Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam
suku-suku di Indonesia merupakanbagian integral daripada kebudayaan Indonesia.
Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dengan
segala keaneka- ragaman dan tidak bisa lepas dari ikatan-ikatan primordial,
kesukuandan kedaerahan. Proses pembangunan yang sedang berlangsung
menimbulkanperubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga mental
manusiapun terkenapengaruhnya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
menimbulkan perubahankondisi kehidupan manusia. Maka dari itu diperlukan
sebuah peranan budaya lokaluntuk mendukung ketahanan budaya nasional itu
sendiri.
Kearifan lingkungan atau kearifan lokal masyarakat sudah ada di dalam
kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah
hingga saat ini, kearifan lingkungan merupakan perilaku positif manusia dalam
berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari
nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat
Wietoler dalam Akbar (2006) yang terbangun secara alamiah dalam suatu
komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya,
perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan
berkembang secara turun-temurun. Secara umum, budaya lokal atau budaya
daerah dimaknai sebagai budaya yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-
unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam
pelaksanaan pembangunanan berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi
membuat orang lupa akan pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam
mengelola lingkungan, seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang sudah
ketinggalan di abad sekarang ini, sehingga perencanaan pembangunan seringkali
tidak melibatkan masyarakat.
1.2 Rumusan Masah
Dari latar belakang di atas maka dapat di rumuskan masalahnya antara lain:
1. Apakah definisi dari sistem kearifan lokal ?
2. Bagaimanakah kearifan lokal sebagai aset budaya bangsa ?
3. Bagaimanakah kearifan lokal dan implentasinya dalam kehidupan
masyarakat ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari sistem kearifan local.
2. Untuk mengetahui kearifan lokal sebagai aset budaya bangsa.
3. Untuk mengetahui kearifan lokal dan implentasinya dalam kehidupan
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sistem Kearifan Lokal


Ada beberapa definisi system kearifan local menurut beberapa ahli, di
antaranya ialah: Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah
demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya dan
diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup
lama ( Sunaryo dan Laxman (2003). Menurut Keraf (2002), kearifan lokal atau
kearifan tradisional yaitu semua bentuk keyakinan, pemahaman atau wawasan
serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam
kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Sistem kearifan lokal secara netral dan dinamik di kalangan dunia barat
biasanya disebut dengan istilah Indigenous Knowledge (Warren, dalam
Adimiharja, 2004). Konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem
pengetahuan lokal (indigenous knowledge system) adalah pengetahuan yang khas
milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai
hasil dari proses hubungan timbal-balik antara masyarakat dengan lingkungannya
(Marzali, dalam Mumfangati, dkk., 2004). Jadi, konsep sistem kearifan lokal
berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena
hubungan yang dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat
lokal, tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah mengembangkan pemahaman
terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal yang telah dianggap
mempertahankan sumber daya alam, serta meninggalkan kegiatan-kegiatan yang
dianggap merusak lingkungan (Mitchell, 2003).
Pengetahuan lokal ternyata bisa menjadi salah satu solusi mengatasi
dampak perubahan iklim disektor pertanian terutama dalam mengatasi krisis
pangan ditingkat komunitas. Sebuah penelitian terbaru dari International Institute
for Environment and Development (IIED) mengungkapkan kearifan lokal yang
diajarkan turun temurun telah menuntun masyarakat tradisional yang terbelakang
sekalipun mampu bertahan menghadapi perubahan iklim. Praktek-praktek
tradisional itu disesuaikan dengan ketinggian tempat, jenis tanah, curah hujan dan
sebagainya yang kesemuanya mendukung keberlanjutan lingkungan. Para petani
telah terbiasa menggunakan tanaman lokal untuk mengendalikan hama dengan
cara memilih varietas tanaman yang mampu mentolerir kondisi ekstrim seperti
kekeringan dan banjir, menanam beragam tanaman untuk menghadapi
ketidakpastian di masa depan. Pemuliaan varietas jenis baru secara lokal ini
dilakukan berdasarkan ciri-ciri kualitas yang melindungi keanekaragaman hayati.
Metode pertanian yang dipraktekkan oleh nenek moyang diberbagai
komunitas masyarakat adat termasuk di Indonesia hanya berfokus pada apa yang
diberikan alam pada mereka berupa berbagai jenis tanaman seperti kopi, kayu
manis dan berbagai tumbuhan liar lainnya sudah cukup untuk kebutuhan
masyarakat saat itu. Contoh lain yang dilakukan oleh masyarakat dalam
mempertahan kearifan lokal antara lain:
1. Penggunaan Ruang dalam Masyarakat Baduy
Penggunaan ruang dalam masyarakat Baduy secara umum dibagi kedalam
tiga zona, yaitu: Zona Bawah sebagai pemukiman, Zona Tengah digunakan untuk
bercocok tanam dan Zona Atas digunakan sebagai hutan belantara dan tempat
pemujaan (Syarif Muis, 2010)

2. Sistem Perladangan Masyarakat Baduy


Menurut orang baduy atau orang Kanekes, sistem berladang mereka
adalah dengan tidak melakukan perubahan besar-besaran terhadap alam, tetapi
mengikuti alam yang ada. Sistem pengairan tidak menggunakan irigasi tetapi
mengandalkan air hujan, karena dalam kepercayaan mereka ada larangan
penggunaan air sungai untuk keperluan penanaman tanaman diladang. (Syarif
Muis, 2010).

3. Pelestarian hutan mangrove


Hutan mangrove yang tumbuh dipinggiran pantai (laut) sangat bermanfaat
untuk terus dikembangkan dan dilestarikan karena tanaman ini dapat menyimpan
carbon dan juga dapat menahan ketinggian air laut.
Secara umum, kearifan lokal (dalam situs Departemen Sosial RI) dianggap
pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab
berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Dengan pengertian-
pengertian tersebut, kearifan lokal bukan sekedar nilai tradisi atau ciri lokalitas
semata melainkan nilai tradisi yang mempunyai daya-guna untuk untuk
mewujudkan harapan atau nilai-nilai kemapanan yang juga secara universal yang
didamba-damba oleh manusia. Dari definisi-definisi itu, kita dapat memahami
bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur
dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu
sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari
generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat
cerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan
atau hukum setempat.
Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat
lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu
sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat
disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.

2.2 Kearifan Lokal Sebagai Aset Budaya Bangsa


Dari sisi etnis dan budaya daerah sejatinya menunjuk kepada karaktreristik
masing-masing keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi yang lain, karakteristik itu
mengandung nilai-nilai luhur memiliki sumber daya kearifan, di mana pada masa-
masa lalu merupakan sumber nilai dan inspirasi dalam strategi memenuhi
kebutuhan hidup, mempertahankan diri dan merajut kesejehteraan kehidupan
mereka. Artinya masing-masing etnis itu memiliki kearifan lokal sendiri, seperti
etnis Lampung yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat
muari, angkon), etnis Batak juga terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan
perilaku yang lembut, etnis Madura dan Bugis memiliki harga diri yang tinggi,
dan etnis Cina terkenal dengan keuletannya dalam usaha. Demikian juga etnis-
etnis lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja, Sasak, Nias, juga memiliki
budaya dan pedoman hidup masing yang khas sesuai dengan keyakinan dan
tuntutan hidup mereka dalam upaya mencapai kesejehtaraan berasma. Beberapa
nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya dan
kepercayaan yang ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke
dalam proses pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga
prinsip ini mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat.
Meskipun ada perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi
dalam jangka yang lama mereka terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan
kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal
ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan
berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.
Keanekaragaman budaya daerah tersebut merupakan potensi sosial yang
dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing
daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas
budaya suatu daerah. Di samping itu, keanekaragaman merupakan kekayaan
intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu
dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke
arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai
tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap
eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan budaya dan nilai-nilai
tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang masih sangat relevan
dengan kondisi saat ini, dan seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan
dikembangkan lebih jauh.
Namun demikian dalam kenyataannya nilai-nilai budaya luhur itu mulai
meredup, memudar, kearifan lokal kehilangan makna substantifnya. Upaya-upaya
pelestarian hanya nampak sekedar pernyataan simbolik tanpa arti, penghayatan
dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa pada
tahun terakhir, budaya masyarakat sebagai sumber daya kearifan lokal nyaris
mengalami reduksi secara menyeluruh, dan nampak sekadar pajangan formalitas,
bahkan seringkali lembaga-lembaga budaya pada umumnya dimanfaatkan untuk
komersialisasi dan kepentingan kekuasaan.
sama. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa yang majernuk masing-masing
merajut kebhinnekaan, kemudian menjadikannya sebagai semangat nasionalisme
yang kokoh. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan
disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh
bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu.
Kemudian diperlukan proses pelembagaan yang harus dikembangkan agar
proses pembangunan nasional dapat melahirkan keseimbangan, pemerataan dan
pertumbuhan ekonomi, memberi keleluasaan terhadap partisipasi masyarakat,
mendukung proses komunikasi dan membuka ruang publik, mendorong
munculnya pernerintah yang terorganisasi dengan baik dan sangat responsif, serta
mempercepat lahirnya elit yang matang dan fleksibel dalam berpolitik.
DAFTAR PUSTAKA

Jojo. “kearifan lokal”.


lokal.html.

Johan Iskandar, “Mitigasi Bencana Lewat Kearifan Lokal”, Kompas, 6 Oktober


2009.
Ending. “System Kearifan Lokal”.

Anda mungkin juga menyukai