Disusun Oleh:
Kelompok 4
Reguler C PPKn
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat, hidayah
dan perlindunganNya yang di berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Rekayasa Ide dengan judul “Hukum Perikatan Karena Ketentuan Undang-Undang
Pada penulisan makalah ini dapat di sadari tentunya tidak terlepas dari dukungan,
kerjasama dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga penulisan makalah ini dapat tersusun,
meskipun penulisan masih banyak kekurangan di dalamnya. Maka sepantasnya penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1. Bapak Arief wahyudi, S.H., M.H selaku Ketua jurusan PPKn UNIMED.
2. Ibu Hodriani, S.Sos., M.AP selaku sekretaris jurusan PPKn UNIMED.
3. Sri Hadingrum, S.H., M.Hum selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Pidana
4. teman-teman yang memberi bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Orang tua yang tidak bosan-bosanya memberikan dana kepada penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, baik dari
segi isinya maupun struktur penulisannya, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
positif untuk perbaikan makalah dikemudian hari. semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat, umumnya kepada para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan Pennulisan...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................3
A. Kesimpulan.........................................................................................................12
B. Saran...................................................................................................................12
Daftar pustaka...............................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Keadaan sosial ekonomi Indonesia telah menunjukkan pada kita semua bahwa
sebagian besar aktivitas dunia usaha di Indonesia dewasa ini dilakukan oleh pelaku usaha
yang menyandarkan diri pada ketentuan Buku II dan Buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Hal ini membuat kita harus mengakui bahwa beberapa bagian dari
ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya yang mengatur
tentang kebendaan dan perikatan ternyata masih relevan bagi kehidupan dan aktivitas
ekonomi dewasa ini, meskipun dalam praktik kehidupan masyarakat saat ini tumbuh dan
berkembang kontrak innominaat . Buku III KUH Perdata mengenai perikatan menganut
apa yang dinamakan sistem terbuka atau open system, yang berarti bahwa hukum
perikatan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada pihak yang bersangkutan,
untuk mengadakan hubungan hukum tentang apa saja yang diwujudkan dalam perbuatan
hukum atau perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan undangundang, ketertiban
umum dan kesusilaan2 . Hal ini terkenal sebagai asas kebebasan berkontrak yang terdapat
pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya
Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara
sah yaitu berdasarkan syarat sahnya perjanjian, berlaku sebagai undang – undang bagi
mereka yang membuatnya”. Maksudnya, semua perjanjian mengikat mereka yang
tersangkut bagi yang membuatnya, mempunyai hak yang oleh perjanjian itu diberikan
kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang ditentukan dalam perjanjian. Setiap
orang dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam
Pasal 1320 KUHPerdata. Perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang diatur dalam
Pasal 1352 KUHPer yang menyebutkan bahwa “perikatan-perikatan yang dilahirkan demi
undang-undang, timbul dari undang-undang saja, atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang”. Terhadap perkataan “dari undang-undang sebagai akibat perbuatan
orang dapat ditemukan lagi subnya yang diatur dalam Pasal 1353 KUHPerd yang
berbunyi “perikatan-perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, terbit dari perbuatan
halal atau perbuatan melawan hukum”.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
adalah:
1. Bagaimana Perikatan Lahir dari Undang-undang saja?
2. Apa saja Perikatan Lahir dari Perbuatan Halal?
3. Apa saja Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan Hukum?
4. Apakah yang di maksud dengan ketentuan umum dalam perikatan?
5. Bagaimana Kebersamaan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan dalam makalah
ini adalah:
1. Untuk mengetahui tentang Perikatan Lahir dari Undang-undang saja
2. Untuk mengetahui Perikatan Lahir dari Perbuatan Halal
3. Untuk mengetahui Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan Hukum?.
4. Untuk mengetahui ketentuan umum dalam perikatan
5. Untuk mengetahui bagaimana Kebersamaan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum
dan Wanprestasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
Perikatan yang lahir dari undang-undang saja ialah perikatanperikatan yang timbul
berdasarkan hukum kekeluargaan yang diatur dalam Buku I KUHPerd tentang Orang. Di
bawah ini akan disebutkan ketentuan perikatan yang lahir dari undang-undang, antara lain :
Hak alimentasi adalah suatu hak yang dapat dilakukan kepada pihak lawan karena
undang-undang yang menetapkan hak tersebut. Misalnya hak yang diajukan oleh orang
tua kepada anaknya yang mampu, dan hak yang diajukan oleh anak kepada anaknya yang
mampu, diatur dalam Pasal 298 KUHPerd yang menyatakan bahwa “tiap-tiap anak dalam
umur berapapun juga, berwajib menaruh kehormatan dan keseganan terhadap bapak dan
ibunya. Si bapak dan si ibu, keduanya berwajib memelihara dan mendidik sekalian anak
mereka yang belum dewasa. Kehilangan hak untuk memangku kekuasaan orang tua atau
untuk menjadi wali tak membebaskan mereka dari kewajiban, memberi tunjangan-
tunjangan dalam keseimbangan dengan pendapatan mereka, guna memelihara
pembiayaan dan pendidikan itu. Terhadap anak-anak yang telah dewasa berlakulah
ketentuan-ketentuan tercantum dalam bagian ketiga bab ini”.
Dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, hak seperti yang
disebutkan di atas diatur dalam Pasal 41 yang antara lain menyebutkan bahwa “akibat
putusnya perkawinan, baik ibu atau bapak tatap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya”. Kecuali anak, bekas isteri (janda) pun diberikan hak elimentasi oleh
undang-undang kepada bekas isterinya, yang diatur dalam pasal yang sama yang antara
lain menyatakan bahwa “Pengadilan dapat mewajibkan bekas suami memberikan biaya
penghidupan dan /atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri”
Hak dan kewajiban pihak-pihak yang bertetangga di atur oleh undang-undang dan
antara lain disebutkan dalam Pasal 625 KUHPerd yang berbunyi “antara pemilik-pemilik
pekarangan yang satu sama lain bertentangan adalah berlaku beberapa hak dan
3
kewajiban, yang berpangkat pada letak pekarangan mereka karena alam, maupun
berdasar atas ketentuan-ketentuan undang-undang.
Dalam hal ini ia dapat pengganti kerugian dari pemiliknya sebagai beziter yang
beritikad baik, yang diatur dalam Pasal 575 KUHPerd. Perbuatan semacam ini bukan
dinamakan mengurus kepentingan orang lain. Selain itu, orang yang mengurus
kepentingan orang lain, disyaratkan ia harus menghendaki dan mengetahui mengurus
kepentingan orang lain. Dengan perkataan lain, perbuatan yang dilakukan itu tidak atas
dasar belaskasihan, dan sebagainya yang bermotif apapun tidak diperhatikan dalam
hukum seperti mengurus kepentingan orang lain untuk melindungi kepentingan sendiri,
begitu juga memadamkan api di dalam rumah orang lain, supaya rumah sendiri selamat.
4
Apabila seseorang berbuat dalam kedudukannya sebagai wakil atau kurator,
perbuatannya itu tidak termasuk di dalam mengurus kepentingan orang lain, melainkan
berdasarkan kewajiban yang ditentukan oleh undang-undang. Zaakwaarneming berbeda
dengan lastgeving (pemberian kuasa), dalam zaakwaarneming dapat mencakup perbuatan
faktual dan juga perbuatan hukum (seperti yang telah diuraikan di muka). Pada
zaakwaarneming, orang yang bertindak sebagai zaakwaarnemer tidak membutuhkan
kuasa dari orang yang diurus kepentingannya, karena zaakwaarnemer melakukannya
dengan sukarela. Orang tua, wali atau kurator bertindak tidak dengan sukarela, ia adalah
wakil menurut undang-undang.
Yang dimaksud dengan pembayaran dalam hal ini sangat luas, tidak hanya
pembayaran uang, tetapi juga pemenuhan setiap perikatan. Ini berarti pengikatan untuk
memberikan barang atau untuk membuat sesuatu. Kalau prestasi untuk membuat sesuatu,
maka prestasi itu sendiri tak dapat dituntut kembali, kecuali nilainya. Sebagaimana
disyaratkan oleh Pasal 1360 KUHPerd, untuk dapat menuntut kembalinya pembayaran
haruslah ada faktor “khilaf” di dalam perbuatan itu. Berdasarkan ketiga pasal tersebut di
atas, ada tiga bentuk pembayaran yang tidak diwajibkan, yaitu :
Terhadap ketiga bentuk di atas terjadi suatu perikatan untuk membayar kembali.
Penuntutan untuk membayar kembali dalam Hukum Romawi disebut “Condictio
Indebiti”. Dalam praktik yang banyak terjadi adalah dalam bentuk yang pertama yaitu
pembayaran tanpa adanya utang, contoh:
5
c. Pemenuhan suatu perikatan yang batal karena hukum, misalnya suatu
persetujuan dengan sebab yang terlarang atau suatu persetujuan tidak dalam
bentuk yang diwajibkan;
d. Persetujuan-persetujuan yang dapat dibatalkan (persetujuan dengan yang belum
dewasa) dapat dituntut ex Pasal 1359 KUHPerd, oleh karena sesudah dinyatakan
batal maka harus dikembalikan dalam keadaan semula;
e. Setelah berlakunya suatu syarat batal, juga pembatalan suatu persetujuan timbal
balik oleh hakim karena wanprestasi; Condicti adalah tuntutan perorangan
(Persoonlijke verdoring). Sehingga timbul pertanyaan, apakah boleh suatu
penyerahan (rumah misalnya) yang tidak diwajibkan, si pemilik dapat menuntut
kembvali pemilikannya (rivindikasi)?
3. Perikatan Bebas
Perikatan seperti ini disebutkan dalam Pasal 1359 ayat 2 KUHPerd yang berbunyi
“terhadap perikatan-perikatan bebas, yang secara sukarela telah dipenuhi tak dapat
dilakukan penuntutan kembali”. Dalam hal ini undang-undang tak menjelaskan apa arti
perikatan-perikatan bebas itu. Patrik (1994 :75), mengatakan bahwa perikatan bebas lebih
lazim disebut perikatan alami. Badrulzaman (1996 :141) menyatakan bahwa perikatan
bebas dapat disebut juga sebagai perikatan wajar. Ada juga sarjana menyebutnya
perikatan bebas naturlijke verbintenis. Di dalam KUHPerd hanya menyebutkan beberapa
contoh dari perikatan bebas, seperti yang diatur dalam Pasal 1788 KUHPerd : “undang-
6
undang tidak memberi suatu tuntutan hukum dalam halnya suatu utang yang terjadi
karena perjudian atau pertaruhan”.
Kata “perbuatan” dalam rangkaian perbuatan melanggar hukum tidak selalu berarti
positif, tetapi juga negatif. Seperti halnya orang diam saja dapat dibilang melanggar
hukum, dalam seseorang itu menurut hukum harus berbuat. Perbuatan dalam hal ini
adalah perbuatan dalam arti positif, yaitu perbuatan yang menyalurkan alam pikiran
orang ke arah sesuatu hal menggerakkan badan. Perbuatan yang berarti negatif, haruslah
bersifat aktif (bukan pasif), artinya: orang yang diam saja, baru dapat dikatakan
melakukan perbuatan melanggar hukum, kalau ia sadar, bahwa ia dengan diam saja
adalah melanggar hukum. Dalam hal ini yang bergerak bukan tubuhnya orang itu,
melainkan pikiran dan perasaannya. Sehingga “unsur bergerak” dari pengertian
perbuatan positif dan perbuatan negatif terpenuhi.
7
Sedangkan mengenai kata “melanggar” dalam rangkaian perbuatan melanggar
hukum, menurut Wirjono Prodjodikoro, sudah tepat, walau diakui juga ada kata-kata
yang dapat juga dikatakan maksud itu sebagai “perbuatan menyalahi hukum” atau
“perbuatan bertentangan hukum”. Dipilihnya kata “melanggar”, karena perbuatan yang
dimaksud adalah perbuatan yang aktif. Dalam pada itu banyak juga sarjana menggunakan
kata “melawan” untuk kata melanggar dalam perbuatan melanggar hukum. Dalam tulisan
ini kata “melanggar”, tidak dipermasalahkan aspek perbedaannya, sehingga kata tersebut
disebut juga “melawan” hukum.
8
Lain halnya dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerd, mengenai perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad), bagi yang takluk terhadap KUHPerd berlakulah suatu
Hukum Perdata yang tertulis, akan tetapi mula-mula “onrechtmatige daad”, diartikan
secara sempit, yaitu mengingat perkataan “onrechtmatige”, sebagai hanya mengenai
perbuatan yang langsung melanggar suatu peraturan hukum, seperti yang terjadi dalam
jurisprudensi lama Belanda. Contohnya sebagai berikut: di negeri Belanda hampir semua
rumah penduduk berloteng (bertingkat), bagian rumah yang berada di bawahnya
ditempati oleh keluarga lain dari pada bagian rumah yang berada di atasnya. Di kota
Zuphen, pernah terjadi pipa saluran air dari rumah bagian bawah di musim dingin
mengalami pecah dan air keluar, kemudian masuk ke dalam kamar-kamar rumah bagian
bawah. Kran yang dapat menghentikan masuknya air dari luar rumah ke dalam rumah itu,
berada di rumah bagian atas. Akan tetapi seorang pemakai rumah bagian atas tidak mau
menutup kran itu, meskipun sudah diminta oleh pemakai rumah bagian bawah dan semua
isi kamar-kamar itu menjadi rusak dan sangat merugikan pemakai rumah bagian bawah
Perbuatan melawan hukum tidak hanya dilakukan olehnya sendiri, tetapi juga oleh
para wakilnya. Ia harus menanggung perbuatan wakilnya itu. Persoalan tanggung gugat
dari pada badan hukum terhadap perbuatan melawan hukum adalah menyangkut
pertanyaan soal perwakilan. Wakil adalah orang yang mewakili, tidak hanya mengikat
terhadap perbuatan melawan hukum yang ia lakukan, tetapi juga terhadap perbuatan
melawan hukum sepanjang itu sebagai perbuatan perwakilan dan pelaksanaan dari tugas
perwakilannya (Hoffmann, dalam Purwahid Patrik, 1994 :87).
Di dalam badan hukum adanya wakil yang khusus disebut “organ” (atau
perlengkapan), yang memegang peranan penting dalam badan hukum menurut anggaran
dasar atau peraturan lain dari badan hukum itu. Organ adalah pengurus dari suatu
perkumpulan atau yayasan, direksi, komisaris dan RUPS dari suatu perseroan terbatas
(PT). Perwakilan lain yang bukan organ, disebut “bawahan”, misalnya pesuruh,
pedagang keliling, yang pekerjaannya dipakai oleh badan hukum itu. Sebagai Morgan
maupun sebagai bawahan agar perbuatan mereka dapat dipertanggungjawabkan kepada
badan hukum, harus ada dalam hubungan pekerjaan (hubungan kedinasan) tertentu pada
waktu melakukan perbuatan melawan hukum itu. Dengan perkataan lain, badan hukum
9
tidak akan bertanggung gugat apabila perbuatan dari organ itu tidak dalam hubungan
pekerjaan dalam badan hukum itu.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ (pengurus dalam lingkungan
formal dari kewenangannya berdasarkan atas ketentuan Pasal 1365 KUHPerd, sedangkan
perbuatan melawan hukum dari bawahannya badan hukum itu akan bertanggung gugat
berdasarkan Pasal 1367 (3) KUHPerd yang berbunyi “majikan-majikan dan mereka yang
mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah
bertanggungjawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau
bawahan-bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini
dipakainya”.
Hoge Raad dalam hal itu memutuskan, gugatan pengganti kerugian telah dikabulkan,
tidak peduli apakah berdasarkan wanprestasi atau perbuatan melawan hukum. Terhadap
putusan ini Boukema berpendapat bahwa dalam putusan HR itu terjadi kebersamaan
dalam dua peristiwa hukum, yaitu dari wanprestasi, melanggar Pasal 1550 KUHPerd,
berupa tidak memberikan kenikmatan yang tenteram kepada penyewa. Dari perbuatan
melawan hukum, berupa merusak barang-barang milik penyewa. Dalam hal ini, menurut
Wirjono Prodjodikoro, (2000: 103), mengatakan bahwa si pemilik rumah dapat memilih
salah satu dari dua macam gugatan, yaitu yang satu berdasarkan atas perbuatan melawan
hukum (Pasal 1365 KUHPerd), yang berdasarkan atas perbuatan ingkar janji atau
wanprestasi (Pasal 1243 KUHPerd). Selanjutnya dikatakan, perbedaan dua macam
10
gugatan ini, terletak pada beban pembuktian (bewijslas). Dalam perbuatan melawan
hukum, penggugat dalam gugatnya harus mengutarakan dan kalau perlu membuktikan
tidak hanya adanya suatu perbuatan melawan hukum, tetapi juga kesalahan (Schuld) dari
pihak tergugat.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum Perikatan ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban subjek
hukum dalam tindakan hukum kekayaan. Hukum perdata Eropa mengenal adanya
perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang dan perikatan yang ditimbulkan
karena perjanjian. Perikatan yang ditimbulkan karena undang-undang lazim disebut
perikatan dari undang-undang. Adanya hak dan kewajiban timbul diluar kehendak subjek
hukumnya. Perikatan ini dapat disebabkan oleh tindakan tidak melawan hukum dan
tindakan melawan hukum. Sedangkan perikatan yang ditimbulkan karena perjanjian lazim
disebut “perjanjian”, hak dan kewajiban yang timbul dikehendaki oleh subjek-subjek
hukum.
perikatan yang lahir karena undang-undang dan perikatan yang lahir karena
perjanjian. Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata setiap orang bebas mengadakan
perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian ialah arisan. Arisan merupakan perjanjian
yang lahir karena kesepakatan antara beberapa pihak dan tumbuh berkembang di
tegahtengah masyarakat karena adanya ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata..
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat, kiranya hukum perikatan dalam hukum dapat
kita terapkan dan alangka baiknya jika hukum perikatan ini tidak hanya dijadikan sebagai
materi yang membantu proses pemahaman mahasiswa saja namun dapa digunakan
langsung dan di praktikkan secara langsung dalam kehidupan sehari”
12
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahdanskripsi.blogspot.co.id/2008/07/makalah-hukum-perikatan.html?m=1
http://terasbahankuliah.blogspot.com/2014/05/hukum-perikatan.html
https://www.kajianpustaka.com/2019/01/wanprestasi.html?m=1
13