Anda di halaman 1dari 5

1.

1. Sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya


2. Sebagai bahan penambah wawasan dan pengetahuan terkait kearifan lokal daerah
Kecamatan Kwanyar
3. Sebagai bahan pemecahan masalah terkait pengaruh adat istiadat terhadap nilai sosial
dan budaya yang ada di daerah Kecamatan Kwanyar

2.1

Ada beberapa definidi sistem kearifan lokal menurut beberapa ahli, diantaranya
menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya lalu diekspresikan di dalam
tradisi dan mitos yang dianut dalam waktu yang cukup lama (Sunaryo dan Laxman
(2003)). Menurut Kerat (2002), kearifan lokal atau karifan tradisional atau etika yang
menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis
Sistem kearifan lokal secara netral dan dinamik di kalangan dunia barat biasanya
disebut dengan istilah Indigenous Knowledge (Warren, dalam Adimiharja, 2004).
Konsep kearifan lokal atau kearifan tradisional atau sistem pengetahuan lokal
(indigenous knowledge system) adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat
atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan
timbal-balik antara masyarakat dengan lingkungannya (Marzali, dalam Mumfangati,
dkk., 2004). Jadi, konsep sistem kearifan lokal berakar dari sistem pengetahuan dan
pengelolaan lokal atau tradisional. Karena hubungan yang dekat dengan lingkungan
dan sumber daya alam, masyarakat lokal, tradisional, atau asli, melalui “uji coba” telah
mengembangkan pemahaman terhadap sistem ekologi dimana mereka tinggal yang
telah dianggap mempertahankan sumber daya alam, serta meninggalkan kegiatan-
kegiatan yang dianggap merusak lingkungan (Mitchell, 2003).

2.2

Pengetahuan lokal ternyata bisa menjadi salah satu solusi mengatasi dampak
perubahan iklim disektor pertanian terutama dalam mengatasi krisis pangan ditingkat
komunitas. Sebuah penelitian terbaru dari International Institute for Environment and
Development (IIED) mengungkapkan kearifan lokal yang diajarkan turun temurun
telah menuntun masyarakat tradisional yang terbelakang sekalipun mampu bertahan
menghadapi perubahan iklim. Praktek-praktek tradisional itu disesuaikan dengan
ketinggian tempat, jenis tanah, curah hujan dan sebagainya yang kesemuanya
mendukung keberlanjutan lingkungan.
Para petani telah terbiasa menggunakan tanaman lokal untuk mengendalikan hama
dengan cara memilih varietas tanaman yang mampu mentolerir kondisi ekstrim seperti
kekeringan dan banjir, menanam beragam tanaman untuk menghadapi ketidakpastian
di masa depan. Pemuliaan varietas jenis baru secara lokal ini dilakukan berdasarkan
ciri-ciri kualitas yang melindungi keanekaragaman hayati. Metode pertanian yang
dipraktekkan oleh nenek moyang diberbagai komunitas masyarakat adat termasuk di
Indonesia hanya berfokus pada apa yang diberikan alam pada mereka berupa berbagai
jenis tanaman seperti kopi, kayu manis dan berbagai tumbuhan liar lainnya sudah
cukup untuk kebutuhan masyarakat saat itu. Contoh lain yang dilakukan oleh
masyarakat dalam mempertahan kearifan lokal antara lain:
1. Penggunaan Ruang dalam Masyarakat Kwanyar
Penggunaan ruang dalam masyarakat Kwanyar secara umum dibagi kedalam
tiga zona, yaitu: Zona Bawah sebagai pemukiman, Zona Tengah digunakan untuk
bercocok tanam dan Zona Atas digunakan sebagai hutan belantara dan tempat
pemujaan (Syarif Muis, 2010)
2. Sistem Perdagangan Masyarakat Kwanyar
Menurut orang Kwanyar, sistem berdagangnya mereka adalah dengan tidak
melakukan perubahan besar-besaran terhadap alam, tetapi mengikuti alam yang ada.
Sistem jual beli yang terjadi di pasar tradisional seperti membeli dan menjual ikan
hasil tangkapan nelayan.
3. Bahasa lugas yang digunakan dalam interaksi sehari-hari
Intonasi atau pelafadzan yang digunakan oleh masyarakat daerah Kwanyar
terbilang cukup “nyablak” dalam arti tidak halus. Dikarenakan hal ini adalah turun
temurun dari leluhur, alhasil ketika ada orang luar daerah Kwanyar yang datang ke
Kwanyar, maka mereka akan beranggapan bahwa masyarakatnya adalah orang-
orang yang berwatak keras. Padahal hanya logatnya saja tidak dengan batiniah
masyarakatnya.

2.3
Dari sisi etnis dan budaya daerah sejatinya menunjuk kepada karaktreristik masing-
masing keragaman bangsa Indonesia. Pada sisi yang lain, karakteristik itu mengandung
nilai-nilai luhur memiliki sumber daya kearifan, di mana pada masamasa lalu
merupakan sumber nilai dan inspirasi dalam strategi memenuhi kebutuhan hidup,
mempertahankan diri dan merajut kesejehteraan kehidupan mereka. Artinya masing-
masing etnis itu memiliki kearifan lokal sendiri, seperti etnis Lampung yang dikenal
terbuka menerima etnis lain sebagai saudara (adat muari, angkon), etnis Batak juga
terbuka, Jawa terkenal dengan tata-krama dan perilaku yang lembut, etnis Madura dan
Bugis memiliki harga diri yang tinggi, dan etnis Cina terkenal dengan keuletannya
dalam usaha. Demikian juga etnisetnis lain seperti, Minang, Aceh, Sunda, Toraja,
Sasak, Nias, juga memiliki budaya dan pedoman hidup masing yang khas sesuai
dengan keyakinan dan tuntutan hidup mereka dalam upaya mencapai kesejehtaraan
berasma. Beberapa nilai dan bentuk kearifan lokal, termasuk hukum adat, nilai-nilai
budaya dan kepercayaan yang ada sebagian bahkan sangat relevan untuk diaplikasikan
ke dalam proses pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Kearifan lokal itu mengandung kebaikan bagi kehidupan mereka, sehingga prinsip
ini mentradisi dan melekat kuat pada kehidupan masyarakat setempat. Meskipun ada
perbedaan karakter dan intensitas hubungan sosial budayanya, tapi dalam jangka yang
lama mereka terikat dalam persamaan visi dalam menciptakan kehidupan yang
bermartabat dan sejahtera bersama. Dalam bingkai kearifan lokal ini, antar individu,
antar kelompok masyarakat saling melengkapi, bersatu dan berinteraksi dengan
memelihara nilai dan norma sosial yang berlaku. Keanekaragaman budaya daerah
tersebut merupakan potensi sosial yang dapat membentuk karakter dan citra budaya
tersendiri pada masing-masing daerah, serta merupakan bagian penting bagi
pembentukan citra dan identitas budaya suatu daerah. Di samping itu, keanekaragaman
merupakan kekayaan intelektual dan kultural sebagai bagian dari warisan budaya yang
perlu dilestarikan.
Seiring dengan peningkatan teknologi dan transformasi budaya ke arah kehidupan
modern serta pengaruh globalisasi, warisan budaya dan nilai-nilai tradisional
masyarakat adat tersebut menghadapi tantangan terhadap eksistensinya. Hal ini perlu
dicermati karena warisan budaya dan nilai-nilai tradisional tersebut mengandung
banyak kearifan lokal yang masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, dan
seharusnya dilestarikan, diadaptasi atau bahkan dikembangkan lebih jauh. Namun
demikian dalam kenyataannya nilai-nilai budaya luhur itu mulai meredup, memudar,
kearifan lokal kehilangan makna substantifnya. Upaya-upaya pelestarian hanya nampak
sekedar pernyataan simbolik tanpa arti, penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa pada tahun terakhir, budaya masyarakat
sebagai sumber daya kearifan lokal nyaris mengalami reduksi secara menyeluruh, dan
nampak sekadar pajangan formalitas, bahkan seringkali lembaga-lembaga budaya pada
umumnya dimanfaatkan untuk komersialisasi dan kepentingan kekuasaan.

3.1

Keanekaragaman nilai sosial budaya masyarakat yang terkandung di dalam


kearifan lokal itu umumnya bersifat verbal dan tidak sepenuhnya terdokumentasi
dengan baik. Di samping itu ada norma-norma sosial, baik yang bersifat anjuran,
larangan, maupun persyaratan adat yang ditetapkan untuk aktivitas tertentu yang
perlu dikaji lebih jauh. Dalam hal ini perlu dikembangkan suatu bentuk knowledge
management terhadap berbagai jenis kearifan lokal tersebut agar dapat digunakan
sebagai acuan dalam proses perencanaan, pembinaan dan pembangunan
kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan. Modal dasar bagi segenap elit
dan segenap agen pembaharu bangsa adalah perlu adanya ketulusan untuk mengakui
kelemahan, ikhlas membuang egoisme, keserakahan, bersedia menggali kekuatan
nilai-nilai budaya yang ada pada kelompok masyarakat daerah masing-masing, dan
bersedia berbagi dengan pihak lain sebagai entitas dari bangsa yang sama.
Para elit di berbagai tingkatan harus mampu menjadi garda depan, bukan
sekedar bisa berbicara dalam janji, tapi harus mampu memberikan bukti tindakan
nyata dalam bentuk keberpihakan pada kepentingan masyarakat. Harapannya adalah
untuk menyatukan gerak langkah antara satu sama lain, masyarakat bersama-sama
menggali sumber kehidupan secara arif dan bijak, sehingga ada jalan menuju
kehidupan yang lebih baik, damai, adil dan sejahtera. Upaya yang perlu dilakukan
adalah menguak makna substantif nilai-nilai kearifan lokal.
Keterbukaan dikembangkan menjadi kejujuran dalarn setiap aktualisasi
pergaulan, pekerjaan dan pembangunan, beserta nilai-nilai budaya lain yang
menyertainya. Budi pekerti dan norma kesopanan diformulasi sebagai
keramahtamahan yang tulus. Harga diri diletakkan dalam upaya pengembangan
prestasi, bukan untuk membangun kesombongan. Ketulusan, memang perlu
dijadikan modal dasar bagi segenap unsur bangsa. Ketulusan untuk mengakui
kelemahan diri masing-masing, dan ketulusan untuk membuang egoisme,
keserakahan, serta mau berbagi dengan yang lain sebagai entitas dari bangsa yang
sama. Dari ketulusan, seluruh elemen bangsa yang majernuk masing-masing merajut
kebhinnekaan, kemudian menjadikannya sebagai semangat nasionalisme yang
kokoh. Pada saat yang sama, hasil rekonstruksi ini perlu dibumikan dan
disebarluaskan ke dalam seluruh masyarakat sehingga menjadi identitas kokoh
bangsa, bukan sekadar menjadi identitas suku atau masyarakat tertentu.
Kemudian diperlukan proses pelembagaan yang harus dikembangkan agar
proses pembangunan nasional dapat melahirkan keseimbangan, pemerataan dan
pertumbuhan ekonomi, memberi keleluasaan terhadap partisipasi masyarakat,
mendukung proses komunikasi dan membuka ruang publik, mendorong munculnya
pernerintah yang terorganisasi dengan baik dan sangat responsif, serta mempercepat
lahirnya elit yang matang dan fleksibel dalam berpolitik.

Anda mungkin juga menyukai