruskan
kepada Mahkamah, pnitia para menteri mengambil keputusan sendiri,
Mah kamah setelah menerima pelimpahan perkara, segera
mengadakan siding-sidang sesuai dengan prosedur yang ada dan keputusan-
keputusan mahkanah yang berupa pertimbngan/pendapat tersebut
diteruskan kepada panitia para menteri dengan perhtimbangan-
pertimbangan hukumnya (aspek yuridis). Disampig dengan pemungutan
suara (aspek politik)
Dasar hukum keputusan ada tidaknya pelanggaran terhadap hak asasi
manusia yaitu :
1. Konvensi (utama)
2. Keputusan –keputusan yang telah ada ( case law) baik regional/
internasiaonal.
3. Praktik yang berjalan (kebiasaan internasional yang menyangkut hak asasi
manusia).
4. Ajaran-ajaran ilmu hukum.1[1]
Dalam pengalaman inggris makna carta (1251 ) sering keliru di
anggap sebagai cikal bakal kebebasan warga Negara inggris, piagam ini
sesunguhnya hanyalah kompromi pembagian kekuasaan antara raja john
dan para bangsawannya, dan baru belakangan kata kata dalam piagam ini
memperoleh makna yang lebih luas seperti sekarang ini –sebenarnya baru
dalam Billofright (1968) muncul ketentuan ketentuan untuk melindungi hak
ahak atau kebebasan individu. Tetapi perkembangan ini pun harus dilihan
dalam konteksnya. Bill of right, yang di beri nama panjang. An act declaring
the right and liberties of the subject and setting the succession of the crown
( akta deklarasi hak dan kebebasan kawula dan tata cara suksesi raja)
merupakan hasil perjuangan parlement melawan pemerintahan raja raja
wangsa stuart yang sewenag wenang pada abad ke-17. Disahkan setelah
raja james II di peksa turun tahta dan William III serta Marry II naik ke
singgasana menyusul revolusi gemilang pada tahun 1688, Bill of right yang
menyatakan dirinya sebagai deklarasi undang undang yang ada dan bukan
merupakan undang undang yang baru , mendudukan monarki di bawa
kekuasaan parlemen, dengan menyatakan bahwa kekuasaan raja untuk
membekukan dan memberlakukan seperti yang di klaim oleh raja adalah
illegal. Undang undang ini juga melarang pemungutan pajak dan

1
pemeliharaan pasukan tetap [ada masa damai oleh raja tanpa persetujuan
parlemen.2[2]
Dalam analisis marxis, revolusi gemilang tahun 1688 dan bill of rights
yang melambangkannya adalah revolusi borjuis: revolusi ini hanya
menegaskan naiknya kelas bangsawan dan pedagang di atas monarki.
Demikianlah sebagian besar undang undang ini merupakan pengaturan
konstitusional yang melindungi kepentingan satu kelompok. Naun para
sejarahwan partai whig menganggap bill of rights sebagai kemenangan
kebebasan atas despotism dansebagai perlindungan bagi kaum laki laki
inggris (kaum wanita tak banyak bersuara dalam hal ini)
terhadappemerintahan absolute dan sewenang wenang.
Kedua pandangan ini ada benarnya, karena bill of rights tidak hanya
menjamin kebebasan bagi kaum borjuis, tapi juga mengatur hal hal tertentu
yang berinci hak asasi manusia meskipun pada saat itu tidak disebut
demikian. Undang undang ini secara khusus menetapkan bahwauang
jaminan yang berlebih lebihan tidak boleh disyaratkan; demikian pula denda
yang berlebih lebihan tidak boleh dikenakan an hukuman yang kejam dan
tidak lazim tidak boleh dijatuhkan.lebih lanjut undang undang ini
menetapkan, bahwa para anggota juri harus dipilih dan dilaporkan dengan
cara yang benar, dan bahwa semua pemberian dan perjanjian mengenai
denda serta tebusan bagi orang orang tertentu sebelum dijatuhi hukuman
adalah illegal dan batal. Sementara ungsur hak sassi dari Bill of rights itu
tampak sedikit dan berat sebelah karena menguntungkan kelas
warganegara tertentu, namun seluruh konteks instrument ini adalah sangat
penting karena ia mencoba menggantikan tindakan yang tidak di duga-duga
dan ekses absolutisme monarki yang sewenag wenang dengan legitimasi
konstitusional oleh parlemen.
Revolusi gemilang juga penting, karena revolusi ini merupakan suatu
preseden yang menunjukan bahwa para penguasa dapat disingkirkan atas
kehendak rakyat jika mereka gagal mematuhi persyaratan legitimasi

2
konstitusional. Dalam pandangan jhon locke, filsuf politik inggris abad ke-18,
yang berusaha menemukan dasar teoritis bagi revolusi revolusi
konstitusional pada abad ke-17 dan 18, pemerintahan yang buruk dan
melanggar kontrak social antara para penguasa dengan orang orang yang
diperintahnya dan demikian mendorong yang terakhir ini untuk
menyingkirkan mereka.
Ideology ideology yang mulai mengubah keadaan di pentas
internasional.
Konsepsi mancini menekankan kepentingan berbagai bangsa; yaitu
kelompok kelompok manusia yang dipersatukan suatu bahasa dan budaya
yang sama, tradisi dan adat kebiasaan yang sama.mancini melihat bahwa
ada beberapa Negara eropa yang memerintah beberapa bangsa, sedangkan,
ada pula bangsa bangsa lain yang terpecah didalam beberapa Negara.
Mancini hanya beberaa bagi bangsa bangsa eropa yang telah saya
kemukakan (rakyat jajahan tidak ada artinya baginya, yang antara lain di
perlihatkan oleh sebua pidato yang di ucapkannya di depan dewan
perwakilan rakyat (champers of deputies) 1885, baginya, bangsa bangsa
yang tidak berkulit putih jelas sekali berada diluar ruang lingkup peradaban. 3
[3]
Sebua pengalaman dari prancis, meskipun revolusi prancis dan
kemerdekaan amerika mempunyai banyak cirri yang sama, dan ada satu
perbedaan yang penting. Kalau koloni koloni yang memberontak di amerika
semata mata berusaha menjadi suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat,
kaum revolusioner prancis bertujuan menghancurkan suatu sistem
pemerintahan yang absolute dan sudah tua serta mendirikan orde baru yang
demokratis. Tentu saja hal ini menimbulkan masalah legitimasi yang sama
seperti yang diajukan oleh revolusi inggris atau abad sebelumnya ketika
inggris memakzulkan raja mereka secara paksa, solusi teoretis terhadap
masalah ini, yang ditemukan oleh orang prancis dengan mengikuti konsep
Amerika mengenai legitimasi rakyat, adalah penentuan nasib sendiri. Dalil

3
sentral konsep ini ;kedaulatan suatu Negara terletak di tangan rakyat.
Karenanya, pemerintah haruslah oleh rakyat untuk rakyat, dan setiap
pemerintah yang tidak tanggap terhadap tuntutan warganegaranya dapat di
ubah dengan pernyataan kehendak rakyat.
Penyelesaian yang terjadi menyusul revolusi prancis juga
mencerminkan teori kontak social serta hak hak kodrati dari locke dan para
filsuf prancis, Montesquieu dan reusseau. Deklarasi dan hak warganegara
(1978) memperlihatkan dengan jelas sekali bahwa pemerintah dalah suatu
hal yang tidak menyenagkan yang diperlukan, dan diinginkan sesedikit
mungkin. Menurut deklarasi itu, kebahagiaan yang sejati haruslah dicari
dalam kebebasan individu yang merupakan produk dari hak hak manusia
yang suci tak dapat dicabut dan kodrati. Jadi, sementara menyatakan
dilindunginya hak hak individu tertentu-hak atas proses pengadilan yang
benar, praduga tak bersalah(presumption of innocence), kebebasan
menganut pendapat dan menganut kepercayaan agama, serta kebebasan
menyampaikan gagasan dan pendapat-deklarasi ini mengantarka hak hak ini
dengan filsafat kebebasan yang jelas. Pasal 2 Deklarasi menyatakan bahwa
sasaran setiap asosiasi politik adalah pelestarian hak hak manusia yang
kodrati dan tidak dapat dicabut. Hak hak ini adalah hak atas kebebasan
(Liberty), Harta (Property), Keamanan (safety), dan perlawanan terhadap
penindasan(Resistance of oppression). Selanjutnya pasal 4 menyatakan:
Kebebasan berarti, dapat melakukan apa saja yang tidak merugikan orang
lain; jadi, pelaksanaan setiap hak hak kodrati manusia tidak dibatasi kecuali
oleh batas batas yang menjamin pelaksanaan hak hak yang sama ini bagi
anggota masyarakat yang lain, batas batas ini hanya dapat ditetapkan oleh
undang undang.4[4]
Sejumlah konsep dan tema yang berulang kali muncul dalam undang
undang hak asasi manusia berasal dari revolusi amerika dan prancis. Yang
paling penting di antaranya adalah bahwa hak hak itu secara kodrati
inheren, universal dan tidak dapat dicabut: hak hak itu dimiliki oleh individu

4
semata mata karena mereka adalah manusia dan bukan karena mereka
adalah kawula hokum suatu Negara. Kedua perlindungan terbaik terhadap
hak hak itu terdapat di dalam kerangka yang demokratis. Konsep penentuan
nasib sendiri yang bersifat politis yang dirumuskan oleh para deklarasi
perancis menegaskan bahwa perlindungan hak yang efektif hanya akan
dijumpai di dalam batas batas legitimasi yang demokratis.
Ketiga, bahwa batas batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan
atau di cabut oleh undang undang. Hal ini dapat dilihat sebagai bagian
konsep rule of law yang mensyaratkan bahwa hak harus dilindungi oleh
undang undang, dan bahwa ketika mencabut atau mengurangi hak hak
individu, pemerintah wajib mematuhi persyaratan hokum yang
konstitusional. Konsep ini juga mengharuskan pemerintah bertindak sesuai
dengan undang undang. Dan undang undang yang dijadikan dasar tindakan
pemerintah itu tidak bersifat menindas, sewenang wenang, atau
diskriminatif.
Tentu saja, kita tidak boleh melupakan bahwa revolusi yang
melahirkan cita cita dan asas asas yang luhur ini juga melahirkan masa
terror dan Guilotine. Bahkan, justru karena alasan inilah burke, hume, Mill,
Bentham, dan Austin-filsuf filsuf politik menolak dan menganggap konsep
hak hak kodrati sebagai sesuatu yang tidak lebih dari fenomena metafisis
yang tidak dapat diuji kebenarannya.
Apa pun juga debat teoretis atau doktriner mengenai dasar dasar
revolusi inggris, Amerika, dan Prancis,yang jelas, masing masing revolusi itu,
dengan caranya sendiri sendiri, telah membantu perkembangan bentuk
bentuk demokrasi liberal dalam mana hak hak tertentu di anggap sebagai
hal terpenting dalam melindungi individu terhadap kecenderungan kedalam
otoriterisme yang melekat pada Negara. Yang penting mengenai hak hak
yang di proteksi itu dalah hak hak ini bersifat individualitas dan
membebaskan (libertarian) ; hak hak ini didominasi dengan kata kata bebas
dari dan bukan berhak atasdala bahasa modern, hak hak ini akan disebut
hak sipil dan politik, karenahak hak ini terutama mengenai hubungan
individu dengan organ organ negara. Begitu besar kekuatan ide ide
revolusioner ini, sehingga hanya sedikit konstitusi tertulis modern yang tidak
menyatakan akan melindungi hak hak individu ini.
Sepanjang abad ke-19 dan ke-20 telah terjadi perkembangan
kemanusiaan pada hokum internasional. Yang paling menonjil di antaranya,
barangkali adalah penghapusan budak, meskipun ekonomi perbudakan pada
akhir abad ke- 18 dan awal abad ke- 19 secara komersial telah menjadi
kurang menarik lagi bagi Negara Negara eropa dibandingkan masa
sebelumnya, penghapusan perbudakan itu juga bermotifkan kepedulian
kemanusiaan. Praktek perbudakan mula mula di kutuk dalam traktat
perjanjian paris (1814) antara inggris dan prancis, namun selang 0 tahun
kemudian, akte umum konferensi berlin yang mengatur kolonisasi eropa di
afrika menyatakan bahwa perdagangan budak dilarang berdasarkan
asas asas hokum internasional. Aksi internasional menantang
perbudakan dan perdagangan budak berlanjung sepanjang abad 20. Liga
bangsa bangsa mengsahkan konvensi untuk melenyapkan perbudakan dan
perdagangan budak pada tahun 1926 dan melarang praktek perbudakan di
daerah daerah bekas koloni jerman dan turki yang berada dibawa sistem
mandate liga pada akhir Perang Dunia I. koloni 1929ini masih tetap
merupakan dokumen internasional utama yang melarang praktek
perbudakan, meskipun konvensi ini telah diamandemenkan dengan suatu
protocol (addendum pada traktat itu) pada tahun 193 dan pada tahun 196
dibubuhi suplemen mengenai devinisi tindakan tindakan yang termasuk
dalam perbudakan di zaman modern.
Taktat Mengenai Kaum Komunitas
Berbagai traktat yang disepakati setelah perang dunia I perlu juga
disebut disini karena banyak diantaranya memuat ketentuan yang
melindungi kaum minoritas, sementara penyelesaian perdamaian pasca
perang berupaya menghormati prinsip penentuan nasip sendiri yang
didasarkan pada konsep kohesi nasional, menjadi jelas bahwa pembentukan
kembali polandia dan penciptaan Negara Negara pengganti kekaisaran
Austria-hongaria yang lama, melahirkan tapal tapal batas Negara yang pasti
akan menciptakan perpecahan adi kalangan kelompok penduduk tertentu
dan memaksa mereka hidup sebagai kaum minoritas etnis, bahasa atau
agama di Negara Negara baru itu, oleh karena itu, sejumlah traktat untuk
menjamin proteksi terhadap hak sipil dan politik kaum minoritas di buat
antara sekutu dan Negara Negara ini, sementara traktat traktat khusus yang
melindungi kaum minoritas dibuat dengan polandia, cekoslowakia. Rumania
dan yunani,ketentuan ketentuan mengenai proteksi bagi kaum minoritas
dimasukkan dalam traktat traktat perdamaian dengan Austria, Hongaria dan
Turki.
Disamping traktat traktat ini, beberapa Negara tertentu; yakni,
Finlandia, albino, Latvia, Lithuania,Estonia, dan irak, membuat deklarasi
yang melindungi kaum minoritas didalam Negara mereka, sebagai syarat
untuk menjadi anggota iga bangsa bangsa, liga bangsa bangsa juga
menjalankan fungsi pengawasan yang berkaitan dengan kewajiban
kewajiban yang menjadi perhatian internasional ini. Sebua prosedur
yang memungkinkan kelompok minoritas yang merasa dilanggar haknya
untuk mengadukan masalahnya kepada dewan liga ini ditetapkan.
Kemudian, dewan dapat mengajukan masalah itu kepada suatu komite ad
hoc mengenai kaum minoritas yang akan mendamaikan dan mencoba
menyelesaikan masalah itu secara bersahabat di antara para pihak itu, jika
permasalahan tidak kunjung tercapai, dewan yang lengkap boleh
menyelesaikan masalah itu sendiri, atau meneruskan ke mahkamah
internasional yang bersifat parlemen untuk diputuskan,
Sisitem eropa
Dari ketiga sistem yang ada dewasa ini, konvensi eropa mengenai hak
asasi manusia dan kebebasan fundamental (1950) adalah sistem yang paling
maju dan dala hal daya tahan serta jumlah yurisprodensinya. Diciptakan oleh
dewan eropa (sebua lembaga internasional yang dirancang untuk
memperlancar kerjasama eropa, jangan dikacaukan dengan masyarakat
eropa) konvensi eropa dirumuskan untuk mencapai tiga tujuan.
Pertama ; memperkuat demokrasi dan komitmen Negara Negara
anggota pada rule of law; kedua; memberikan peringatan tanda bahaya
akan munculnya totaliterismeyang baru, ketiga ; bertindak sebagai
benteng dalam menghadapi ancaman kepungan komunisme.
Fungsi fungsi ini telah dijalankan oleh konvensi ini dengan cukup baik,
namun pengalaman kudeta di yunani dan buntutnya pada tahun 1967
memperlihatkan keterbatasan evektifitas konvensi. Disini sebua kudeta
militer oleh junta yang terdiri dari colonel colonel angkatan darat telah
menelurkan sebua pemerintahan militer dan engingkaran besar besaran
teerhadap hak asasi manusia.
Khususnya lawan lawan politik junta ini dipenjara secara sewenang
wenang dan disiksa. Meskipun yunani mengutuk konvensiitu itu dan menarik
diri dari dewan eropa, berdasarkan konvensi Negara itu tetap harus
bertanggung jawab atas tindakannya. Keadaan ini menimbulkan kesulitan
dan rasa malu pada yunani dalam pelaksanaaan hubungan internasionalnya,
namun keadaan ini tidak banyak menolong orang orang yang hak haknya
telah dilanggar. Sekalipun begitu, dalam dasawarsa 1970 negara Negara
yunani, spanyol dan Portugal yang batru didemokratiskan, telah meratifikasi
konvensi eropa sebagai sarana untuk memperkuat proses demokratis dalam
negeri mereka.
Tetapi, prestasi utama konvensi eropa adalah menyediakan suatu
mekanisme yang memungkinkan individu-individu yang merasa haknya
dilanggar oleh Negara untuk mengajukan petites kepada komisi eropa guna
memperoleh ganti rugi. Seperti terlihat kemudian, fungsi utama komisi
adalah mendapatkan penyelesaian yang baik antara individu dengan
negaranya. Tetapi jika hal ini tidak kunjkung tercapai, masalah itu dapat
diteruskan ke mahkamah hak asasi manusia eropa, dan putusan serta ganti
rugi yang ditetapkan akan mengikat Negara itu. Lewat mekanisme ini, cukup
banyak individu memperolah ganti rugi atas pelanggaran, yang besar
maupun yang relative kecil, terhafdap hak mereka.
Konvensi eropa dan kesepuluh protokolnya terutama mengenai
proteksi terhadaphak sipil dan politik, meskipun protocol 1 dimaksudkan
untuk memproteksi hak milik pribadi, proteksi terhadap hak milik ekonomi
dan social di eropa ingin dicapai melalui prosedur prosedur yang telah
ditetapkan oleh piagam social di Eropa (europeam social Charter,1961).
Instrument ini, yang juga diadopsi oleh dewan eropa, dimaksudka sebagai
pelengkap konvensi eropa. Seperti ICESCR, piagam ini disusun sedemikian
rupa sehingga menjelaskan bahwa realisasi hak hak ekonomi dan social itu
harus dicapai secara progresif. Berdasarkan program social ini, pengawasan
akan dijalankan dengan mengandalkan suatu sistem laporan Negara
(country report) yang disampaikan oleh sebua komite pakar independen
kepada dewan eropa. Walau beralasan untuk menduga bahwa dalam
pelaksanaan hak ekonomi, social, dan budaya yang lengkap, eropa akan
jauh lebih dinamis ketimbang kawasan kawasan lain, namun kenyataannya
tidak demikian. Piagam itu ternyata mengecewakan.
PERKEMBANGAN HAM DI EROPA
1.      Sebelum deklarasi universal ham 1948
Para ahli ham menyatakan bahwa sejarah perkembangan ham bermula dari kawasan
eropa. Sebagian menyatakan jauh sebelum peradaban eopa muncul, ham telah popular dimasa
kejayaan islam seperti akan diuraikan dalam bagian lain bab ini. Wacana awal ham di eropa
dimulai dengan lahirnya magna charta yang membatasi kekuasaan absolute para penguasa atau
raja – raja. Kekuatan absolute raja, seperti menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan
peraturan yang mereka buat, menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggung
jawabkan, secara hukum. Sejak lahirnya magna charta pada tahun 1215, raja yang melanggar
aturan kekuasaan harus diadili dan dipertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya
dihadapan parlement.
Lahirnya magna charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional.
Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada pasal 21 magna charta yang menyatakan
bahwa “ para pangeran dan baron dihukum atau didenda berdasarkan atas kesamaan, dan sesuai
dengan pelanggaran yang dilakukannya”. Sedangkan pada pasal 40 ditegaskan bahwa “ tak
seorangpun menghendaki kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau pengadilan”.
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir UU hak asasi manusia ( HAM ) DI
Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia dimuka
hukum pandangan ini mendorong timbulnya wacana Negara hukum dan Negara demokrasi pada
kurun waktu selanjutnya. Menurut Bill Of Rights, asas persamaan manusia dihadapan hukum
harus diwujudkan betapapun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa ada persamaan maka
hak dan kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkan kebebasan yang bersendikan
persamaan hak warga Negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah dana teori social yang identik
dengan perkembangan dan karekter masyarakat eropa, dan selanjutnya amerika: kontrak social
( J.J. Rousseau ), trias political ( Montesquieu ), teori hukum kodrati ( John Locke ), dan hak –
hak persamaan dan kebebasan ( Thomas Jefferson ).
Teori kontrak social adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa
( raja ) dan rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan – ketentuan yang mengikat kedua
belah pihak. Trias politica adalah teori tentang system politik yang membagi kekuasaan
pemerintahan Negara dalam 3 komponen : pemerintah ( eksekutif ), parlement ( legislative ), dan
kekuasaan peradilan ( yudikatif ).
Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa dalam masyarakat manusia
dan hak – hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh Negara yang tidak diserahkan
kepada Negara. Menurut teori ini, hak dasar ini bahkan harus dilindungi oleh Negara dan
menjadi batasan bagi kekausaan Negara yang mutlak. Hak – hak tersebut terdiri dari hak atas
kehidupan, hak atas kemerdekaan, dan hak atas miliki pribadi.
Hak – hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua
manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia dianugerahi beberapa hak yang tidak terpisah –
pisah, diantaranya hak kebebasan dan tuntutan kesenangan. Teori ini banyak dipengaruhi oleh
Locke sekaligus menandai perkembangan HAM kemudian.
Pada 1789, lahirnya deklarasi perancis. Deklarasi ini memuat aturan – aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum, seperti larangan penangkapan dan penahanan
seseorang secara sewenang – wenang tanpa alas an yang sah atau penahanan tanpa surat perintah
yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. Prinsip presumption of innocent adalah
bahwa orang – orang yang ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan
yang berkuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Prinsip ini kemudian dipertegas oleh
prinsip – prinsip HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama,
perlindungan hak milik dan hak – hak dasar lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana 4 hak kebebasan
manusia ( the four freedoms ) di amerika serikat pada 6 januari 1941 yang diproklamirkan oleh
presiden Theodore roosevlt. Keempat hak itu adalah : hak kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat ; hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran yang dipeluknya;
hak bebas dari kemiskinan dan hak bebas dari rasa takut.
3 tahun kemudian, dalam konverensi buruh internasional di Philadelphia, amerika serikat,
dihasilkan oleh sebuah deklarasi HAM. Deklarasi Philadelphia 1944 ini memuat pentingnya
menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan social dan perlindungan seluruh manusia
apapun ras, kepercayaan, dan jenis kelaminnya, hak – hak yang dijadikan dasar perumusan
deklarasi universal HAM ( DUHAM ) yang dilakukan oleh PBB dalam universal declaration of
human rights ( UDHR ) pada tahun 1948.
Menurut DUHAM, terdapat 5 jenis hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap individu :
hak personal ( hak jaminan kebutuhan pribadi ;hak legal ( hak jaminan perlindungan hukum );
hak sipil dan politik ;hak subsistensi ( hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang
kehidupan ); dan hak ekonomi, social dan budaya.
Menurut pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil, dan politik meliputi :
1.         Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi.
2.         Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan.
3.         Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam.
4.         Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi.
5.         Hak untuk pengampunan hukum secara efektif
6.        Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang – wenang.
7.         Hak untuk peradilan yang independent dan tidak memihak.
8.         Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah.
9.        Hak bebas dari campur tangan yang sewenang – wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga,
tempat tinggal, maupun surat – surat.
10.     Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik
11.     Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu
12.     Hak bergerak
13.     Hak memperoleh suaka
14.     Hak atas kebangsaan
15.     Hak untuk menikah dan membentuk keluarga
16.     Hak untuk mempunyai hak milik
17.     Hak bebas berfikir, berkesadaran, beragama.
18.     Hak bebas berfikir dan menyatakan pendapat
19.     Hak untuk menghimpun dan berserikat
20.    Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap
pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi, social dan budaya meliputi :
1.         Hak atas jaminan social
2.         Hak untuk bekerja
3.         Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama
4.         Hak untuk bergabung kedalam serikat – serikat buruh
5.         Hak atas istirahat dan waktu senggang
6.         Hak atas standar hidup yang pantasd dibidang kesehatan dan kesejahteraan
7.         Hak atas pendidikan
8.        Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.5[5]

http://penikriyanti01.blogspot.com/2013/12/sejarah-ham-didunia-eropa.html

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan HAM di Eropa


1. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Para ahli HAM menyatakan bahwa sejarah perkembangan HAM bermula dari
kawasan Eropa. Sebagian mengatakan jauh sebelum peradaban eropa muncul, HAM telah
populer dimasa kejayaan islam. Wacana awal HAM di Eropa dimulai dengan lahirnya magna

5
charta yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan absolut
raja, seperti menciptakan hukum tetapi tidak terikat dengan peraturan yang mereka buat,
menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggung jawabkan secara hukum. Sejak
lahirnya magna charta pada tahun 1215, raja yang melanggar aturan kekuasaan harus diadili
dan mempertanggung jawabkan kebijakan pemerintahannya di hadapan parlemen. Sekalipun
kekuasaan para raja masih sangat dominan dalam hal pembuatan undang-undang, magna
charta telah menyulut ide tentang keterikakatan penguasa kepada hukum dan pertanggung
jawaban kekuasaan mereka kepada rakyat.
Lahirnya magna charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional
keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada pasal 21 magna charta yang
menyatakan bahwa “...para pangeran dan baron dihukum atau didenda berdasarkan atas
kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.” Sedangkan pada pasal 40
ditegaskan bahwa “...tak seorangpun menghendaki kita mengingkari atau menunda hak atau
keadilan.”
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir undang-undang hak asasi manusia
(HAM) di Ingris. Pada masa itu pula muncul istilah equality befor the law, kesetaraan
manusia dimuka hukum. Pandangan ini mendorang timbulnya wacana negara hukum dan
negara demikrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut bill of Rights, asas persamaan
manusia dihadapan hukum harus diwujudkan betapapun berat rintangan yang dihadapi, karna
tanpa hak persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujukan
kebebasan yang bersendikan persamaan hak warga negara tersebut, lahirlah sejumlah istilah
dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat eropa, dan
selanjutnya Amerika: kontrak sosial (J.J.Rousseau), trias politica (montesquieu), teori hukum
kodrati (John Locke), dan hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas jefferson).
Teori kontak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa
dan rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah
pihak. Menurut kontrak sosial, penguasa diberi kekuasaan oleh rakyat untuk
menyelenggarakan ketertiban dan menciptakan keamanan agar hak alamiyah manusia
terjamin dan terlaksana secara aman. Pada saat yang sama, rakyat akan menaati penguasa
mereka sepanjang hak-hak alamiyah mereka terjamin.
Trias politica adalah teori tentang sistem politik yang membagi kekuasaan
pemerintahaan negara dalam tiga komponen: pemerintah (eksekutif), parlemen (legislatif),
dan kekuasaan peradilan (yudikatif).
Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat
manusia ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negar dan tidak
diserahkan kepada negara. Menurut teori ini, hak dasar ini bahkan harus dilindungi oleh
negara dan menjadi batasan bagi kekuasaan negara yang mutlak. Hak-hak tersebut terdiri atas
hak atas kehidupan, hak atas kemerdekaan, dan hak atas milik pribadi.
Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa
semua manusia dilahirkan sama dan merdeka. Manusia dianugerahi beberapa hak yang tidak
terpisah-pisah, diantaranya hak kebebasan dan tuntutan kesenangan. Teori ini dipengaruhi
oleh Locke sekaligus menandai perkembangan HAM kemudian.
Pada 1789, lahir deklarasi prancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum, seperti larangan penangkapan dan
penahanan seseorang secara sewanang-wenang tanpa alasan yang sah atau penahanan tanpa
surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. Prinsip presumption
of inosentadalah bahwa orang-orang yang ditangkap dianggap tidak bersalah sampai ada
keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Prinsip
ini kemudian dipertegas oleh prinsip-prinsip HAM lain, seperti kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan beragama, perlindungan hak milik, dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak
kebebasan manusia di Amerika Serikat pada 6 januari 1941, yang diproklamirkan oleh
presiden Theodore Roosevelt. Keempak hak itu adalah hak kebebasan berbicara dan
menyatakan pendapat, hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai dengan ajaran
agama yang dipeluknya, han bebas dari kemiskinan, dan hak bebas dari rasa takut.
Tiga tahun kemudian, dalam konverensi buruh internasional di philadelphia,
Amerika serikat, dihasilkan sebuah deklarasi HAM. Deklarasi Philadelphia 1944 ini memuat
pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan
seluruh manusia apapun ras, kepercayaan, dan jenis kelaminya. Deklarasi ini juga memuat
prinsip HAM yang menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan
material dan spiritual secara bebas dan bermartabat serta jaminan keamanan ekonomi dan
kesempatan yang sama. Hak-hak tersebut kemudian dijadikan dasar perumusan deklarasi
universal HAM yang dikukuhkan oleh PBB dalam universal deklaraton of human Rights
pada tahun 1948.
Menurut deklarasi universal HAM, terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki oleh
setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi), hak legal (hak jaminan
perlindungan hukum), hak sipil dan politik, hak subsistensi (hak jaminan adanya sumberdaya
untuk menunjang kehidupan) dan hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Menurut pasal 3 sampai 21 deklarasi universal HAM, hak personal, hak legal, hak
sipil, dan politik meliputi :
a. Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;
b. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
c. Hak bebas dari penyksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berperi
kemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
d. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;
e. Hak untuk pengampunan hukum secara evektif ;
f. Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-wenang;
g. Hak untuk peradilan yang independen yan tidak memihak;
h. Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
i. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal, maupun surat-surat;
j. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
k. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;
l. Hak bergerak;
m. Hak memperoleh suaka;
n. Hak atas satu kebangsaan;
o. Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
p. Hak untuk mempunyai hak milik;
q. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;
r. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;
s. Hak untuk berhimpun dan berserikat; dan
t. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama
terhadap pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:
a. Hak atas jaminan sosial;
b. Hak untuk bekerja;
c. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
d. Hak untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh;
e. Hak atas istirahat dan waktu senggang;
f. Hak atas standar hidup yang pantas dibidang kesehatan dan kesejahteraan;
g. Hak atas pendidikan; dan
h. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
2. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis besar, perkembangan pemikiran tentang HAM pasca perang dunia II
dibagi menjadi empat (4) kurun generasi.
Generasi pertama. Menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada
bidang hukum dan politik. Dampak perang duni II sangat mewarnai pemikiran generasi ini,
dimana totaliterisme dan munculnya keinginan negara-negara yang baru merdeka untuk
menciptakan tertib hukum yang baru sangat kuat. Seperangkat hukum yang disepakati sangat
sarat dengan hak-hak yuridis, seperti hak untuk hidup, hak untuk tidak menjadi budak, hak
untuk tidak disiksa dan ditahan, hak kesamaan dan keadilan dalam proses hukum, hak
praduga tidak bersalah, dan sebagainya. Selain dari hak-hak tersebut, hak nasionalitas, hak
kepemilikan, hak pemikiran, hak beragamahak pendidikan, hak pekerjaan dan kehidupan
budaya juga mewarnai pemikiran HAM generasi pertama ini.
Generasi kedua. Pada era ini pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis
seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan hak-hak sosial,
ekonomi, politik, dan budaya. Pada generasi kedua ini, lahir duan konvensi HAM
internasional dibidang ekonomi, sosial, dan budaya, serta konvensi bidang sipil dan hak-hak
politik sipil (international covenant on economic, social, and cultural rights dan international
covenant on civil and political rights). Kedua konvensi tersebut disepakati dalam sidang
umum PBB 1966.
Generasi ketiga. Generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak
ekonomi, sosial, budaya, politik, dan hukum dalam satu bagian integral yang dikenal dengan
istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the rights of development), sebagaimana
dinyatakan oleh Komisi Keadilan Internasional (international comission of justice). Pada era
generasi ketiga ini peranan negara tampak begitu dominan.
Generasi keempat. Di era ini ditandai oleh lahirnya pemikiran kritis HAM.
Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh negara-negara dikawasan Asia yang pada
tahun 1983 melahirkan deklarasi HAM yang dikenal dengan Declaration Of the Basic Duties
of Asia People and Goverment. Lebih maju dari generasi sebelumnya, deklarasi ini tidak saja
mencakup tuntutan struktural tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan sosial yang lebih
berkeadilan. Tidak hanya masalah hak asasi, Deklarasi HAM Asia ini juga berbicara tentang
masalah kewajiban asasi yang harus dilakukan oleh setiap negara. Secara positif deklarasi ini
mengukuhkan keharusan imperatif setap negara untuk memenuhi hak asasi rakyatnya. Dalam
kerangka ini, pelaksanaan dan penghormatan atas hak asasi manusia bukan saja urusan
orang-perorangan, tetapi juga merupakan tugas dan tanggung jawab negara. (Ubaedillah. A
dkk,2008)

Anda mungkin juga menyukai