Pendahuluan
Latar Belakang
Dalam ilmu hukum, hukum dituntut dapat memainkan peranan ganda yang
sangat penting. Pertama, hukum dapat dijadikan sebagai alat kontrol sosial terhadap
perubahan-perubahan yang berlansung dalam kehidupan manusia, kedua, hukum dapat
dijadikan alat rekayasa sosial. Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan umat manusia
sebagai tujuan hakiki hukum itu sendiri. Tujuan yang demikian itu terdapat pada semua
sistem hukum termasuk hukum islam. Bahkan karena atas dasar wahyu terdapat
perbedaan dan keistimewaan dari sistem hukum yang lain. Selanjutnya kami akan
membahas secara detail tentang pengertian hukum islam dan tujuan dari hukum islam
itu.
Pembahasan
Hukum islam adalah hukum yang bersumber Al-qur’an dan As-Sunnah dan
menajdi bagian dalam islam. Sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah
kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu, sebab, kadang kala membingungkan, kalau
tidak diketahui persis maknanya. Yang dimaksud adalah istilah-istilah:
Jadi, tujuan islam adalah untuk kemaslahatan hidup manusia, baik rohani
maupun jasmani, individual maupun sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk
kehidupan di dunia saja akan tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akherat kelak.
Abu iskhaq al-syatibi merumuskan lima tujuan hukum islam yakni memelihara :
1. Agama
2. Jiwa
3. Akal
4. Keturunan
5. Harta
yang kemudian disepakati oleh ilmuan hukum islam lainnya. Kelima tujuan hukum
islam itu didsalam kepustakaan disebut al-maqasid al- khamsah al-syariah atau biasa
disebut juga sebagai al-maqadis syariah (tujuan –tujuan hukum islam).
Tujuan hukum islam tersebut dapat dilihat dari dua segi yakni: 1, segi pembuat hukum
islam yaitu Allah dan pelaksana hukum islam itu. Dan yang ke 2, dari segi manusia
yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum islam itu. Kalau diliahat dari segi yang ke 1,
pembuat hukum islam, tujuan hukum islam itu adalah pertama, untuk memenuhi
keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tertier, yang dalam
kepustakawan disebut dengan istilah daruriyyat, hajjiyat, dan tahsiniyyat. Kebutuhan
primer (daruriyah) adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-
baiknya oleh hukum islam agar kemaslahtan hidup manusia benar-benar terwujud.
Kebutuhan sekunder (hajiyyah) adalah kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai
kehidupan primer dan yang bersifat menunjang eksistensi kebutuhan primer. Kebutuhan
tersier (tahsiniyyah) adalah kebutuhan hidup manusia selain dari yang sifatnya primer
dan sekunder itu yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaikan hidup manusia
dalam masyarakat.kedua, tujuan hukum islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan
oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Ketiga, tujuan hukum islam ini supaya
dapat ditaati dan dilalaksanakan dengan baik dan benar, manusia wajib meningkatkan
kemampuannya untuk memahami hukum islam dengan mempelajari ushul fiqh yakini
dasar pembentukan dan pemahamna hukum islam sebagai metodologinya. Segi yang ke
2 sebagai pelaku hukum islam yakni manusia sendiri, tujuan hukum islam ini adalah
untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera.
Pemberian porsi yang besar terhadap kajian maqasid al-syari’ah oleh al-syatibi
ini, bertitik tolak dari pandangannya bahwa semua kewajiban (taklif) diciptakan dalam
rangka merealisasi kemaslahatan manusia. Tidak ada satupun hukum Allah dalam
pandangan al-syatiby yang tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai
tujuan sama dengan taklif ma la yutaq (membebankan sesuatu yang tidak dapat
dilaksanakan). Suatu hal yang tidak mungkin terjadi pada hukum-hukum tuhan. Dalam
mengomentari pandanagn al-syatibi ini, fathi al-daraini memperkuatkannya, ia
mengatakan bahwa hukum-hukum itu tidaklah dibuat untuk hukum itu sendiri,
melainkan dibuat untuk tujuan lain yakni kemaslahatan.
Muhammad Abu Zahrah dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan hakiki
hukum islam adalah kemaslahatan, tidak satupun hukum yang disyariatkan baik dalam
al-Qur’an maupun as-Sunnah melainkan didalamnya terdapat kemaslahatan. Al-syatibi
mengatakan bahwa maqasid al-syari’ah dalam arti kemaslahatan terdapat dalam aspek-
aspek hukum secara keseluruhan, artinya apabila terdapat permasalahan-permasalahan
hukum yang tidak ditemukan secara jelas dimensi kemaslahatannya, dapat dianalisis
melalui maqasid al-syari’ah yang dilihat dari ruh syariat dan tujuan umum dari agama
islam.
Maqasid al-syari’ah dalam arti maqasid al-syar’i mengandung empat aspek yaitu:
1. Tujuan awal dari syariat yakni kemaslahatan manusia didunia dan akhirat.
Aspek pertama berkaitan dengan muatan dan hakikat maqasid al-syari’ah. Aspek
kedua berkaitan dengan dimensi bahasa agar syariat dapat dipahami sehingga dicapai
kemslahatan yang dikandungnya. Aspek ketiga berkaitan dengan pelaksanaan
ketentuan-ketentuan syariat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan . ini juga
berkaitan dengan kemampuan manusia untuk kemaslahatnnya. Aspek yang terakhir
berkaitan dengan kepatuhan manusia sebagai mukallaf dibawah dan terhadap hukum-
hukum Allah atau istilah yang lebih tegas aspek tujuan syariat berupaya membebaskan
manusia dari kekangan hawa nafsu.
Kemaslahatan itu dapat diwujudkan apabila lima unsur pokok dapat diwujudkan
dan dipelihara. Kelima unsur pokok itu, kata Al-Syatibi adalah agama, jiwa, keturunan,
akal dan harta, dalam usaha mewujud dan memelihara lima unsur pokok itu, ia
membagi kepada tiga tingkat maqasid atau tujuan syaruah yaitu:
3. Maqasid al-tanshiniyat.
Tidak terwujudnya aspek daruriyat dapat merusak kehidupan manusia dunia dan
akhirat secara keseluruhan, pengabaian terhadsap aspek hajiyyat tidak sampai merusak
keberadaan lima unsur pokok akan tetapi hanya membawa kepada kesulitan bagi
manusia sebagai mukallaf dalam merealisasikannya, sedangkan pengabaian terhadap
aspek tanshiniyah membawa upaya pemeliharaan lima unsur pokok tidak sempurna.
Sebagai contoh, dalam memelihara unsur agama, aspek daruriyahnya antara lain
mendirikan shalat, shalat merupakan aspek daruriyat, keharusan menghadap ke kiblat
merupakan aspek hajiyat, dan menutup aurat merupakan aspek tanshiniyyat.
Sedangkan apabila sesuatu hajiyyat ini tiada terwujud, tiadalah menjadi cidera
kehidupan, hanya menimbulkan kepicikan dan kesempitan saja, hajiyyat ini berlaku
dalam bidang ibadat, bidang adat, bidang muamalat, dan bidang jinayat. Dalam bidang
ibadat, seperti rukhsah-rukhsah yang menimbulkan keringanan untuk menghindarkan
masaqah lantaran sait atau safar. Dalam bidang adat, seperti diperbolehkan berburu
memakan yang sedap dan lezat asalkan halal, memakai pakiaian yang baik, mendiami
rumah dengan baik, dan memaki kendaraan dengan baik, dalam bidang muamalat
seperti diperbolehkan penjualan secara salam, dibolehkan istina’ muzaraah, murabahah,
dan diperbolehkan talaq utuk menghindarkan kemelaratan dari suami dan istri, dalam
bidang uqubat, diharuskan tukang penatu atau tukang jahit membayar kerugian orang
yang memberikan pakaian kepadanya untuk dicuci, atau diberikan kain untuk dijahit
menjadi baju, mengenakan diyat atas aqilah.
Sedangkan pada tahsiniyat ini berlaku dalam bidang ibadat, adat, muamalat, dan
bidang uqubat, dalam bidang ibadat seperti: kewajiban bersuci dari najis, menutup aurat,
mengerjakan amalan-amalan sunat. Dalam bidang adat, seperti memelihara adab makan,
adab minum, menjahui makanan-makanan yang najis, dalam bidang muamalat, seperti
larangan menjual benda najis, sedangkan dalam bidang uqubah, seperti tidak
membenarkan kita mengadakan kericuhan dalam peperangan, tidak boleh membunuh
wanita.
Apabila kita perinci lagi, maka tujuan syara’ dalam memenetapkan hukum islam
ada lima atau yang biasa disebut dengan Al-Maqashidu ‘l-khamsah (panca tujuan) yang
sydah disinggung diatas, dan lebih jelasnya macam-macam maqashidu ‘l-khamsah
yaitu:
Agama islam harus terpelihara dari pada ancaaman orang-orang yang tidak
bertanggung jawab yang hendak merusakkan akidahnya, ibadah dan akhlaknya. Atau
yang akan mempercampuradukkan kebenaran ajaran islam dengan berbagai paham dan
aliran yang bathil. Agama islam memberi perlindungan dan kebebasan bagi para
penganut agama lain untuk meyakini dan melaksanakan ibadah menurut ajaran agama
yang dianutnya. Agama islam tidak memaksa kepada penganut agama lain
meninggalkan agamanya supaya masuk kzedalam islam.
B. Memelihara jiwa
Untuk tujuan ini islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam
dengan hukuman qisash (pembatalan yang seimbang) sehingga dengan demikian
diharapkan agar orang sebelum melakukan pembunuhan , berfikir sepuluh kali, karena
apabila orang yang dibunuh itu mati, maka si pembunuh juga akan mati atau jika orang
yang dibunuh itu tidak mati tetapi hanya cedera maka si pelakunya juga akan cedera
pula.
Mengenai hal ini terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 178-179 yang artinya: “
wahai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu Qisash (pembalasan)
pada orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba
dan wanita dengan wanita. Barang siapa mendapat pemaafan dari saudaranya,
hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat
kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik pula. Yang demikian itu adalah suatu
keringanan dan rahmat dari Tuhanmu, barang siapa melampaui batas sesudah itu, maka
untuknya siksaan yang sangat pedih”. Dan “ Dalam Qisash itu terdapat kehidupan
bagimu, wahai orang-orang yang mempunyai akal “.
Ada dua hal yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Pertama,
Allah SWT telah menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik, dibandingkan
dengan bentuk makhluk-makhluk yang lain dari berbagai macam binatang. Hal ini telah
dijelaskan oleh Allah sendiri dalam Al-Qur’an surat At-tiin ayat 4 yang artinya: “
sungguh kami (Allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”,
akan tetapi bentuk yang indah itu tidak ada gunanya, kalau tidak ada hal yang kedua
yaitu akal, oleh karena itu Allah SWT melanjutkan firmannya dalam surat At-Tiin ayat
5-6 yang artinya: “ kemudian kami (Allah) mengembalikannya ketingkat yang paling
rendah, kecuali mereka yang beriman dan berbuat amal saleh, maka bagi mereka itu
pahala yang tiada putusnya. Jadi, akal paling penting dalam pandangan islam. Oleh
karena itu Allah SWT selalu memuji orang yang berakal.
D. Memelihara keturunan
Meskipun pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun
islam juga mengakui hak pribadi seorang. Oleh karena manusia itu sangat tama’ kepada
harta benda, sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apapun, maka islam
mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama lain. Untuk tujuan
ini, islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai muamalat seperti jual-beli, sewa
menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya, serta melarang penipuan, riba, dan
mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain, untuk memabayarnya, harta
yang dirusak oleh anak-anak yang dibawah tanggunagnnya, bahkan yang dirusak
binatang peliharaannnya sekalipun. Mengenai hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat
Al-Baqarah ayat 275-284.
BAB II
Penutup
Kesimpulan
Jadi, tujuan islam adalah untuk kemaslahatan hidup manusia, baik rohani
maupun jasmani, individual maupun sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk
kehidupan di dunia saja akan tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akherat kelak.
Abu iskhaq al-syatibi merumuskan lima tujuan hukum islam yakni memelihara 1.
Agama, 2, jiwa, 3, akal, 4, keturunan, dan 5, harta yang kemudian disepakati oleh
ilmuan hukum islam lainnya. Kelima tujuan hukum islam itu didsalam kepustakaan
disebut al-maqasid al- khamsah al-syariah atau biasa disebut juga sebagai al-maqadis
syariah (tujuan –tujuan hukum islam).
1. Tujuan awal dari syariat yakni kemaslahatan manusia didunia dan akhirat
3. Maqasid al-tanshiniyat