Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dinda Ramawati

NIM : 42320010031
Tugas : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB
Dosen : Neneng S Yuianza, SS, MBA

RESUME PERTEMUAN 13
Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari
bahasa masyarakat itu sendiri.

Menurut para ahli, kearifan lokal dapat diartikan dalam beberapa aspek sebagai berikut:

1. H. Quaritch Wales: Pengertian local genius atau kearifan lokal adalah kemampuan budaya
setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu
berhubungan.

2. I Ketut Gobyah: Pengertian kearifan local genius atau lokal adalah kebenaran yang telah
mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal merupakan perpaduan antara nilai-nilai
suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada. Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan
budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal
merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan
hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat
universal.

3. Sunaryo et al (2003): Kearifan lokal bisa terbentuk dari suatu pengetahuan lokal yang telah
demikian menyatu dengan sistem kepercayaan, norma dan budaya, serta diekspresikan didalam
tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang cukup lama.

Secara teoretik, Mitchell (2003), kearifan lokal memiliki enam dimensi,

yaitu:

a. Dimensi Pengetahuan Lokal

Setiap masyarakat memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya karena
masyarakat memiliki pengetahuan lokal dalam menguasai alam. Seperti halnya pengetahuan
masyarakat mengenai perubahan iklim.

b. Dimensi Nilai Lokal

Setiap masyarakat memiliki aturan atau nilai-nilai lokal mengenai perbuatan atau tingkah laku
yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh anggotanya tetapi nilai-nilai tersebut akan
mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya. Nilai-nilai perbuatan atau
tingkah laku yang ada di suatu kelompok belum tentu disepakati atau diterima dalam kelompok
masyarakat yang lain, terdapat keunikan. Seperti halnya suku Dayak dengan tradisi tato dan
menindik di

beberapa bagian tubuh.

c. Dimensi Keterampilan Lokal


Setiap masyarakat memiliki kemampuan untuk bertahan hidup (survival) untuk

memenuhi kebutuhan kekeluargaan masing-masing atau disebut dengan ekonomi substansi. Hal
ini merupakan cara mempertahankan kehidupan manusia yang bergantung dengan alam mulai
dari cara berburu, meramu, bercocok tanam, hingga industri rumah tangga.

d. Dimensi Sumber daya Lokal

Setiap masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai dengan kebutuhannya dan tidak
akan mengeksploitasi secara besar-besar atau dikomersialkan. Masyarakat dituntut untuk
menyimbangkan keseimbangan alam agar tidak berdampak bahaya baginya.

e. Dimensi Mekanisme Pengambilan Keputusan Lokal

Setiap masyarakat pada dasarnya memiliki pemerintahan lokal sendiri atau disebut
pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah warganya untuk
bertindak sesuai dengan aturan yang telah disepakati sejak lama. Kemudian jika seseorang
melanggar aturan tersebut, maka dia akan diberi sangsi tertentu dengan melalui kepala suku
sebagai pengambil keputusan.

f. Dimensi Solidaritas Kelompok Lokal

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan
pekerjaannya, karena manusia tidak bisa hidup sendirian. Seperti halnya manusia bergotong-
royong dalam menjaga lingkungan sekitarnya

fungsi kearifan lokal terhadap masuknya budaya luar adalah sebagai berikut, (Ayat, 1986:40-41):

1. Sebagai filter dan pengendali terhadap budaya luar.

2. Mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.

3. Mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli.

4. Memberi arah pada perkembangan budaya.

Pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk
selalu lekat dengan situasi konkret yang mereka hadapi. Paulo Freire (Wagiran, 2010) menyebutkan,
dengan dihadapkan pada problem dan situasi konkret yang dihadapi, peserta didik akan semakin
tertantang untuk menanggapinya secara kritis. Hal ini selaras dengan pendapat Suwito yang
mengemukakan pilar pendidikan kearifan lokal meliputi:

1) membangun manusia berpendidikan harus berlandaskan pada pengakuan eksistensi manusia


sejak dalam kandungan,

2) pendidikan harus berbasis kebenaran dan keluhuran budi, menjauhkan dari cara berpikir tidak
benar dan grusa-grusu atau waton sulaya,

3) pendidikan harus mengembangkan ranah moral, spiritual (ranah afektif) bukan sekedar
kognitif dan ranah psikomotorik, dan
4) sinergitas budaya, pendidikan dan pariwisata perlu dikembangkan secara sinergis dalam
pendidikan yang berkarakter (2008).

Upaya pengembangan pendidikan kearifan lokal tidak akan terselenggara dengan baik tanpa
peran serta masyarakat secara optimal. Keikutsertaan berbagaiunsur dalam masyarakat dalam
mengambil prakarsa dan menjadi penyelenggara program pendidikan merupakan kontribusi yang sangat
berharga, yang perlu mendapat perhatian dan apresiasi. Berbagai bentuk kearifan lokal yang merupakan
daya dukung bagi penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dalam masyarakat antara lain
sebagai berikut.

1) Kearifan lokal masyarakat dalam bentuk peraturan tertulis tentang kewajiban belajar, seperti
kewajiban mengikuti kegiatan pembelajaran bagi warga masyarakat yang masih buta aksara.

2) Kearifan lokal dalam menjaga keharmonisan hubungan antarsesama manusia, melalui


aktivitas gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam berbagai aktivitas.

3) Kearifan lokal yang berkaitan dengan seni. Keseniaan tertentu memiliki nilai untuk
membangkitkan rasa kebersamaan dan keteladanan serta rasa penghormatan terhadap
pemimpin dan orang yang dituakan,

4) Kearifan lokal dalam sistem anjuran (tidak tertulis), namun disepakati dalam rapat yang
dihadiri unsur-unsur dalam masyarakat untuk mewujudkan kecerdasan warga, seperti kewajiban
warga masyarakat untuk tahu baca tulis ketika mengurus Kartu Tanda Penduduk dan Kartu

Keluarga

Anda mungkin juga menyukai