DISUSUN OLEH :
Eko Nugroho
NPM : 5113500159
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2016
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ..............................................................................................
...............................
KATA
PENGANTAR .....................................................................................
ii
....................................
DAFTAR
ISI ....................................................................................................
.....................................
BAB
iii
PENDAHULUAN ................................................................................
...................................
Latar Belakang
A. Masalah .....................................................................................
B
.
..................
Rumusan
Masalah .....................................................................................
.............................
BAB II
PEMBAHASAN ..................................................................................
...................................
Sanksi Pidana Sebagai Perampas Kemerdekaan
A.
Manusia ....................................
B Pidana Kerja Sosial Sebagai Suatu
.
C
Gagasan ................................................................
Pidana Kerja Sosial Dilihat dari Kebijakan
.
Kriminal .............................................
BAB III
13
14
PENUTUP .........................................................................................
19
....................................
A. Kesimpulan ................................................................................
19
................................................
Saran .........................................................................................
.
....................................................
DAFTAR
PUSTAKA ..........................................................................................
20
21
................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum hadir dan dibuat sebagai salah satu jalan yang
diharapkan dapat memberi penyelesaian yang tepat dan seadil-adilnya
dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif dari
segala bentuk tindak pidana yang dirasa merugikan, melanggar, dan
merampas hak asasi manusia yang lain. Hukum adalah suatu tatanan
norma yang mengatur pergaulan manusia dalam bermasyarakat.
Perkembangan hukum tidaklah terlepas dari perkembangan pola pikir
manusia yang menciptakan hukum tersebut untuk mengatur dirinya
sendiri. Hukum ada pada setiap masyarakat di manapun di muka bumi.
Primitif dan modernnya suatu masyarakat pasti mempunyai hukum.
Oleh karena itu, keberadaan (eksistensi) hukum sifatnya universal.
Hukum tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, keduanya mempunyai
hubungan timbal balik.
Pidana mati bukanlah suatu masalah baru pada sejarah panjang
proses penegakan hukum (law enforcement), melainkan sudah banyak
dipertentangkan sejak berabad-abad yang lalu. Penerapan pidana mati
dalam proses penegakan hukum banyak yang bersikap pro maupun
kontra, dari kalangan yang pro terhadap sistem ini beralasan bahwa
pidana mati adalah tindakan pembalasan terhadap akibat perbuatan
yang dilakukan oleh pelaku dan ini sudah diatur dalam undang-undang,
dan mereka berdalih bahwa pidana mati telah sesuai dengan ajaran
agama, dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Dilain pihak, bagi mereka yang kontra, umumnya dari kalangan
pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan bahwa setiap orang
berhak atas kelangsungan atas kehidupannya, hal ini sebagaimana juga
diatur dalam Pasal 28 A UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya,
namun
pada
hakikatnya
konstitusi
tidak
pernah
meletakkan hukuman mati di dalam HAM itu sendiri, artinya hak untuk
hidup itu merupakan bagi masyarakat Indonesia secara umum.
perlindungan
terhadap
hak
asasi
manusia
serta
dengan
hukum
pidana
yang
menjadi
trend
atau
hak
asasi
manusia
intemasional
terutama
serta
kongres
intemasional
mengenai
hukum
pidana,
terutama
Upaya
pidana
untuk
perampasan
mencari
alternatif
kemerdekaan
pidana
jangka
perampasan
Indonesia
sekarang
ini
sedang
berlangsung
proses
bagian
pidana
perlindungan
dari
pada
kebijakan kriminal,
hakikatnya
masyarakat
bagian
pembaharuan
dari
(khususnya
upaya
upaya
penanggulangan kejahatan).
3. Sebagai
bagian
dari
kebijakan
penegakan
hukum,
adanya
ketidakpuasan
masyarakat
terhadap
pidana
individu
yang
dikenai
pidana,
maupun
terhadap
ke-efektifan
sanksi
pidana
yang
dijatuhkan
BAB II
PEMBAHASAN
ia
merasakan
akibat
perbuatannya.
Selain
ditujukan
pada
Ross,
untuk
dapat
dikategorikan
sebagai
sanksi
pidana
yang
bersangkutan.
Kedua,
pidana
itu
merupakan
suatu
sanksi
dalam
hukum
pidana,
tidaklah
semata-mata
menitikberatkan
terhadap
kepentingan
masyarakat
tetapi
juga
kali
penjara,
konferensi
international
yaitu International
mengenai
Conference
penghapusan
on
Prison
pidana
Abolition
(ICOPA). Pertama di Toronto, Kanada pada bulan Mei 1983 dan kedua di
Amsterdam Nederland bulan Juni 1985.[12]
Usaha-usaha penanggulangan kejahatan telah banyak dilakukan
dengan berbagai cara, namun hasilnya masih belum memuaskan. Salah
satu penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana
dengan sanksinya yang berupa pidana. Namun usaha ini masih sering
dipersoalkan, penggunaan upaya hukum termasuk hukum pidana untuk
mengatasi masalah sosial, bukan hanya merupakan problem sosial
tetapi
merupakan
masalah
kebijakan.
Penanggulangan
kejahatan
pelaku
kejahatan
merupakan
tidak
perlu
peninggalan
dikenakan
kebiadaban
masa
pidana,
lalu
karena
yang
pidana
seharusnya
Mannheim,
dalam
bukunya Criminal
Justice
and
utara
ke
selatan
plenet
ini
semuanya
bertumpu
kepada
dampak
negatif
pidana
perampasan
terhadap
narapidana
dapat
kehilangan
kepribadian
atau
dikenai
pidana
jelas
kemerdekaan
individualnya
menjalani
pidananya
didalam
lembaga
pula
disyaratkan
untuk
bekerja
pada
perusahaan-
merupakan
salah
satu
alasan
untuk
minta
hak
asasi
manusia
intemasional
terutama
mendayagunakan
dan
pencarian
alternatif
pidana
bahwa
ia
adalah
seorang
penjahat,
dengan
segala
10
abolitionist), maka
terhadap
gerakan
sistem
di
Eropa
peradilan
menekankan
pidana
secara
penghapusan
yang
menciptakan
kategori-kategori
perbuatan
untuk
mengurangi
ruang
lingkup
perbuatan
yang
memberikan
memeriksa
dan
rekomendasi
membuat
agar
negara-negara
undang-undang
Anggota
dengan
tujuan
PBB
untuk
demikian,
mengenai The
Prevention
Offender dikemukakan
dalam
of
resolusi
Crime
mengenai
and
perlunya
kongres
the
PBB
Treatment
digunakan
ke-6
of
beberapa
bahwa
pemikiran
untuk
menggunakan
sanksi
alternatif
12
Prevention
of
Crime
and
the
Treatment
of
lembaga
penjara
menyebabkan
kesulitan
untuk
mengenai The
Prevention
of
Crime
and
the
Treatment
dilihat
dari
segi
keamanan
masyarakat,
pencegahan
13
Nation
Standard
Minimum
Rules
for
Non-custodial
Measures (The Tokyo Rules) ini membedakan tindakan-tindakan noncustodial menjadi tindakan-tindakan yang dapat diterapkan pada tahap
sebelum proses peradilan (pre-trial stage), pada tahap peradilan (trialstage) dan pada tahap pemidanaan (sentencing stage), serta pada
tahap setelah pemidanaan (post sentencing stage).
Kecenderungan untuk mencari alternatif pidana penjara ini hampir
melanda semua negara. Walaupun sebenarnya sejak tahun 1965
Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Kongresnya yang ke-3 di Stockholm
telah memfokuskan diri pada diskusi-diskusi tentang probation untuk
orang
dewasa
dan
tindakan-tindakan
lain
yang
bersifat
non
institusional.[18]
B. Pidana Kerja Sosial Sebagai Suatu Gagasan
Pidana kerja sosial adalah suatu hal yang cukup menarik, karena
ini merupakan jenis pidana yang baru apabila nantinya diterapkan pada
KUHP Indonesia. Pidana kerja sosial merupakan salah satu jenis pidana
pokok yang diatur pada Pasal 65 dan Pasal 86 RUU KUHP tahun 2012.
Pada penjelasan kedua pasal tersebut dijelaskan bahwa munculnya jenis
pidana kerja sosial adalah sebagai alternatif pidana perampasan
kemerdekaan jangka pendek dan denda yang dijatuhkan hakim kepada
terdakwa dan perampasan kemerdekaan jangka pendek dalam hal ini
adalah pidana penjara dan kurungan.
Terdapat pendapat atau kritik terhadap pidana penjara jangka
pendek,salah
satunya
menurut
Rekomendasi
Kongres
Kedua
14
tetapi
kongres
mengakui
bahwa
dalam
hal-hal
jangka
panjang,
dan
pembinaannya
harus
bersifat
15
Pidana kerja sosial memang baru sebatas rencana dan belum sah
ditetapkan sebagai salah satu sanksi pidana di Indonesia, dasar
hukumnya pun hanya diatur pada RUU KUHP tahun 2012. Pidana kerja
sosial penting dijadikan salah satu jenis sanksi pidana di Indonesia
dengan beberapa alasan yakni lebih bisa memperbaiki terpidana, lebih
berguna bagi terpidana dan masyarakat serta lebih memperhatikan hak
asasi manusia (penjelasan RUU KUHP 2012).
1.
kaitan
ini
patut
kiranya
dikemukakan,
kembali
bahwa
kerja
sosial
dengan
kebijakan
kriminal,
patut
kiranya
dengan
pengertian
kebijakan
kriminal
Sudarto
16
3. Dalam
arti
paling
luas,
ialah
keseluruhan kebijakan,
yang
melihat sejauhmana
pidana
kerja
sosial
mempunyai
kerja
sosial
dapat
menunjang
kebijakan
penanggulangan
yaitu
kebijakan
untuk
menanggulangi
kejahatan
dengan
teori
absolut,
pembalasan
adalah
legitimasi
hukum yang
telah dilindungi.[28]
hak
dan
Tujuan dijatuhkan
sering
dikatakan
berbeda
dengan
pidana,
maka
untuk
mengamankan
masyarakat
dan
memperbaiki
terpidana.
Tindakan merupakan suatu sanksi juga tetapi tidak ada sifat
pembalasan padanya, sehingga maksud mengadakan tindakan itu
untuk menjaga keamanan pada masyarakat terhadap orang-orang atau
anak-anak yang sedikit banyaknya berbahaya dan akan melakukan
perbuatan-perbuatan pidana. Namun dalam keadaan tertentu, tindakan
ini pada umumnya dirasakan berat juga oleh orang yang dikenainya,
dan kerap sekali dirasakan sebagai pidana, karena berhubungan erat
dengan
pencabutan
atau
pembatasan
terhadap
kemerdekaan
seseorang.[31]
Pidana tercantum secara limitatif dalam Pasal 10 KUHP. Semua
sanksi
yang
berada
di
luar
KUHP
bukanlah
pidana.
Hukuman
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pidana adalah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada
seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan UndangUndang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.
Fungsi sanksi dalam hukum pidana, tidaklah semata-mata menakutnakuti atau mengancam para pelanggar, akan tetapi lebih dari itu,
keberadaan sanksi tersebut harus dapat mendidik dan memperbaiki si
pelaku. Pidana itu pada hakikatnya merupakan nestapa, namun
pemidanaan
tidak
dimaksud
untuk
menderitakan
dan
tidak
19
pidana
perampasan
kemerdekaan
seperti
stigmatisasi,
dapat
menjalankan
kehidupannya
secara
normal
20
20
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Yesmil dan Adang. 2008. Pembaruan Hukum Pidana. Jakarta:
Grasindo.
Arief, Barda Nawawi. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.
Jakarta: Kencana Prenada
. 2010. Bunga Rampai: Kebijakan Hukum
Pidana;perkembangan penyusunan Konsep KUHP Baru. Jakarta; Prenada
Media Group
. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung:
Citra Aditya Bakti,
. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.
Bandung: Citra Aditya Bakti
Awaludin. Hamid. Menyoal Hukum Rajam, Kompas,Senin 28 September
2009
Bakhri, Syaiful. 2009.
Yogyakarta: Total Media
Perkembangan
Stelsel
Pidana
Indonesia.
21
22
Stelsel
Pidana
dan
kebijakan
23
[19] Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2003),
hlm. 34-35
[20] Tongat, Pidana Kerja Sosial Dalam Pembaharuan Hukum Pidana
Indonesia, (Jakarta:Djambatan, 2001), hlm. 1
[21] Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986,
hal. 133
[22] Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bakti, 1996, hal. 4.
[23] Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, op. cit., hal. 38.
[24] Rudolph J.Gerber dan Patrick D.McAnany, The Philosophy of
Punishment dalam The Sociology of Punishment and Correction, Norman
Johnston, Leonard Savitz dan Marvin E.Wolfgang (New York: John Wiley &
Sons. 1962), hlm.360
[25] Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana,
Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005), hlm.109
[26] M. Sholehhudddin, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Ide Dasar
Double Track System dan Implementasinya, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 243
[27] Eddy.O.S Hiariej, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam
Hukum Pidana, (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 10
[28] Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Grafindo
Persada, 2007),
hlm.157
[29] H.L.A Hart, Law, Liberty and Morality, (Jakarta:Genta Publishing,
2009), hlm. 81
[30] Hamid Awaludin, Menyoal Hukum Rajam, Kompas,Senin 28
September 2009
[31] Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1990),
hlm.70
24
25