Anda di halaman 1dari 17

Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam

Pengelolaan Sumber Daya Alam

AMBIVALENSI PENDEKATAN YURIDIS NORMATIF DAN YURIDIS


SOSIOLOGIS DALAM MENELAAH SISTEM KEARIFAN LOKAL
MASYARAKAT ADAT DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA
ALAM
Rachmad Safa’at
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang
Jalan Veteran, Malang
rachmadsafaat@yahoo.com

Abstract
The use of normative juridical approach which is based on positivistic paradigm and socio-
juridical approach which is based on constructivist paradigm in terms of a review of local
knowledge systems of indigenous peoples in the management of natural resources tend to be
separated. This trend has implications for the emergence of ambivalence in attitude research
approaches among researchers both from academia law and law students. It required a modeling
approach that is able to elaborate and integrate both approaches to address research problems.

Keywords: ambilevensi, adat, maintenance

Abstrak
Penggunaan pendekatan yuridis normatif yang bersumber pada paradigma positivistik
dan pendekatan yuridis sosiologis yang bersumber pada paradigma konstruktivistik
dalam melakukan kajian terhadap sistem kearifan lokal masyarakat adat dalam
pengelolaan sumber daya alam cenderung didikotomikan. Kecenderungan ini
berimplikasi pada munculnya sikap ambivalensi dalam menggunakan pendekatan
penelitian dikalangan peneliti ilmu hukum baik dari akademisi maupun para penstudi
hukum. Untuk itu diperlukan model pendekatan yang mampu mengelaborasi dan
mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut untuk menjawab permasalahan penelitian.

Kata Kunci: ambivelensi, adat, pengelolaan

Pendahuluan memungkinkan kelompok-kelompok yang ber-


Menurut The World Conservation Union beda dalam sebuah masyarakat yang kompleks
(1997), dari sekitar 6.000 kebudayaan di dunia, untuk mengikat bersama demi membela
4.000 – 5.000 di antaranya adalah masyarakat kepentingan mereka, yang mungkin diabaikan
adat. Ini berarti, masyarakat adat merupakan oleh Negara
70-80 persen dari semua masyarakat budaya di Konsep sistem kearifan lingkungan
dunia (Sonny, 2002). Indonesia yang meru- lokal berakar dari sistem pengetahuan dan
pakan masyarakat majemuk, disinyalir oleh pengelolaan masyarakat adat. Hal ini dika-
beberapa sumber, jumlah etnis dengan bahasa- renakan kedekatan hubungan mereka dengan
nya yang spesifik terdapat lebih dari 300 ribu lingkungan dan sumberdaya alam. Melalui
lebih kelompok (Mashudi, 2007). Ini sebuah proses interaksi dan adaptasi dengan lingku-
jumlah yang cukup besar yang tidak boleh di- ngan dan sumberdaya alam yang panjang, ma-
pandang remeh oleh pembuat keputusan syarakat adat mampu mengembangkan cara
(decision making). Kearifan lokal yang dimiliki untuk mempertahankan hidup dengan mencip-
oleh masyarakat adat merupakan modal sosial takan sistem nilai, pola hidup, sistem kelem-
(social capital) (Ruslani,2007) yang semestinya bagaan dan hukum yang selaras dengan kon-
menjadi pelajaran bagi para praktisi dan pem- disi dan ketersediaan sumberdaya alam dise-
buat kebijakan sebagai dasar untuk mening- kitar daerah yang ditinggalinya.
katkan upaya yang dilakukan oleh organisasi Pada awalnya, masyarakat adat tidak se-
yang ada di masyarakat adat. Social Capital lalu hidup harmoni dengan alam, mereka juga
Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 46
Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada langan akses atas sumberdaya alam berupa
saat yang sama, karena kehidupan mereka ter- hutan, pesisir dan lautan serta tanah yang pada
gantung pada dipertahankannya integritas gilirannya juga menghancurkan kelembagaan
ekosistem tempat mereka mendapatkan maka- dan hukum masyarakat adat setempat. Hal ini
nan dan rumah, kesalahan besarnya biasanya dapat terjadi karena dalam proses perencanaan
tidak akan terulang. Pemahaman mereka ten- dan peruntukan tanah, hutan, pesisir dan
tang sistem alam yang terakumulasi biasanya lautan oleh pemerintah, masyarakat adat tidak
diwariskan secara lisan, serta tidak dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan
dijelaskan melalui istilah-istilah ilmiah. (Koentjoroningrat,1993).
Pengalaman berinteraksi dan beradaptasi Paradigma dan kebijakan dasar pem-
secara erat dengan alam telah memberikan bangunan yang dominan saat ini adalah ber-
pengetahuan yang mendalam bagi kelompok- orientasi pada industrialisasi untuk memacu
kelompok masyarakat adat dalam pengelolaan pertumbuhan ekonomi (Rostow, 1960). Para-
sumberdaya alam lokalnya. Mereka telah me- digma dan kebijakan pembangunan ini ber-
miliki pengetahuan lokal untuk mengelola sumber pada ideologi kapitalisme yang ber-
tanah, tumbuhan dan binatang baik di hutan sandar pada paradigma ilmu pengetahuan mo-
maupun di laut untuk memenuhi segala kebu- dern yang menganggap bahwa “tradisi dan
tuhan hidup mereka seperti makanan, obat- kearifan lokal adalah suatu masalah” dan meng-
obatan, pakaian dan permukiman. Harus dia- hambat pembangunan. Padahal ilmu penge-
kui bahwa masyarakat adat yang hidup pulu- tahuan modern tidak sepenuhnya berhasil
han ribu tahun merupakan “ilmuwan-ilmuwan menjelaskan sistem ekologi yang komplek. Sis-
yang paling tahu” tentang alam lingkungan me- tem ekologi yang komplek ini sangat beragam,
reka. Sayangnya, sistem pengetahuan lokal baik secara spasial dan temporal, dan menye-
mereka belum banyak didokumentasikan, babkan usaha generalisasi mempunyai arti ke-
dipublikasi dan disosialisasikan, bahkan dalam cil terutama untuk memberi masukan pada
percepatan pembangunan keberadaan mereka usaha perspektif penggunaan sumberdaya
cenderung tersingkir dan terpinggirkan. yang berkelanjutan. Masyarakat ilmiah selama
Secara normatif, UU No. 32 Tahun 2009 ini cenderung menyederhanakan sistem eko-
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ling- logi yang komplek, dengan akibat timbulnya
kungan Hidup (selanjutnya disingkat serangkaian persoalan dalam penggunaan
UUPPLH) mendifinisikan kearifal lokal adalah sumberdaya alam serta kerusakan lingkungan.
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehi- Guna mendukung paradigma dan kebi-
dupan masyarakat untuk antara lain me- jakan pembangunan semacam ini diciptakan
lindungi dan mengelola lingkungan hidup banyak sekali perangkat hukum dan politik hu-
secara lestari. Definisi ini ternyata mene- kum yang sangat sentralistik bercorak tekno-
guhkan pengertian kearifan lokal secara sosio- kratis dan represif. Hukum nasional diber-
logis sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. lakukan secara seragam dengan mengabaikan
Meskipun secara normatif UUPPLH selalu disparitas regional dan lokal, yang pada gili-
menegaskan bahkan sistem kearifan lokal ha- rannya mematikan otonomi, hukum dan
rus dijadikan asas dalam perlindungan dan kelembagaan masyarakat adat. Proses peming-
pengelolaan lingkungan dan perhatian dalam giran (marginalisasi) masyarakat adat dalam
setiap menyusun rencana perlindungan dan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya
pengelolaan lingkungan hidup. Namun de- alam ini pada gilirannya membangkitkan cu-
mikian dalam kenyataannya keberadaan sis- ltural counter movement, gerakan perlawanan
tem kearifan lokal masyarakat adat dalam pe- budaya masyarakat adat terhadap persistensi
ngelolaan sumber daya alam belum mendapat dan penyingkiran kelembagaan dan hukum
perhatian dan tempat dalam sistem peren- lokal yang selama ini dihargai dan dikukuhi
canaan pembangunan dan pemanfaatan sum- dalam pengelolaan sumberdaya alamnya
berdaya alam nasional. Percepatan pemba- (Soetandyo,1994).
ngunan ternyata telah menyebabkan banyak Keadaan ini juga diperburuk oleh kecen-
kelompok-kelompok masyarakat adat kehi- derungan para peneliti di kalangan ahli hu-

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 47


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

kum, baik dari kalangan akademisi maupun pemikiran ke arah hadirnya pendekatan baru
para penstudi hukum yang mengkaji kebera- sebagai alternatif yang memberikan ruang dan
daan sistem kearifan lokal dalam satu pers- pilihan-pilihan yang lebih terbuka dalam men-
pektif paradigma ilmu hukum, yaitu para- jawab permasalahan penelitian di bidang ilmu
digma positivistik. Pilihan paradigmatig dalam hukum.
pendekatan penelitian ini diperkuat dan Berdasarkan latar belakang tersebut,
diligitimasi oleh orientasi kecenderungan pro- makalah ini memfokuskan kajian pada perma-
gram studi ilmu hukum yang menunggalkan salahan : (1) Mengapa terjadi ambivalensi sikap
pendekatan dalam penelitian hukum, yaitu di kalangan akademisi ilmu hukum dalam
pendekatan normatif. Penunggalan paradigma menggunakan pendekatan yuridis normatif
penelitian ini, pada gilirannya akan berim- dan yuridis sosiologis dalam melakukan pene-
plikasi adanya pendapat dikalangan aliran laahan sistem kearifan lokal masyarakat adat
yang bersisikukuh pada paradigma positi- dalam pengelolaan sumber daya alam? (2) Ba-
vistik, bahwa penelaahan terhadap sistem kea- gaimana seharusnya model pendekatan pe-
rifan lokal masyarakat adat dalam pengelolaan nelitian hukum yang integratif dan responsif
sumber daya alam bersifat ambivalen jika dalam melakukan penelaahan sistem kearifan
menggunakan dua pendekatan sekaligus, yaitu lokal masyarakat adat dalam pengelolaan
pendekatan yuridis normatif dan pendekatan sumber daya alam?
yuridis sosiologis.
Sebaliknya, pendekatan yuridis sosio- Pembahasan
logis an sich, yang digunakan untuk melalukan Perkembangan Paradigma Penelitian Hu-
penelusuran dan penelaan keberadaan sistem kum : Sebuah Telaah Teoretik
kearifan lokal masyarakat adat dalam penge- Kata paradigma atau paradigm itu sen-
lolaan sumber daya alam, juga tidak akan diri sesungguhnya diturunkan dari kata cam-
pernah mampu menyentuh dan memberikan puran, gabungan, atau amalgamasi dari bahasa
simpulan dan rekomendasi yang kritis dan Yunani paradeigma. Dalam hal ini para berarti
mendasar terhadap hukum positif jika tidak „di sebelah‟, „di samping‟, „di sisi‟, „berdam-
menggunakan pendekatan normatif. pingan‟ atau „di tepi‟, sedangkan „deignunai‟
Dengan demikian, debat metodologis atau „deigma‟ bermakna melihat atau menun-
dalam penggunaan metode pendekatan pene- jukkan. Dalam bahasa Inggris, secara semantis
litian di kalangan akademisi dan para penstudi dan sederhana, paradigm atau „paradigma‟ ke-
ilmu hukum di kalangan Perguruan Tinggi mudian dimaknakan sebagai contoh (example),
dalam melakukan telaah terhadap eksistensi pola (pattern), atau „model” (Erlyn,2010).
sistem kearifan lokal masyarakat adat perlu Paradigma sejatinya merupakan suatu
mendapatkan pencermatan dan pengkritisan sistem filosofis „payung‟ yang meliputi onto-
lebih mendalam dan komprehensif, agar hasil logy, epistemology dan metodologi tertentu.
studi tersebut tidak meletakkan sistem kearifan Masing-masing terdiri dari serangkaian „belief
lokal yang dimiliki masyarakat adat dalam dasar‟ atau worldview yang tidak dapat begitu
pengelolaan sumber daya alam pada posisi saja dipertukarkan (dengan „belief dasar‟ atau
yang subordinatif jika berhadap-hadapan vis a worldview dari ontologi, epistemologi dan meto-
vis dengan hukum positif. dologi paradigma lainnya) (Guba,1994). Lebih
Guna menghilangkan dan menghapus daripada sekedar kumpulan teori, paradigma
dikotomis dan sikap ambivalensi dikalangan dengan demikian mencakup berbagai kom-
akademis dan para penstudi ilmu hukum ponen praktek-praktek ilmiah di dalam sejum-
dalam menggunakan pendekatan yuridis nor- lah bidang kajian yang terspesialisasi. Para-
matif dan yuridis sosiologis dalam melakukan digma juga, diantaranya, menggariskan tolok
penelaan sistem kearifan lokal masyarakat adat ukur, mendefinisikan standar ketepatan yang
dalam pengelolaan sumber daya alam diper- dibutuhkan, menetapkan metodologi penelitian
lukan adanya model hipotetik yang lebih in- mana yang akan dipilih untuk diterapkan, atau
tegratif dan responsif. Kehadiran model ini di- cara bagaimana hasil penelitian akan diinter-
harapkan dapat memberikan sumbangan pretasi. Ini berarti makna paradigma meliputi

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 48


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

keseluruhan koleksi, kombinasi, gabungan atau sebenarnya. Mereka mencari ketepatan yang
campuran dari komitmen yang dianut dan tinggi, pengukuran yang akurat dan penelitian
diterapkan oleh anggota-anggotanya suatu yang objektif, juga menguji hipotesa dengan
komunitas ilmu pengetahuan secara bersama- jalan melakukan analisis terhadap bilangan-
sama, yang untuk waktu tertentu menawarkan bilangan yang berasal dari pengukuran. Secara
model permasalahannya berikut pemecahan- axiology, nilai etika dan pilihan moral harus
nya kepada komunitas yang dimaksud (Erlyn, berada di luar proses peneltian. Peneliti harus
2010). dapat membebaskan diri dari objek yang dikaji,
Sejak abad pertengahan sampai era karena sikap ilmiah menghendaki adanya jarak
globalisasi ini, ada empat paradigma ilmu pe- yang menetralisir kedudukan peneliti.
ngetahuan yang dikembangkan oleh para Kedua, Postpositivisme, paradigma ini
ilmuwan dalam menemukan hakekat realitas merupakan aliran yang ingin memperbaiki
atau ilmu pengetahuan yang berkembang kelemahan-kelemahan positivisme yang hanya
dewasa ini. Paradigma ilmu ini adalah : mengandalkan kemampuan pengamatan lang-
Positivistis, postpositivistisme (yang kemudian sung terhadap objek yang diteliti. Secara onto-
dikenal sebagai Classical Paradigm atau Conven- logis aliran ini bersifat critical realism yang
tionalism Paradigm), Critical Theory (Realism) memandang sama bahwa realitas memang ada
dan Constructivism (Guba,1994). Perbedaan dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam,
keempat paradigma ini bisa dilihat dari cara tetapi suatu hal yang mustahil bila suatu
mereka dalam memandang realitas dan mela- realitas dapat dilihat secara benar oleh manusia
kukan penemuan-penemuan ilmu pengeta- (peneliti). Oleh karena itu secara metodologis
huan ditinjau dari tiga aspek pertanyaan : pendekatan eksperimental melalui observasi
Ontologis (bentuk dan sifat realitas), episte- tidaklah cukup, tetapi harus menggunakan
mologis (hubungan antara individu dengan metode triangulation yaitu penggunaan ber-
lingkungannya), Metodologis (cara individu macam-macam metode, sumber data, peneliti
mengetahui jawaban), dan Axiologi (Agus, dan teori. Secara epistemology, hubungan an-
2001). tara pengamat dengan objek harus bersifat
Pertama, positivisme, merupakan pa- interaktif, dengan catatan pengamat harus
radigma ilmu pengetahuan yang paling awal bersifat senetral mungkin, sehingga tingkat
muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. subyektivitas dapat dikurangi secara minimal.
Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham Secara axiologi, sikap yang diambil oleh kelom-
ontologi realisme yang menyatakan bahwa pok postpositivisme lebih reaktif, sebab mulai
realitas ada (exist) dalam kenyataan yang disadari bahwa objektivitas mulai diragukan.
berjalan sesuai dengan hukum alam (natural Peneliti mulai terlibat dalam pengambilan ke-
laws). Upaya penelitian adalah untuk meng- putusan, terlibat dalam diskusi dan sampai
ungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan pada proses dalam pengambilan keputusan.
bagaimana relitas tersebut senyatanya berjalan. Ketiga, Critical Theory, aliran ini sebe-
Untuk mencapai kebenaran ini, maka sese- narnya tidak dapat dikatakan suatu paradigma,
orang pencari kebenaran (peneliti) harus me- tetapi lebih tepat disebut ideological oriented
nanyakan langsung kepada objek yang diteliti inquiry, yaitu suatu wacana atau cara pandang
dan objek dapat memberikan jawaban terhadap realitas yang mempunyai orientasi
langsung ke peneliti yang bersangkutan. Hu- ideologi terhadap paham tertentu. Ideologi ini
bungan epistemology ini, harus menempatkan meliputi: Neo Marxisme, Materialisme, Femi-
si peneliti di latar belakang layar untuk nisme, Freireisme, Partisipatory inquiry, dan
mengobservasi hakikat realitas apa adanya paham-paham yang setara. Dilihat dari segi
untuk menjaga objektivitas temuan. Karena itu ontologism, paham paradigma ini sama dengan
secara metodologi, seorang peneliti hendaknya postpositifisme yang menilai obyek atau realita
menggunakan metodologi eksperimen empiric secara kritis (critical realism), yang tidak dapat
atau metode lain yang setara untuk menjamin dilihat secara benar oleh pengamat manusia.
agar temuan yang diperoleh betul-betul ob- Secara epistemology, hubungan antara pe-
jektif dalam menggambarkan keadaan yang ngamat dengan realitas yang menjadi objek

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 49


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisah- metodologi dan axiologi sebagaimana telah
kan. Karena itu, aliran ini lebih menekankan diuraikan dapat dilihat dalam tabel 1.
pada konsep subyektivitas dalam menemukan Berseiring dengan perkembangan pe-
suatu ilmu pengetahuan, karena nilai-nilai ngelompokan ke dalam 4 (empat) paradigma
yang dianut oleh subjek atau pengamat ikut utama di bidang ilmu pengetahuan seba-
campur dalam menentukan kebenaran tentang gaimana telah dijabarkan oleh Egon G. Guba
suatu hal. Secara axilogi, peneliti adalah dan Yvonna S. Lincoln (1994) di depan, muncul
partisipan aktif yang menjembatani keragaman beberapa paradigma aliran filsafat hukum. Me-
subjektivitas pelaku sosial. ngikuti pemikiran Soetandyo Wignjosoebroto
Keempat, Konstruktivisme, paradigma dan Erlyn Indrati perkembangan paradigma
ini hampir merupakan antitesis dari paham aliran filsafat hukum tersebut meliputi : (1)
yang meletakkan pengamatan dan objektivitas Legal philosophy/Theology, Natural Law dan Legal
dalam menemukan suatu realitas ilmu Positivism, (2) Legal Realism/Behavioralism, Legal
pengetahuan. Secara ontologis, aliran ini me- Structuralism/Fungsionalism, Law and Society, dan
nyatakan bahwa realitas itu ada dalam bentuk Sociology of Law, (3) Critical Legal Theory, Critical
bermacam-macam konstruksi mental, ber- Legal Studies, Feminist Jurisprudence, dan (4)
dasarkan pengalaman sosial, bersifat lokal dan Legal interpretivism/Symbolic Interactionism dan
spesifik dan tergantung pada orang yang Legal Constructivism.
melakukannya. Karena itu suatu realitas yang Paradigma aliran filsafat hukum yang
diamati oleh seseorang tidak bisa dige- terakhir, legal constructivism menjadi fokus
naralisasikan kepada semua orang seperti yang kajian yang relevan dalam pembahasan tentang
biasa dilakukan di kalangan positivis atau kearifan lokal. Pada legal constructivism, mem-
postpositivis. Karena dasar filosofis ini, maka berikan pemahaman atau makna hukum : (1)
hubungan epistemologis antara pengamat dan Law as relative and contekstual consensus (Hukum
objek menurut aliran ini bersifat satu kesatuan, sebagai kesepakatan, relative dan konstekstual
subjektif dan merupakan hasil perpaduan baik tertulis maupun tidak); (2) Law as mental
interaksi diantara keduanya. Oleh karean itu construction; (3) Law as experiential realities.
secara metodologis aliran ini menerapkan Dengan pemahaman dan pemaknaan hukum
metode hermeneutics dan dialectics dalam proses yang seperti itu, paradigma legal constructuvism
pencapaian kebenaran. Metode pertama memiliki ciri hukum atau karakteristik hukum
dilakukan melalui identifikasi kebenaran atau sebagai berikut : Pertama, Konstruksi mental
konstruksi pendapat dari orang perorang, yang bersifat relative, majemuk, beragam, in-
sedangkan metode kedua mencoba untuk tangible, lokal dan spesifik ( walaupun elemen
membandingkan dan menyilangkan pendapat serupa dijumpai pada individu, kelompok ma-
dari orang perorang yang diperoleh melalui syarakat maupun budaya yang berbeda);
metode pertama untuk memperoleh suatu berbasis sosial/experiential; Kedua, Rekons-
konsensus kebenaran yang disepakati bersama. truksi/ revisi/ atau perubahan terjadi berkesi-
Dengan demikian, hasil akhir dari suatu nambungan, sejalan dengan pengkayaan infor-
kebenaran merupakan perpaduan pendapat masi dan „sofistikasi‟ atau „olah cipa-rasa‟;
yang bersifat relatif, subjektif dan spesifik Ketiga, Yang ada, setiap saat, adalah consensus
mengenai hal-hal tertentu. Secara axiologi, atau kesepakatan relative berkenaan dengan
kelompok ini melihat “nilai” sebagai bagian konstruksi tersebut, sesuai dengan konteks
yang tidak terpisahkan dari suatu penelitian. ruang dan waktu.
Keterkaitan keempat paradigma : Posi- Paradigma legal constructivism (Guba,
tivistis, postpositivistisme (yang kemudian 1994). Paradigma ini tergolong dalam para-
dikenal sebagai Classical Paradigm atau Con- digma hukum non-sistematik atau non positi-
ventionalism Paradigm), Critical Theory (Realism) vistik. Paradigma dalam konteks penelitian ini
dan Constructivisme dengan cara mereka me- dipahami sebagai suatu sistem filosofi utama,
mandang realitas dan melakukan penemuan- induk, atau ‟payung‟ yang terbangun dari on-
penemuan secara ontologis, epistemolog, tologi, epistemologi, dan metodologi tertentu,
yang masing-masing terdiri dari ‟set‟ belief da-
sar atau worldview yang tidak dapat
Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 50
Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

dipertukarkan. Paradigma mempresentasikan kap, kata dan perbuatan penganutnya (Guba,


suatu sistem atau self belief dasar tertentu 1994). Paradigma legal constructivism, mengkon-
yang berkenaan dengan prinsip-prinsip utama sepsikan dan memahami hukum sebagai kese-
yang mengikat penganut atau penggunanya pakatan, baik tertulis maupun tidak dan hu-
pada worldview tertentu, berikut cara bagai- kum juga dipahami sebagai kontruksi mental
mana dunia harus dipahami dan dipelajari serta realitas pengalaman.
serta senantiasa memandu setiap pikiran, si-
Tabel 1
Set Basic Belief 4 (empat) Paradigma Utama
Pertanyaan Positivisme Postpositivisme Critical Theory Konstruktivisme

Realisme naïf : Realisme Kritis : Realisme Historis : Relativisme :


Ontologi Realita eksternal, Realitas eksternal, Realitas “virtual” Realitas majemuk dan
objektif, real dan objektif, dan real yang dibentuk oleh beragam, berdasarkan
dapat dipahami. yang diapahami factor sosial, politik, pengalaman sosial-
secara tidak budaya, ekonomi, individu, lokal dan
sempurna. etnis dan gender. spesifik.

Dualis/Objektif : Modifikasi Transaksional/ Transaksional/


Epistemologi Dualis/Objektivis : Subjektivitas : Subjektivitas :
Peneliti dan objek Dualisme surut dan Peneliti dan objek Peneliti dan objek
investigasi adalah abjektivitas menjadi investigasi terkait investigasi terkait
dua entity criteria penentu; secara interaktif; secara interaktif;
independen; bebas eksternal objektivitas. temuan dimediasi temuan di-
nilai. oleh nilai yang cipta/dikonstruksi
dipegang semua bersama.
pihak.
Eksperimental Modifikasi Dialogis/ Hermeneutics/
Metodologi manipulative : Eksperimental/ Dialektika Dialektikal
Manipulatif
Uji empiris dan Falsifikasi dengan Ada dialog antara Konstruksi ditelusuri
verivikasi research cara critical penelti dengan objek melalui interaksi antara
question dan multiplism atau investigasi; bersifat peneliti dengan objek
hipotesa; modifikasi dialektikal : investigasi; dengan
manipulasi dan trianggulasi; utilisasi mentransform teknik hermeneutical
control terhadap teknik kualitatif; kemasa bodohan dari dan pertukaran
kondisi setting lebih natural, kesalahan dialektikal „konstruksi‟
berlawanan; informasi lebih pemahaman menjadi diinterprestasi;
utamanya metode situasional; dan cara kesadaran untuk tujuan:distilasi/
kuantitatif pandang emic. mendobrak. konsensus/ resultante
Nilai, etika dan Nilai, etika dan Nilai, etika dan Nilai, etika dan
pilihan moral pilihan moral pilihan moral pilihan moral
Axiologi harus berada di berada dalam arus merupakan bagian merupakan bagian
luar proses diskusi yang tak terpisahkan tak terpisahkan dalam
penelitian. dari suatu suatu penelitian
penelitian.
Peneliti berperan Peneliti berperan Peneliti Peneliti sebagai
sebagai sebagaimediotor menempatkan diri passionate participant,
disinterested antara sikap ilmiah sebagai fasilitator yang
scientist dan objek penelitian. transformative menjembatani
intellectual, advokasi keragaman
dan aktivis subjektivitas pelaku
sosial.
Tujuan Tujuan penelitian : Tujuan penelitian : Tujuan penelitian :
penelitian, Eksplanasi, prediksi Kritik sosial, rekosntruksi realitas
eksplanasi, dan kontrol transformasi, sosial secara dialektik
prediksi dan emansipasi dan social antara peneliti dengan
kontrol empowerment. aktor sosial yang
diteliti.

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 51


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

Ambivalensi Pendekatan Yuridis Norma- mempunyai 4 komponen pokok, yaitu: wilayah


tif dan Yuridis Sosiologis dalam (territory), rakyat (people), pemerintah (govern-
Penelaahan Sistem Kearifan Lokal ment) serta kedaulatan (souvereignity). Karena
Setiap masyarakat yang teratur, dapat itu, hubungan antara pemerintah dan rakyat
menentukan pola-pola hubungan yang bersifat dalam konteks penyelenggaraan negara berada
tetap antara para anggotanya dalam masya- pada posisi yang sama, bukan dalam hubu-
rakat untuk mencapai tujuan yang hendak ngan yang bersifat super-subordinasi atau hu-
dicapai. Politik adalah bidang dalam masya- bungan yang berecorak atasan (superior) dan
rakat yang berhubungan dengan tujuan ma- Bawahan (inferior).
syarakat tersebut. Struktur politik menaruh Kedua, implikasi dari manipulasi inter-
perhatian pada pengorganisasian kegiatan ko- prestasi negara seperti ini adalah dicipta-
lektif untuk mencapai tujuan-tujuan yang kannya relasi yang bercorak super-subordinasi
secara kolektif menonjol. Politik juga meru- antara pemerintah dengan rakyat, dimana
pakan aktivitas memilih suatu tujuan sosial rakyat diposisikan sebagai subordinasi yang
tertentu. Dalam hukum pun kita juga akan bersifat bawahan (inferior) sedangkan peme-
berhadapan dengan persoalan serupa, yaitu rintah berada pada posisi superordinasi yang
dengan keharusan untuk menentukan pilihan memiliki peras sebagai atasan (superior).
mengenai tujuan maupun cara-cara yang hen- Ketiga, pengejawantahan dari pola hu-
dak dipakai untuk mencapai tujuan tersebut. bungan super-subordinasi antara pemerintah
Kesemua hal ini termasuk ke dalam bidang dengan rakyat seperti dimaksud tercermin dari
studi politik hukum (Satjipto,2000). pilihan paradigma pembangunan yang digu-
Paradigma politik hukum pengelolaan nakan, yaitu pembangunan yang didominasi
lingkungan hidup sumberdaya alam tercantum pemerintah (government dominated development),
dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang bukan pembangunan yang berbasis negara
berbunyi, “ Bumi, air dan kekayaan alam yang (state based development) maupun pembangunan
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara berbasis pada masyarakat (community based
(cetak miring dari penulis) dan dipergunakan development). Untuk mendukung dan meng-
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. amankan paradigma pembangunan tersebut,
Hak menguasai negara pada dasarnya pemerintah menciptakan instrument hukum
merupakan cerminan dari implementasi nilai, yang bermakna hukum pemerintah (govern-
norma, dan konfigurasi hukum negara yang ment law) atau lebih dikenal dengan hukum bi-
mengatur penguasaan dan pemanfaatan ling- rokrasi (bureaucratic law).
kungan hidup dan sumberdaya alam, atau Instrumen hukum tersebut antara lain:
merupakan ekspresi dari ideologi yang mem- (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
beri otoritas dan ligitimasi kepada negara Dasar Pokok-pokok Agraria, (2) UU No. 11
untuk menguasai dan memanfaatkan lingku- Tahun 1967 tentang Pertambangan, (3) UU No.
ngan hidup dan sumberdaya alam dalam wila- 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, (5) UU
yah kedaulatannya. (Peluso,1992). No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang
Selama kurun waktu lebih dari tiga saat ini sudah dicabut dan diganti dengan UU
dasa warsa terakhir ini telah terjadi manipulasi No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Ins-
interprestasi oleh pemerintah sebagai penye- trumen hukum ini lebih dikenal dengan
lenggara kekuasaan negara terhadap konsepsi predikan hukum nasional (national law) yang
“hak menguasai negara” (Nyoman, 2004). Ben- secara sistematis mengekpresikan kekuasaan
tuk manipulasi tersebut menurut Nurjaya pemerintah kemudian mengabaikan dan
adalah : pertama, pemerintah telah memberikan menggusur keberadaan system lain yang hidup
inteprestasi sempit dan tunggal atas ter- dalam masyarakat, seperti hukum adat dalam
minologi negara (state). Negara semata-mata komunitas masyarakat adat. Karena itu model
diinterprestasikan sebagai pemerintah saja, hukum yang dikembangkan lebih bercorak
bukan pemerntah (government) dan rakyat (peo- represif (repressive law).
ple) sebagaimana dimaksud dalam terminology Model hukum yang bercorak represif
negara dalam UUD 1945. Pengertian negara paling tidak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 52


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

(1) hak-hak masyarakat dirumuskan secara cenderung memberlakukan peraturan perun-


ambigiuitas (ambiguity), disatu sisi diakui kebe- dang-undangan sebagai wujud hukum negara
radaannya, tetapi di sisi yang lain dibatasi dan satu-satunya hukum yang mengatur pe-
secara mutlak dan bahkan secara eksplisit ngelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya
diabaikan keberadaannya, (2) dicantumkan alam. Dengan demikian, pengaturan dalam
stigma-stigma kriminologis untuk menggusur bentuk hukum adat diabaikan dalam proses
keberadaan masyarakat atas sumberdaya alam, pembentukan peraturan perundangan secara
dengan predikat perambah hutan, penjarah subtansimaupun implementasi. Jika dalam UU
hasil hutan, peladang liar, penambangan tanpa diatur mengenai hak-hak masyarakat adat atas
ijin, perumput liar, perusak hutan dan lain- pengelolaan lingkungan hidup dan sumber-
lain, (3) mengedepankan penampilan aparat- daya alam selalu disertai tambahan kalimat
aparat hukum (legal apparatus) dengan “sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
pendekatan sekuriti (security approach). nasional” atau “sepanjang masih ada dan diakui”
Implikasi dari model hukum yang ber- dan seterusnya. Dengan cara inilah pemerintah
corak represif tersebut menyebabkan terjadi- menjalankan politik hukum pengabaian atas
nya proses viktimisasi dan dehumanisasi ma- kemajemukan hukum yang secara nyata hidup
syarakat adat, munculnya kelompok-kelompok dan berlaku di masyarakat. Hal ini mengabai-
masyarakat yang tergusur, terabaikan atau kan fakta yang ada dalam realitas masyarakat
termarginalisasikan sebagai korban kebijakan adat, seperti yang diungkap oleh, “Legal
pembangunan (victim of development) dan disisi pluralism is the fact. Legal centralism is a myth, an
lain terjadi kerusakan sumberdaya alam dan ideal, a claim, an illusion. Legal pluralism is the
lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh ke- name of social state of affairs and it is characteristic
giatan pembangunan yang tidak terkendali which can be prediceted of social group”
dalam mengeksploitasi sumberdaya alam (John,1986).
untuk mengejar pertumbuhan pembangunan Pengakuan bersarat atas keberadaan
ekonomi. Kebijakan dan sikap pemerintah sistem kearifan lokal masyarakat adat dalam
dalam pembangunan menjadi sumber penye- pengelolaan sumber daya alam yang dirumus-
bab kerusakan dan pencemaran sumberdaya kan dalam setiap produk perundang-undangan
alam tetapi juga secara sistematis meng- dirujuk langsung dari subtansi UUD Negara RI
hancurkan kebudayaan masyarakat adat yang 1945, Pasal 18 ayat 2 hasil Amandemen II yang
kehidupannya sangat tergantung dengan sum- memberikan pengakuan bersyarat yang sangat
berdaya tersebut. limitatif terhadap keberadaan masyarakat adat
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dan hak-hak tradisionalnya, yang berbunyi :
kebijakan pembangunan yang semata-mata “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
mengejar dan diorientasikan pada pertumbu- kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
han ekonomi dengan menggunkan paradigma tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
pembangunan yang berbasis pemerintah me- dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
lalui dukungan instrument hukum yang ber- Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
corak represif, pada akhirnya akan menim- dalam Undang-Undang”.
bulkan ongkos pembangunan (cost of develop- Rumusan Pasal 18 B ayat (2) UUD RI
ment) yang sangat mahal, tidak hanya ongkos 1945 tersebut di atas tidak memberikan jami-
ekologi (ecological cost) berupa kerusakan sum- nan perlindungan hukum secara murni (ge-
berdaya alam dan pencemaran lingklungan nuine) dan responsif atas keberadaan hukum
hiodup dan ongkos ekonomi (economical cost) adat dalam sistem hukum nasional. Bahkan ter-
berupa hilangnya sumber-sumber masyarakat kesan memberikan pembatasan dan karak-
adat, tetapi juga ongkos sosial budaya (social teristik yang ketat terhadap eksistensi hukum
and cultural cost) berupa kerusakan tatanan adat dalam sistem perundang-undangan nasio-
sosial dan kebudayaan masyarakat adat nal. Artinya, keberadaan hukum adat diletak-
(Nyoman, 2004). kan pada posisi yang subordinatif dalam
Dalam konteks pengelolaan lingkungan sistem perundang-undangan di Indonesia.
hidup dan sumberdaya alam, pemerintah

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 53


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

Rumusan UUD RI 1945, Pasal 18 B ayat (2) mereka, khususnya yang menyangkut identitas
sangat limitatif dan terlalu sulit dioperasional. budaya dan kehidupan spiritual mereka. Itulah
Terdapat 5 syarat mutlak yang bersifat kumu- deklarasi yang menyatakan pengakuan pada
latif agar masyarakat adat memperoleh the peoples right of internal self-determination
jaminan perlindungan hukum atas ha-hak (Soetandyo,2008).
tradisionalnya, yaitu (i) termasuk dalam pe- Apabila fakta adanya ruang selisih
ngertian kesatuan masyarakat hukum adat; (ii) hukum undang-undang negara dan hukum
kesatuan masyarakat hukum adat itu sendiri rakyat yang informal dan tidak tertulis itu
memang masih hidup; (iii)perkembangan ke- dipandang sebagai suatu masalah kompetisi
satuan masyarakat hukum adat dimaksud yang berpotensi konflik atara sentral dan lokal
sesuai dengan perkembangan masyarakat; (iv) maka perkembangan dalam pergaulan politik
sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan dan hukum antar bangsa itu dapat dicatat
Republik Indonesia, dan (v) diatur dalam sebagai terolahnya kebijakan yang mengarah
undang-undang (Jimly,2005). kepada solusi kompromistis (Soetandyo,2008).
Rumusan ini, menurut Satjipto, masih Pengaturan subtansi norma hukum posisitif
ditulis dalam tradisi kemutlakan dan hege- seperti dimaksud di atas, memperlihatkan sifat
monial serta menunjukkan betapa negara ambiguitas (ambiguity) dari negara (baca peme-
merasa memiliki sekalian kekuasaan (authority) rintah), di satu sisi mengakui keberadaan
dan kekuasaan (power) untuk menentukan apa sistem kearifan lokal masyarakat adat dalam
yang terjadi di Negara Kesatuan Republik pengelolaan sumber daya alam, di sisi yang
Indonesia/NKRI ini, termasuk apakah hukum lain juga membatasi dan bahkan dalam
adat masih berlaku atau tidak (Satjipto,2005). beberapa peraturan diartikan sebagai “pem-
Soetandyo Wignjosoebroto secara kritis bekuan” hak-hak masyarakat adat, termasuk di
menyatakan bahwa semangat nasionalisme dalamnya modal sosial mereka yang berupa
dan sentralisme seakan terus mencurigai se- kearifan lokal. Ini merupakan cerminan dari
gala gerakan yang mendesakkan pengakuan karakter hukum negara yang sentralistik se-
kembali komunitas-komunita lokal sebagai hingga cenderung mendominasi keberadaan
satuan-satuan otonom. Lebih lanjut dikata- sistem-sistem normatif yang hidup dalam
kannya “perkembangan politik dan hukum masyarakat.
dalam pergaulan antar bangsa justru men- Menghindari legal gaps dan konflik
dorong diakuinnya kembali eksistensi komuni- hukum yang tajam antara subtansi hukum per-
tas-komunitas subnasional itu sebagai satuan- undang-undangan negara dan hukum rakyat
satuan otonom yang dalam kehidupan ekono- yang informal di bidang pengelolaan sumber
mi, sosial dan budaya akan terakui pada hak- daya alam diperlukan jaminan perlindungan
haknya untuk menentukan nasib sendiri. hukum terhadap eksistensi hukum adat dan
Pengakuan Internasional terhadap eksistensi hak-hak tradisionalnya. Untuk itu diperlukan
hak masyarakat adat tertuang dalam berbagai adanya perubahan politik hukum nasional
Konvensi ILO No. 107 dan 169 dan Deklarasi yang secara subtansial, menurut Rahardjo
Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 2006 yang (Satjipto,2005), meliputi :
disebut “UN Declaration On The Right Of Pertama, agar pemerintah negara lebih
Indegeneous People”. Deklarasi ini merupakan dulu melakukan reposisi mengenai kedudukan
produk PBB yang disusun lewat berbagai mereka berhadapan dengan hukum adat.
pertimbangan dan polemik yang memakan Kedua, menyadari bahwa masyarakat
waktu tidak kurang dari 20 tahun untuk akhir- local dan hukum adat adalah bagian dari tubuh
nya menerima putusan; untuk mengakui hak negara, adalah darah daging dari negara itu
satuan koleksi penduduk (the peoples); untuk sendiri.
menentukan nasib sendiri dalam rangka Ketiga, hak istimewa untuk mengatur
penyelenggaraan urusan internal mereka dan dan mencampuri urusan masyarakat yang di-
untuk berpartisipasi secara penuh dalam miliki pemerintah negara sebaiknya ditunduk-
pengambilan keputusan yang mungkin akan kan kepada semangat turut merasakan (em-
mempengaruhi nasib dan kelestarian eksistensi pathy), memedulikan (concern) serta menjaga

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 54


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

(care) terhadap bagaimana masyarakat setem- mencakup rencana management sumbebr


pat menerima hukum adat mereka dan hukum daya lam, batas-batas ruang lingkup
lokal mereka. proyek, rute jalan dan konstruksi yang
Keempat, sebaiknya pengetahuan kita akan dibangun dan dipergunakan, jaminan
tentang hukum adat diperkaya dengan hokum pekerjaan bagi masyarakat adapt atau
lokal, sebagai suatu tipe tersendiri (distinct). komunitas lokal, dan pengaturan lainnya
Kelima, para penjaga dan perawat yang menjadi keuntungan bersama;
hukum Indonesia hendaknya bisa memper- 5. Keterlibatan pihak ketiga di luar komunitas
baiki kesalahan yang dilakukan di masa lalu, dan di luar pemerintah dan pemegang
yaitu telah “membiarkan hukum adat dimakan konsesi, seperti akademisi dan organisasi
oleh hukum negara” (baca: hukum modern). non-pemerintah termasuk organisasi ban-
Lynch dan Talbott, sebagaimana di- tuan hukum akan lebih efektif bila
kutip oleh Fauzi dan Nurjaya telah mem- diabsahkan dan diterima oleh keduanya
promosikan sejumlah prinsip-prinsip dasar atas dasar keahlian dan perannya.
pengelolaan sumberdaya alam berbasis pada
masyarakat (Community Based Resources Mana- Ambigiusitas hukum nasional terhadap
gement) yang harus dilakukan bagi birokrasi sistem kearifan lokal hingga saat ini, me-
dan pemegang konsesi pengeloaan sumber- merlukan sikap kritis para akademisi dan para
daya alam, yaitu (Noer,2000): penstudi ilmu hukum untuk tidak lagi
1. Membangun posisi runding yang sejajar menggunakan pendekatan yuridis normatif
antara birokrasi, pemegang konsesi penge- semata sebagai satu-satunya pendekatan dalam
lolaan sumberdaya alam; menelaah sistem kearifan lokal masyarakat
2. Pengakuan hak komunitas lokal atau ma- adat dalam pengelolaan sumber daya alam.
syarakat adat atas kepemilikan dan pe- Pendekatan yuridis normatif terfokus pada
nguasaan sumberdaya alam mereka; “dominasi manusia sebagai penafsir”. Proses
3. Deseminasi informasi kepada komunitas penafsiran terjadi secara linier tidak bersifat
lokal atau masyarakat adat tentang hak- timbal balik, sehingga teks hukum positif
hak, kewajiban-kewajiban, dan pilihan- sekalipun diberi makna tetap tanpa makna.
pilihan yang tersedia bagi mereka atas ada- Peneliti dengan rasionya dapat memperkosa
nya konsesi yang diberikan oleh peme- teks tersebut. Teks tidak dibiarkan untuk
rintah kepada perusahaan yang mengenai mengutarakan makna yang dikandungnya.
(baik berbatasan atau mengenai) kawasan Pertanyaanya bagaimana bisa teks mengeluar-
sumber daya alam mereka). Informasi yang kan atau mengungkap makna pada dirinya
didesiminasikan haruslah dalam bahasa sendiri. (Anton,2007)
yang mereka kuasai (lingua franca) atas Pendekatan yuridis normatif lebih
rencana pemegang konsesi, yang men- dominan dikembangkan oleh paradigma dan
cakup diskripsi ringkas proyek, peta kawa- teori-teori positivistik. Kritik terhadap pende-
san yang terkena proyek, hak-hak komu- katan ini, antara lain bahwa berbagai tafsir
nitas atas areal yang terkena proyek, dan yang digunakan tidak mampu menjawab ber-
perubahan-perubahan yang kan terjadi bagai persoalan yang berkaitan dengan kea-
karena implementasi proyek, dan rencana dilan dan martabat hidup manusia saat ini.
pertemuan perundingan; Tafsir positivistik sebenarnya adalah tafsir
4. Perundingan yang fair dan formal dimulai internal dari hukum positif, yaitu tafsir yang
setelah tercapainya persetujuan awal dibuat oleh pembentuk undang-undang atau
terhadap kehadiran pihak lain dalam pe- tafsir yang digunakan oleh pembentuk hukum.
nguasaan dan pemanfaatan kawasan sum- Tafsir ini umumnya bersifat formal, karena
berdaya alam mereka. Setelah persetujuan pembentuk undang-undang umumnya mem-
yang fair harus dibuat persetujuan atas batasi pada hal-hal yang berkaitan dengan
rencana tindakan (informed consent) yang subtansi aturan yang dibuatnya.
mengenai kawasan sumber daya alam Pendekatan yuridis normatif memilki
mereka. Setidak tidaknya persetujuan itu berbagai keterbatasan dalam menjawab per-

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 55


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

soalan dibelakang teks yang melingkupi sistem dengan konstruksi tersebut, sesuai dengan
kearifan lokal, seperti konflik pengelolaan, konteks ruang dan waktu
ketidak adilan dalam mengakses sumberdaya Pendekatan yuridis sosiologis dapat
alam serta bagaimana masyarakat adat dan dijadikan alat untuk mengkaji lebih mendalam
stakeholders mensiasati hukum positif di bidang bagaimana implementasi dan bekerjanya ber-
pengelolaan sumber daya alam. Untuk itu bagai produk kebijakan dan perundang-
diperlukan optik atau pendekatan yang lain undangan nasional dalam pengelolaan sumber-
untuk dielaborasi dan diintegrasikan guna daya alam dalam praktek ketika berhadap-
memperoleh gambaran yang utuh, menye- hadapan dengan hukum lokal yang berupa
luruh dan mendalam terhadap eksistensi sistem kearifan lokal masyarakat adat. Berbagai
sistem kearifan lokal masyarakat adat ditengah kasus konflik tenurial dan pengelolaan sumber
proses perubahan dan percepatan pemba- daya alam antara masyarakat adat dan swasta
ngunan nasional, yaitu dengan menggunakan di berbagai tanah air telah menunjukkan
pendekatan yuridis sosiologis atau pendekatan bahwa keberadaan masyarakat adat dengan
socio legal. Dengan pendekatan yuridis sosio- sistem kearifan lokalnya sebagai pihak yang
logis akan mampu menjawab berbagai faktor kalah dan terusir dari lingkungan dan sumber
yang menyebabkan proses marginalisasi daya alam yang selama ini menjadi basis
keberadaan sistem kearifan lokal, berbagai material demi kelangsungan kehidupannya.
konflik pengelolaan sumberdaya alam antara Penggunaan kedua pendekatan seka-
masyarakat adat dengan sistem kearifan lo- ligus, yaitu pendekatan yuridis normatif dan
kalnya berhadap hadapan dengan para yuridis sosiologis dalam mengkaji keberadaan
pemodal yang tidak jarang didukung oleh ins- sistem kearifan lokal masyarakat adat bukanlah
trumen perundang-undangan nasional dalam sifat ambigiu peneliti, tetapi merupakan kebu-
bentuk ijin pengelolaan, baik pengelolaan tuhan untuk menjawab permasalahan pene-
hutan, tambang, perkebunan maupun pesisir litian yang memfokuskan kajiannya pada sis-
dan lautan. tem kearifan lokal. Hal ini mengingat banyak-
Pendekatan yuridis sosiologis atau socio nya keterbatasan yang dimiliki masing-masing
legal lebih dominan dikembangkan oleh para- pendekatan. Penggunaan kedua pendekatan
digma legal constructivism yang relevan dalam sekaligus dalam pengkajian sistem kearifan
pembahasan tentang sistem kearifan lokal. masyarakat adat dalam pengelolaan sumber
Pada legal constructivism, memberikan pema- daya alam merupakan metode yang relatif baru
haman atau makna hukum : (1) Law as relative yang berusaha mengelaborasi dan menginte-
and contekstual consensus (Hukum sebagai grasikan pendekatan yuridis normatif dan
kesepakatan, relative dan konstekstual baik yuridis sosiologis guna menjawab perma-
tertulis maupun tidak); (2) Law as mental salahan penelitian.
construction; (3) Law as experiential realities. De-
ngan pemahaman dan pemaknaan hukum Model pendekatan penelitian hukum
yang seperti itu, paradigma legal constructuvism yang integratif dan responsif dalam mela-
memiliki ciri hukum atau karakteristik hukum kukan penelaahan sistem kearifan lokal
sebagai berikut: Pertama, Konstruksi mental masyarakat adat dalam pengelolaan sum-
yang bersifat relative, majemuk, beragam, ber daya alam
intangible, lokal dan spesifik ( walaupun Kearifan lokal yang dimiliki masyarakat
elemen serupa dijumpai pada individu, adat adalah bentuk learning community, yang
kelompok masyarakat maupun budaya yang tidak tertutup bagi evaluasi dan adaptif terha-
berbeda); berbasis sosial/experiential; Kedua, dap pelbagai persoalan. Gagasan learning
Rekonstruksi/ revisi/ atau perubahan terjadi community bertolak dari keyakinan bahwa ke-
berkesinambungan, sejalan dengan pengka- arifan lokal tidak lengket pada kenyataan apa
yaan informasi dan „sofistikasi‟ atau „olah cipa- adanya. Ia adalah hasil kesepakatan komunitas.
rasa‟; Ketiga, Yang ada, setiap saat, adalah Kesepakatan di sini tidak berarti kepastian.
consensus atau kesepakatan relative berkenaan Berbagai persoalan yang muncul dalam
komunitas selalu memancing percakapan baru
Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 56
Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

dan diperdebatkan dengan anggota komunitas 2004) adalah : (1) Tidak seperti binatang yang
tentang bentuk kearifan loal yang bisa lebih rendah, manusia ditopang oleh kemam-
disepakati untuk penyelesaiannya. Jadi, lear- puan berpikir, (2) Kemampuan berpikir
ning community lebih bersifat dialogis, ko- dibentuk oleh interaksi sosial, (3) Dalam in-
laboratif, berbasis masalah, falsifikasionis dan teraksi sosial orang mempelajari makna dan
kreatif (Donny,2006). symbol yang memungkinkan mereka mengem-
Gagasan Donny Gahral Adian yang bangkan menggunakan kemampuan berpikir
menegaskan kearifan lokal sebagai bentuk tersebut, (4) Makna dan simbol memungkinkan
learning community secara ontologis mencoba orang melakukan tindakan dan interaksi khas
menafsirkan fenomena sosial dengan teori manusia, (5) Orang mampu memodifikasi atau
sosial kritis untuk menjelakan tindakan ma- mengubah makna dan symbol yang mereka
syarakat adat dalam kaitannya dengan pe- gunakan dalam tindakan dan interaksi ber-
ngelolaan sumber daya alam dan pertanian, dasarkan tafsir mereka terhadap situasi
yaitu dengan menggunakan teori interak- tersebut. (6) Orang mampu melakukan modi-
sionisme simbolik dari Herbert Blumer fikasi dan perubahan ini, sebagian karena
(Herbert,1969). kemampuan mereka sendiri, yang memung-
Istilah interaksionisme simbolik dibe- kinkan mereka memikirkan tindakan yang
rikan pertama kali oleh Herbert Blumer pada mungkin dilakukan, menjajagi keunggulan dan
1938 untuk menamai garis riset sosiologi dan kelemahan relative mereka, dan selanjutnya
sosio-psikologi. Fokusnya adalah proses-proses memilih, (7) Jalinan pola tindakan dengan
interaksi – yaitu tindakan sosial yang dicirikan interaksi ini memungkinkan menciptakan
oleh orientasi timbale balik langsung – dan kelompok dan masyarakat.
penyelidikan-penyelidikan terhadap proses- Berdasar prinsip-prinsip di atas dapat
proses tersebut didasarkan secara khusus disimpulkan bahwa interaksionisme simbolik
kepada konsep interaksi yang menitik beratkan menunjuk kepada sifat khas dari interaksi
ciri-ciri simbolik tindakan sosial. Pola dasar manusia, yakni manusia saling menerjemahkan
analisisnya adalah relasi-relasi sosial di mana dan mendefinisikan tindakannya dan bukan
tindakan bukan sekedar mengambil bentuk hanya sekedar reaksi belaka atas tindakan
penerjemahan preskripsi-preskripsi tertentu orang lain. Ini berarti bahwa tindakan mnusia
menjadi tindakan yang dikehendaki, melain- selalu didasarkan atas “makna” yang diberikan
kan juga mencakup tindakan yang di dalam- manusia atas tindakan orang lain. Oleh karena-
nya definisi relasi sosial diusulkan dan diben- nya interaksi antar individu selalu diperantarai
tuk entah secara simultan atau bertahap. Hu- oleh simbol-simbol (bahasa, gerakan dan lain-
bungan-hubungan sosial dilihat bukan sebagai lain) yang selalu diberi makna atas inter-
hubungan yang stabil sekali untuk selamanya, prestasi dari simbol-simbol tersebut (Syam,
melainkan terbuka dan terikat pada penga- 2009). Sebagai gambaran lebih lanjut beker-
kuan umum terus menerus (Anthony, 2008). janya teori interaksionisme simbolik dapat dili-
Prinsip-prinsip dasar teori interak- hat dalam ragaan 1 berikut ini.
si0nisme simbolik Herbert Blumer (George,
SIMBOL-SIMBOL

STIMULUS RESPON
INTERPRESTASI

MAKNA-MAKNA

Sumber : Nur Syam, Model Analisis Teori Sosial


Ragaan 1
Bekerjanya Teori Interaksionisme Simbolik
Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 57
Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

Bertolak dari gagasan kearifan lokal sebagai menjelaskan berbagai fenomena sosial dan
learning communitas dan modal sosial, maka alam lainnya yang diantaranya dibentuk oleh
sikap sinis terhadap berbagai kearifan lokal perkembangan sains itu sendiri. Pada wak-
seperti yang dipraktekkan oleh kelompok-ke- tunya pra-paradigma menjadi lebih matang
lompok masyarakat adat di Indonesia sungguh dan menjelma menjadi paradigma yang
tidak berdasar. Sebab kearifan lokal mereka selanjtnya digunakan sebagai acuan dalam
terbukti hasil pembelajaran yang evaluatif, aktivitas dan cara berpikir manusia dalam me-
dialogis dan reflektif. Karifan lokal merupakan mahami alam semesta yang kemudian
hasil kesepakatan komunitas menanggapi melahirkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
pelbagai persoalan dalam kesalinghubungan bahkan membentuk budaya masayarakat itu.
mereka dengan lingkungannya. Dalam perjalanan keberadaannya, setiap pa-
Kebijaksanaan pemerintah selama ini radigma akan menghadapi anomaly, yaitu
memisahkan masyarakat adat dengan ling- adanya keadaan atau fenomena alam dan atau
kungan sumber daya alam dan pertaniannya. sosial yang tidak dapat dijelaskan. Jika
Demi menggenjot pertumbuhan ekonomi atau berbagai anomali terakumulasi, maka terjadi
peningkatan pendapatan asli daerah, hak pergeseran atau perluasan paradigma, yaitu
ulayat diabaikan, hutan adatpun diubah per- ditinggalkannya asumsi-sumsi lama yang
untukan dan statusnya menjadi hutan Negara terbukti tidak benar yang selanjutnya digu-
untuk dibagi-bagikan kepada HPH. Pada nakan sekaligus terus diuji untuk menerangkan
akhirnya, masyarakat adatpun tersingkir dari fenomena alam dan sosial yang ditemui. Jika
lingkungan praksis kesehariannya dan dipaksa pengujian itu berhasil maka paradigma baru
melihat lingkungan bukan lagi sesama subyek itu akan terbentuk. Proses pergeseran para-
melainkan barang ekonomi yang tak digma ini diperlihatkan dalam Ragaan 2.
bernyawa. Kearifan lokal dikalahkan oleh eko- Penggunaan paradigma penilitian di
nomi modern dengan perhitungan utilita- bidang ilmu hukum juga tunduk pada teori
riannya. Keuntungan dari HPH lebih besar dinamika paradigma sebagaimana yang dikon-
dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan sepsikan oleh Thomas Khun. Penunggalan dan
untuk konservasi hak-hak budaya masyarakat mengabsolutkan sebuah paradigma yang sam-
adat. pai saat ini dikukuhi oleh para akademisi dan
Setiap paradigma memiliki jamannya para penstudi hukum sebagai satu kebenaran
sendiri dan secara pelan tetapi pasti akan dan satu-satunya cara dalam menjawab per-
digantikan oleh paradigm baru. Pergantian ini masalahan hukum nampaknya perlu dikaji
umumnya disebabkan karena paradigma lama ulang dan ditinggalkan. Kedua pendekatan,
tidak lagi memadai untuk digunakan mema- baik pendekatan yuridis normatif maupun
hami fenomena alam atau sosial yang sebe- yuridis sosiologis tidaklah berdiri sendiri dan
lumnya tidak dikenal. Thomas S. Kuhn men- dapat digunakan untuk menjawab perma-
jelaskan bahwa pergeseran paradigma terjadi salahan sistem kearifan lokal masyarakat adat
ketika ada sekian banyak anomali yang tidak dalam pengelolaan sumber daya alam. Kedua-
dapat dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Jika nya sudah waktunya melakukan kolaborasi
akumulasi anomali tidak dapat ditolerir, maka dan mengintegrasikan ke dua pendekatan guna
tibalah saatnya menggati asumsi dasar yang menjawab permasalahan penelitian yang
selama ini dianut sebagai pilar-pilar utama il- memfokuskan kajiannya pada sistem kearifan
mu pengetahuan dengan kata lain sudah lokal. Bukankah melakukan penelitian dan
saatnya mengubah paradigm yang selama ini pengembangan ilmu hukum bukan untuk ilmu
dikukuhi (Suryaman, 2005). hukum itu sendiri, tetapi untuk lebih mense-
Proses pergeseran paradigma pada jahterakan dan membahagiakan masyarakat.
awalnya, suatu kelompok masyarakat me- Model kolaborasi dan integrasi ini
ngumpulkan dan berusaha memahami ber- diharapakan dapat menghilangkan ambivalen-
bagai fenomena alam dan sosial. Pemahaman si sikap para peneliti menggunakan pende-
ini bermuara terbentuknya pra-paradigma katan yuridis normatif dan yuridis sosiologis
yang terus diuji dan dikembangkan untuk dalam melakukan kajian dan penelaahan

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 58


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

mendalam atas sistem kearifan lokal ma- yang digunakan dalam menjawab permasa-
syarakat adat dalam pengelolaan sumber daya lahan penelitian bidang hukum. Model elabo-
alam. Untuk keperluan ini diperlukan pemaha- rasi dan integrasi ini sebagaimana tertuang da-
man yang komprehensih perkembangan para- lam Ragaan 3.
digma teori hukum dan implikasi metodologi

PRA PARADIGMA

PARADIGMA

ILMU PENGETAHUAN

KRISIS ANOMALI FENOMENA


BARU

IMPLEMENTASI DAN
PENGEMBANGAN IPTEK

DINAMIKA
MASYARAKAT

Sumber : A Mappadjanti Amin, Kemandirian Lokal


Ragaan 2
Proses Pergeseran Paradigma

PENDEKATAN MEMAHAMI TEKS/


YURIDIS NORMA HUKUM
PENDEKATAN NORMATIF DENGAN
ELABORATIF MENGGUNAKAN
DAN PENAFSIRAN HUKUM
INTEGRASI
PENDEKATAN
YURIDIS MEMAHAMI TEKS/
SOSIOLOGIS NORMA HUKUM
DALAM KONTEKS
KEHIDUPAN SOSIAL
YANG RELATIF
Ragaan 3
Pendekatan Elaboratif dan Integrasi

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 59


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

Kesimpulan Esmi Warassih Pujirahayu. “Urgensi


Pendekatan yuridis normatif dan pen- Pemahaman hukum dengan
dekatan yuridis sosiologis dalam mengkaji pendekatan Sosicio-Legal dan
atau meneliti eksistensi sistem kearifanm lokal Penerapannya dalam penelitian.”
masyarakat adat dalam pengelolaan sumber Hand Out disampaikan pada Seminar
daya alam tidak harus didikotomikan, sehing- Nasional dengan tema “Penelitian
ga menimbulkan ambivalensi dalam peng- dalam Perspektif Socio Legal” yang
gunaan pendekatan. Kedua pendekatan, yuri- diselenggarakan oleh Bagian Hukum
dis normatif dan yuridis sosiologis dapat dan Masyarakat Fakultas Hukum
dielaborasikan dan diintegrasikan dalam satu Universitas Diponegoro Semarang
model untuk mengkaji permasalahan pene- bekerja sama dengan HuMa,
litian yang memfokuskan pada masalah sistem Semarang, 22 Desember 2008.
kearifan lokal masyarakat adat dalam penge-
lolaan sumber daya alam. Erlyn Indarti, “Diskresi dan Paradigma: Sebuah
Telaah Filsafat Hukum.” Pidato
Daftar Pustaka Pengukuhan, Disampaikan dalam
Agus Salim (Penyunting), “Teori dan Penerimaan Jabatan Guru Besar
Paradigma Penelitian Sosial (dari dalam Filsafat Hukum pada Fakultas
Denzin Guba dan Penerapannya)”, Hukum Universitas Diponegoro,
Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, Semarang, 4 Nopember 2010.
2001.
Francis Fukuyama. “The Great Disruption :
A. Mappadjanti Amien, “Kemandirian Lokal: Human Nature and the Reconstitution of
Konsepsi Pembangunan, Organisasi, Social Order” London: Profile Books.
dan Pendidikan dari Perspektif Sains Diterjemahkan dalam Bahasa
Baru”, Gramedia Pustaka Utama, Indonesia oleh Ruslani. The Great
Jakarta, 2005. Disruption: Hakekat Manusia dan
Rekonstitusi Tatanan Sosial Triarga
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, “Catatan Utama, Jakarta, 2007.
Hasil Konggres Masyarakat Adat
Nusantara”, Hotel Indonesia – Guba E.G, dan Y.S. Lincoln. “Competing
Jakarta, 15-22 Maret 1999. Paradigms and Perspectives” dalam
N.K. Denzin dan Lincoln (eds.)
Anthony Giddens dan Junathan Turner, “Social Handbook of Qualitative Research,
Theory To Day: Panduan Sistematis London: SAGE Publications Inc, 1994.
Tradisi dan Tren Terdepan Teori
Sosial”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Herbert Blumer. Symbolic Interction : Perspective
2008. and Method. Englewood Cliffs. N.J. :
Printice Hall, 1969.
Anthon F Susanto, “Hukum: Dari consilience
menuju Paradigma Hukum I Nyoman Nurjaya. “Menuju Pengelolaan
Konstruktif –Transgresif”, Refika Sumber Daya Alam yang Berbasis
Aditama, Bandung, 2007. Masyarakat Adat: Perspektif
Antropologi Hukum.” Makalah,
A. Sonny Keraf, “Etika Lingkungan”, Kompas, disampaikan dalam Seminar Regional
Jakarta, 2002. tentang Eksistensi Hukum Adat
Dalam Politik Hukum Di Indonesia,
Donny Gahral Adian. “Pertanian dan Diselenggarakan oleh Pusat
Pengetahuan Lokal.” Dalam Pengembangan Hukum Lingkungan
Revitalisasi dan Dialog Peradaban. dan Sumber Daya Alam Fakultas
Kompas, 2006. Hukum Universitas Brawijaya,
Malang, 26 Juli 2004.
Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 60
Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

Publising dan Agus Nurrudin and


_______________. “Pengelolaan Sumberdaya Associates, Malang, 2008.
Alam : Dalam Perspektif Antropologi
Hukum”. Program Magister Ilmu Robert D Putnam. Dalam John Field. “Social
Hukum Program Pascasarjana. Capital” Routledge. London 2003.
Majalah Arena Hukum. Fakultas Diterjamahkan dalam Bahasa
Hukum Universitas Brawijaya dan Indonesia oleh Nurhadi. Modal Sosial.
UM Press. Malang, 2006. Yogyakarta: Kreasi Wacana, Bantul,
2010.
Jimly Asshiddiqie. Hukum Acara Pengujian
Undang-Undang. Jakarta: Yarsif Ritzer, George dan Goodman, Douglas J.
Watampone, 2005. Sociological Theori. McGraw Hill, New
York. Diterjemahkan oleh dalam
John Griffiths. “What is Legal Pluralism.” bahasa Indonesia oleh Nurhadi. 2010.
Dalam Journal of Legal Pluralism and Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi
Unofficial Law, No. 24/1986 Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir
Teori Sosial Postmodern. Cetakan
Koentjaraningrat dkk. Masyarakat Terasing Di Keempat. Jakarta, 2004.
Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1993.
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum. Bandung: Citra
Like Wilarjo. Realita dan Desiderata. Duta Aditya Bakti, 2000.
Wacana University Press, 1990.
_________________, “Hukum Adat Dalam
M Nurkhoiron. “Minoritas dan Agenda Negara Kesatuan Republik
Multikulturalesme di Indoensia : Indonesia”. Dalam Rosyida, Hilmy,.
Sebuah Catatan Awal” dalam et. al. (Ed.). Masyarakat Hukum Adat :
Mashudi Nursalim, M. Nurkhioiron Inventarisasi dan Perlindungan Hak,
dan Ridwan Al-Makkasary. Hak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia,
Minoritas : Multikultural dan Dilema Mahkamah Konstitusi, dan
Negara Bangsa. Jakarta: , Interseksi Departemen Dalam Negeri, Jakarta.
Foundation dan Tifa, 2007. 2005.

Noer Fauzi dan Nyoman I Nurjaya. Sumber Thomas Khun. The Struktur of Scientific
Daya Alam Untuk Rakyat. Lembaga Revolutions. Chicago: Chicago
Studi dan Advokasi Masyarakat, University Press, 1962. Diterjemahkan
Jakarta, 2000. dalam bahasa Indonesia oleh Tjun
Suryaman, (Cetakan ke lima) Peran
Nur Syam. Model Analisis Teori Sosial. Surabaya: Paradigma Dalam Revolusi Sains.
ITS Press dan PMN, 2009. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.

P. Bourdieu dan L. Wacquant. An Invitation to Sarwono Kusumaatmadja. “The Human


Refleksive Sosilogi. Chicago: University Dimension of Sustainable
of Chicago Press. Developmen.” Makalah pada Seminar,
Dimensi Manusia Dalam
Peluso Nancy Lee, Mark Poffenberger dan F. Pembangunan Berwawasan
Seymour. Rich Forest, Poor People: Lingkungan, WALHI, Jakarta. 1993.
Resource Control and Resistance in Java.
University California Press, 1992. Soetandyo Wignyosoebroto. Dari Hukum
Kolonial Ke Hukum Nasional : Dinamika
Rachmad Safa‟at, et., al. Negara, Masyarakat Sosial Politik Perkembangan Hukum
Adat dan Kearifan Lokal, In-stran Selama Satu Setengan Abad di Indonesia

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 61


Ambivalensi Pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Sosiologis dalam menelaah Sistem Kearifan Lokal Masyarakat Adat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam

(1840-1990). Jakarta. PT Raja Grafindo


Persada, 1994.

______________________. Hukum : Paradigma ,


Metode dan Dinamika Masalahnya.
Jakarta: ELSAM dan HuMa, 2002.

___________________, Hukum Dalam


Masyarakat : Perkembangan dan Masalah
(Sebuah Pengantar ke Arah Kajian
Sosiologi Hukum). Bayumedia,
Malang, 2008.

W.W. Rostow. The Stage of Economic Growth.


New York: Cambridge Univ. Press.,
1960.

Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 1, April 2013 62

Anda mungkin juga menyukai