Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KEARIFAN BUDAYA MASYARAKAT DESA KUAMANG


SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN BENCANA COVID-19
DI KABUPATEN TEBO - JAMBI

NAMA : UNTUNG PUTRA


NIM : 1903067

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA


PADANG

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Seluruh kebudayaan lokal yang berasal dari kebudayaan beraneka ragam
suku-suku di Indonesia merupakan bagian integral daripada kebudayaan
Indonesia.Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa
dengan segala keaneka - ragaman dan tidak bisa lepas dari ikatan-ikatan
primordial, kesukuan dan kedaerahan. Proses pembangunan yang sedang
berlangsung menimbulkan perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya
sehingga mental manusiapun terkena pengaruhnya. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan manusia. Maka dari itu
diperlukan sebuah peranan budaya local untuk mendukung ketahanan budaya
nasional itu sendiri.
Kearifan lingkungan atau kearifan lokal masyarakat sudah ada di dalam
kehidupan masyarakat semenjak zaman dahulu mulai dari zaman prasejarah
hingga saat ini, kearifan lingkungan merupakan perilaku positif manusia dalam
berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari
nilai-nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat
Wietoler dalam Akbar (2006) yang terbangun secara alamiah dalam suatu
komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya,
perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan
berkembang secara turun - temurun. Secara umum, budaya lokal atau budaya
daerah dimaknai sebagai budaya yang berkembang di suatu daerah, yang unsur-
unsurnya adalah budaya suku-suku bangsa yang tinggal di daerah itu. Dalam
pelaksanaan pembangunanan berkelanjutan oleh adanya kemajuan teknologi
membuat orang lupa akan pentingnya tradisi atau kebudayaan masyarakat dalam
mengelola lingkungan, seringkali budaya lokal dianggap sesuatu yang sudah
ketinggalan di abad sekarang ini, sehingga perencanaan pembangunan seringkali
tidak melibatkan masyarakat.

2
1.2     Rumusan Masah
Dari latar belakang di atas maka dapat di rumuskan masalahnya antara lain:
1. Apakah   definisi dari sistem kearifan lokal ?
2. Bagaimanakah kearifan lokal sebagai aset budaya bangsa ?
3. Bagaimanakah kearifan lokal dan implentasinya dalam kehidupan
masyarakat ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui  definisi dari sistem kearifan lokal.
2. Untuk mengetahui  kearifan lokal sebagai aset budaya bangsa.
3. Untuk mengetahui  kearifan lokal dan implentasinya dalam kehidupan
masyarakat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Definisi Sistem Kearifan Lokal


Ada beberapa definisi sistem kearifan lokal menurut beberapa ahli, di
antaranya ialah : Kearifan lokal merupakan pengetahuan lokal yang sudah
demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya dan
diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup
lama ( Sunaryo dan Laxman (2003). Menurut Keraf (2002), kearifan lokal atau
kearifan tradisional yaitu semua bentuk keyakinan, pemahaman atau wawasan
serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan
di dalam komunitas ekologis.
Sistem kearifan lokal secara netral dan dinamik di kalangan dunia barat
biasanya disebut dengan istilah Indigenous Knowledge (Warren, dalam
Adimiharja, 2004). Konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem
pengetahuan lokal (indigenous knowledge system) adalah pengetahuan yang khas
milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai
hasil dari proses hubungan timbal-balik antara masyarakat dengan lingkungannya
(Marzali, dalam Mumfangati, dkk., 2004). Jadi, konsep sistem kearifan lokal
berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Karena
hubungan yang dekat dengan lingkungan dan sumber daya alam, masyarakat
lokal, tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah mengembangkan pemahaman
terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal yang telah dianggap
mempertahankan sumber daya alam, serta meninggalkan kegiatan-kegiatan yang
dianggap merusak lingkungan (Mitchell, 2003).
Pengetahuan lokal ternyata bisa menjadi salah satu solusi mengatasi
dampak perubahan iklim disektor pertanian terutama dalam mengatasi krisis
pangan ditingkat komunitas.Sebuah penelitian terbaru dari International Institute
for Environment and Development (IIED) mengungkapkan kearifan lokal yang
diajarkan turun temurun telah menuntun masyarakat tradisional yang terbelakang
sekalipun mampu bertahan menghadapi perubahan iklim.Praktek-praktek

4
tradisional itu disesuaikan dengan ketinggian tempat, jenis tanah, curah hujan dan
sebagainya yang kesemuanya mendukung keberlanjutan lingkungan. Para petani
telah terbiasa menggunakan tanaman lokal untuk mengendalikan hama dengan
cara memilih varietas tanaman yang mampu mentolerir kondisi ekstrim seperti
kekeringan dan banjir, menanam beragam tanaman untuk menghadapi
ketidakpastian di masa depan. Pemuliaan varietas jenis baru secara lokal ini
dilakukan berdasarkan ciri-ciri kualitas yang melindungi keanekaragaman hayati.
Metode pertanian yang dipraktekkan oleh nenek moyang diberbagai
komunitas masyarakat adat termasuk di Indonesia hanya berfokus pada apa yang
diberikan alam pada mereka berupa berbagai jenis tanaman seperti kopi, kayu
manis dan berbagai tumbuhan liar lainnya sudah cukup untuk kebutuhan
masyarakat saat itu. Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika
masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan
mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah,
kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.

2.2 Kearifan Lokal Sebagai Aset Budaya Bangsa


Dari sisi etnis dan budaya daerah sejatinya menunjuk kepada karaktreristik
masing-masing keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi yang lain, karakteristik itu
mengandung nilai-nilai luhur memiliki sumber daya kearifan, di mana pada masa-
masa lalu merupakan sumber nilai dan inspirasi dalam strategi memenuhi
kebutuhan hidup, mempertahankan diri dan merajut kesejehteraan kehidupan
mereka. Artinya masing-masing etnis itu memiliki kearifan lokal sendiri, seperti
etnis Masyarakat Tebo yang dikenal terbuka menerima etnis lain sebagai saudara.
Beberapa nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai budaya
dan kepercayaan yang ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan ke
dalam proses pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga
prinsip ini mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat.
Meskipun ada perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi
dalam jangka yang lama mereka terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan
kehidupan yang bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal

5
ini, antar individu, antar kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan
berinteraksi dengan memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku.
Keanekaragaman budaya daerah tersebut merupakan potensi sosial yang
dapat membentuk karakter dan citra budaya tersendiri pada masing-masing
daerah, serta merupakan bagian penting bagi pembentukan citra dan identitas
budaya suatu daerah. Di samping itu, keanekaragaman merupakan kekayaan
intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang perlu
dilestarikan. Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke
arah kehidupan modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai
tradisional masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap
eksistensinya. Hal ini perlu dicermati karena warisan budaya dan nilai-nilai
tradisional tersebut mengandung banyak kearifan lokal yang masih sangat relevan
dengan kondisi saat ini, dan seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan
dikembangkan lebih jauh.
Namun demikian dalam kenyataannya nilai-nilai budaya luhur itu mulai
meredup, memudar, kearifan lokal kehilangan makna substantifnya. Upaya-upaya
pelestarian hanya nampak sekedar pernyataan simbolik tanpa arti, penghayatan
dan pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa pada
tahun terakhir, budaya masyarakat sebagai sumber daya kearifan lokal nyaris
mengalami reduksi secara menyeluruh, dan nampak sekadar pajangan formalitas,
bahkan seringkali lembaga-lembaga budaya pada umumnya dimanfaatkan untuk
komersialisasi dan kepentingan kekuasaan.
Kenyataaan tersebut mengakibatkan generasi penerus bangsa cenderung
kesulitan untuk menyerap nilai-nilai budaya menjadi kearifan lokal sebagai
sumber daya untuk memelihara dan meningkatkan martabat dan kesejahtaraan
bangsa. Generasi sekarang semakin kehilangan kemampuan dan kreativitas dalam
memahami prinsip kearifan lokal. Khusus kearifan lokal Masyarakat Tebo adalah
prinsip hidup “Piil Pesenggiri”. Hal ini disebabkan oleh adanya penyimpangan
kepentingan para elit masyarakat dan pemerintah yang cenderung lebih memihak
kepada kepentingan pribadi dan golongan dari pada kepentingan umum.
Kepentingan subyektivitas kearifan lokal ini selalu dimanfaatkan untuk
mendapatkan status kekuasaan dan menimbun harta dunia. Para elit ini biasanya

6
melakukan pencitraan ideal kearifan lokal di hadapan publik seolah membawa
misi kebaikan bersama. Akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa pada
realisasinya justru nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tidak lebih hanya
sekedar alat untuk memperoleh dan mempertahan kekuasaan. Pada gilirannya,
masyarakat luas yang struktur dan hubungan sosial budayanya masih bersifat
obyektif sederhana makin tersesat meneladani sikap dan perilaku elit mereka, juga
makin lelah menanti janji masa depan, sehingga akhirnya mereka pesimis, putus
asa dan kehilangan kepercayaan.
Namun demikian, meski masyarakat cemas bahkan ragu terhadap
kemungkinan nilai-nilai luhur budaya itu dapat menjadi model kearifan lokal,
akan tetapi upaya menggali kearifan lokal tetap niscaya dilakukan. Masyarakat
adat daerah memiliki kewajiban untuk kembali kepada jati diri mereka melalui
penggalian dan pemaknaan nilai-nilai luhur budaya yang ada sebagai sumber daya
kearifan lokal untuk diteruskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan baik.

2.3 Kearifan Lokal Dan Implentasinya Dalam Kehidupan


Masyarakat
Secara etimologis, kearifan (wisdom) berarti kemampuan seseorang dalam
menggunakan akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian, obyek atau
situasi. Sedangkan lokal, menunjukkan ruang interaksi di mana peristiwa atau
situasi tersebut terjadi. Dengan demikian, kearifan lokal secara substansial
merupakan nilai dan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang diyakini
kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari.
Dengan kata lain kearifan lokal adalah kemampuan menyikapi dan
memberdayakan potensi nilai-nilai luhur budaya setempat. Oleh karena itu,
kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat
manusia dalam komunitasnya (Geertz, 2007). Perilaku yang bersifat umum dan
berlaku di masyarakat secara meluas, turun temurun, akan berkembang menjadi
nilai-nilai yang dipegang teguh, yang selanjutnya disebut sebagai budaya.
Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg
dalam suatu daerah (Gobyah, 2003). Kearifan lokal (local wisdom) dapat
dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi)

7
untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi
dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007).

Melakukan “Berobat Kampung” Kearifan Lokal Masyarakat Desa


Kuamang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi terhadap Wabah Covid – 19
Awal mula upacara ‘Berobat Kampung’ karna adanya keyakinan masyarakat
Desa Kuamang akan adanya kekuatan diluar diri manusia yang mampu
mempengaruhi, merubah dan mengendalikan kehidupan manusia. Sehingga
manusia harus melakukan ritual itu, meskipun masyarakat di Desa tersebut tetap
mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa di atas segalanya.

Tujuan ‘Berobat Kampung”


Tujuan diselenggarakannya Berobat Kampung bergantung pada masalah-masalah
yang di-rasakan Masyarakat itu sendiri. Adanya kematian yang tidak wajar dan
jumlah kematian yang dalam satu bulan lebih dari 4 orang berurut-turut dan bisa
juga seperti adanya wabah Covid-19 ini. Tujuannya sendiri adalah memohon
perlindungan atau tolak-bala kepada kekuatan gaib diluar kemampuan manusia
yang menjaga alam dalam hal ini daerah yang ditempati oleh masyarakat atau
desa itu sendiri. Tak terlepas dari kekuatan yang maha kuasa tentunya.
Masyarakat percaya bahwa kekuatan gaib tersebut dapat menghalau iblis yang
ikut berperan serta membawa terhadap wabah covid-19.

Waktu dan Tempat Penyelenggaraan


Pelaksanaan upacara ‘Berobat Kampung’ tidaklah terjadwal, semuanya
disesuaikan dengan keadaan yang dirasakan masyarakat itu sendiri. Biasanya
dilaksanakan selama tiga kali dalam satu bulan(1 kali dalam 1 minggu). Jika
masyarakat merasakan ada sesuatu keanehan atau petaka dan wabah yang
mengakibatkan datangnya penyakit atau kematian akibat suatu wabah, maka
dilaksanakan upacara berobat kampung. Upacara ini dilaksanaan di pangkal desa,
tengah desa, dan ujung desa.

8
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Acara
Pelaksanaan acara berobat kampung melibatkan seluruh perangkat desa dan
masyarakat seperti Kepala Desa, dukun kampung, ketua Rt, Rw, Ulama, dll.

Persiapan dan Kelengkapan Acara


Upacara Berobat Kampung dimulai dengan adanya desas desus bahwa
terdapatnya malapetaka atau wabah kematian yang tidak wajar atau jumlah
kematian yang sudah melebihi angka tidak wajar. Pembicaraan-pembicaraan
informal ini kemudian menjadi satu pokok persoalan dan dibicarakan serius
oleh semua kalangan, baik tokoh masyarakat, datuk suku, alim ulama dan
pemimpin formal. Kemudian semua dukun kampung bermusyawarah dengan
perangkat desa, kapan waktu yang tepat berobat kampung dilaksanakan. Dua hari
menjelang waktu dilaksanakan maka diutuslah dua orang sakti yang
berkemampuan khusus mencari ramuan ke hutan seperti tumbuh-tumbuhan yang
dipercaya mengandung obat-obatan seperti kayu sabalik sumaph, limpo kerbau,
sabung nyawa, sapaling dusun sapaling rimbo, kain tiga warna dan banyak lagi
daun-daun lainnya. Selanjutnya bahan-bahan tadi di bawa ke desa dan tidak
diperbolehkan dibawa masuk kedalam rumah. Berkaitan dengan persembahan,
acara berobat kampung tidak menggunakan persembahan atau sesajian.
Masyarakat hanya membuat makanan ketupat yang disediakan secara sukarela
untuk melengkapi dalam pelaksanaan acara berobat kampung tersebut.

Pelaksanaan Acara ‘Berobat Kampung’


Pada hari pertama berobat kampung, seluruh warga masyarakat Desa Kuamang
berkumpul dilapangan palak dusun (Pangkal Dusun). Seluruh daun-daunan
ramuan tersebut diikat sesuai dengan banyaknya dukun yang ada pada acara
tersebut. Selanjutnya para dukun duduk di pinggir baskom besar atau kancah
besar yang sudah berisi ramuan-ramuan dan berurutan membaca mantra doa
sambil memegang daun-daun yang sudah diikat. Selanjutnya acara di tutup dgn
doa. Air ramuan tadi dipercikkan ke seluruh orang yang hadir pada acara tersebut,
ada juga masyarakat yang membawa pulang air ramuannya untuk diminum. Pada
minggu ke 2 pelaksanaan berobat kampung, acara dilaksanakan di tengah-tengah

9
dusun, pelaksanaannya sama seperti yang pertama. Pada minggu ketiga adalah
penutupan dari berobat kampung, pada saat itu semua perangkat desa, ulama, para
dukun kampung, melakukan tahlil berjalan membaca kalimat (La’ila Ha’ilallah)
mulai dari pangkal desa sampai ujung desa dan warga masyarakat menunggu di
ujung desa dan dilanjutkan dengan pembacaan doa maka berakhirlah acara
‘berobat kampung” tersebut.

10
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Keanekaragaman nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung di dalam
kearifan lokal itu umumnya bersifat verbal dan tidak sepenuhnya terdokumentasi
dengan baik. Di samping itu ada norma-norma sosial, baik yang bersifat anjuran,
larangan, maupun persyaratan adat yang ditetapkan untuk aktivitas tertentu yang
perlu dikaji lebih jauh. Dalam hal ini perlu dikembangkan suatu bentuk
knowledge management terhadap berbagai jenis kearifan lokal tersebut agar dapat
digunakan sebagai acuan dalam proses perencanaan, pembinaan dan
pembangunan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.
Modal dasar bagi segenap elit dan segenap agen pembaharu bangsa adalah
perlu adanya ketulusan untuk mengakui kelemahan, ikhlas membuang egoisme,
keserakahan, bersedia menggali kekuatan nilai-nilai budaya yang ada pada
kelompok masyarakat daerah masing-masing, dan bersedia berbagi dengan pihak
lain sebagai entitas dari bangsa yang sama. Para elit di berbagai tingkatan harus
mampu menjadi garda depan, bukan sekedar bisa berbicara dalam janji, tapi harus
mampu memberikan bukti tindakan nyata dalam bentuk keberpihakan pada
kepentingan masyarakat. Harapannya adalah untuk menyatukan gerak langkah
antara satu sama lain, masyarakat bersama-sama menggali sumber kehidupan
secara arif dan bijak, sehingga ada jalan menuju kehidupan yang lebih baik,
damai, adil dan sejahtera.
Upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif nilai-nilai
kearifan lokal. Keterbukaan dikembangkan menjadi kejujuran dalarn setiap
aktualisasi pergaulan, pekerjaan dan pembangunan, beserta nilai-nilai budaya lain
yang menyertainya. Budi pekerti dan norma kesopanan diformulasi sebagai
keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan
prestasi, bukan untuk membangun kesombongan. Ketulusan, memang perlu
dijadikan modal dasar bagi segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui
kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme,
keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang

11
sama. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa yang majernuk masing-masing
merajut kebhinnekaan, kemudian menjadikannya sebagai semangat nasionalisme
yang kokoh. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan
disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh
bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu.
Kemudian diperlukan proses pelembagaan yang harus dikembangkan agar
proses pembangunan nasional dapat melahirkan keseimbangan, pemerataan dan
pertumbuhan ekonomi, memberi keleluasaan terhadap partisipasi masyarakat,
mendukung proses komunikasi dan membuka ruang publik, mendorong
munculnya pemerintah yang terorganisasi dengan baik dan sangat responsif, serta
mempercepat lahirnya elit yang matang dan fleksibel dalam berpolitik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jojo. “kearifan lokal”. http://merdekaahmad.blogspot.com/2012/11/kearifan-


lokal.html.

Johan Iskandar, “Mitigasi Bencana Lewat Kearifan Lokal”, Kompas, 6 Oktober


2009.
Ending.“System Kearifan
Lokal”.http://www.deptan.go.id/dpi/detailadaptasi3.php.

13
LAMPIRAN DOKUMEN

Fhoto 1 : Pembukaan acara berobat kampung oleh Kepala Desa Kuamang

Fhoto 2: Ritual pembacaan mantra oleh dukun kampung

14
Fhoto : Berjalan dari pangkal desa ke ujung desa

Fhoto : Membaca doa bersama sebelum penutupan berobat kampung

15
16

Anda mungkin juga menyukai