Disusun oleh :
Khaerunisa 1173050057
2019
KATA PENGANTAR
1. Bapak Dr. H. Uu Nurul Huda, S.Ag., S.H., M.H. serta Bapak Dani Arizaya
Mustofa, S.H., M.H selaku dosen mata kuliah Ilmu Perundang-Undangan.
2. Orang tua kami yang selalu mendukung kami baik dari segi moral maupun
materil.
3. Seluruh pihak yang tidak bisa kami rincikan satu per satu yang sudah
membantu dalam merampungkan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca.
i
ii
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3
A. Perkembangan Ketatanegaraan Indonesia................................................................3
B. Lembaga negara dan Lemabaga Pemerintahan Menurut Peraturan Perundang-
Undangan...............................................................................................................11
BAB III PENUTUP....................................................................................................25
Simpulan......................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
1
Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1954, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6.
1
2
Maka untuk lebih jelasnya lagi untuk memahami hal tersebut akan kami
tuangkan dalam makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah literatur serta pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Perkembangan Ketatanegaraan di Indonesia?
b. Bagaimana Lembaga Negara dan Lemabaga Pemerintahan Menurut
Peraturan Perundang-Undangan?
C. Tujuan Masalah
a. Untuk Mengetahui Perkembagaan Ketatanegaraan Di Indonesia.
b. Untuk Mengetahui Lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan Menurut
Peraturan Perundang-Undangan.
2
Sri Soemantri, 2014, Hukum Tata Negara Indonesia, Pemikiran dan Pandangan, Remaja
Rosdakarya, Bandung, hlm. 280.
3
Ibid., hlm 163.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
4
Moh Kusnardi dan Harmainly Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tatanegara Indonesia, PD. Budi
Chaniago, Jakarta Selatan, hlm.87
5
Ibid., hlm. 88
6
Ibid., hlm. 88
5
Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia yaitu dari UUD 1945
menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS), maka
berubah pula bentuk Negara Kesatuan menjadi negara Serikat (federal), yaitu
negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri-sendiri
kemudian mengadakan ikatan kerja sama secara efektif, atau dengan kata lain
negara serikat adalah negara yang tersusun jamak terdiri dari negara-negara
bagian.8
7
Triwulan Tutik, Titik. 2006. pokok-pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka, hlm. 69
6
Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan karena
isi konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat, juga bukan merupakan kehendak
politik rakyat Indonesia melainkan rekayasa dari pihak Balanda maupun PBB,
sehingga menimbulkan tuntutan untuk kembali ke NKRI. Satu persatu negara
bagian menggabungkan diri menjadi negara Republik Indonesia, kemudian
disepakati untuk kembali ke NKRI dengan menggunakan UUD sementara 1950.
Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni negara
yang bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara sebagaimana halnya
bentuk negara serikat. Ketentuan Negara Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat
(1) UUDS 1950 yang menyatakan Republik Indonesia merdeka dan berdaulat
ialah negara hukum yang demokrasi dan berbentuk kesatuan. Pelaksanaan
konstitusi ini merupakan penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi 17
Agustua 1945, serta didalamnya juga menjalankan otonomi atau pembagian
kewenangan kepada daerah-daerah di seluruh Indonesia.10
8
Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2
No.3, hlm. 122
9
Ibid., hlm.122
10
Ibid., hlm.122
7
Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar dekrit
Prsiden tanggal 5 Juli tahun 1959. Berdasarkan ketentuan ketatanegaraan dekrit
presiden diperbolehkan karena negara dalam keadaan bahaya oleh karena itu
Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang perlu mengambil tindakan untuk
menyelamatkan bangsa dan negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2
12
No.3, hlm.123
8
Keberadaan partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga demokrasi
terkesan mandul, tidak ada kebebasan bagi rakyat yang ingin menyampaikan
kehendaknya, walaupun pilar kekuasaan negara seperti ekskutif, legislatif dan
yudikatif sudah ada tapi perannya tidak sepenuhnya, kemauan politik
menghendaki kekuatan negara berada ditangan satu orang yaitu Presiden,
sehingga menimbulkan demontrasi besar pada tahun 1998 dengan tuntutan
reformasi, yang berujung pada pergantian kepemimpinan nasional.14
13
Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2
No.3, hlm. 123
14
Ibid
9
15
Ibid
16
ibid
17
ibid
10
dengan adanya perubahan pertama ditahun 1999, mitos tentang kesaktian dan
kesakralan konstitusi itu menjadi runtuh ( Muh, Mahfud MD, 2003 : 176).18
Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami
perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga ekskutif
(pemerintah), lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga
Yudikatif (MA, MK dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga
negara tersebut mempunyai peranan yang lebih jelas dibandingkan masa
sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi hanya dua periode saja, yang dipilih
secara langsung oleh rakyat.19
Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945
setelah perubahan, sehingga pembangunan disegala bidang dapat dilaksanakan
secara merata di daerah-daerah. Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara
demokratis, kemudian diatur lebih lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala
daerah secara langsung, sehingga rakyat dapat menentukan secara demokrtis akan
pilihan pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat.20
Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dijamin lebih baik dan diurai
lebih rinci lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin.
Keberadaan partai politik tidak dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada
kebebasan untuk mendirikan partai politik dengan berasaskan sesuai dengan
kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta
dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan adil.
18
MD, Muh, Mahfud. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Tentang Interaksi
politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta: Rineka Cipta. hlm.176
19
Agus Santoso, 2013, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan, Yustisia Vol.2
No.3, hlm. 124
20
Ibid
11
21
Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1954, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6.
22
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 42
12
23
Asri Agustiwi, 2014, Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar
1945 Di Indonesia, Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8 no. 1,
hlm. 4
24
Ibid., hlm. 5
13
25
Ibid., hlm.5
26
Arifin, Firmansyah dkk, Lemabga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara,
cet. 1, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005, Hal. iii,vi.
27
Ibid
28
Ibid., hlm.32
14
3. Lembaga-lembaga Negara
29
Ibid., hlm.36
30
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 49
15
34
Ibid., hlm.50
35
Ibid., hlm. 51
17
melalui pemilu berbasis partai, DPD merupakan wakil dari daerah-daerah yang
dipilih secara langsung dalam pemilu oleh rakyat didaerah yang bersangkutan.
Berati secara total, keanggotaan 550 anggota DPR dan 132 anggota DPD. Kedua,
implikasi pada kewenang. Filosofi kewenangan MPR, sebagimana tercermin
dalam perubahan Pasal 1 ayat 2, yaitu “kedaulatan ditanan rakyat dan dijalankan
menurut Undang-undang Dasar”. Artinya, kewenangan MPR bukan lagi sebagai
pelaksaan rakyat sepenuhnya karena kedaulatan rakyat dilaksanakan-menurut
UUD 1945- melalui lembaga-lembaga Negara.36
Namun, sekarang setelah perubahan UUD 1945, tidak dikenal lagi adanya
lembaga tertinggi negara. Sesuai doktrin pemisahan kekuasaan (separation of
power) berdasarkan prinsip checks and balances antara cabang-cabang kekua-
saan negara, MPR mempunyai kedudukan yang sederajat saja dengan lembaga-
lembaga (tinggi) negara lainnya. Malahan, jika dikaitkan dengan teori
mengenai struktur parlemen di dunia, yang dikenal hanya dua pilihan, yaitu
struktur parlemen satu kamar (unikameral) atau struktur.38
36
Asri Agustiwi, 2014, Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar
1945 Di Indonesia, Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8 no. 1,
hlm. 6
37
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 144
38
Ibid.
18
Berdasarkan ketentuan Pasal 3 juncto Pasal 8 ayat (2) dan (3), MPR
mempunyai kewenangan untuk (1) mengubah dan menetapkan undang-undang
dasar; (2) memberhenti- kan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa
jabatan- nya menurut undang-undang dasar; (3) memilih Presiden dan/atau Wakil
Presiden untuk mengisi kekosongan dalam jabatan Presiden dan/atau Wakil
Presiden menurut undang- undang dasar; dan (4) mengadakan sidang MPR
untuk pelantikan atau pengucapan sumpah/janji jabatan Presiden dan/atau Wakil
Presiden.39
Perubahan ketiga UUD 1945 telah menetapkan DPR dalam posisi sebagai
lembaga negara lebih spesifik selain juga memiliki beberapa kewenangan. Dalam
hal keanggotaan, anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum dengan susunan
yang diatur melalui UU. Hal tersebut menunjukan keanggotaan DPR mutlak
melalui pemilihan dan tidak ada lagi yang melalui pengangkatan. Selain itu, DPR
harus bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.40
DPR juga memiliki fungsi sebagai pengawas dengan hak yang dimilik yaitu hak
interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.
39
Ibid., hlm.146
40
Arifin, Firmansyah dkk, Lemabga Negara dan Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara,
cet. 1, Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005, hlm.74
41
Ibid.
19
Pasal 22D dan 23F UUD RI mengatur wewenang DPD : yaitu pertama,
DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang (RUU) yang
kaitanya dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan pengabungan daerah, pengolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainya, serta ikut membahasnya. Kedua, DPD memberi
pertimbangan kepada DPR atas RUU Anggaran Pendapan dan Belanja Negara,
dan RUU yang kaitanya dengan Pajak, Pendidikan, dan Agama. Ketiga, DPD
memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan
Pemeriksa Keungan. Keempat, DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksaan
UU menenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan daya
ekonomi lainya, pelaksaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak,
pendidikan, dan agama.43
mekanisme pemilu. Pemilihan secara langsung presiden dan wakil presiden akan
memperkuat legitimasi seorang presiden sehingga presiden diharapkan tidak
mudah dihentikan ditengah jalan tanpa dasar memadai, yang bias mempengaruhi
stabilitas politik dan pemerintahan secara actual.44
e. Makamah Agung
Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, ditentukan bahwa “Mahkamah
Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undangundang terhadap undangundang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh undangundang.” Dengan perkataan lain,
oleh UUD 1945, Mahkamah Agung secara tegas hanya diamanati dengan dua
kewenangan konstitusional, yaitu (i) mengadili pada tingkat kasasi, dan (ii)
menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang. Sedang- kan kewenangan lainnya merupakan kewenangan
tambahan yang secara konstitusional didelegasikan kepada pembentuk undang-
undang untuk menentukannya sendiri. Artinya, kewenangan tambahan ini tidak
termasuk kewenangan kon- stitusional yang diberikan oleh UUD, melainkan
diadakan atau ditiadakan hanya oleh undang-undang.46
f. Mahkamah Konstitusi
44
Ibid.,hlm.77
45
Ibid.,hlm.79
46
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, jakarta, hlm. 157
21
Uang adalah alat tukar yang bernilai ekonomi dan juga politik. Uang dapat
menjadi sumber kekuatan dan ke- kuasaan yang riil. Kekuasaan adalah uang, dan
uang berarti kekuasaan (Power is money, and money means power). Karena itu,
jika tidak diimbangi oleh keyakinan akan nilai- nilai moral, etika, dan agama, di
samping dapat membawa kebaikan, uang juga dapat menjerumuskan orang ke
lembah yang nista. Uang dapat membuat orang mengagungkan uang di atas
segalanya sehingga yang berlaku bukanlah Ketu- hanan Yang Maha Kuasa,
melainkan Keuangan Yang Maha Kuasa. Karena uang dapat menyebabkan orang
tunduk dan hanya mengabdi kepadanya.
Oleh sebab itu, setiap pengelolaan keuangan haruslah dilakukan sesuai
aturan yang benar, dan untuk menjamin hal tersebut diperlukan mekanisme
pemeriksaan yang dise- but financial audit. Dalam rangka pengelolaan keuangan
negara, pemeriksaan semacam itu memerlukan lembaga negara yang tersendiri,
yang dalam bekerja bersifat otonom atau independen. Independensinya tersebut
sangat pent- ing, karena dalam menjalankan tugasnya, pejabat pemer- iksa tidak
boleh diintervensi oleh kepentingan pihak yang diperiksa atau pihak lain yang
mempunyai kepentingan langsung ataupun tidak langsung, sehingga
mempengaruhi obyektifitas pemeriksaan.49
Badan Pemeriksa Keuangan itu mempunyai kedudukan tidak di atas
pemerintah, tetapi juga tidak berada di bawah pengaruh pemerintah, melainkan di
luar pemerintah dan bersifat otonom atau independen. Sebagai badan pemeriksa,
lembaga ini dapat dilihat sebagai instrumen kekuasaan raky- at dalam
menentukan sendiri nasibnya melalui penentuan dan persetujuan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang diberikan oleh DPR sebagai lembaga
perwakilan rakyat untuk dijadikan acuan atau rujukan bagi pemerintah untuk
bekerja dalam melayani kebutuhan rakyat. Karena itu, hasil pemeriksaan
keuangan tersebut harus diberitahukan kepada DPR untuk ditindaklanjuti
sebagaimana mestinya dalam rangka fungsi pengawasan terhadap kinerja
pemerintah dan pemerintahan.50
49
Ibid., hlm.160
50
Ibid., hlm.163
23
h. Komisi Kejaksaan
i. Dewan Pres
j. Dewan Pendidikan
j. Lembaga Nondepartemen
BAB III
PENUTUP
Simpulan
25
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Radjab, Dasril, Hukum Tata Negara Indonesia Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Jurnal:
Asri Agustiwi, Keberadaan Lembaga Negara Pasca Amandemen Undang-
Undang Dasar 1945 Di Indonesia, Journal : RECHSTAAT Ilmu Hukum Fakultas
Hukum UNSA, Vol. 8 no. 1, 2014.
Agus Santoso, Perkembangan Kontitusi Indonesia, Jurnal Ketatanegaraan,
Yustisia Vol.2 No.3. 2013
26
27