Anda di halaman 1dari 9

Dinamika Lingkungan Indonesia, Januari 2015, p 8- 16 Volume 2, Nomor 1

ISSN 2356-2226
Dinamika Lingkungan Indonesia 8

Tanah Adat dan Kearifan Lingkungan Orang Melayu

Husni Thamrin
Mahasiswa Program Doktor Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Riau Jalan Pattimura No.09
Gedung.I Gobah Pekanbaru, Telp. 0761-23742 Email: husni_2077@yahoo.com

Abstract: In the lives of many Malay expression an expression pointing to a festive, either
verbally or written about environmental conservation. The expression of the phrase has long
been awake in the institutional culture and Malay poeple. But the values and norms have
largely cut out in the life of a day to day. This is due to the institutional system of Malay is
not acting as it should. This caused a capitalistic environment management policies and the
antropocentric paradigm in form since the days of colonialism, up until this point.

Key words: Malay, environmental, and customary land

Orang Melayu mempunyai peradaban yang merusak lingkungan hidup sampai pada batas
tinggi dalam memilihara tatanan nilai nilai yang membahayakan (Hamidi, 2006).
budadaya menyangkut aspek sosial Orang Melayu telah mempunyai konsep
ekonomi,politik, agama, lingkungan, seni filosofi dalam memilihara lingkungan ini dapat
,teknologi dan lain-lain. Nilai nilai tersebut terlihat dalam ungkapan petatah petitih, syair,
terdapat dalam kearifan lokal orang Melayu.. pantun, hikayat, dan dalam qanun tanah adat.
Ciri yang melekat dalam kearifan lokal tersebut Berkaitan dengan itu tulisan ini akan membahas
adalah sifatnya yang dinamis, berkelanjutan dan qanun( hukum) tanah adat orang Melayu dalam
dapat diterima oleh komunitasnya. Dalam pelestarian lingkungan.
komunitas masyarakat lokal, kearifan
tradisional mewujud dalam bentuk seperangkat BAHAN DAN METODE
aturan, pengetahuan dan juga keterampilan serta
tata nilai dan etika yang mengatur tatanan sosial Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
komunitas yang terus hidup dan berkembang grounded reseach, yang bertujuan untuk
dari generasi ke generasi. Sesuai dengan aturan memahami keberadaan yang saling
adat kearifan tradisional yang merupakan berhubungan antara berbagai gejala eksternal
sebuah sistem dalam tatanan kehidupan sosial- dan internal dalam kehidupan masyarakat.
politik-budaya-ekonomi serta lingkungan yang Penelitian ini secara keseluruhan bersifat
hidup di tengah-tengah masyarakat lokal. Ciri kualitatif menggunakan azas fenomenologi.
yang melekat dalam kearifan tradisional adalah Menurut (Garna, 1999). sifat yang kualitatif itu
sifatnya yang dinamis, berkelanjutan dan dapat mengacu pada segi empirik yaitu kehidupan
diterima oleh komunitasnya. nyata manusia termasuk segala apa yang berada
Kearifan lokal orang Melayu tidak hanya di belakang pola sikap dan tindakannya sebagai
terdapat dalam bentuk nilai-nilai dan norma- manusia bio-sosial.
norma adat, tetapi juga terdapat dalam aktivitas Data pokok yang dikumpulkan dalam
dan penggunaan teknologi. Ini dapat dilihat penelitian ini terpusat pada fenomena-fenomena
seperti tingkah laku dan sikap sehari hari, yang berkaitan langsung khususnya dengan
penggunaan beliung (alat untuk menebang), tanah adat, yang berkaitan dengan aspek
kampak (alat untuk membelah), lading atau kehidupan sosial, lingkungan dan ekonomi
parang (alat untuk menebas), tajak(alat untuk dengan kontek ecoculture. Data pokok yang
menyiang), cabak (alat untuk membalikkan diperlukan tersebut dipilih dan dibatasi
tanah), sabit (alat untuk memotong rumput), berdasarkan relevansi dengan pertanyaan dasar
tembilang (alat untuk menggali tanah), dan dalam rencana penelitian, yang keseluruhannya
lain-lain. Semua perkakas tersebut jika dipakai, ditempatkan dalam rangka analisis teori
tidak ada yang mempunyai potensi untuk antropologi lingkungan
Dinamika Lingkungan Indonesia 9

Kegiatan analisis data dimulai dari perseorangan; (3) walaupun seseorang itu dapat
klasifikasi, kategorisasi, dan interpretasi, sampai memanfaatkan tanah secara perseorangan ia
pada pembahasan. Pengolahan data atau harus mengikuti ketentuan atau kewajiban-
analisis deskriptif (descriptive analysis) kewajiban tertentu seperti memberikan sebagian
mengandung pengertian sebagai usaha untuk hasilnya kepada ketua suku (Zein,1994).
menyederhanakan dan sekaligus menjelaskan Kenyataan yang terjadi sekarang ini (2014)
bagian dari keseluruhan data melalui langkah- tanah adat Orang Melayu di Orang Melayu
langkah klasifikasi dan kategorisasi sehingga tentang pemenfaatan tanah di Orang Melayu)
tersusun suatu rangkaian deskripsi yang tanah adat telah dialih fungsikan dari
sistematik dan akurat. masyarakat adat kepada pihak pemerintah
hutan milik negara (30.03 %), milik perkebunan
HASIL sawit (26.07%), Tanaman Pangan (9.92%),
pemukiman (2,63%), lahan terbuka (25,57%),
Tanah Adat. Tanah adat yaitu tanah yang tanah adat (0.57%)
dimiliki oleh suatu masyarakat yang hidup di Alih fungsi pengelolaan Tanah adat Orang
bawah hukum adat merujuk kepada tanah Melayu ini dari masyarakat adat kepada
beserta hutan dan segala kekayaan yang kebjakan pemerintah mulai dari era kolonial
terkandung di dalam wilayah yang tertakluk hingga ke pemerintah Indonesia membuat
kepada hukum adat. Masyarakat yang bernaung kedudududkan dan status tanah adat mengalami
di bawah hukum adat adalah komunitas yang dagradasai dan marjinalisasi. Pada masa lalu
terikat oleh hukum adat yang diamalkan secara kekuasaan raja dan anggapan yang berlaku
turun temurun karena kesamaan tempat tinggal ketika itu boleh menyebabkan seseorang raja
ataupun atas dasar keturunan yang sama. Hak melakukan apa saja terhadap tanah adat. Walau
adat adalah kekuasaan yang menurut hukum bagaimanapun, ada pendapat yang mengatakan
adat dipunyai oleh masyarakat yang bernaung di bahwa aspek pemilikan tanah bukanlah sesuatu
bawah masyarakat hukum adat tertentu atas yang penting dalam pemerintahan raja atau
wilayah tertentu yang merupakan kawasan sultan karena apa yang lebih utama adalah
warganya untuk mengambil manfaat dari pembayaran upeti oleh penduduk kepada pihak
sumber daya alam dalam kawasan wilayah istana, sebagai tanda kekuasaan wilayah
tanah adat untuk keperluan sehari-hari. kasultanan. Menurut (Astrid,1982) raja atau
Konsep umum tentang tanah adat sultan tidak pernah menuntut tanah dari
bersumberkan klasik yang pada dasarnya penduduknya atau menganggap diri sebagai
menjelaskan bahwa tanah adalah milik raja, pemilik tanah desa (kampung). Apa yang
bahkan dianggap bahwa segala apa yang dituntut oleh sultan hanyalah pengakuan sebagai
terdapat di atas dan di dalam tanah adalah milik personifikasi negara, yang tercermin dalam
raja termasuk orang menjadi penghuni suatu pembayaran upeti atau cukai(tapak lawang)
wilayahnya. Keadaan ini merupakan gambaran dalam bentuk hasil pertanian atau kerja sukarela
umum di Indonesia semasa zaman pemerintah bagi proyek negara atau desa (Susanto, 1984).
feodal, walaupun terdapat berbagai bentuk Untuk itu raja pada umumnya sibuk
pemerintahan beraja (Zein, 1994). Terbentuknya mengunjungi daerah untuk mempertahankan
tanah adat bagi suatu kesatuan masyarakat hubungan antara diri atau negara dengan
hukum adat adalah semata-mata atas dasar masyarakat yang terikat oleh ikatan kampung.
kemurahan hati atau kemurnian sang raja. Tanah adat juga dijaga atau diatur oleh hukum
Setelah tanah dikurniakan kepada rakyat, maka adat, yang menentukan hak dan kewajiban
pemanfaatan dan penggunaan suatu tanah adat anggota masyarakat atau komunitas terhadap
haruslah memenuhi ketentuan adat. Di antara tanah adat.
ketentuan adat tentang hutan dan tanah adat Menurut hukum adat, anggota masyarakat
adalah: (1) hutan dan tanah adat tidak boleh mempunyai hak bersama dalam menguasai atau
diperjual beli dengan cara apa sekalipun memanfaatkan suatu lingkungan tanah untuk
sehingga pemilikan haknya menjadi berpindah kehidupannya dan kesejahteraan masyarakatnya
tangan; (2) hutan dan tanah adat tidak boleh secara umum. Dalam hal ini, orang luar tidak
dibagi-bagikan menjadi milik peribadi/ mendapat hak tersebut melainkan telah
Dinamika Lingkungan Indonesia 10

mendapat izin dari ninik mamak. Pada masa Alam bukan saja dijadikan alat mencari nafkah,
yang sama, anggota masyarakat mempunyai tetapi juga berkaitan dengan kebudayaan dan
kewajiban untuk melindungi dan memelihara kepercayaannya (Effendy, 2004).
lingkungan tanah dan segala bentuk isinya dari Pada saat ini hutan tanah adat tersebut
ancaman luar.Hal ini sejalan dengan petatah telah sewenang-wenangnya diekploitasi oleh
petitih orang Melayu mengatakan. ”apabila perusahaan yang di tanami dengan kelapan
rusak alam lingkungan ,di situlah punca segala sawit dengan skala besar .Perusahaan Swasta di
kemalangan, musibah datang berganti-gantian, Kabupaten Orang Melayu Tahun 1996-2014
celaka melanda tak berkesudahan, apabila ada 22 perusahaan kelapa sawit yang diberikan
rusak alam lingkungan,, hidup sengsara izin legal oleh pemerinah untuk membuka lahan
binasalah badan, cacat dan cela jadi sawit mencapai 231.600 Ha (26.07 % dari luas
langganan, hidup dan mati jadi sesalan, apabila Orang Melayu). Dampak ekologis penanam
alam porak poranda, di situlah timbul silan. sawit secara besar-besaran ini menimbulkan
Sengketa, aib datang malu menimpa, anak cucu berbagai persoalan ekologis seperti krisis air,
hidup merana” (Wawaancara dengan informan pendangkalan sungai, kepunahan berbagai
Zulkarnain, Tokoh Masyarakat Tanah Putih, species flora dan fauna. Penanaman kelapan
Maret 2014) sawit tersebut hanya menguntungkan pihak-
Dalam ikatan hak dan kewajiban inilah pihak perusahaan, atau kelompok kapital. Pada
suatu komunitas desa mengembangkan nilai jika dirujuk pada hukum adat , tanah adat tidak
gotong royong untuk menjaga sumber daya desa boleh diperjual belikan kepada siapapun, tanah
dan sistem organisasi desa misalnya dalam adat adalah milik masyarakat adat. Dalam tanah
aspek pengurusan tanah adat, tanggung jawab adat tersebut telah diatur sedemikian rupa
diberikan penghulu (Zein, 1994). Walau pengaturan pengunaan tanah, misal aturan
bagaimanapun oleh karena tanah adat tidak mengambil hasil hutan, atauran pembagian
mempunyai dokumen yang jelas dan oleh kawasan wilayah hutan. Dengan
karena pada zaman pemerintahan Sultan, raja diberlakukannya hukum adat pada zaman
mempunyai kekuasaan yang besar ke atasnya, kesultanan siak masyarakat relatif dapat
maka masalah kenaikan upeti yang sewenang- mempertahan dirinya, flora dan fauna terjaga,
wenang, pengambilalihan hak rakyat terhadap dan masyarakat mempunyai identitas kultural.
tanah adat boleh terjadi dengan mudah apabila Bagi masyarakat Orang Melayu tradisional
raja atau wakil raja yang mempunyai kuasa hidup mereka sangat tergantung pada alam dan
berbuat demikian untuk kepentingan tertentu. hutan.
Oleh karena keadaan dokumen pemilikan resmi Kearifan Orang Melayu dalam
yang jelas hak kepemilikan tanah yang memilihara lingkungan. Orang tua-tua Melayu
berasaskan kepada hukum adat masyarakat ini mengatakan, bahwa kehidupan mereka amat
sukar untuk dipertahankan melalui Undang- bergantung kepada alam. Alam menjadi sumber
Undang yang diperkenalkan oleh pihak nafkah dan juga menjadi sumber unsur-unsur
Belanda. budayanya. Dalam ungkapan dikatakan:
Jauh sebelum penjajahan Belanda,
masyarakat hukum adat di Orang Melayu Kalau tidak ada laut,hampalah perut
dibawah kekuasaan Kerajaan Siak Sri Indrapura Bila tak ada hutan, binasalah badan
(1776-1942) telah menata suatu kehidupan
bersama dalarn aspek ekonomi, sosial, Dalam ungkapan lain dikatakan: (Effendy,
lingkungan, politik, budaya, agama, seni, dan 2004)
sebagainya. Hutan tanah adat bagi mereka
bukan semata-mata merupakan kekayaan Kalau binasa hutan yang lebat,
material untuk memenuhi hajat hidup tetapi Rusak lembaga hilanglah adat
bahkan rnengandung nilai yang lebih esensial
yaitu melekat pada harkat dan martabat sebagai Ungkapan-ungkapan di atas secara jelas
manusia. Orang Melayu tradisional yang menunjukkan besebatinya hubungan antara
hakikatnya hidup sebagai nelayan dan petani orang Melayu dengan alam sekitarnya.
amat bersebati dengan alam lingkungannya. Kebenaran isi ungkapan ini secara jelas dapat
Dinamika Lingkungan Indonesia 11

dilihat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menyadari eratnya kaitan antara


Secara tradisional, mereka secara turun temurun kehidupan manusia dengan alam, menyebabkan
hidup dari hasil laut dan hasil hutan atau orang Melayu berupaya memelihara serta
mengolah tanah. Secara turun temurun pula menjaga kelestarian dan keseimbangan alam
mereka memanfaatkan hasil hutan untuk lingkungannya. Dalam adat istiadat ditetapkan
berbagai keperluan, membuat bangunan, “pantang larang” yang berkaitan dengan
membuat alat dan kelengkapan rumah tangga, pemeliharaan serta pemanfaatan alam, mulai
alat dan kelengkapan nelayan, alat berburu, alat dari hutan, tanah, laut dan selat, tokong dan
bertani, dan sebagainya, termasuk untuk ramuan pulau, suak dan sungai, tasik dan danau, sampai
obat tradisional. kepada kawasan yang menjadi kampung
Hubungan kelembagaan kerajaan Siak halaman, dusun, ladang, kebun dan sebagainya.
dengan masyarakat Rohil sangat erat, diatur Dalam pandangan informan kunci
dalam qanun siak, supaya tidak terjadi (Effendy, 2004) orang tua-tua Melayu masa
perselisihan antar suku maupun individu dalam silam amat menyadari pentingnya pemeliharaan
masyarakat adat .termasuk dalam menjaga dan pemanfaatan alam sekitar secara seimbang.
kelestarian hutan, alam air dan laut. Dalam Ketentuan adat yang mereka pakai memilki
menjaga kelestaruan lingkungan orang Melayu sanksi hukum yang berat terhadap perusak alam.
Orang Melayu telah diajarkan oleh para lelulur Sebab, perusak alam bukan saja merusak
mereka sejak dulu kala. Dengan aturan aturan sumber ekonomi, tetapi juga membinasakan
dan nilai-nilai adat yang dianut tidak pernah sumber berbagai kegiatan budaya, pengobatan,
terjadi konflik atau perselisuhan baik antar suku dan lain-lain, yang amat diperlukan oleh
maupun antar individu dalam kehidupan sehari masayarakat.
hari ,baik dari sektor ekonomi, social maupun Selanjutnya (Effendy, 2004) mengatakan
dalam menjaga keseimbangan lingkungan. bahwa dalam adat dikenal beberapa pembagian
alam, terutama pembagian hutan tanah. Ada
alam yang boleh dimiliki pribadi, ada yang
diperuntukkan bagi satu suku dan kaum, ada
juga yang diperuntukkan bagi kerajaan, negeri,
RAJA SIAK
masyarakat luas dan sebagainya. Hutan dan
tanah ditentukan pula pemanfatannya menurut
TUANKU
adat, ada pemanfaatan untuk kepentingan
BENDAHARA
pribadi dan ada pemanfaatan untuk kepentingan
bersama. Hal ini tercermin dari hutan yang
dilindungi yang disebut “rimba larangan”,
DATUK “rimba kepungan”, atau “kepungan sialang”,
PERSUKUAN dan lain sebagainya.
Dari sisi lain, masyarakat Melayu
mengenal pula hutan tanah adat yang menjadi
milik persukuan atau kaum masyarakat tertentu
yang lazim disebut”tanah wilayat” (tanah adat)
dan sejenisnya yang secara umum disebut
DATUK ADAT
“tanah adat”. Pada masa dulu, pemilikan,
penguasaan, dan pemanfaatan hutan tanah yang
tergolong tanah adat dikukuhkan oleh raja
melalui surat keputusan.
Gambar 1 : Struktur masyarakat adat Rohil Pada Masa Kerajaan
Siak Sri Indrapura. Setelah Indonesia merdeka, UU No 5
Tahun 1979, struktur pemerintahan adat di ganti
Keterangan : dengan pemerintahan Desa yang tidak melibat
 = Hak, proteksi orang 0rang adat dalam pemerintahan ,
 = Retribusi, pajak, hasil hutan, dan tanah sehimgga hampir seluruh hak atas tanah adat
terabaikan, sehingga pemilikan, pemanfaatan,
dan penguasaannya tidak lagi dapat diatur oleh
Dinamika Lingkungan Indonesia 12

adat. Struktur pemerintahan Desa yang orang berfikir panjang, merusak alam ia
mengantikan sistem pemerintahan adat. berpantang, tanda orang berakal senonoh,.
menjaga alam hatinya kokoh, tanda orang
PRESIDEN berbudi pekerti, merusak alam ia jauhi.
Tanda orang berfikir luas, memanfaatkan
hutan ianya awas tanda orang berakal budi,
GUBERNUR
merusak hutan ia tak sudi, tanda ingat
keanak cucu, merusak hutan batinnya malu.
Tanda ingat kehari tua, laut dijaga, bumi
BUPATI
dipelihara. tanda ingat kehari kemudian,
taat menjaga laut dan hutan. Tanda ingat
CAMAT kepada Tuhan, menjaga alam ia utamakan,
tanda ingat hidup kan mati, memanfaatkan
alam berhati-hati, tanda ingat adat
KEPENGHULUAN lembaga, laut dikungkung hutan dijaga,
tanda ingat ke masa datang, merusak alam
ia berpantang, siapa mengenang anak
cucunya,, bumi yang kaya takkan
dirusaknya. siapa sadar dirinya
RW RW RW RW khalifah,terhadap alam takkan menyalah.
apa tanda hidup beriman, tahu menjaga
kampung halaman .....”

RT RT RT Ungkapan memperlihatkan betapa


tingginya nilai kearifan lingkungan yang
dimiliki masyarakat Melayu dalam menjaga
Gambar 2: Struktur Pemerintahan Rohil di Era Indonesia lingkungan. Menjaga lingkungan bagi orang
Melayu bukan saja memiliki fungsi ekonomis,
Akibatnya, terjadi perusakan hutan melainkan juga memiliki fungsi kosmologis
dimana-mana. Masyarakat Orang Melayu teologis, yakni mempunyai pertanggungjawaban
sekitar tempatan yang secara turun temurun kepada Sang Khalik. Lingkungan dalam amar
merasa menguasai dan memiliki hutan tanah itu petuah orang Melayu mempuyai fungsi sosial-
tidak dapat berbuat apa-apa, karena mereka budaya, yakni dalam pemanfaatan hutan tanah
tidak lagi diakui sebagai pemiliknya. Hal ini diatur menurut ketentuan adat.
menyebabkan banyak terjadinya sengketa tanah Pemanfaatan hutan tanah dalam
yang timbul setelah adanya bangunan atau pelestarian lingkungan bagi orang Melayu yang
perkebunan di kawasan itu, ketika hutan tanah terkandung dalam petuah diatas mengandung
itu diperjualbelikan atau dipindahkan hak nilai-nilai pemiliharaan alam flora dan fauna
kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan ke seperti menjaga rimba, sialang, ulat, selat, tanah
pihak lain. adat, dusun, gunung, togok, belat, lembah,
Petuah amanah Melayu yang amat padang dan lain-lain. Melalui kearifan
memperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan orang Melayu sebagaimana
alam lingkungan banyak berisi tunjuk ajar ungkapan petuah di atas, orang Melayu diajar
pantang larang yang mempunyai nilai filosofi untuk memelihara alam menggunakan akal
lingkungan yang sangat tinggi dan menjadi fikiran. Bahkan dikatakan orang yang merusak
acuan masyarakat agar tidak sampai merusak alam adalah orang tidak berakal atau orang
alamnya, antara lain (Effendy, 2004) yang berprilaku yang tidak senonoh. Orang
“Tanda orang memegang adat, alam Melayu sangat mementingkan etika lingkungan
dijaga, petuah diingat, tanda orang dalam memelihara lingkungan ini dapat dilihat
memegang amanah, pantang merusak hutan dalam ungkapan apa tanda orang berbudi
dan tanah. Tanda orang memegang amanat, merusak alam ia tak sudi, tanda orang berbudi
terhadap alam berhemat cermat, tanda mewarisi alam ke anak cucu.
Dinamika Lingkungan Indonesia 13

Kearifan orang Melayu menjaga alam PEMBAHASAN


bukan hanya kepada manusia melaikan juga
mempunyai hubungan dengan Sang Khalik. Ini Pada masa pemerintahan kolonial
dapat di lihat dalam ungkapan tanda orang Belanda, masalah hak dan pemilikan tanah adat
ingat kepada Tuhan menjaga alam ia utamakan, masih berkelanjutan. Pihak Belanda
tanda orang ingat hari kemudian, menjaga mempunyai pandangan yang sama seperti yang
hutan dan tanah ia utamakan, tanda orang dilakukan oleh pihak raja yaitu mereka berkuasa
ingat ke Tuhan merusak alam ia pantangkan, terhadap segala sesuatu yang berada dalam
tanda orang ingat akan mati merusak alam wilayah kekuasaanya. Pihak Belanda juga
adalah perbuatan haram (hasil wawancara mengabaikan masalah tanah adat atas dasar
dengan tokoh adat Rohil, Hasan Basri di tidak mau atau mengerti tentang signifikan
Bangko Jaya, tanggal 12 Januari 2013 pukul tanah adat dalam konteks hukum adat dan
16.30 WIB). kepentingannya terhadap penduduk tempatan.
Kearifan lingkungan orang Melayu dalam Pengabaian terhadap tanah adat juga didorong
memelihara lingkungan telah menganut prinsip oleh kerakusan pihak Belanda sebagai penjajah
prinsip ecoculture ini dapat dilihat dalam dalam pengumpulan kekayaan untuk dibawa
ungkapan : adat hidup memegang amanah; tahu pulang ke Belanda. Pengabaian hak penduduk
menjaga hutan dan tanah; tahu menjaga bukit terhadap tanah adat dapat dilihat dari dasar
dan lembah; berladang tidak merusak tanah; Belanda yang menjalankan sistem kerja paksa,
berkebun tidak merusak rimba. Nilai-nilai ini tanaman paksa, cukai atau sewa tanah (yang
jika dipegang dan dilestarikan serta dapat dikenal dalam bahasa Belanda landrete) dan
direvitalisasi merupakan konsep yang sangat sebagainya.
fundamental dalam pelestarian lingkungan yang Setelah adanya kritikan-kritikan di
berkelanjutan. Belanda terhadap pelaksanaan sistem paksaan di
Kearifan lingkungan orang Melayu dalam Indonesia, pihak kolonial melaksanakan dasar
mengatur tata kelola lingkungan telah diatur yang lebih lembut dengan menekankan bahwa
dalam suatu Qanun Hutan Tanah Adat. Ini dasar-dasar yang akan dilaksanakan bukan
sejalan denga ungkapan adat sebagai berikut : untuk kepentingan penjajah tetapi untuk
tahu menebas memegang adat; tahu menebang kepentingan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
memegang amanat; tahu berladang menurut Dalam bidang pertanian, pihak kolonial
undang; tahu berkebun menurut kanun. Tata menetapkan prinsip-prinsip baru yaitu: (i)
kelola hutan tanah adat orang Melayu Orang sistem tanaman bergilir di ladang dihapuskan;
Melayu telah datur oleh Sultan Siak dalam (ii) hutan-hutan harus dilindungi; (iii)
Qanun Hutan Tanah yang tertuang dalam pengambilan hasil hutan harus diatur; (iv)
Adatrechtbundels serie XVIII , S. Gravenhage , pembukaan ladang-ladang besar sama ada milik
(Nijhoff, 1819). tentang Regeling voor Koeboe, swasta atau pemerintah diperbolehkan
Regeling voor Bangka, en Regeling voor Tanah (dimungkinkan); dan (v) tanah-tanah yang
Poetih. belum diusahakan oleh rakyat harus dijaga agar
Pentingnya arti hutan tanah adat bagi tidak diusahakan oleh rakyat (Van Vollenhoven,
kehidupan masyarakat Melayu di Orang Melayu 1994). Prinsip-prinsip tersebut kemudiannya ada
( Kubu, Bangko dan Tanah Putih) pada masa dalam hukum agraria kolonial yang
kerajaan Siak Sri Indrapura ialah karena mengandung prinsip yaitu: (1) hak rakyat atas
kehidupan masyarakat tersebut itu sama sekali tanah menurut hukum adat yang harus
tidak dapat dipisahkan dari hutan tanah adat. dilindungi; (2) hak orang Barat atas tanah di
Mereka hidup diatas hutan tanah dan Indonesia dibolehkan (dimungkinkan); dan (3)
memperoleh sumber kehidupan ekonomi, kedua macam hak tersebut (adat dan Barat)
ekologis, politik ,sosial budaya dengan cara harus dibuat secara pasti dan jelas (Koesno,
mendayagunakan hutan tanah adat di kawasan 1994).
ini yang telah diatur oleh Sultan dalam dokumen Prinsip-prinsip politik kolonial yang
Adat Recht, pada masing- masing kawasan demikian kelihatannya memberikan kedudukan
tersebut . yang baik kepada rakyat dalam masalah tanah
ulayat. Tetapi di dalam pelaksanaannya
Dinamika Lingkungan Indonesia 14

berlainan, karena prinsip-prinsip itu telah negara (pemerintah) untuk memberikan tanah
melahirkan berbagai peraturan agraria kolonial kepada individu atau pihak tertentu dengan hak-
seperti adanya pernyataan hak milik (domein hak yang dikenal di Barat, yaitu hak-hak yang
verklaring), larangan pengasingan tanah diatur di dalam kitab Undang-Undang hukum
(vervreemdings verbood), peraturan tentang hak Perdata, seperti hak milik dan lain-lain; dan (ii)
punya menurut adat (inlands bezitrecth), hak untuk keperluan pembuktian. Berdasarkan dua
milik atas tanah (agrarisch eigendoms recth) fungsi tersebut, pemerintah kolonial dapat
dan peraturan-peraturan lainnya yang mengatur mengambil suatu kawasan tanah adatdengan
hak-hak atas tanah berdasarkan Undang-Undang alasan tanah tersebut tidak mempunya dokumen
Barat (Kosno 1994). Dengan adanya peraturan- atau bukti yang dapat diberikan atau dijual
peraturan tersebut, Undang-Undang tentang kepada pihak lain melalui proses Undang-
tanah di Indonesia menjadi bersifat dualistik, Undang.
dimana dari satu segi diakui adanya hukum Sifat Agrarische Wet stbl 1870 No 55 dan
adat, tetapi juga pada masa yang sama domeinverklaring stbl 1870 No 118 yang lebih
dilaksanakan juga Undang-Undang Barat oleh memihak kepada pihak penjajah menimbulkan
pemerintah Belanda. Begitu ada disebutkan akibat buruk yang amat luas baik dalam bidang
juga bahwa hak-hak atas tanah melalui kedua- ekonomi maupun politik. Akibat buruk tersebut
dua bentuk peraturan itu harus ditentukan yaitu: Domeinverklaring menggeser kedudukan
keabsahannya secara Undang-Undang. Dalam rakyat Indonesia dari pemilikan tanah dalam
hal inilah hukum adat sifatnya tidak lengkap kegiatan produksi dan menjadi buruh tani yang
karena sukar untuk ditentukan atau dibuktikan hampir tidak mempunyai hak.
berbanding peraturan bertulis yang dikeluarkan Domeinverklaring tidak hanya memihak kepada
oleh pihak Belanda. pemerintah tetapi juga gabungan antara
Pelaksanaan Undang-Undang baru yang pemerintah dan pengusaha pada zaman itu demi
diperkenalkan oleh pihak Belanda pada mengejar pertumbuhan ekonomi dengan
dasarnya mempunyai alasan-alasan tersendiri. mengorbankan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, Agrarisch Wet Stablat (stbl) Domeinverklaring merupakan manifestasi
1870 nomor 55 telah ditetapkan oleh pemerintah diskrimanasi dan ekplorasi politik pihak
kolonial Belanda dalam usaha memberikan Belanda ke atas bangsa Indonesia yang
jaminan terhadap kepentingan ekonomi Belanda menganggap rakyat yang tidak produktif
di Indonesia terutama dalam kegiatan pertanian. sebagai beban negara. Kenyataan ini terlihat
Pemerintahan Belanda melihat hukum adat tidak pada pada kedudukan penting pihak penjajah
dapat memberikan jaminan, terutama untuk dalam syarikat-syarikat yang dikuasai oleh
penyediaan tanah dan modal yang mencukupi. bangsa Eropa dan masalah buruh yang tidak
Sebagai peraturan pelaksanaan dikeluarkan pula mendapat perhatian dari pemerintah karena
hukum Koninklijk Besluit stbl. 1870 nombor buruh adalah bangsa Indonesia (Zein, 1994).
118 yang kemudian dikenali sebagai asas Setelah Agrarische Wet stbl 1870 No
domeinverklaring yang menafikan kewujudan 55 dan Domeinverklaring stbl 1870 No 118
hak ulayat dan hak-hak masyarakat yang dilaksanakan, pihak kolonial juga mengeluarkan
bernaung di bawah hukum adat. Pasal 1 dalam peraturan baru untuk memastikan bahwa pihak
Undang-Undang Agrarische Besluit 1870 No raja atau pemerintah tempatan mengeluarkan
118 menyebutkan bahwa dengan adanya tidak ketentuan tentang tanah ulayat. Pemerintah
mengurangi berlakunya ketentuan di dalam ayat Belanda mengeluarkan Stbl 1896 No 4 dan stbl
(2) dan (3) Agrarisch Wet maka 1925 No 649 yang menetapkan Raja-raja atau
dipertahankanlah asas bahwa semua tanah yang ketua masyarakat hukum adat untuk mengatur
pihak lain tidak dapat membuktikan, bahwa penggunaan tanah di daerah mereka (tanah yang
tanah itu tanah eigendom (miliknya) adalah belum dibuka) sudah tidak ada lagi. Oleh yang
domein negara (Harsono, 1975). demikian, penetapan raja-raja tentang sesuatu
Menurut Budi (Harsono, 1975). hutan atau tanah adat setelah Undang-Undang
domeinverklaring mempunyai dua fungsi yang itu dikeluarkan tidak diakui oleh pihak Belanda
penting, yaitu: (i) ia dapat digunakan sebagai dan tidak dipertahankan melalui Undang-
landasan Undang-Undang bagi membolehkan Undang. Keadaan ini menunjukkan dengan
Dinamika Lingkungan Indonesia 15

jelas bahwa pihak Belanda mengabaikan hak- SIMPULAN


hak penduduk tempatan terhadap tanah adat
mereka (Zein, 1994). Dalam konteks kearifan lingkungan , inti
Berdasarkan persoalan atas, dapat kebudayaan masyarakat Melayu adalah konsep
dikatakan bahwa domeinverklaring merupakan tanah adat. Tanah adat adalah ruang (space)
alat untuk menarik modal swasta asing pada tanah atau hutan yang diatur begitu rupa oleh
zaman Belanda mengikut prinsip liberalisme masyarakat adat berguna untuk melangsungkan
kapitalisme yang dipakai oleh pihak pemerintah sistem kehidupan masyarakat Melayu . Di atas
Belanda. Menurut Boeke, keadaan inilah yang tanah adat inilah, diatur pembagian hutan
menjadi faktor bermulanya dualisme ekonomi di menurut persukuan yang ada , kebun dan
Indonesia karena diterapkan sistem kapitalis sumber asli. Hutan larangan adalah satu
Eropa dengan kekuatan modal dan ilmu kewujudan daripada bahagian tanah ulayat Di
pengetahuan, ke dalam sistem tradisional situ juga termasuk aspek-aspek kebudayaan
Melayu yang sudah matang di (dalam H.D yang berhubungan dengan pengeluaran,
Tjeeuk Wilink Haarlem 1051). Peraturan- penyaluran, dan konsumsi pangan. Oleh itu,
peraturan tentang tanah yang dikeluarkan oleh setiap inti kebudayaan selalu berhubungan
pihak Belanda bukan saja melemahkan hukum dengan ekosistem, ekonomi dan struktur sosial.
adat tentang tanah adat tetapi menyebabkan Kearifan dalam melestarikan tanah adat
semakin banyak tanah adat yang menjadi hak orang Melayu dipresentasikan dalam nilai
milik pribadi karena didaftarkan mengikut sosial, norma adat, etika lingkungan, sistem
Undang-Undang kolonial. Rakyat tempatan kepercayaan, pola penataan ruang tradisional,
terdorong untuk mengikuti Undang-Undang peralatan dan teknologi sederhana ramah
kolonial untuk memastikan bahwa mereka lingkungan. Hubungan tanah dan warga Orang
mempunyai hak milik peribadi ke atas tanah Melayu ditandai dengan produktivitas,
yang mereka usahakan. Hukum adat tentang sustainabilitas, equitabilitas, bijaksana, benar,
tanah semakin tidak mendapat perhatian karena tepat, serasi dan harmonis.
penduduk diawali oleh nilai-nilai individualisme Sistem tanah adat Orang Melayu itu
yang diperkenalkan oleh Belanda. terwujud kedalam bentuk ide, aktivitas, dan
Ketidakadilan yang diterapkan oleh pihak material. Pemeliharaan dan pemanfaatan tanah
penjajah Belanda telah menyemai benih-benih adat Orang sudah ada sebelum Kerajaan Siak
sengketa antara rakyat dan pemerintah, yang Sri Indrapura yang terdapat di dalam kehidupan
berkelanjutan sehingga saat ini. Persengketaan masyarakat Orang Melayu . Keberadaan tanah
berkelanjutan ini dilihat sebagai akibat konflik adat berdampak positif bagi masyarakat Orang
antara hukum adat Indonesia dengan semangat Melayu dengan alam dan lingkungan yang
individualisme, liberalisme yang datang bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat,
bersama pengaruh kolonial. petuah nenek moyang atau budaya setempat.
Kebijakan kebijakan kolonialisme yang Nilai-nilai yang terdapat dalam sistem tanah
kapitalistik diadopsi oleh pemerintah Indonesia adat memiliki fungsi kearifan lingkungan
di era kemerdekaan. Kebijakan-kebijakan yang terbangun secara alamiah dalam suatu
kapitlistik, monopoli dan anropocentrik telah komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan
memarjinalkan hak–hak tanah adat orang lingkungan di sekitarnya.
Melayu. Implikasi dari ini banyak hak-hak tanah Namun bermula dari kebijakan yang
adat telah beralih fungsi kepada ekploitasi dibuat oleh pemerintahab kolonialisme yang
kapitalisme, yang mengusur secara sistimatis kemudian di rekonstruksi oleh pemerintahan
hak-hak komunal adat. Keadaan tersebut telah Indonesia yang berorientasi kepada pandangan
miminggirkan kedudukan dan melemahkan kapitalistik dan antropocentik telah
peran masyarakat adat, dan impikasi selanjut memarjinalkan orang Melayu dan dagradasi
telah menimbulkan dagradasi lingkungan hidup lingkungan secara hebat.
secara sistimatis.
Dinamika Lingkungan Indonesia 16

UCAPAN TERIMAKASIH Garna, J. K. 1999. Metode Penelitian Kualitatif.


Primoco Akademika. Bandung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan Hamidi, 2006. Jagad Melayu dalam Lintasan
terima kasih kepada semua pihak yang tak Budaya di Riau. UIR Press. Pekanbaru.
dapat disebutkan satu persatu, yang telah Nijhoff, M 1819. Adatrechtbundels serie
membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. XVIII,S.Gravenhage.
Susanto, A. 1984. Sosiologi Pembangunan.Bina
DAFTAR PUSTAKA Cipta Bandung.
Zein. R, 1994. Tanah, Hutan dan
Budi, H. 1975. Hukum Agraria di Indonesia. Pembangunan. UIR Press. Pekanbaru.
Jambatan. Jakarta.
Effenddy, T. 2004. Tunjuk Ajar Melayu (Butir-
Butir Budaya Melayu Riau). Adicita
Karya. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai