Abstrak
Peran perempuan dalam kehidupan pesisir tidak semata-mata hanya sebagai ibu rumah tangga
belaka. Perempuan pesisir juga memiliki sebuah potensi, meskipun bukan memancing ikan ke
laut. Peran perempuan pesisir melaksakan tugasnya sebagai pemelihara ekosistem, karena
mereka sadar akan iklim atau cuaca yang kelak akan berganti. Oleh karena itu, selain sebagai
sebuah strategi kehidupan kedepannya, perempuan pesisir juga berinisiatif untuk menjadikan
mangrove sebagai kearifan lokal mereka.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Potensi perairan laut Indonesia sejak lama sudah dikenal luas sebagai salah satu yang paling
kaya di dunia. Kekayaan laut itu, mengelilingi gugusan 17.508 pulau dengan garis pantai
membentang sepanjang 81.000 kilometer. Di antara gugusan pulau itu, ada 3,1 juta km persegi
luas laut yang mencakup 0,8 juta km2 perairan teritorial, dan 2,3 juta km2 perairan Nusantara.
Wilayah laut yang luas tersebut, diketahui menjadi kawasan yang paling disukai oleh banyak
biota laut dan makhluk hidup lainnya. Itu kenapa, wilayah laut Nusantara menjadi kawasan
perairan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Ekosistem pesisir dan laut
Indonesia yaitu, hutan bakau (mangrove) dengan luas mencapai 3,3 juta hektare, kemudian
menyimpan potensi lamun hingga mencapai luas 29.464 ha, dan terumbu karang dengan luasan
mencapai 25 ribu km2.
Populasi masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah
pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan
sumber daya laut dan pesisir, Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya
ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi
perikanan. Dari sisi skala usaha perikanan, kelompok masyarakat pesisir diantaranya terdiri dari
rumah tangga perikanan yang menangkap ikan tanpa menggunakan perahu, menggunakan
perahu tanpa mesin dan perahu bermesin tempel atau pasang
Dalam hal ini, laut merupakan sorotan penting bagi kelangsungan hidup masyarakat nelayan
karena lebih dari 50% kebutuhan mereka terpenuhi oleh jasa melaut atau mencari ikan, namun
masyarakat yang tersebar di setiap budaya memiliki cara-cara tersendiri untuk mengaplikasikan
hal tersebut. Dalam masyarakat nelayan di dunia, ada pembagian kerja seksual yang kuat antara
laki-laki yang memancing, sementara perempuan sebagai yang mengurusi rumah tangga. Tentu
saja ini adalah kasus terdalam dari industri perikanan. Memancing membutuhkan stamina dan
kekuatan, dan wanita dengan kemampuan yang lembut tidak memiliki kualitas ini.
2. Rumusan Masalah
Bagaimana peranan wanita pesisir selain menjadi ibu rumah tangga?
Bagaimana upaya masyarakat melestarikan ekosistem pada daerah pesisir?
3. Kerangka Teori
Teori Partisipasi
Dalam skripsi “Partisipasi Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara Dalam Konservasi
Terumbu Karang Di Pantai Serangan Denpasar” yang ditulis oleh Indra Jaya (2015), memuat
bahwa teori partisipasi dari Cernea menyatakan partisipasi masyarakat digambarkan sebagai
memberi lebih banyak peluang kepada masyarakat untuk terlibat langsung secara efektif
dalam kegiatan-kegiatan pembangunan (Cernea 1991 dalam Katimin 1995 ; 7). Terdapat dua
bentuk partisipasi yang sangat erat kaitannya dengan program-program pembangunan
masyarakat lokal yakni, partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal (Ndraha dalam
Loosyanhe 2003 ; 9). Disebut partisipasi vertikal, karena partisipasi ini dapat terjadi dalam
kondisi tertentu yaitu kondisi masyarakat lokal terlibat atau mengambil bagian dalam suatu
program pihak lain. Dalam hal ini masyarakat lokal berada pada posisi sebagai bawahan atau
klien. Partisipasi horizontal adalah partisipasi yang pada saat masyarakat lokal mempunyai
kemampuan untuk berprakarsa yang mana setiap anggota atau kelompok dari masyarakat
lokal berpartisipasi satu dengan lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama maupun
dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Apabila partisipasi horizontal ini telah
terjadi merupakan suatu tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang
secara mandiri
PEMBAHASAN
Maritim
Antropologi maritim merupakan ilmu yang mengkaji atau mempelajari manusia, mencakup
manusia sebagai pelaku dalam aktivitas kehidupan di wilayah maritim dan sistem
kebudayaannya, yaitu sikap-sikap, aktivitas, kebiasaan dan kehidupan sosial yang berlaku dalam
wilayah maritim (pesisir pantai). Tidak hanya manusia sebagai subjek kajian antropologi
maritim, tetapi juga wilayah maritim itu sendiri, dilihat dari aspek luas perairan laut, jenis dan
jumlah ikan di laut, morfologi dasar laut dan warisan dalam laut (harta karun, kapal karam, dll).
Pengertian selanjutnya adalah etnis maritim. Kata etnis berasal dari bahasa Yunani ethnos
yang berarti “suku bangsa” atau “orang” atau “kelompok orang.” Menurut Koentjaraningrat
(1983), suku bangsa adalah kelompok manusia yang terikat pada kesadaran dan identitas
“kesatuan kebudayaan” sementara kesadaran identitas seringkali (tetapi tidak selalu) juga
dikukuhkan dengan kesatuan bahasa. Istilah etnis sendiri juga sering diartikan sebagai kelompok
sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat, bahasa, nilai dan norma budaya yang
mengindikasikan adanya kenyataan kelompok minoritas dan mayoritas dalam suatu masyarakat.
Fredrick Barth menegaskan, yang dimaksud dengan etnis adalah himpunan manusia karena
kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari kategori tersebut yang terikat
pada sistem nilai budaya. Di dalam Ensiklopedia Indonesia, istilah etnis didefinisikan sebagai
kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan
tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Sementara itu, Ricardo Delgado
dan Stefanis (2001) memperluas pengertian kelompok etnis menjadi kelompok sosial yang dapat
tersusun atas ras, agama, atau asal negara.
Apakah yang dimaksud dengan etnis maritim? Mengacu pada beberapa pengertian etnis di
atas, maka istilah etnis maritim barangkali dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok
masyarakat yang diikat oleh kesatuan tempat tinggal, asal-usul, adat-istiadat, dan bahasa, yang
pada umumnya menggantungkan Sedikit berbeda dengan pengertian etnis, yang dimaksud
dengan komunitas (community) adalah sekelompok orang yang berinteraksi dan hidup
berdampingan karena adanya kesamaan nilai-nilai yang dianut, tempat tinggal, dan kepercayaan,
serta memiliki kohesi sosial. Sementera itu menurut Soerjono Soekanto (1995), yang dimaksud
dengan komunitas adalah sebuah kelompok yang hidup bersama sedemikian rupa, sehingga
mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
yang utama.
Menurut The New Oxford Dictionary of English (1998) setidaknya ada dua definisi
masyarakat. Definisi yang pertama adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam
komunitas yang teratur, misalnya kelompok orang yang hidup di sebuah negara atau wilayah
tertentu dan memiliki kebiasaan bersama, hukum, dan organisasi. Definisi kedua adalah sebuah
organisasi atau klub yang dibentuk untuk tujuan atau kegiatan tertentu. Dapat dikatakan bahwa
sekelompok manusia dapat disebut masyarakat apabila mereka memiliki pemikiran dan perasaan,
sistem dan aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian
berinteraksi dengan sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Berdasarkan beberapa definisi
tersebut maka kelompok masyarakat yang bisa dikategorikan sebagai masyarakat maritim antara
lain adalah kelompok nelayan beserta kelompok lain yang terkait, serta kelompok orang-orang
yang meskipun tidak berdomisili di wilayah pantai atau pesisir tetapi menggantungkan
kehidupannya kepada aktivitas kemaritiman, seperti misalnya kelompok marinir, kelompok
buruh bongkar muat kapal/perahu di pelabuhan, para pelaku ekspedisi muatan kapal laut, para
pelaku wisata bahari, para pelaku industri dan jasa maritim (misal industri perkapalan yang
meliputi indusrti galangan kapal, penunjang galangan kapal, bangunan lepas pantai), dan
sebagainya. Secara umum sebenarnya semua kelompok masyarakat, baik yang merupakan
pelaku langsung berbagai aktivitas kemaritiman maupun para pelaku tidak langsung/para
pendukung dan pemerhati bidang kemaritiman dapat dikategorikan sebagai masyarakat maritim.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Peran perempuan dalam kehidupan pesisir selain menjadi ibu rumah tangga, juga sangat
penting bagi kehidupan pesisir lainnya. Sebagai contoh kasus di atas, peran perempuan yang
peka terhadap kondisi iklim di pesisir. Cuaca ekstrim, banjir, dan rob tersebut menjadi tantangan
yang harus dihadapi oleh perempuan nelayan dan keluarganya. Dalam menghadapi perubahan
iklim, perempuan memiliki situasi, permasalahan dan inisiatif yang berbeda, yang dipengaruhi
oleh kedekatan perempuan dengan alam. Mereka berinisiatif untuk menjaga ekosistem, salah
satunya adala hutan mangrove. Para perempuan pesisir sudah memahami bagaimana pentingnya
mangrove bagi kehidupan mereka. Oleh karena itu, perlu sebuah gerakan bersama yang
bertujuan mejaga ekosistem.