Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hukum waris yang diterapkan di Indonesia bergumul dalam pluralism hukum.

Terdapat hukum waris Islam, Hukum waris BW, hukum waris adat dan praktik

hukum kewarisan di lingkungan pengadilan.1 Akibat dari pluralism hukum waris ini

menimbulkan problematika sendiri di dalam masyarakat dalam konsep ahli waris,

pembagian ahli waris, dan cara membagi harta warisan.

Dalam kewarisan Islam pembagian harta warisan ini haruslah menjamin

keselamatan hidup ahli waris karena harta yang ditinggalkan oleh pewaris memiliki

hubungan yang sangat erat dengan ahli waris. Dimana pembagian harta ini sebagai

rangka dalam perwujudan tanggung jawab dari pewaris untuk keberlangsungan

hidup ahli waris.2

Salah satu hukum Islam yang sampai sekarang masih digunakan dan

diberlakukan di Indonesia khususnya bagi umat islam adalah hukum waris atau yang

disebut faraid. Hukum waris islam dianggap sebagai kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh setiap muslim karena ia dianggap sebagai compulsory law yaitu

hukum yang berlaku secara mutlak dan baku. Makadari itu dikarenakan hal

1
Syahrizal Abbas, Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai ( Suatu Analisis
Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia (Jakarta :
Puslitbang Kehidupan Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2012), hlm. 231.

2
Ibid., hlm 235.

1
tersebutlah hukum waris islam masih diberlakukan oleh hampir di semua wilayah

dunia islam.3

Munculnya Kompilasi Hukum Islam atau disingkat KHI sebagai hasil dari

para yuris Islam di Indonesia yang dituangkan dalam Inpres. No 1 Tahun 1991

merupakan fakta dari keberadaan fiqh madzhab Sunni versi Syafi’I. Terdapat kurang

lebih 38 kitab yang menjadi rujukan KHI sebagian bersar merupakan fiqh doktrin

Syafi’iyah seperti Fathul Wahab, al Bajuri, Tuhfah dll.

KHI adalah hasil ijtihad para mujtahid Indonesia yang berisikan tentang

hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan yang dimana digunakan oleh

Pengadilan Agama dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Hakikat dari KHI

ini merupakan aplikasi dari surat ( QS : 4 :59) yang menyatakan mengenai sumber

hukum Islam terdiri dari kitabullah, As-Sunnah dan Ijtihad.4

Memang harus diakui karena pada bagian tertentu terdapat ruang kosong yang

memerlukan refleksi pemikiran baru dalam rangka penyesuaian dengan kondisi-

kondisi di Indonesia antara lain tentang ahli waris pengganti. Ahli waris pengganti ini

menuai banyak pro-kontra. Berbagai pandangan berdebat tentang konsep ahli waris

pengganti. Konsep ahli waris pengganti di Indonesia tertuai dalam KHI Pasal 185.

3
Sukris Sarmadi, Dekonstruksi Hukum Progresif Ahli Waris Pengganti Dalam KHI
(Yogyakarta : Aswaja Presindo, 2012), hlm. 9.

4
Sofyan Mei, Kedudukan ahli waris pengganti dan prinsip keadilan dalam hukum waris
islam, Jurnal Wawasan Hukum , Vol. 34 No 1 (februari 2016), hlm.69.

2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahli Waris Pengganti

Pada masa Hindia Belanda, institusi pergantian ahli waris dikenal

dengan plaatsvervulling yang didasarkan pada yurisprudensi Raad van Justitie

(RvJ) Putusan Kamar/Adat Kamar Raad van Justitie Betawi, tanggal 16

Desember 1939 dalam Indisch Tijdcgrift van Het Rechyt 140 halaman 239

yang berbunyi : “apabila seorang anak lebih dahulu meninggal dunia

sipeninggal warisan, dan anak tersebut meninggalkan anak-anak, maka cucu-

cucu dari peninggal warisan ini menggantikan orang tuanya, mereka

bersama-sama berhak atas bagian dari harta peninggalan kakek-nenek

mereka.”

Pada zaman kemerdekaan praktik pergantian tempat ahli waris tetap

dipertahankan pada lembaga peradilan di Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI tentang lembaga pergantian tempat ahli

waris berupa Putusan Mahkamah Agung RI No. Reg. 391/K/Sip/1958 dan

Putusan Mahkamah Agung RI No. Reg. 141/K/Sip/1958. Dalam Putusan

Mahkamah Agung RI No. Reg. 391/K/Sip/1958 dinyatakan bahwa :” Menurut

hukum adat yang berlaku di Jawa Tengah , hak menggantikan seseorang ahli

waris yang meninggal dunia terlebih dahulu daripada pewarisnya, ada pada

3
keturunan garis menurun.” Sedangkan dalam Mahkamah Agung RI No. Reg.

391/K/Sip/1958 diyatakan “ penggantian waris dalam garis keatas pun

mungkin pula berdasarkan rasa keadilan dan kepatutan yang hidup di

kalangan masyarakat yang bersangkutan.”5

Ahli waris pengganti dalam hukum adat adalah orang-orang yang

hubungannya dengan pewaris diselingi oleh ahli waris, tetapi telah meninggal

lebih dahulu daripada pewaris. Ahli waris pengganti mengambil alih warisan

yang seharusnya menjadi hak dari seorang yang digantikannya. Jadi ahli waris

pengganti tidak mewarisi karena dirinya sendiri, dia selalu mengambil alih

hak yang seharusnya menjadi warisan dari orang (ahli waris) yang

menghubungkannya dengan pewaris.6

Hazairin melihat an-Nisa’ ayat 33 memberi sinar kearah garis pokok

pengganti dan lantas beliau memanfaatkan. Ayat itu berbunyi:

‫عقَدَت أَي َمانُكُم فَآَتُو ُهم‬ َ ُ‫َان َواْلَق َرب‬


َ ‫ون َوالَّذ‬
َ ‫ِين‬ ِ ‫َو ِلكُل َجعَل َنا َم َوا ِل َي ِم َّما تَ َركَ ال َوا ِلد‬
‫علَى ك ُِل شَيء ش َِهيدًا‬ َ ‫َان‬ َ ‫ّللاَ ك‬َّ ‫نَ ِصي َب ُهم ِإ َّن‬
Artinya : dan tiap-tiap dari kalian itu Kami jadikan wali-wali (ahli waris) dari

apa-apa yang ditinggalkan kedua orang tua dan kaum kerabat. Dan orang-orang

5
Syahrizal Abbas, Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai ( Suatu Analisis
Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia (Jakarta :
Puslitbang Kehidupan Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2012), hlm. 256.

6
Al yasa Abu bakar, Ahli waris sepertalian darah : kajian perbandingan terhadap penalaran
Hazairin dan penalaran fikih madzhab, (Jakarta : INIS 1998), hlm. 52.

4
yang kamu telah bersumpah telah setia dengan mereka, maka berikanlah bagian

mereka, Sesungguhnya Allah itu Maha menyaksikan atas segala sesuatu.

Hazairin menerjemahkan ayat tersebut sebagai berikut : “ Dan untuk

setiap orang itu Aku (Allah) telah mengadakan mawali bagi harta peninggalan

ayah dan mak dan bagian harta peninggalan keluarga dekat, demikian juga

harta peninggalan bagi tolan seperjanjianmu karena itu berikanlah bagian-

bagian kewarisannya.7

Tafsiran Hazairin mengenai ayat tersebut dalam kata mawali dipahami

sebagai ahli waris pengganti atau Plaatsverulling dalam Burgerlijk Weetboek.

Mawali adalah orang-orang yang menjadi ahli waris karena tidak ada lagi

penghubung antara mereka dengan pewaris dan menurut Hazairin ia termasuk

dalam pengertian aqrobun.8

Ayat diatas menurut Hazairin merupakan rahmat yang sebesar-

besarnya bagi ummat manusia, jika tidak ada rahmat tersebut maka dasar

hukum apa yang digunakan dan disalurkan al-Qur’an untuk mendirikan hak

kewarisan bagi lain-lain aqrabun yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an.9

7
Iwannudin, Ahli Waris Pengganti Menurut Hazairin, Jurnal Mahkamah Vol.1 No. 2
(Desember 2016), hlm. 310.
8
Ibid.

9
Ibid., hlm. 311.

5
B. Konsep Ahli Waris Pengganti dalam KUHPerdata

Waris pengganti (plaatvervulling) diatur dalam Pasal 841-848

KUHPerdata . Dalam Pasal 841 penggantian memberikan hak kepada

orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat

dan dalam segala hak orang yang digantikannya. Pasal 842 dinyatakan

bahwa penggantian yang terjadi dalam garis lurus ke bawah yang sah

berlangsung terus tanpa akhir.

Pokok dalam Pasal 841 adalah bahwa pergantian dalam garis lurus ke

bawah ternyata tanpa akhir atau terus-menerus. Ini dimaksudkan bahwa ia

tak dapat dihijab oleh ahli waris apapun bahkan dapat menghijab ahli

waris lain karena termasuk kelompok garis turun pertama.10

Dalam Pasal 843 dinyatakan bahwa tidak ada penggantian terhadap

keluarga sedarah dalam garis keatas. Adapun untuk garis menyamping

diperkenankan untuk penggantian dimana sudah diatur dalam Pasal 844.

Hanya saja mewarisi untuk garis menyamping ini dibolehkan jika tidak

ada anak-anak dari orang yang meninggal tersebut.

10
Sukris Sarmadi, Dekonstruksi Hukum Progresif Ahli Waris Pengganti Dalam KHI
(Yogyakarta : Aswaja Presindo, 2012), hlm. 22.

6
C. Konsep Ahli Waris Pengganti Dalam KHI

Di lingkunganan Peradilan Agama penerapan ketentuan ahli waris

pengganti baru dimulai sejak lahirnya Kompilasi Hukum Islam tahun 1991.

Sebelumnya lingkungan peradilan agama tidak mengenal adanya pergantian

tempat ahli waris karena hukum materil yang digunakan adalah kitab-kitab

fiqh yang tidak memberikan ruang dalam konsep penerapan ahli waris

pengganti.11

Dalam Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam tertulis tentang konsep ahli

waris pengganti yaitu :

(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka

kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka

yang tersebut dalam Pasal 173.

(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli

waris yang sederajat dengan yang diganti.

Pengecualian yang tertera dalam Pasal 173 berbunyi “ seorang

terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:

11
Syahrizal Abbas, Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai ( Suatu
Analisis Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
(Jakarta : Puslitbang Kehidupan Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2012),
hlm. 257.

7
a. Dipersalahkan karena telah membunuh atau mencoba membunuh

atau menganiaya berat para pewaris.

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam

dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman lebih berat.

Setelah munculnya Pasal 185 dalam KHi sangatlah berpengaruh dalam

pembagian hukum waris. Dimana menjadikan pihak-pihak yang sebelumnya

tidak dapat menerima warisan menjadi berhak menerima. Ahli waris

pengganti ditujukan kepada para cucu pancar laki-laki maupun perempuan

kemudian seterusnya ke bawah.12

Ketentuan Pasal 185 KHI ini dipertegas dalam Buku Pedoman

Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama tentang asas ahli waris

langsung dan asas ahli waris pengganti yaitu :

a. Ahli waris langsung (eigen hoofed) adalah ahli waris yang

disebut dalam Pasal 174 KHI.

b. Ahli waris pengganti (plaatsvervulling) adalah ahli waris yang

diatur dalam Pasal 185 KHI yaitu ahli waris pengganti/keturunan

dari ahli waris yang disebutkan dalam Pasal 174 KHI. Di antara

keturunan dari anak laki-laki / perempuan , keturunan dari paman,

12
Sukris Sarmadi, Dekonstruksi Hukum Progresif Ahli Waris Pengganti Dalam KHI
(Yogyakarta : Aswaja Presindo, 2012), hlm. 9.

8
keturunan dari kakek dan nenek yaitu bibi dan keturunannya

(paman walaupun keturunan dari nenek dan kakek bukan ahli

waris pengganti karena paman sebagai ahli waris langsung yang

disebutkan dalam Pasal 174 KHI.)13

Yahya harahap menjelaskan bahwa yang menjadi dasar pemikiran

dalam Pasal 185 KHI ini adalah bertitik tolak pada alasan ekonomi. Pada

satu sisi pasal ini mengaitkan pada alasana monopolistic atas harta

warisan serta alasan kepatutan dan alasan kemanusiaan pada sisi lainya.

Dimana pada umumnya anak yatim dan piatu jauh lebih lemah

dibandingkan dengan saudara ayah atau ibunya. Pantaskah

menyingkirkan mereka untk mewarisi harta kakek atau nenek sebagai

pengganti ayah dan ibunya.14

Pada Pasal 185 ayat 2 KHI diyatakan bahwa “Bagian ahli waris

pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat

13
Syahrizal Abbas, Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai ( Suatu
Analisis Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
(Jakarta : Puslitbang Kehidupan Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2012),
hlm. 231

14
Syahrizal Abbas, Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai ( Suatu
Analisis Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
(Jakarta : Puslitbang Kehidupan Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2012),
hlm. 251.

9
dengan yang diganti”. Ini menimbulkan banyak perdebatan dalam

prakteknya dapat dilihat pada contoh kasus di bawah ini :

1. Ahli waris terdiri dari ayah , anak laki-laki, cucu dari anak laki-laki

yang sudah meninggal, dan anak perempuan dengan harta warisan

Rp 180 juta.

Jika melihat dalam faraid :

 Ayah : 1//6

 Anak laki-laki : asabah

 Cucu dari anak laki-laki : asabah

 Anak perempuan : asabah bil ghairi

Kemungkinan pembagian menurut ahli waris pengganti :

 Ayah : 1/6 x 180 juta = 30 juta

 Anak laki-laki : 2/6 x 180 juta = 60 juta

 Cucu dari anak laki-laki : 2/6 x 180 juta = 60 juta

 Anak perempuan : 1/6 x 180 juta = 30 juta

Terlihat bagian ahli waris pengganti lebih besar daripada anak

perempuan. Pembagian ini dirasa tidak adil karena bagian ahli

waris pengganti tidak sesuai dengan apa yang termaktub dalam

Pasal 185 ayat 2 KHI.

10
2. Kasus kedua

Ahli waris terdiri dari seorang anak perempuan, seseorang cucu

perempuan dari anak laki-laki yang meninggal dunia dan seorang

cucu perempuan dari anak perempuan dengan harta warisan 7

miliyar , maka kemungkinan pembagiannya :

 Asal masalah 6

 Anak pr 2/6 ; 3/7 x 7 M = 3 M

 Cucu pr dari anak laki-laki 1/6 ; 1/7 x7 = 1 M karena

ada nash dan sesuai dengan hadist takmil

 Cucu pr anak pr 2/6 ; 3/7 x 7 M = 3 M karena posisi

sebagai ahli waris pengganti

Dapat dilihat posisi cucu pr dari anak laki-laki dirasa

kurang adil karena hanya mendapatkan 1/6 bagian hal ini

berdasarkan nash hadits. Sedangkan cucu pr dari anak pr

aman karena menjadi ahli waris pengganti.

3. Kasus ketiga

Ahli waris terdiri atas seorang anak perempuan, seorang cucu

perempuan dari anak laki-laki dan seorang cucu perempuan dari

anak perempuan. Harta warisan yang ditinggalkan 5 Milyar,

dengan menerapkan cucu perempuan mendapatkan 1/6 bagian

sesuai nash hadist. Maka pembagiannya sebagai berikut :

11
 Seorang anak perempuan ½

 Cucu pr dari anak laki-laki 1/6

 Cucu pr dari anak pr 1/6

Asal masalah : 6

 Anak pr : 2/6 ; 3/5 x 5 M = 3 M

 Cucu pr dari anak laki-laki 1/6 ; 1/5 x 5 M = 1 M

 Cucu pr dari anak pr 1/6 ; 1/5 x 5 M = 1 M

Dari contoh kasus ketiga ini dirasa sangat sesuai

dengan Pasal 185 ayat 2 KHI dimana tidak boleh

melebihi bagian ahli waris yang sederajat.15

D. Konsep Ahli Waris Pengganti di Dunia

Di Negara Mesir bab urusan ahli waris pengganti sudah diterapkan

pada tahun 1946 dikenal dengan istilah wasiat wajibah. Ide wasiat wajibah

ini diajukan ulama Mesir untuk menegakan keadilan. Aturan wasiat

wajibah ini berlaku bagi semua cucu baik dari anak laki-laki maupun

perempuan. Peraturan yang mengatur tentang wasiat wajibah diatur dalam

15
Syahrizal Abbas, Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai ( Suatu
Analisis Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
(Jakarta : Puslitbang Kehidupan Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2012),
hlm. 254.

12
Undang-Undang Nomor 71 Tahun 1946 pada Pasal 76-78. Dimana bagian

harta warisan ini maksimal adalah 1/3 dari harta peninggalan.16

Di Malaysia juga mengatur tentang ahli waris pengganti ini dengan

menggunakan wasiat wajibah. Dimana diatur dalam Enakmen Negeri

Selangor, Enakmen Negeri Malaka, dan Enakmen Negeri Sembilan

dinyatakan bahwa :

1. Jika garis keturunan laki-laki maka berlaku terus sampai

kebawah. Namun jika garis keturunan perempuan maka terbatas

hanya pada anak-anak dari anak perempuan pewaris saja.

2. Jumlah maksimal wasiat wajibah adalah 1/3 baik yang

menerima sendiri atau terdiri dari beberapa orang atau terdiri

dari laki-laki dan perempuan. Jika terdiri dari laki-laki dan

perempuan , maka bagian laki-laki dua berbanding satu dengan

bagian perempuan.17

Di Negara Iran pun demikian menerapkan wasiat wajibah kepada ahli

waris pengganti. Dimana diatur dalam Undang-Undang No. 188 Tahun

1959 Tentang Personal Status Iran dalam Pasal 74, jika anak laki-laki

16
Aisyatul Azizah, Hukum Waris dan Wasiat di Mesir, Makalah disampaikan pada mata
kuliah Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam (S2), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 26
September 2018, hlm. 5-6.
17
M. Arsad, Hukum Waris dan Wasiat di Malaysia, Makalah disampaikan pada mata kuliah
Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam (S2), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 21
November 2018, hlm. 9.

13
maupun perempuan meninggal terlebih dahulu maka hak waris akan

pindah ke anak-anaknya yaitu maksimal 1/3 dari harta peninggalan.18

Di Negara Tunisia pun juga sama mengatur wasiat wajibah untuk ahli

waris pengganti yang diatur dalam majalah ahkam al syahsiyyah tahun

1956 diatur dengan tegas dalam Pasal 192 mengenai pembagiannya

dimana cucu laki-laki mendapatkan bagian lebih besar daripada cucu

perempuan.19

Sedangkan di Indonesia mengenai bab wasiat wajibah diatur juga akan

tetapi wasiat wajibah ini hanya diperuntukan untuk orang tua angkat

maupun anak angkat dengan bagian tidak lebih dari 1/3. Tentang wasiat

wajibah ini diatur dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam.

E. Kasus Ahli Waris Penggati dalam Praktek di Peradilan Agama

Dalam penerapan Pasal 185 KHI di lingkungan Peradilan Agma dapat

dilihat dalam putusan Pengadilan Agama di Selong Kab. Lombok Timur

No. 111/Pdt/G/1997/PA.SEL,tanggal 26 Agustus 1997 M. Dalam putusan

tingkat pertama menerapkan Pasal 185 KHI yang menetapkan ahli waris

pengganti terdiri atas :

18
Muhammad Fa’iz, Waris dan Wasiat di Negara Iran, Makalah disampaikan pada mata
kuliah Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam (S2), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 7
November 2018, hlm. 7.

19
Ijay Abdul, Hukum Waris dan Wasiat di Tunisia, Makalah disampaikan pada mata kuliah
Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam (S2), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 3 Oktober
2018, hlm. 6.

14
1. Cucu peremppuan dari anak perempuan 1/18 bagian

2. Cucu laki-laki dari anak perempuan 2/18 bagian.

Akan tetapi putusan PA Selong ini dibatalkan oleh PTA Mataram

dengan nomer putusan No. 04/Pdt-G/1998/PTA.MTR tanggal 28 Maret

1998 beralasan bahwa ahli waris pengganti yang ditetapkan oleh PA

selong termasuk dalam kategori zhawil arham sehingga ia tidak berhak

mendapatkan harta warisan dari ahli waris pengganti.

Keputusan PTA Mataram ini akhirnya juga dibatalkan ole Mahkamah

Agung RI No. 354.K/AG/ 1998 tanggal 28 Oktober 1999. Dalam amar

putusannya menyatakan putusan judex factie PTA telah salah dalam

menerpakan hukum, sehingga harus dibatalkan kemudian MA

menetapkan ahli waris pengganti sebagaimana putusan PA Selong.20

Terdapat juga dalam putusan Pengadilan Agama Nomor :

985/Pdt.G/2003/PA.Mlg dimana dalam kasusnya seorang kakek

meninggal dunia dan harta dari warisan kakek masih ditangan istrinya (

Tergugat). Dikarenakan obyek sengketa merupaka harta bersama maka

pada awalnya harta tersebut dibagi dua antara almarhum dan istrinya

20
Syahrizal Abbas, Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai ( Suatu
Analisis Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia
(Jakarta : Puslitbang Kehidupan Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI,2012),
hlm. 258.

15
(tergugat). Dan kemudian harta tersebut dibagikan kepada ahli warisnya

dengan asal masalah 4224 sebagai berikut :

1. Istri almarhum (tergugat) ½ x 4224 = 2112 + (¼ x 2112) =

2640/4224

2. Saudara 144/4224

3. Saudara 144/4224

4. Saudara 288/4224

5. Saudara 288/4224

6. Saudara 288/4224

7. Saudara 144/4224

8. Saudara akan tetapi karena meninggal digantikan istrinya dan

anak-anaknya :

a. Istri 36/4224

b. Anak laki-laki 72/4224

c. Anak laki-laki 72/4224

d. Anak laki-laki 72/4224

e. Anak perempuan 36/4224 21

Dapat dilihat dalam putusan ini bahwa istri dan anak-anaknya dapat menjadi

ahli waris pengganti dari suaminya yang telah meninggal.

21
Ginting Sadiq, Pembagian Harta Warisan oleh Ahli Waris Pengganti Menurut Hukum
Waris Islam (Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Malang Nomor: 958/Pdt.G/2003/PA.Mlg,
https://media.neliti.com/media/publications/118954-ID-pembagian-harta-warisan-oleh-ahli-waris.pdf
diakses pada 4/12/2018 pukul 11.50 WIB

16
Menurut pendapat Hakim di Pengadilan Agama Wonosari bahwa

pembagian ahli waris pengganti dalam Pasal 185 ayat 2 KHI ini akan

memunculkan banyak perbedaan. Pendapat Bapak Drs. Mudara dimana dalam

memutuskan perkara ahli waris pengganti adalah berdasarkan kasuistik

perkara yang masuk. Dalam kasus seorang cucu menggantikan posisi ayahnya

dan ahli waris sederajat adalah perempuan bila dibandingkan 2:1 maka bagian

ahli waris pengganti akan melebihi bagian ahli waris sederajat oleh karena itu

agar tidak sederajat maka dibagi sama rata.22

22
Royhatun Nikmah, “TInjauan Hukum Islam terhadap Pendapat para hakim Pengadilan
Agama Sleman dan Pengadilan Agama Wonosari mengenai Pasal 185 KHI tentang Ahli waris
pengganti dan bagiannya,” Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2015), hlm.70.

17
PENUTUP

Menjujung keadilan dalam pembagian harta warisan adalah hal mutlak

yang harus dilakukan. Mengingat pembagian waris ini masih sangat krusial di

Indonesia. Dengan dikeluarkannnya Kompilasi Hukum Islam yang sudah

mengatur sedemikian rupa tentang ahli waris pengganti dalam Pasal 185.

Dimana cucu yang sudah ditinggal orang tuanya dapat mendapatkan harta

warisan dari kakek/neneknya karena mereka sangatlah lemah dibandingan

anak yang masih hidup.

Akan tetapi dalam pasal tersebut masih banyak menimbulkan

penafsiran. Bahkan menimbulkan perbedaan dalam keputusan ijtihad hakim

dalam pengadilan dalam menentukan pembagian harta warisan maupun

penentuan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris pengganti. Ditambah lagi

karena adanya pluralism hukum yang diterapkan dalam penanganan hukum

waris.

Maka dari itu seyogyanya pemerintah dapat menyoroti hal ini. Karena

dirasa sangat krusial dan akan banyak menimbulkan banyak konflik dalam

masyarakat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Kompilasi Hukum Islam

2. Buku

Abbas, Syahrizal Ahli Waris Pengganti Dalam Sistem Hukum Di Indonesai (


Suatu Analisis Filsafat), dalam buku Problematika Hukum Kewarisan
Islam Kontemporer di Indonesia, Jakarta : Puslitbang Kehidupan
Keagmaan Badan LItbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2012.

Abu bakar, Al yasa , Ahli waris sepertalian darah : kajian perbandingan


terhadap penalaran Hazairin dan penalaran fikih madzhab, Jakarta :
INIS 1998.

Sarmadi, Sukris , Dekonstruksi Hukum Progresif Ahli Waris Pengganti


Dalam KHI Yogyakarta : Aswaja Presindo, 2012.

3. Jurnal

Sofyan , Mei, Kedudukan ahli waris pengganti dan prinsip keadilan dalam
hukum waris islam, Jurnal Wawasan Hukum , Vol. 34 No 1 februari
2016.

Iwannudin, Ahli Waris Pengganti Menurut Hazairin, Jurnal Mahkamah Vol.1


No. 2 Desember 2016.

4. Lain-lain

Azizah, Aisyatul, Hukum Waris dan Wasiat di Mesir, Makalah disampaikan


pada mata kuliah Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam
(S2), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 26 September 2018.

Arsad, M. , Hukum Waris dan Wasiat di Malaysia, Makalah disampaikan


pada mata kuliah Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam
(S2), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 21 November 2018.

19
Fa’iz, Muhammad, Waris dan Wasiat di Negara Iran, Makalah disampaikan
pada mata kuliah Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam
(S2), UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 7 November 2018.

Ginting Sadiq, Pembagian Harta Warisan oleh Ahli Waris Pengganti Menurut
Hukum Waris Islam (Analisis Putusan Pengadilan Agama Kota Malang
Nomor:958/Pdt.G/2003/PA.Mlg,https://media.neliti.com/media/publicati
ons/118954-ID-pembagian-harta-warisan-oleh-ahli-waris.pdf diakses
pada 4/12/2018 pukul 11.50 WIB

Ijay Abdul, Hukum Waris dan Wasiat di Tunisia, Makalah disampaikan pada
mata kuliah Hukum Keluarga di Dunia islam, Prodi Hukum Islam (S2),
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 3 Oktober 2018.

Royhatun Nikmah, “TInjauan Hukum Islam terhadap Pendapat para hakim


Pengadilan Agama Sleman dan Pengadilan Agama Wonosari mengenai
Pasal 185 KHI tentang Ahli waris pengganti dan bagiannya,” Skripsi,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015.

20

Anda mungkin juga menyukai