Anda di halaman 1dari 25

ASAS HUKUM: MONOGAMI

(STUDI TAFSIR AN-NISA’ (4): 3 DAN HADIS)

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah


Studi Al-Qur‟an dan Hadis (Teori dan Aplikasi)
Dosen Pengampu:
Dr. H. Hamim Ilyas M. Ag.

Oleh:
Alik Rizal Alfarisy
NIM. 17203010103

MAGISTER HUKUM ISLAM

FAKULTAS SYARI‟AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2018

1
A. LATAR BELAKANG
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam
pergaulan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan hanya satu jalan
yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi
juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara satu
kaum dan kaum yang lain, dan perkenalan akan menjadi jalan untuk
menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lainnya.
Dalam pernikahan dikenal juga dengan istilah poligami. Poligami ialah
seseorang suami yang memiliki istri lebih dari satu, dalam Islam poiligami di
perbolehkan dengan syarat mampu menegakkan keadilan dalam rumah
tangganya. Sebenarnya tujuan dari peraturan tentang poligami dalam Islam itu
diantaranya ialah untuk menyelamatkan dan menolong kaum wanita,
sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah SAW terhadap istri-istri beliau. Al-
Qur‟an surat An-Nisa‟ (4) : 3 berfungsi memberikan batasan serta syarat yang
ketat, yaitu batasan maksimal empat istri dengan ketentuan mesti berlaku adil.
Artinya tidak boleh ada anggapan bahwa Al-Qur‟an mendorong poligami, tetapi
justru memberikan jalan keluar apabila dalam suatu keadaan terpaksa seorang
harus memilih antara perzinahan dan poligami, atau antara membiarkan wanita
terlantar dan sengsara tak bisa nikah dan menjadi istri kedua.
Pembacaan terhadap dasar nash maupun hadits berkenaan dengan
masalah ini hendaknya dilakukan secara utuh. Untuk menentukan seatu hukum
atas boleh atau tidaknya poligami harus mengkaji semua ayat maupun hadits
yang brkenaan dengannya dengan selektif dan penafsiran yang memperhatikan
berbagai persepektif, baik secara tetkstual maupun kontektual. Untuk mengambil
suatu kesimpulan hukum tidak bisa dilakukan secara parsial atau setengah-
setengah dalam pembacaannya. Karena itu makalah ini, penulis mencoba
memaparkan beberapa hadits mengenai masalah poligami yang penulis uraikan
berangkat dari pemahaman teks yang biasa dijadikan rujukan bagi orang-orang
yang pro dan kontra poligami.

2
B. PEMBAHASAN
1. Poligami
a) Pengertian Poligami
Poligami berasal dari bahasa Yunani. Kata ini merupakan
penggalan kata poli atau polus yang artinya banyak, dan kata gamein
atau gamos, yang berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua
kata ini digabungkan memiliki arti suatu perkawinan yang banyak.
Kalau dipahami dari kata ini dapat diketahui bahwa poligami adalah
perkawinan banyak, dan bisa jadi dalam jumlah yang tidak terbatas.1
Singkatnya, poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu
pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) isteri dalam waktu
yang bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti
itu dikatakan bersifat poligami.2
Allah SWT membolehkan berpoligami sampai empat orang isteri
dengan syarat berlaku adil kepada mereka. Jika tidak mampu berlaku
adil maka cukup satu isteri saja (monogami).
Islam memandang poligami lebih banyak membawa
resiko/madharat dari pada manfaatnya, karena manusia itu mempunyai
fitrahnya dalm hal watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-
watak semacam iniakan mudah timbul dalam kadar yang tinggi, jika
hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis, yang beresiko pada
konflik antara suami dan isteri-isteri dan anak-anak dari isterinya.
Karena itu hukum asal dalam pernikahan menurut islam adalah
monogami, sebab dengan monogami akan mudah menetralisir
sifat/watak cemburu, iri hati dalam kehidupan berkeluarga. Oleh karena
itu poligami hanya dibolehkan, bila dalam keadaan darurat, missal isteri
mandul dll, dalam hal seperti ini suami diizinkan berpoligami dengan
syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga

1
Labib MZ., Pembelaan Ummat Muhammad, (Surabaya: Bintang Pelajar, 1986), h. 15
2
Siti Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami, (Jakarta: LKAJ-SP, 1999), h. 2.

3
dan harus adil dalam memberikan nafkah lahir dan giliran waktu
tinggalnya.3
Menurut Bibit Suprapto, poligami dapat dibagi menjadi bebrapa
macam, yaitu:
1) Poliandri, yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan
beberapa orang laki-laki.
2) Poligini, yaitu perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa
orang perempuan.
3) Gabungan antara poligini dan poliandri, dimana ada jumlah tertentu
dari laki-laki mengauli jumlah tertentu dari perempuan sebagai
suami isteri dengan hak yang diakui antara mereka.4
Dari ketiga bentuk poligami diatas, yang dimaksud dengan poligami
adalam pembahasan ini adalah poligini. Namun dalam
perkembangannya, istilah poligini jarang sekali dipakai, bahkan bisa
dikatakan istilah ini tidak dipakai lagi kecuali di kalangan antropologi
saja.

b) Sejarah Poligami
Dilihat dari aspek sejarah, poligami bukanlah praktik yang
dilahirkan Islam. Jauh sebelum Islam datang tradisi poligami telah
menjadi salah satu bentuk praktik peradaban Arabia patriarkhis.
Peradaban patriarkhis adalah peradaban yang memposisikan laki-laki
sebagai aktor yang menentukan seluruh aspek kehidupan. Peradaban ini
sesungguhnya telah lama berlangsung bukan hanya di wilayah Jazirah
Arabia, tetapi juga dalam banyak peradaban kuno lainnya seperti di
Mesopotamia dan Mediterania bahkan di bagian dunia lainnya. Dengan

3
Abdul Rahman Ghozali, fiqh Munakahat, (Jakarta, Prenada Media Group, 2012), h. 131
4
Bibit Suprapto, liku-liku Poligami, (Jogjakarta, Al Kautsar, 1990), h 71

4
kata lain perkawinan poligami sejatinya bukan khas peradaban Arabia,
tetapi juga peradaban bangsa-bangsa lain.5
Menurut Sayyid Sabiq sebenarnya sistem poligami sudah meluas
dan berlaku dibanyak negara-negara antara bangsa sebelum Islam
datang. Maka tidak benar jika ada pendapat yang mengatakan bahwa
Islamlah yang mula-mula membawa sistem poligami. Sebenarnya
sistem poligami hingga dewasa ini masih tetap tersebar pada beberapa
bangsa yang tidak beragama Islam, seperti Jepang, Hindu India, China
dan orang-orang asli afrika.6 Di kalangan bangsa Israel, poligami sudah
dikenal sejak sebelum nabi Musa yang kemudian menjadi kebiasaan
yang mereka lanjutkan tanpa pembatasan dalam jumlah perempuan yang
boleh dijadikan isteri oleh laki-laki.7
Dalam keadaan berlakunya poligami tanpa batas diseluruh
penjuru dunia, maka Islam lahir membawa ajaran kebenaran dan
mengatur masalah poligami dengan bersumber kepada kita Al-Qur‟an
dan Hadis Nabi Muhammad SAW, dalam aturan yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad SAW dengan keras dan tegas melarang nikah dengan
bersyarat, dan meskipun pada mulanya perkawinan sementara (kawin
kontrak) dibenarkan. Sistem yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
memberikan kepada kaum wanita hak-haknya yang sebelumnya tidak
mereka punya, diberikan kedudukan yang tidak berbeda sama sekali
dengan kaum laki-laki. Dalam setiap perbuatan hukum serta kekuasaan.
Dikendalikannya poligami dengan membatasi jumlah maksimun, yaitu
empat orang saja bagi seorang laki-laki dan disyaratkan berlaku adil
mengenai semua kewajiban laki-laki sebagai seorang suami.8
Tidak sedikit orang yang keliru dalam memahami praktek
poligami Nabi Muhammad SAW, termasuk kaum muslim sendiri. Ada

5
Humaidi Tatapangarasa, Hakekat Poligami dalam Islam, (Jakarta: Usaha Nasional, t.t), h. 7
6
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, jilid VI, terj. al-Ma‟arif, (Bandung. 1987). h.169.
7
Humaidi Tatapangsara, Hakekat Poligami dalam Islam. h. 15.
8
Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam, terj. HB. Jasin. (jakarta: Bulan Bintang, 2000). h. 384.

5
anggapan nabi melakukan poligami atas dasar sebagaimana yang
dilakukan orang banyak, yakni untuk memenuhi tuntutan biologis atau
hanya untuk memuaskan hasrat seksualnya. Untuk dapat memaknai
poligami secara benar, terlebih dahulu haruslah memahami perjalanan
Nabi Muhammad yang menikah pertama kali dengan Khadijah binti
Khuwailid ketika berusia 25 tahun, sementara Khadijah berusia 40
tahun.
Perkawinan Nabi Muhammad dengan Khadijah berjalan penuh
kebahagiaan dan berlangsung selama 28 tahun. Dua tahun setelah
Khadijah wafat, baru nabi menikah lagi, yaitu dengan Saudah binti
Zam‟ah. Saudah merupakan wanita pertama yang dinikahi Nabi setelah
Khadijah wafat dan ketika itu usia Saudah sudah agak lanjut. Tidak
lama setelah pernikahan dengan Saudah. Nabi menikah lagi dengan
Aisyah binti Abu Bakar. Pada waktu inilah nabi memulai kehidupan
poligami stelah berumur 54 tahun, yang biasanya pada usia tersebut
kemampuan seksual laki-laki mulai menurun. Setelah Aisyah, nabi
berturut-turut mengawini Hafsah binti Umar ibn al-Khattab, Ummu
Salamah, Ummu Habibah, Zainab binti Jahsy, Zainab binti Khuzaimah,
Jumairiyah binti Harits, Sufiyah binti Huyay, Rayhanah binti Zaid dan
yang terakhir Maimunah binti Harits. Isteri Nabi sebagian besar adalah
janda-janda yang kurang menarik dalam hal kekayaan dan kecantikan.9
Janda-janda yang dikawini oleh nabi, disamping telah mencapai
usia senja yang sudah tidak ada daya tarik memikat, juga dalam keadaan
sedang mengalami kesusahan hidup karena ditinggal mati oleh
suaminya baik mati dimedan perang, maupun ditinggal mati biasa dan
ada pula dicerai oleh suaminya sebab murtad dan ada yang dicerai
karena tidak ada kebahagiaan atau kecocokan dengan suaminya.10

9
S. Ali Yasir, di balik poligami Rasulullah saw, (Surabaya, PT. Bina Ilmu 1982) h 16.
10
Jones, Jamilah dan Abu Aminah Bilal Philip, Monogami dan Poligami Dalam Islam, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2001). Hlm 34

6
c) Dasar Hukum Al-Qur’an
Islam telah menetapkan bahwa seorang lelaki boleh kawin
dengan lebih dari seorang perempuan tetapi tidak melebihi empat
orang. Asas pensyariatan yang menjadi dalil utama di dalam
berpoligami sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisa`
ayat 3 sebagai berikut:

‫ِّس ِاء َمثْ ََن‬ ِ


َ ‫اب لَ ُك ْم م َن الن‬
ِ ِ ِ
َ َ‫َوإِ ْن خ ْفتُ ْم أَال تُ ْقسطُوا ِِف الْيَتَ َامى فَانْك ُحوا َما ط‬
ِ ِ ِ ِ
‫ك أ َْد ََن‬ ْ ‫اع فَِإ ْن خ ْفتُ ْم أَال تَ ْعدلُوا فَ َواح َد ًة أ َْو َما َملَ َك‬
َ ‫ت أَْْيَانُ ُك ْم َذل‬ َ َ‫الث َوُرب‬
َ ُ‫َوث‬
‫أَال تَعُولُوا‬
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki”.
[An-Nisa‟: 3]

d) Mufradat Lughawi

Dari perempuan- ِ ‫ِّمن النِّس‬


‫آء‬ َ َ Dan jika ‫َواِ ْن‬
perempuan (selain
mereka)
Dua orang ‫َمثْ َٰن‬ Kalian
‫ِختُ ْم‬
takut/khawatir
Dan tiga orang ‫ث‬َ ‫َوثُٰل‬ Bahwa tidak(dapat) ‫اَالا‬
Dan empat orang ‫َوُرٰب َع‬ Kalian berlaku adil ‫تُ ْق ِسطًْوا‬
Kalian berlaku
‫تَ ْع ِد لُْوا‬ Atau ‫اَو‬
adil
Maka (nikahilah)
‫فَ َوا ِح َد ًة‬ (menikahi) wanita-
‫الْٰيت ٰٰمى‬
satu orang saja wanita yatim

7
‫ت‬ْ ‫َملَ َك‬
Hamba sahaya Maka
‫فَ ْن ِك ُح ْوا‬
yang kalian miliki ‫َما اَْْيَانُ ُك ْم‬ kalian nikahilah

Lebih dekat ‫اَ ْد َٰن‬ Apa (siapa) yang ‫َما‬


Agar tidak ‫اَالا‬ Baik/halal/disukai ‫ب‬
َ ‫طَا‬
Kalian berlaku
‫تَ ْعلُ ْوا‬ Bagi laki-laki ‫لَ ُك ْم‬
zalim (tidak adil)

e) Asbabun Nuzul
Berdasarkan keterangan dari beberapa buku tentang asbabun nuzul
surat An-Nisa‟ ayat 3 dengan beberapa macam:
1) Telah di ceritakan oleh istri Nabi Saw, Aisyah ra. Imam Bukhari,
Muslim, Abu Daud serta al-Tirmidzi dan lain-lain yang
meriwayatkan bahwa, Urwah Ibn Zubair bertanya kepada isteri
Nabi Saw, yaitu Aisyah ra. tentang ayat An-Nisa: 3 ini, Beliau
menjawab bahwa ayat ini berkaitan dengan seorang anak
perempuan yatim yang dipelihara oleh seorang laki-laki (wali),
dimana harta anak tersebut bergabung dengan harta wali, dan si
wali senang akan kecantikan dan harta sang yatim, maka dia hendak
menikahinya tanpa memberinya mahar yang sesuai.11 Selanjutnya
turunlah ayat ini :

‫اب لَ ُك ْم ِم َن‬ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫َوإ ْن خ ْف تُ ْم أ اَال تُ ْق س طُوا ِِف ا لْيَتَامَ ٰى فَا نْك‬
َ َ‫ح وا مَ ا ط‬
ِ ‫ال ن‬
َ‫ث َو ُربَاع‬
َ ‫َن َوثُ َال‬
ٰ َ ْ‫ِّس اء مَ ث‬
َ
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil
terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat.”

11
Ibnu Katsir, Imaduddin Abi Al Fida Ismail bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an al Azhim, (Bandung:
Syirkah Nur Asia, tt), Jilid I, h 449

8
Dalam ayat tersebut, mereka dilarang menikahi anak-anak yatim
yang mereka inginkan karena harta dan kecantikannya tetapi
enggan berlaku adil terhadap mereka.12
2) Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini di tujukan kepada laki-
laki pada zaman jahiliyah yang menikahi perempuan lebih dari
empat orang. Dan menafkahinya dengan semua hartanya hingga ia
menjadi miskin. Dan ia menikahi anak yatim dengan maksud
mengambil hartanya untuk menafkahi istri-istrinya yang lain.13
3) Untuk membatasi jumlah wanita yang dinikahi, tidak seperti tradisi
jahiliyah dimana laki-laki menikahi wanita tanpa adanya batasan.

f) Munasabah Ayat
Pada ayat-ayat yang lalu Allah SWT menerangkan tentang
kewajiban memelihara anak yatim bersama hartanya dan diharusnya
untuk menyerahkan harta tersebut kepadanya apabila ia telah balig dan
dewasa surat An-Nisa‟ ayat 2

ِ ِّ‫يث بِال طاي‬


‫ب َوَال تَأْ ُك لُوا‬ َ ِ‫أَم َوا ََلُ ْم َوَال تَ تَبَ اد لُوا ا ْْلَب‬
ْ ‫َوآ تُوا ا لْ يَتَامَ ٰى‬
‫أ َْم َوا ََلُ ْم إِ َلٰ أ َْم َوالِكُ ْم إِناوُ َك ا َن ُح وبًا َك بِريًا‬
Artinya: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig)
harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan
jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya
tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar. [An-Nisa‟: 2]
serta dilarang pula untuk memakan harta dan
mencampuradukkan antara harta anak yatim dengan hartanya.
Kemudian pada ayat ini, Allah melarang untuk mengawini anak
yatim bila tidak mampu berlaku adil, atau hanya sekedar tertarik kepada

12
M. Quraish Shihab, Tafsir al Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al Qur’an, (Jakarta: Lentera
Hati, 2005), Jilid 2, Cet., h. 340
13
Nur Chozin, Poligami dalam Al-Qur’an. Mimbar Hukum, al-Hikmah dan DITBINBAPERA Islam,
No 29/1996, hlm 81

9
hartanya saja. Oleh karena itu, jika dia mampu berlaku adil, lebih baik ia
mengawini wanita lain yang dia sukai dua, tiga, atau empat.14

g) Penafafsir Kandungan Surat an-Nisa’: 3

‫ِّس ِاء َمثْ ََن‬ ِ


َ ‫اب لَ ُك ْم م َن الن‬
ِ ِ ِ
َ َ‫َوإِ ْن خ ْفتُ ْم أَال تُ ْقسطُوا ِِف الْيَتَ َامى فَانْك ُحوا َما ط‬
ِ ِ ِ ِ
‫ك أ َْد ََن‬ ْ ‫اع فَِإ ْن خ ْفتُ ْم أَال تَ ْعدلُوا فَ َواح َد ًة أ َْو َما َملَ َك‬
َ ‫ت أَْْيَانُ ُك ْم َذل‬ َ َ‫الث َوُرب‬
َ ُ‫َوث‬
‫أَال تَعُولُوا‬

Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga
atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki”.
[An-Nisa‟: 3]

Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an M. Quraish Shihab


dikenal sebagai mufassir yang menggunakan metode tafsir maudu„i
(tematik), menyangkut satu surat dalam Al-Qur‟an dengan menjelaskan
tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema sentralnya,
serta menghubungkan persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam
surat tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut,
sehingga satu surat tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Penafsiran ayat poligami yang dijelaskan pada ayat ini, M.
Quraish Shihab menjelaskan kandungan ayat tersebut bahwa Allah
melarang memanfaatkan harta anak yatim secara aniaya. Setelah itu,
Allah melarang berlaku aniaya terhadap pribadi anak-anak yatim itu.
Oleh karena itu, ditegaskannya bahwa dan jika kamu takut tidak akan

14
Dr Mardani, Tafsir Ahkam, (Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 223

10
dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, dan kamu percaya diri
akan berlaku adil terhadap wanita-wanita selain yatim itu, maka
nikahilah apa yang kamu senangi sesuai selera kamu dan halal dari
wanita-wanita yang lain itu, kalau perlu, kamu dapat menggabung
dalam saat yang sama dua, tiga atau empat tetapi jangan lebih, lalu jika
kamu takut tidak dapat berlaku adil dalam hal harta dan perlakuan
lahiriah, bukan dalam hal cinta bila menghimpun lebih dari seorang
isteri, maka nikahilah seorang saja, atau nikahi hamba sahaya wanita
yang kamu miliki. Yang demikian itu, menikahi selain anak yatim
mengakibatkan ketidakadilan, dan mencukupkan satu orang isteri
adalah lebih baik untuk tidak berbuat aniaya, yaitu lebih mengantarkan
kamu kepada keadilan, atau kepada tidak memiliki banyak anak yang
harus kamu tanggung biaya hidup mereka.15
Ayat diatas menggunakan kata tuqsitu dan ta’dilu yang keduanya
diterjemahkan adil. Ada ulama yang mempersamakan maknanya, ada
juga yang membedakannya dengan berkata bahwa tuqsitu adalah
berlaku adil antara dua orang atau lebih, keadilan yang menjadikan
keduanya senang. Sedang ta’dilu adalah berlaku baik terhadap orang
lain maupun diri sendiri, tetapi keadilan itu, bisa saja tidak
menyenangkan salah satu pihak. Pada ayat ini Allah juga membahas
tentang perbudakan. Firman Allah yang berbunyi ma malakat
aimanukum yang diterjemahkan dengan hamba sahaya wanita yang
kamu miliki, menunjuk kepada satu kelompok masyarakat yang ketika
itu merupakan salah satu fenomena umum masyarakat manusia
diseluruh dunia. Allah dan Rasul tidak merestui perbudakan, walau pada
saat yang sama Al-Qur‟an dan Sunnah tidak mengambil langkah drastis
untuk menghapuskannya sekaligus. Al-Qur‟an dan sunnah menutup
semua pintu untuk lahir dan berkembangnya perbudakan kecuali satu

15
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet. I, (Ciputat:
Lentera Hati, 2000), h. 322.

11
pintu yaitu tawanan, yang diakibatkan oleh perang dalam rangka
mempertahankan diri dan akidah, itu pun disebabkan karena ketika itu
perlakuan manusia terhadap tawanan perangnya. Namun, walaupun
tawanan perang diperkenankan untuk diperbudak, tapi perlakuan
terhadap mereka sangat manusiawi, bahkan Al-Qur‟an memberi peluang
kepada penguasa muslim untuk membebaskan mereka dengan tebusan
atau tanpa tebusan, berbeda dengan sikap umat manusia ketika itu.16
Kemudian penyebutan dua, tiga atau empat, pada hakikatnya
adalah dalam rangka tuntutan berlaku adil kepada anak yatim. Redaksi
ayat ini mirip dengan ucapan seorang yang melarang orang lain makan
makanan tertentu, dan untuk menguatkan larangan itu dikatakannya:
“jika anda khawatir akan sakit bila makan makanan ini maka habiskan
saja makanan selainnya yang ada dihadapan anda”. Tentu perintah
menghabiskan makanan lain itu, hanya sekadar menekankan perlunya
mengindahkan larangan untuk tidak makan makanan tertentu. Dalam
penafsiran surat An-Nisa‟ ayat 3 ini, M. Quraish Shihab ingin
menggarisbawahi bahwa ayat ini tidak membuat peraturan tentang
poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut
berbagai syariat agama, serta adat istiadat masyarakat sebelum turunnya
ayat ini.17
Sebagaimana ayat ini tidak mewajibkan poligami atau
menganjurkannya, ia hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan
itupun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh orang yang
sangat membutuhkan dan dengan syarat yang tidak ringan. Itu pun
diakhiri dengan anjuran untuk ber-monogami dengan firmanNya: Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.18

16
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, h. 322.
17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, h. 324.
18
2M. Quraish Shihab, Poligami dan Kawin Sirri Menurut Islam. Diakses dari
http://nambas.wordpress.com/2010/03/03/quraish-shihab-poligami-dan-kawin-sirri-menurut-islam/

12
Keadilan dalam poligami menurut M. Quraish Shihab adalah adil
dalam bidang material bukan immaterial (seperti cinta dan kasih
sayang). M. Quraish Shihab mendasarkan pendapatnya pada QS An-
Nisa‟: 129
Firman Allah:

ِ ِ ‫ولَن تَست ِطيعوا أَ ْن تَع ِدلُوا ب ي الن‬


َ ‫صتُ ْم فَال ََتيلُوا ُك ال الْ َمْي ِل فَتَ َذ ُر‬
‫وىا‬ ْ ‫ِّساء َولَ ْو َحَر‬
َ َ َْ ْ ُ َْ ْ َ
ِ ِ ِ ُ‫َكالْمعلا َق ِة وإِ ْن ت‬
ً ‫صل ُحوا َوتَتا ُقوا فَإ ان اللاوَ َكا َن َغ ُف ًورا َرح‬
‫يما‬ ْ َ َُ
Artinya: “dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara
isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena
itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An-
Nisa: 129]

Ayat ini menegaskan bahwa: Kamu wahai para suami, sekali-kali


tidak akan dapat berlaku adil, yakni tidak dapat mewujudkan dalam hati
kamu secara terus menerus keadilan dalam hal cinta di antara isteri-isteri
kamu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena cinta di
luar kemampuan manusia untuk mengaturnya. Karena itu berlaku
adillah sekuat kemampuanmu yakni dalam hal-hal material, dan
kalaupun hatimu lebih mencintai salah seorang di antara mereka, maka
aturlah sedapat mungkin perasaan kamu, sehingga janganlah kamu
terlalu cenderung kepada isteri yang lebih kamu cintai serta
menumpahkan seluruh cintamu kepadanya, sehingga kamu biarkan
isterimu yang lain terkatung-katung, dan jika kamu mengadakan
perbaikan dengan menegakkan keadilan yang di perintah Allah dan
bertakwah, yakni menghindari kecurangan maka Allah mengampuni

13
pelanggaran-pelanggaran kecil yang kamu lakukan sesungguhnya Allah
selalu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 19
Keadilan yang dimaksudkan dalam ayat diatas adalah adil dalam
bidang immaterial (cinta dan kasih sayang). Keadilan ini yang menurut
M. Quraish Shihab tidak mungkin dicapai oleh kemampuan manusia.
Oleh sebab itu suami yang berpoligami dituntut tidak memperturutkan
hawa nafsu dan berkelebihan cenderung kepada yang dicintai. Meskipun
ayat ini menegaskan bahwa keadilan mutlak mustahil dapat diwujudkan,
tetapi bukan alasan untuk melarang poligami. Dengan demikian,
tidaklah tepat menjadikan ayat ini sebagai dalih untuk menutup rapat
pintu poligami atau melarang poligami. 20
Dengan pengertian ini, M. Quraish Shihab tidak hendak
menyampaikan bahwa jika seseorang sudah yakin dan percaya mampu
berbuat adil dalam hal materi maka dianjurkan poligami, karena masih
banyak syarat yang harus dipenuhi dalam poligami. Selain itu, dengan
melihat sejarah poligami pada masa Nabi SAW., M. Quraish Shihab
menyatakan bahwa poligami bukanlah sesuatu yang mudah untuk
dilakukan karena menyangkut berbagai aspek.21
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa poligami bukanlah
sebuah anjuran. Walaupun Nabi Muhammad SAW. menikah lebih dari
satu kali, namun tidak semua yang dilakukan Rasul perlu diteladani,
sebagaimana tidak semua yang wajib atau terlarang bagi beliau, wajib
dan terlarang pula bagi umatnya. Pernikahan Nabi Muhammad SAW.
dengan sekian banyak isteri menurut M. Quraish Shihab bukan untuk
tujuan pemenuhan kebutuhan seksual, karena isteri-isteri beliau itu pada
umumnya adalah janda-janda yang sedang atau segera akan memasuki
usia senja. Perlu pula dipahami bahwa Rasul SAW. baru berpoligami

19
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an. h. 581.
20
M. Quraish Shihab, al-Lubab, Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah al-Qur’an, h. 222
21
M. Quraish Shihab, Poligami dan Kawin Sirri Menurut Islam. Diakses dari
https://nambas.wordpress.com/2010/03/03/quraish-shihab-poligami-dan-kawin-sirri-menurut-islam/

14
setelah isteri pertamanya wafat. Perkawinan beliau dalam bentuk
monogami telah berjalan selama 25 tahun. Setelah tiga atau empat tahun
sesudah wafatnya isteri pertama beliau (Khadijah) barulah beliau
berpoligami dengan menikahi „Aisyah ra. Ketika itu berusia sekitar 55
tahun, sedangkan beliau wafat dalam usia 63 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa beliau berpoligami hanya dalam waktu sekitar
delapan tahun, jauh lebih pendek daripada hidup ber-monogami, baik
dihitung berdasar masa kenabian terlebih lagi jika dihitung seluruh masa
perkawinan beliau.22
M. Quraish Shihab juga tidak sependapat dengan mereka yang
ingin menutup mati pintu poligami. Poligami bagaikan pintu darurat
kecil, yang hanya dilalui saat amat diperlukan dan dengan syarat yang
tidak ringan.23 Ia juga menilai bahwa poligami bagaikan pintu darurat
dalam pesawat udara, yang tidak dapat dibuka kecuali saat situasi sangat
gawat dan setelah diizinkan oleh pilot. Yang membukanya pun haruslah
mampu, karena itu tidak diperkenankan duduk di samping emergency
door kecuali orang-orang tertentu.
Hal tersebut dikhawatirkan karena melihat kemungkinan
terjadinya dampak buruk dari poligami. Longgarnya syarat, ditambah
dengan rendahnya kesadaran dan pengetahuan tentang tujuan
perkawinan, telah mengakibatkan mudarat yang bukan saja menimpa
isteri–isteri yang seringkali saling cemburu berlebihan, tetapi juga
menimpa anak-anak, baik akibat perlakuan ibu tiri maupun perlakuan
ayahnya sendiri, bila sangat cenderung kepada salah satu isterinya.
Perlakuan buruk yang dirasakan oleh anak dapat mengakibatkan
hubungan antar anak-anak pun memburuk, bahkan sampai kepada
memburuknya hubungan antar keluarga. Dampak buruk inilah yang
mengantar sementara orang melarang poligami secara mutlak. Walau

22
M. Quraish Shihab, Perempuan, h. 189
23
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat. h. 265.

15
begitu, M. Quraish Shihab menambahkan bahwa dampak buruk yang
dilukiskan di atas adalah apabila mereka tidak mengikuti tuntunan
hukum dan agama. Terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan hukum
bukanlah alasan yang tepat untuk membatalkan ketentuan hukum itu,
apalagi bila pembatalan tersebut mengakibatkan dampak buruk bagi
masyarakat. Di sini perlu disadari bahwa dalam masyarakat yang
melarang poligami atau menilainya buruk, baik di Timur lebih-lebih di
Barat, telah mewabah hubungan seks tanpa nikah, muncul wanita-
wanita simpanan, dan pernikahan-pernikahan di bawah tangan. Ini
berdampak sangat buruk, lebih-lebih terhadap perempuan-perempuan.
Dalam hal ini, M. Quraish Shihab membandingkan hal tersebut dengan
poligami bersyarat, maka ia melihat betapa hal itu jauh lebih manusiawi
dan bermoral dibanding dengan apa yang terjadi di tengah masyarakat
yang melarang poligami.24

h) Hukum Hadits Tentang Poligami


Ayat ini membatasi poligami dengan empat isteri, yang diperkuat
oleh hadits Nabi Muhammad SAW.

‫اىلِيا ِة‬
ِ ‫اْل‬ ٍ ِ
َْ ‫َسلَ َم َولَوُ َع ْش ُر ن ْس َوة ِِف‬
ِ
ْ ‫َع ْن ابْ ِن عُ َمَر أَ ان َغْي َال َن بْ َن َسلَ َمةَ الثا َقف اي أ‬
‫ ( رواه‬. ‫صلاى اللاوُ َعلَْي ِو َو َسلام أَ ْن يَتَ َخيا َر أ َْربَ ًعا ِمْن ُه ان‬ ُّ ِ‫َسلَ ْم َن َم َعوُ فَأ ََمَرهُ الن‬
َ ‫اِب‬ ْ ‫فَأ‬
) ‫ترميدي‬
Artinya: Dari ibnu Umar, bahwa Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi
masuk Islam, sedangkan ia mempunyai sepuluh orang istri pada zaman
jahiliyah, lalu mereka juga masuk Islam bersamanya, kemudian Nabi
SAW memerintahkan Ghailan untuk memilih (mempertahankan) empat
diantara mereka. [HR. Tirmidzi].

24
3M. Quraish Shihab, Poligami dan Kawin Sirri Menurut Islam. Diakses dari
https://nambas.wordpress.com/2010/03/03/quraish-shihab-poligami-dan-kawin-sirri-menurut-islam/

16
Hadits tersebut di atas, membicarakan tentang Ghailan Ats-
Tsaqafi yang mana sebelum masuk Islam mempunyai sepuluh orang
istri. Ketika ia masuk Islam ke sepuluh orang istrinya itu turut masuk
Islam bersamanya. Oleh karena dalam Islam seorang laki-laki tidak
boleh beristri lebih dari empat, maka Nabi menyampaikan hadits di atas.
Yakni, menyuruh atau memerintah mempertahankan empat diantara
mereka dan menceraikan yang lainnya.
Adapula hadits Rasulullah SAW yang memberikan ancaman
terhadap suami yang tidak berlaku adil terhadap para istrinya ;
ِ ِ
ُ‫ َم ْن َكا َن لَو‬: ‫صلاى اهللُ َعلَْيو َو َسلا َم قَ َال‬ ْ ِ‫َع ْن أ‬
‫َِب ُىَريْ َرَة َرض َي اهللُ َعْنوُ أَ ّن النِ ا‬
َ ‫اِب‬
‫َح ُد َشاقَ ْي ِو‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ان فم َال إِ َل أ‬ ِ
َ ‫َحدِهَا ِ ِْف الْق ْس ِم َجاءَ يَ ْوَم الْقيَ َامة َو أ‬َ َ َ َ‫َزْو َجت‬
) ‫ ( رواه أبو داود و النّسائى و ابن ماجة و أمحد‬. ً‫َمائِال‬
Artinya: “Dari Abi Hurairah RA sesungguhnya Nabi SAW bersabda :
“Barang siapa yang mempunyai dua orang istri lalu ia lebih condong
pada salah satunya dalam memberikan bagian, maka ia akan datang
pada hari kiamat kelak salah satu betisnya dalam kedaan miring
(pincang)”.
Apabila kita baca surat An-Nisa‟ ayat 3 dan korelasi dengan
hasits-hadits lain, serta ancaman Rasulullah SAW bagi seorang suami
yang tidak dapat berlaku adil terhadap isteri-isterinya sebagaimana
tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa Islam tidak memerintah,
apalagi mewajibkan poligami, dan tidak memberikan kesempatan yang
longgar kepada kaum Muslimin untuk berpoligami. Artinya, seorang
yang hendak berpoligami harus memenuhi syarat dan ketentuan yang
berlaku.
Dari sudut fiqh, sebagai rekaman dari sejarah jurisprudensi
Islam, ungkapan „poligami itu sunnah‟ juga merupakan reduksi yang
sangat besar. Sunnah dalam bahasa fiqh adalah sesuatu yang jika
dilakukan memperoleh pahala, dan jika ditinggalkan tidak memperoleh
dosa. Pelabelan sunnah dengan makna fiqh ini terhadap poligami adalah

17
sesuatu yang perlu diluruskan. Dalam hal nikah bisa saja, fiqh
menawarkan berbagai predikat hukum tergantung kondisi calon suami,
calon isteri atau kondisi masyarakat; bisa wajib, sunnah, mubah atau
sekedar diizinkan.
Dengan memperhatikan konteks Ayat 3 An Nisa‟ yang
membolehkan perkawinan poligami tersebut dapat diperoleh ketentuan
bahwa perkawinan poligami menurut ajaran Islam merupakan
kekecualian yang dapat ditempuh dalam keadaan yang mendesak.
Dalam keadaan biasa, Islam berpegang kepada prinsip monogami,
kawin hanya dengan seorang istri saja, yang dalam Alquran tersebut
dinyatakan akan lebih menjamin suami tidak akan berbuat aniaya.

i) Syarat-Syarat Poligami
Para ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang
berbeda-beda. Dan Islam mempersyaratkan 4 hal:
1) Seorang yang mampu berbuat adil
Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di
antara para istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu
istrinya. Hal ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-
istrinya yang lain. Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

‫ من كانت امراتان فمال‬:‫النِب صلى اهلل عليو وسلم قال‬


ّ ‫عن اىب ىريرة ان‬
‫ال احداِها جاء يوم القيامة وشقو مائل (رواه ابو داود‬
)‫والرتميذى والنسائى وابن حبان‬
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a sesungguhnya Nabi saw.
Bersabda: “barang siapa yang mempunyai dua orang istri lalu
memberatkan kepada salah satunya, maka ia akan datang hari
kiamat nanti dengan punggung miring. [HR. Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa‟I, dan ibnu hiban]
Para ulama fiqh berpendapat bahwa adil terhadap isteri-isteri ialah:

18
i. Adil dalam hal memberikan nafkah belanja yang berupa
sandang pangan maupun papan kepada para istri dan anak-
anak. Bila seorang suami mempunyai istri lebih dari satu
kewajiban memberi nafkah yang berupa sandang dan pangan
kepada para istrinya haruslah bersifat “adil”. Tetapi kewajiban
suami dalam memberikan nafkah sandang pangan dan papan
kepada istri-istrinya itu tidaklah harus sama rata atau sama
besar, Contoh memberikan belanja yang berupa uang kepada
istri pertama lebih besar dari pada memberikan uang kepada
istri kedua, karena dimungkinkan istri pertama sudah
mempunyai anak sementara istri kedua belum, itu baru bisa
diakan adil.
ii. Keadilan dalam giliran tidur bersama istri, masing masing
beberapa lama. Jika yang satu isteri mendapat giliran satu
malam maka suami juga harus menggilir di isteri lainnya juga
satu malam.
iii. Waktu untuk berpergian juga harus mendapatkan keadilan.
Maka diperlukan undian bagi suami yang mempunyai lebih
dari satu orang isteri saat menghendaki berpergian.
Pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan istilah
„adil‟ dalam An-Nisa‟ ayat 3 adalah: seseorang suami diwajibkan
dalam hal lahir saja. Dia harus membagi waktu dan hartanya antara
isteri-isterinya secara adil. Inilah yang dimaksudkan dengan An-
Nisa‟ ayat 129.

2) Aman dari kelalaian beribadah kepada Allah


Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah
ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah.

3) Mampu menjaga para istrinya

19
Ketika seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga
tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para
istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.

2. Fenomena Poligami Zaman Now


Praktek poligami di dunia modern seperti sekarang yang sangat
berbeda dengan tradisi arab pra-kenabian seperti dulu. Berkaitan dengan
poligami, Islam memang membolehkan umatnya untuk melakukan poligami,
tapi tentu harus dibarengi dengan sederet syarat berat. Bukan asal menikah
lagi, lagi, dan lagi menuruti nafsu syahwat.
Beberapa waktu lalu, publik Indonesia dihebohkan oleh poligami yang
dilakukan oleh penyanyi lagu religi terkenal, Ustadz Opick. Kasus poligami
itu semakin heboh karena sang penyanyi yang bergaya ustadz tersebut
sampai digugat cerai oleh istrinya gegara mendua. Dan kini, publik
Indonesia kembali harus mlongo lantaran dipameri Ustadz Arifin Ilham yang
sedang bermesraan bersama tiga istrinya sekaligus. Ya, ustadz yang terkenal
sebagai ahli dzikir ini sedang diperbincangkan banyak orang karena menikah
lagi. Ustadz Arifin kini resmi memiliki tiga istri dari Aceh, Yaman, dan
Sunda.
Sebelum Ustadz Arifin Ilham, ada beberapa ustadz di Indonesia zaman
now yang menduakan istrinya dengan menikah lagi. Sebut saja nama ustadz
ganteng berwajah Arab, Ahmad Al-Habsyi. Ustadz yang lahir di Palembang
1980 ini malah sampai digugat cerai sang istri di awal tahun 2017 lantaran
menikah lagi tanpa minta izin. Parahnya, Ustadz Al-Habsyi sudah menjalani
pernikahan keduanya selama tujuh tahun tanpa sepengetahuan istrinya. Apa
sang istri nggak sakit jika seperti itu? Jangan ditanya lagi. Pasti sakit sekali.
Kemudian ada nama Ustadz Aswan Faisal yang juga didera kasus
poligami. Ustadz yang merupakan kakak kandung Alm Ustadz Jefri Al-
Buchori ini dikabarkan menikahi seorang perempuan bernama Rima secara
siri. Kasus ini mencuat gara-gara Rima pada tahun 2011 silam angkat bicara

20
dan mengaku sebagai istri sang ustadz. Tak berapa lama setelah itu, Rima
mengaku telah diceraikan oleh Ustadz Aswan melalui BBM pada tahun
2012.
Dan salah satu kasus poligami di kalangan ustadz yang paling
menghebohkan adalah poligami yang dilakukan oleh Aa Gym. Apalagi, saat
itu Aa Gym bisa dibilang sebagai ustadz yang sedang naik daun dan
digandrungi umat. Setelah ketahuan poligami, Aa Gym kemudian bercerai
dengan istri pertamanya, Ninih Muthmainnah alias Teteh Ninih. Sejak saat
itu, popularitas Aa Gym terjun bebas di mata umat. Meski kemudian Aa
Gym menikahi kembali istri pertamanya, hal itu tidak lantas membuat
popularitasnya kembali seperti sedia kala.
Dengan mengatasnamakan sunnah rasul. Itulah alasan paling banyak
yang digunakan oleh para ustadz zaman now untuk membenarkan
tindakannya melakukan poligami. Padahal, banyak sekali sunnah rasul selain
poligami yang bisa dijalankan dan “dipamerkan” ke publik. Misalnya, ikut
membantu pemerintah dalam menghalau peredaran narkoba. Itu juga sunnah
rasul yang tercermin dari perintah mengajak kebaikan dan larangan berbuat
kejahatan. Atau dengan ikut mendukung pemerintah dalam memberantas
korupsi. Itu juga sunnah. Banyak sekali sunnah rasul yang bisa dilakukan
dan “dipamerkan” selain poligami.
Perilaku para ustadz seleb zaman now yang melakukan poligami dan
memamerkannya lewat media sosial tentu merupakan perilaku yang tidak
produktif sama sekali. Sebagai figur publik, para ustadz memiliki peluang
besar dalam membentuk karakter dan membimbing umat agar lebih
produktif. Atau kalau belum bisa, minimal memberikan suri tauladan yang
baiklah. Misalnya, memberikan motivasi kepada umat agar mengembangkan
ilmu sains dan teknologi berbasis Al-Qur‟an. Mengapa Al-Qur‟an? Karena
banyak sekali ayat Al-Qur‟an yang memotivasi umatnya untuk
mengembangkan sains dan teknologi. Tentu para ustadz sudah mengetahui

21
hal ini. Tentu akan sangat keren sekali jika para ustadz zaman now
memotivasi umat untuk mengembangkan sains dan teknologi. 25
Penyebutan poligami dalam Al-Qur‟an dalam surat An-Nisa‟ ayat 3,
sebenarnya bukan serta merta bisa dijadikan legitimasi kebolehan
berpoligami. keberadaan ayat poligami tersebut adalah merupakan sebuah
alternatif dari sebuah kejadian yang mungkin saja terjadi dalam rangkaian
ayat sebelumnya.
Rangkaian ayat sebelumnya tersebut jelas mendemonstrasikan adanya
penyimpangan dalam pernikahan yang dilakukan seorang wali yatim kepada
yatimnya. Pernikahan itu dikhawatirkan akan membuat si yatim terampas
hak-haknya. Hal itu dikarenakan lemahnya kondisi fisik dan psikis yatim.
Maka dari itu, untuk menjaga hak-hak anak yatim agar tidak terjadi
distorsi, maka Al-Qur‟an memberikan alternatif jalan keluar bagi orang yang
terlanjur mencintai yatim yang diurusnya. Alternatif pilihan tersebut adalah
menikahi wanita lain (bukan wanita yatim) dengan lebih dari satu; dua, tiga
atau empat. Jumlah inipun masih dikhawatirkan adanya distorsi yang terjadi
seperti ketidakadilan kepada seluruh istri dan lain sebagainya. Sehingga al-
Quran menawarkan jalan keluar terakhir agar tidak lagi terjadi distorsi, yakni
dengan hanya menikahi satu orang perempuan saja. dibalik
diperbolehkannya berpoligami ada tendensi-tendensi khusus yang
mengiringinya.
Keadilan yang diinginkan dalam syarat poligami sebenarnya sebuah
keadilan yang sangat sulit untuk diinterpretasikan secara praksis. Hal itu
sering diulang-ulang dalam Al-Qur‟an. Batasan keadilan memang banyak
diartikan oleh ulama dalam hal nafkah lahir dan bathin, bukan keadilan
dalam hal sayang atau cinta. Namun ketidakadilan dalam membagi cinta
justru merupakan akar dari keadilan dalam membagi nafkah.
Walaupun dalam keadaan tertentu para ulama‟ memperbolehkan
poligami. Seperti ketika dalam keadaan istri memiliki penyakit tertentu.

25
Diakses dari https://geotimes.co.id/kolom/sosial/fenomena-poligami-ustadz-zaman-now/

22
Sehingga diperlukan adanya medical check up bagi pasangan yang akan
menikah guna memeriksa kesehatan reproduksi dari masing-masing calon
serta untuk mendiagnosis adakah suatu penyakit yang diidap oleh salah satu
pasangan. Bisa HIV-Aids atau penyakit menular yang lain. Hal ini ditujukan
agar tidak terjadi penyesalan, penyimpangan serta kekerasan dalam keluarga
sehingga menimbulkan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan sebelumnya
seperti halnya poligami.
Dalam permasalahan seperti ini memang semua hal terkadang bisa
dikaitkan dengan syariat. Namun poligami tidak. Permasalahan poligami,
karena permasalahan poligami adalah permasalahan antara satu perempuan
dengan perempuan yang lain. Maka dari itu kehalalan poligami adalah
merupakan kehalalan dari istri sebelumnya.
Tokoh Islam, khususnya ustadz seharusnya menghindari urusan-
urusan sensitif semacam poligami dengan menggali pengetahuan keislaman
secara komprehensif. Asal-asalan fatwa poligami yang dilontarkan oleh
beberapa oknum ustadz secara tidak sadar menunjukkan sejauh mana
kedalaman pengetahuan keislaman yang dimiliki.
Karena sebenarnya, Islam datang sebagai oase bagi perempuan untuk
menunjukkan eksistensi hak yang seharusnya didapatkan jauh sebelum Islam
datang. Karena pada intinya tujuan dari pernikahan adalah litaskunu ilaiha.
Yakni agar kehidupan menjadi tentram dan damai. Dan tentunya kehidupan
yang tentram dan damai tersebut harus terpinggirkan dari ego, kepuasan
sementara, dan menyakiti batin orang lain.

23
C. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam Surat An-Nisa‟ ayat 3, Allah melarang untuk mengawini anak yatim
bila tidak mampu berlaku adil, atau hanya sekedar tertarik kepada hartanya
saja. Oleh karena itu, jika dia mampu berlaku adil, lebih baik ia mengawini
wanita lain yang dia sukai dua, tiga, atau empat. Keadilan yang di
maksudkan oleh M. Quraish Shihab bukan keadilan bermakna batin
(seperti cinta dan kasih sayang), karena keadilan cinta dan kasih sayang
mustahil terjadi, melainkan keadilan yang dimaksud oleh M. Quraish
Shihab adalah keadilan bermakna material dan terukur.
2. Melakukan poligami bukanlah hal yang mudah bahkan sangat sulit untuk
memperaktikannya, tapi bukan berarti tidak ada yang bisa berpoligami,
hanya orangorang tertentu yang bisa melakukan poligami. M. Quraish
Shihab memberikan catatan bahwa poligami baikan pintu darurat dalam
pesawat udara, yang tidak dapat dibuka kecuali saat situsi sangat gawat dan
diizinkan oleh pilot. Yang membukanya pun haruslah mampu,
3. Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/madharat dari
pada manfaatnya, karena manusia itu mempunyai fitrahnya dalm hal watak
cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak semacam iniakan
mudah timbul dalam kadar yang tinggi, jika hidup dalam kehidupan
keluarga yang poligamis, yang beresiko pada konflik antara suami dan
isteri-isteri dan anak-anak dari isterinya. Karena itu hukum asal dalam
pernikahan menurut islam adalah monogami, sebab dengan monogami
akan mudah menetralisir sifat/watak cemburu, iri hati dalam kehidupan
berkeluarga. Oleh karena itu poligami hanya dibolehkan, bila dalam
keadaan darurat

24
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Syed Amee. The Spirit of Islam, terj. HB. Jasin. jakarta: Bulan Bintang, 2000.
Chozin, Nur. Poligami dalam Al-Qur’an. Mimbar Hukum, al-Hikmah dan
DITBINBAPERA Islam, No 29/1996
Ghozali, Abdul Rahman. fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media Group, 2012
Jones, Jamilah dan Abu Aminah Bilal Philip, Monogami dan Poligami Dalam Islam,
Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001.
Katsir, Ibnu. Imaduddin Abi Al Fida Ismail bin Katsir, Tafsir Al Qur’an al Azhim,
Bandung: Syirkah Nur Asia.
Labib MZ. Pembelaan Ummat Muhammad. Surabya: Bintang Pelajar, 1986
Mulia. Siti Musdah, Pandangan Islam tentang Poligami, Jakarta: LKAJ-SP, 1999.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah, jilid VI, terj. al-Ma‟arif, Bandung. 1987.
Shihab, M. Quraish, Al-Lubab: Makna, Tujuan, Dan Pelajaran Dari Surah-Surah
AlQuran, Jakarta: Lentara Hati, 2012.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Ciputat: Lentera Hati, 2000.
Shihab, M. Quraish. Perempuan. Tangerang: Penerbit Lentera Hati, 2005.
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Perbagai Persoalan
Ummat, Bandung: Mizan, 1998.
Tatapangsara, Humaidi.Hakekat Poligami dalam Islam, Jakarta: Usaha Nasional.
Yasir, S. Ali. di balik poligami Rasulullah saw, Surabaya, PT. Bina Ilmu 1982.

Quraish Shihab, Poligami dan Kawin Sirri Menurut Islam. Diakses dari
http://nambas.wordpress.com/2010/03/03/quraish-shihab-poligami-dan-kawin-sirri-
menurut-islam/

Berita dari https://geotimes.co.id/kolom/sosial/fenomena-poligami-ustadz-zaman-


now/

25

Anda mungkin juga menyukai