Anda di halaman 1dari 86

STRATEGI ADAPTASI MASYARAKAT NELAYAN DALAM

MENGHADAPI KEMISKINAN DI DESA MEKAR SAMA KECAMATAN


NAPABALANO KABUPATEN MUNA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Sosial (S.Sos) Pada Program Studi Sosiologi Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo

OLEH:

WA ODE ELA OLANDA

C1B1 15 130

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
ii
iii
iv
ABSTRAK

WA ODE ELA OLANDA (C1B115130) “Strategi Adaptasi Masyarakat


Nelayan Dalam Menghadapi Kemiskinan di Desa Mekar Sama Kecamatan
Napabalano Kabupaten Muna” dibawa bimbingan Dr. Bahtiar, M.Si., sebagai
pembimbing I dan Dr. Ambo Upe, S.Sos, M.Si,. sebagai pembimbing II.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui bentuk-bentuk
kemiskinan pada masyarakat Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano
Kabupaten Muna. (2) untuk mengetahui faktor-faktor yang penyebab kemiskinan
pada masyarakat nelayan di Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten
Muna. (3) untuk mengetahui strategi adaptasi masyarakat nelayan di Desa Mekar
Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna dalam menghadapi kemiskinan.
Pendekatan penelitian ini menggunakan deskripsif kualitatif sehingga data
dikumpulkan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi, dan
deksriptif kuantutatif sehingga data dapat disajikan dalam bentuk angka-angka.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada dua bentuk kemiskinan pada
masyarakat nelayan di Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten
Muna yaitu: pertama, bentuk kemiskinan kultural dan yang kedua, bentuk
kemiskinan struktural. Sementara itu faktor yang penyebab kemiskinan di Desa
Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna yaitu: Pertama,
keterbatasan modal, kebiasaan nelayan bergantung pada alam serta tidak adanya
bantuan dari pemerintah untuk para nelayan.Strategi adaptasi masyarakat nelayan
dalam menghadapi kemiskinan di Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano
Kabupaten Muna yaitu: pertama strategi menggunakan pinjaman, yang kedua
menambah jenis usaha serta bekerjasama dengan tengkulak.

Kata Kunci: Strategi Adaptasi, Masyarakat Nelayan, Kemiskinan

v
ABSTRACT

WA ODE ELA OLANDA (C1B115130) "The Strategy of Adaptation of


Fishermen's Communities in Facing Poverty in Mekar Sama Village,
Napabalano District, Muna Regency" was brought by Dr. Bahtiar, M.Sc., as
mentor I and Dr. Ambo Upe, S.Sos, M.Sc ,. as counselor II.
The objectives of this study were: (1) to find out the forms of poverty in
the people of Mekar Sama Village, Napabalano District, Muna Regency. (2) to
find out the factors that cause poverty in fishing communities in Mekar Sama
Village, Napabalano District, Muna Regency. (3) to find out the adaptation
strategies of fishing communities in Mekar Sama Village, Napabalano District,
Muna Regency in the face of poverty. This research approach uses descriptive
qualitative so that data is collected using interview techniques, observation and
documentation, and quantutative descriptive so that data can be presented in the
form of numbers.
The results showed that there were two forms of poverty in fishing
communities in Mekar Sama Village, Napabalano District, Muna Regency,
namely: first, forms of cultural poverty and the second, forms of structural
poverty. Meanwhile, the factors that cause poverty in Mekar Sama Village,
Napabalano Subdistrict, Muna Regency are: First, lack of knowledge, limited
capital, habits of fishermen dependent on nature and the absence of government
assistance to fishermen. The adaptation strategy of fishing communities in dealing
with poverty in Mekar Sama Village, Napabalano District, Muna Regency,
namely: the first strategy is to use loan capital, the second adds the type of
business and the third collaborates with middlemen.

Keywords: Adaptation Strategies, Fishermen Society, Poverty

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis Skripsi dengan judul
“Srategi Adaptasi Masyarakat Nelayan Dalam Menghadapi Kemiskinan di
Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna”. Salawat dan
salam tercurah kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW sebagai telada bagi
seluruh umta manusia.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Halu Oleo. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat pada umumnya agar menjadi bahan pertimbangan dalam masalah
kemiskinan dan tekhusus bagi mahasiswa semoga skripsi ini dapat menjadi
referensi dalam penyusunan karya ilmiah.
Dalam penyusunan skripsi ini tentunya banyak tantangan dan hambatan
yang penulis temukan dilapangan namun atas berkat Rahmat Allah SWT, skripsi
ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada
kedua orang tua tercinta yakni kepada Ayahanda La Ode Sabara serta kepada
Ibunda Wa Heni, yang sangat berjasa dan memberikan dukungan, bimbingan,
motivasi, nasehat, do’a, dan pengorbanan yang tak dapat di bandingkan dengan
apapun di dunia ini. Dan tak lupa pula saya ucapkan terimakasih kepada Saudara
tercinta saya Wa Ode Cimiming Cia, S.Pi, Siska Sabara, La Ode Muhammad
Risky Sya’Ban Sabara, Adzmi Fadhil Mubaraq Sabara, yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan Skripsi. Semoga Allah SWT
memberikan Rahmat serta selalu menjaga Orang tua tercinta dan saudara
tersayang. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada Abang Rudiyanto Darwin
yang telah memberikan pula motivasi, arahan dan dukungannya.
Tak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat
Dr. Bahtiar, M.Si selaku pembimbing I dan yang terhormat kepada Bapak Dr.
Ambo Upe, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II yang telah bersediah meluangkan
banyak waktunya untuk membimbing serta mengarahkan penulis sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.
Selanjutnya dengan segala kerendahan hati, penulis haturkan ucapan
terimakasih kepada
1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si.,M.Si.,M,Sc selaku Rektor
Universitas Halu Oleo
2. Dr. La Tarifu, S.Pd.,M.Siselaku dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Halu Oleo
3. Dr.H.Jamaluddin Hos, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

vii
4. Dra. Hj. Suharty Roslan, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo
5. Seluruh Dosen Program Studi Sosiologi yang telah banyak memberikan
pendidikan, bimbingan, motivasi dan sebagainya yang tak ternilai, serta
jajaran Staf Prigram Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Halu Oleo atas kerja kerasnya sehingga
penyelesaian Skripsi ini dapat terlaksana sesuai harapan.
6. Kepada kakanda saya Ferdianto S.Sos dan Fahri yang telah banyak
membantu dalam proses penelitian.
7. Saudara tak sedarahTIM EKSPEDISI CINTA ANAK DESA JILID
II: Aisha Wunasari Sungkusara S.Pd, Siti Suryani BG, Rendra Azrul
Azir, Rasmita Kamal S.Si, Arif Saliman, Ari, terimakasih telah banyak
memberikan motivasi dan dukungan serta bantuan dalam penyelesaian
skripsi ini
8. Sepupu sepupuku atas nama: Alfian Nuari, Muhiddin, Putra Utomo,
Asriyanti Basri, Syahlam Nur Haq, Wulandari, Melisa, yang telah
banyak memberikan dukungan kepada penulis.
9. Kepada teman-teman Asrama Dekan Fisip Wa Ode Reni Astuti, Nini
Salnia, Indi Astria, Surismayanti, Samsia, Nur Ainu, Rinas, Nursia,
Nisrayanti, Neriyati, Mahisa, Vesti Kardila, Herliani, Jarianti
10. Kepada teman-teman asrama Brilian: Wa Sani, Nurnina, Endang
Suharni, Anissa Novianti, Nofita Fatmawati yang telah banyak
memberikan suport kepada penulis.
11. Kepada SaudaraRelawan Volunteer Sultra Island Care: Kak Mawan,
Kak Alam, Kak Jaya, Kak Azizah, Kak Amma, Kak Bayu, Kak Andri,
Kak feby, Kak Herry, Kak Alim, Kak Dayat, Kak Wiwi, dan kakak
yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya
terimakasih telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan
sumbangsih pemikiran dan dukunga sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
12. Kawan-kawan seperjuangan Gerakan Persatuan Mahasiswa
Indonesia Kakanda Alfin Pola, La Ode Usman, Asmarita, Vesti
Kardila, Bung Galang, Bung Sahur, Bung Hijrah dan kawan-kawan
seperjuangan yang lain yang tidak bisa disebutkan satu-satu.
13. Teman-teman GEOSECOUNT : Megaria, Sarfin A.Md.Stat, Sorfin,
Imran, Ira Zulfiah, Suci, Ahmad Harman, Firman, Rozelly, Indrawati,
Fitriani A,Md. Kep, dan kawa-kawan yang lain yang tidak bisa
disebutkna satu-satu.
14. Teman-temanSosiologi khusus angkatan 2015: Epi Andriani S.Sos,
Surismayanti, Mahisa, Nisrayanti, Nurlini, Patunduk, Andri Sastan, Wa

viii
Dian, Elfin, Suriyanti S.Sos, Elma S.Sos, sitiani, Wa Ode Nisma, Wa
Ode Umi, Satriani, Susi Sulanti, Samsia dan teman-teman yang tidak
bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih pula kepada teman-
temanKKN REGULER DESA WADONGGO KECAMATAN
TINANGGEA Salfin Hartani Minsi, Citra Ayustiani, Indah Ratna
Amalia Silondae, Irman Arnadin, La Juju, Jamaluddin, Sarwan, yang
selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan
Skripsi.
15. Untuk teman-teman BALALA SQUAD “Nuur Faridah Maimunah
Samida, Randi Fasmahadi Rantu, Acune, Ifaldi dan Epi Andriani,
S.Sos, yang telah memberikan motivasi dan saran kepeda penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.

Penulis dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu
yang telah banyak memberikan sumbangsih bagi kelancaran penulisan skripsi ini
semoga Amal dan Jasa mereka di terima dan di gantikan oleh Allah SWT.
Akhirnya Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis
dan umumnya bagi para pembaca yang Budiman. Aamiin.

Penulis

Wa Ode Ela Olanda


C1B1 15 130

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii
SURAT PERNYATAAN.......................................................................................iv
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vii
DAFTAR ISI..........................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang.......................................................................................1
1.2.Rumusan Masalah..................................................................................5
1.3.Tujuan Penelitian...................................................................................5
1.4.Manfaat Penelitian.................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Adaptasi..................................................................................7
2.2.Konsep KemiskinanNelayan.............................................................13
2.3.Konsep Masyarakat Nelayan...............................................................32
2.4.Kerangka Pikir.....................................................................................39
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian.................................................................................42
3.2. Informan Penelitian.............................................................................42
3.3.Pendekatan Penelitian...........................................................................42
3.4. Jenis Data dan Sumber Data................................................................43
3.5.Teknik Pengumpulan Data...................................................................44
3.6. Teknik Analisis Data...........................................................................44

x
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian..................................................46


4.2. Bentuk Kemiskinan Nelayan ..............................................................51
4.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan.................................................55
4.4. Strategi Adaptasi Masyarakat Nelayan ..............................................61

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan..........................................................................................64
5.2. Saran....................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Tabel 2. Komposisi Penduduk Menurut Umur

Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 75% wilayahnya berupa

perairan laut dengan panjang pantai mencapai 81.000 Km2 dan Zona

Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian, jika

dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia

merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat (Sipuk, 2004). Potensi

perikanan nasional hingga tahun 2007 berkisar 6,4 juta ton, 70% di

antaranya berasal dari perikanan tangkap (Kompas, 2008).

Sumber kehidupan yang dimanfaatkan masyarakat dari sumber daya

kelautan ini adalah bermata pencaharian sebagai nelayan, petani tambak petani

garam maupun tempat wisata. Tampaknya aktivitas ini sudah merupakan ciri

tersendiri yang bagi masyarakat yang berada dikawasan pantai. Potensi laut

memang merupakan sumber daya yang sangat besar. Kurang lebih 7.000 spesies

ikan yang hidup dilaut dengan potensi lestari ikan sebesar 6,26 juta ton/ tahun.

Mestinya potensi alam laut yang besar dan berbagai jenis ikan tersebut dapat

memakmurkan masyarakat yang berada di pesisir pantai. Namun pada hakikatnya

tidak sedikit nelayan yang belum dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya

bahkan banyak dari masyarakat nelayan yang di kategorikan sebagai masyarakat

miskin. Melimpahnya potensi hayati yang dikandung oleh laut di sekitar tempat

nelayan bermukim, seharusnya dapat menjadi suatu asset besar bagi nelayan

1
setempat dalam upaya memperbaiki taraf hidup mereka secara ekonomi (Kompas,

2008).

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan berkaitan dengan tema

penelitian ini diantaranya skripsi yang ditulis Andi Rahman (2018) mahasiswa

ilmu sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel dengan judul “Suku Bajo dan Kemiskinan. Dalam penelitianini,

Andi Rahman menggambarkan bahwa Kemiskinan yang terjadi pada Nelayan di

Desa Saur Saibus merupakan sebuah bentuk kemiskinan yang sangat mengakar,

hal ini bisa di lihat bagaimana struktur sosial pada nelayan Suku Bajo di Desa

Saur Saibus berpengaruh besar terhadap kemiskinan.

Penelitian yang sama juga diteliti oleh Ribut Suprapto (2016) mahasiswa

Program Studi Ilmu Ekonomi Program Magister , Fakultas Ekonomi, Universitas

Jember yangberjudul: Analisis Pola Kemiskinan Nelayan Kawasan Pesisir Pancer

Di Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi. Penelitian ini menjelaskan

terkait kemiskinan nelayan di wilayah pesisir. Tesisi ini mencoba menganalisa

nelayan pesisir dari segi ketidakmampuan kepemilikan modal dan proses alat

tangkap yang masih tradisional sehingga menyebabkan ketidakmampuan

menghasilkan tangkapan. Meskipun sama-sama membahas tentang kemiskinan

nelayan kemiskinan yang akan di teliti oleh peneliti berbeda fokus dimana peneliti

menekankan pada strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat nelayan miskin

disekitar Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna.

Kemiskinan yang dialami oleh nelayan, sesungguhnya juga tak lepas dari

pengaruh yang ada di sekitar tempat tinggal mereka.Terlepas dari sadar atau pun

2
tidak sadar, budaya atau kebiasaan hidup seperti sikap malas dan pasrah terhadap

nasib telah menjadi bagian dari mentalitas, sehingga secara psikologis, individu

dari komunitas nelayan akhirnya merasa kurang bahkan tidak memiliki motivasi

dan etos kerja yang tinggi sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

hidupnya.

Akibat dari sikap hidup di atas, pada akhirnya menyebabkan tingkat

pendapatan dari seorang nelayan tidak menentu bahkan terkadang nihil, sehingga

ada saat tingkat pendapatan dari nelayan rendah, maka sangat logis bila

tingkatpendidikan anak-anaknya pun rendah. Tidak sedikit anak nelayan yang

harus berhenti sebelum lulus sekolah dasar atau tidak melanjutkan pendidikannya

ke tingkat yang lebih tinggi. Umumnya mereka disuruh bekerja untuk membantu

orang tua dalam mencari nafkah agar dapat memenuhi kebutuhan dasar

keluarganya yakni kebutuhan pangan untuk dapat bertahan hidup.

Begitupun yang terjadi pada masyarakat nelayan Desa Mekar Sama yang

berada diKecamatan Napabalano Kabupaten Muna, dimana belenggu kemiskinan

masih menghantui mereka. Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten

Muna merupakan salah satu desa yang mayoritas penghuninya merupakan

nelayan yang penduduknya mayoritas suku Bajo.

Suku Bajo merupakan suku orang laut yang keseharianya berada di laut

bahkan rumah dan tempat tinggal mereka berada di laut, nelayan Suku Bajo

merupakan nelayan tradisional dimana proses menngakap ikan yang mereka

lakukan masih cenderung tradisional. Mulai dari alat tanggap seperti lelepe,

sanapah, tembak beke jareh.(sampan, tombak,senapan dan jaring), sehinga mereka

3
di sematkan dengan gelar pelaut ulung. Desa Mekar Sama adalah salah satu desa

yang berada lingkungan Kecamatan Napabalano. Desa ini berada di pesisir pantai

Kecamatan Napabalano yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan

sisanya ada yang PNS, pedagang,petani,tukang ojek, buruh, dan honorer. Jumlah

penduduk Desa Mekar Sama sebanyak 1300 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga

sebanyak 323 KK (Sumber: Kantor Desa Mekar Sama) jumlah nelayan sebanyak

150 nelayan.

Kemiskinan yang terjadi pada nelayan merupakan sebuah kemiskinan

yang sudah lama menjadi problem laten yang belum mampu terpecahkan sampai

saat ini, kemiskinan yang terjadi pada nelayan khususnya di Desa Mekar Sama

merupakan kemiskinan yang disebabkan kebiasaan nelyan yang selalu bergantung

pada alam, pasrah dengan keadaan akibat kurangnya ilmu pengetahuan dan

kurangnya modal serta ketidakberdayaan atau ketidakmampuan nelayan dalam

mengakses perkembagan atau ketidakmampuan struktur-struktur sosial yang

berada dalam ruang lingkup yang ada, mulai akses politik, pendidikan sampai

sumberdaya manusia. Dari pejelasan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti

mengenai “strategi adaptasi masyarakat nelayan di Desa Mekar Sama Kecamatan

Napabalano Kabupaten Muna”.

4
1.2.Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah bentuk-bentuk kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa

Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang penyebab kemiskinan pada masyarakat

nelayan di Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna?

3. Bagaimanakah strategi adaptasi masyarakat nelayan di Desa Mekar Sama

Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna dalam menghadapi kemiskinan?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk kemiskinan pada masyarakat nelayan di

Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna dalam

menghadapi kemiskinan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang penyebab kemiskinan pada masyarakat

nelayan di Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna.

3. Untuk mengetahui strategi adaptasi masyarakat nelayan di Desa Mekar Sama

Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna dalam menghadapi kemiskinan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Maanfaat akademis

a. Diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan terkait kajian

kemiskinan pada masyarakat nelayan.

5
b. Dapat dijadikan sebagai acuan bagi penulis apabila ingin melakukan

penelitian yang sejenis.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan

dan sumbangan pemikiran mengenai kehidupan masyarakat nelayan

b. Bagi peneliti diharapkan dapat menumbuhkan pengetahuan dan

memperluas wawasan berdasarkan pengalaman dari apa yang ditemui

dilapangan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Strategi Adaptasi

Strategi adaptasi menurut Smith dan Seymour (1990) adalah suatu rencana

tindakan selama rentan waktu tertentu oleh sekelompok atau sekumpulan orang

tertentu untuk menyesuaikan diri dalam mengatasi tekanan yang bersifat internal

atau ekstrnal. Barlett dalam Kusnadi (1998) dalam Nurlaili (2014) menyebutkan

bahwa strategi adaptasi merupakan pilihan tindakan yang bersifat rasional dan

efektif sesuai konteks lingkungan sosial, politik, ekonomi dan ekologi dimana

penduduk itu hidup. Adaptasi menurut Parsudi dalam Suprapti (1989) yaitu proses

mengatasi keadaan biologi alam dan lingkungan sosial tertentu untuk memenuhi

syarat-syarat tertentu untuk melangsungkan kehidupannya. Manusia dalam

beradaptasi berusaha memahami ciri-ciri penting dari manusia dan

lingkungannya, kemudian mereka menciptakan dan mengembangkan cara

mengatasi lingkungan tersebut. Selanjutnya mengenai keberhasilan dan kegagalan

manusia berusaha menangkap umpan balik dari tindakannya. Akhirnya manusia

berusaha mengabstrasikan pengalamannya dan memasyaraktkan cara-cara yang

paling tepat dalam mengatasi berbagai tantangan hidup.

Pengertian adaptasi menurut Sahlins yang dikutip oleh Mering yang dikutip

oleh Cahyadi yang dikutip oleh Nurlaili (2014) yaitu mencerminkan pemanfaatan

kesempatan sosial sebesar-besarnya dimana pemanfaatan tersebut hampir selalu

7
mengandung pengertian kompromi yaitu suatu faktor atau hubungan antara

struktur internal dan lingkungan sekitar.

Setiap kebudayaan mengandung penilaian kemasa lalu sehingga dapat

menghindari disorganisasi secara menyeluruh dan menentukan masa depannya.

Dengan adaptasi itulah keseluruhan adaptasi ditata secara fungsional. Ada

beberapa unsur penting menurut Mering dalam Nurlaili (2014) yaitu:

a. Pemanfaatan kesempatan sosial secara maksimal demi pemenuhan kebutuhan

b. Mengawinkan dua atau lebih kepentingan secara kompromi

c. Kemungkinan timbul masalah baru bila menghadapi tantangan masa depan.

Pendekatan strategi adaptasi merupakan suatu pendekatan yang

diperkenalkan oleh Peggy F. Barlett yang dikutip oleh Cahyadi yang dikutip oleh

Nurlaili (2014). Melalui pendekatan ini akan dilihat bagaimana masyarakat lokal

menerapkan strategi adaptasi dan bagaimana pola adaptasi yang mereka bentuk.

Adaptasi yang dikembangkan adalah hasil dari tanggapan-tanggapan mereka

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Perilaku yang mereka kembangkan

akan dilihat sebagai pilihan-pilihan tepat guna yang sesuai dengan lingkungan

sosial, kultural, politikal, ekonomi dan ekologi.

Pada dasarnya, berbagai defenisi konsep diatas memiliki kesamaan

merujuk konsep strategi dari berbagai tokoh diatas maka dapat dibuat intisari

bahwa strategi adaptasi yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh satu kelompok

sebagai bentuk respon dari berbagai bentuk tekanan pada aspek ekonomi, sosial,

lingkungan baik internal maupun eksternal.

8
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungan,

penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi sesuai dengan keadaan

lingkungan juga dapat berarti mengubah lingkungan menjadi keinginan pribadi.

Menurut Sapoetra adaptasi mempunyai dua arti yakni adaptasi yang pertama

disebut penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya

bentuk), sedangkan pengertian yang kedua penyesuaian diri yang alloplastis (allo

artinya yang lain, plastis artinya bentuk). Jadi adapatsi autoplastis ini bersifat pasif

yang mana kegiatan pribadi ditentukan oleh lingkungan. Dan adaptasi alloplastis

ini bersifat aktif yang mana pribadi mempengaruhi lingkungan.

Menurut Talcout Parsons, dalam suatu keluarga, terdapat subsistem-

subsistem yang harus di penuhi agar keluarga tersebut tetap dalam keadaan stabil

atau bertahan. Salah satu subsistem tersebut adalah kebutuhan keluarga atau

ekonomi keluarga. Agar subsistem tersebut tetap stabil atau bertahan, menurut

Talcot Parsons harus ada empat prasyarat mutlak di dalam keluarga tersebut,

prasyarat mutlak tersebut diantaranya adalah:

1. Adaptation (adaptasi)

disini adaptasi diartikan sebagai tujuan -tujuan yang melembaga dan sah

seperti ekonomi. sistem (keluarga) juga harus dapat menanggulangi jika terjadi

situasi gawat terhadap subsistem-subsistemnya (ekonomi keluarga).

2. Goal attainment (pencapaian tujuan)

suatu keluarga harus mampu mencapai tujuan utama mereka yaitu

ekonomi keluarga atau kebutuhan keluarga agar keluarga tersebut tetap bertahan

hidup.

9
3. Integration (integrasi)

sebuah keluarga harus mengatur hubungan -hubungan antar anggota

keluarga agar tidak terjadi pertentangan di antara anggota-anggota keluarga,

sehingga terjadi keseimbangan dalam keluarga secara keseluruhan.

4. Latency (latensi atau pemeliharaan pola)

suatu keluarga mempunyai nilai, norma, dan kepercayaan yang bisa

menciptakan dan menopang motivasi bagi anggota-anggotanya. Keluarga tersebut

harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki nilai, norma dan

kepercayaan tersebut.

Sistem AGIL ini harus ada supaya masyarakat bisa tetap seimbang.

sebagai suatu sistem yang didalamnya terdapat subsistem-subsistem yang salah

satunya adalah ekonomi keluarga atau pemenuhan kebutuhan keluarga yang harus

ada, supaya keluarga tersebut tetap dalam keadaan stabil atau bertahan dalam hal

melawan kemiskinan struktural.

Menurut Soekanto (2009) memberikan beberapa batasan pengertian dari

adaptasi yaitu sebagai berikut:

a. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan

b. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan

c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah

d. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan

e. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan

dan sistem

f. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah.

10
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses

penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap

norma-norma, proses perubahan ataupun kondisi yang diciptakan. Menurut

Alfarisy (2014) dalam Marwani (2017) bentuk strategi adaptasi yaitu sebagai

berikut:

a. Strategi modal alam.

Modal alam merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh

masyarakat nelayan untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami para nelayan.

Wilayah Indonesia sebagai negara kelautan didalamnya terkandung kekayaan

alam yang hanya tdk menjadi sumber devisa negara yang sangat pentinng tetapi

juga sumber kehidupan masyarakat yang mendiami wilayah disepanjang pantai.

Sumber daya alam seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput

laut dan produk-produk bioteknologi. Banyak sumber daya alam yang bisa

dimanfaatkan dengan baik oleh warga sekitar terutama masyarakat nelayan. dalam

hal ini diharapkan masyarakat pun memanfaatkan dengan sebaik mungkin dan

tidak merusak sumber daya alam agar tetap terjaga

b. Strategi Modal Fisik

Strategi menggunakan modal fisik adalah salah satu strategi yang

digunakan oleh masyarakat nelayan. Strategi ini bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat,. Modal fisisk ini berupa, perahu, pukat, pancing dan lain

sebagainya yang bisa digunakannya

c. Strategi Modal Sosial

11
Modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial norma dan kepercayaan

yang mendorong partisipasi dan tindakan secara lebih efektif untuk mencapai

tujuan bersama. Modal sosial merupakan suatu aset yang dapat digunakan untuk

mempertahankan kelangsungan hidup, modal sosial juga merupakan suatu

kekuatan untuk mengusakan penghidupan melalui jejaring dan keterkaitan yang

memungkinkan sumber sosial dipadukan seperti gotong royong juga adanya

hubungan saling percaya dan bekerjasama saling menguntungkan seperti jarign

sosial.

oleh Carlk (1986) bahwa salah satu strategi yang dilakukan orang miskin

untuk mempertahankan kelangsungan hidup yakni dengan cara Multifle Sources

Of In Come, seperti melakukan usaha atau menganekaragamkan sumber

penghasilan dalam keluarga termasuk yang menyangkut berbagai peluang dan

kemampuan yang dapat dimanfaatkan melalui kegiatan atau usaha produktif

lainnya.

Adapun dari sudut pandang teori jaringan social Barry Wellman, melihat

bagaimana masyarakat bisa bertahan hidup dengan membentuk jaringan sosial

kekerabatan, dimana menunjuk kepada jaringan kekeluargaan dalam kehidupa

masyarakat, yang memiliki potensi nilai sosial budaya yang dapat menolong

masyarakat bisa saling tolong menolong. Dalam teori tersebut menggambarkan

bahwa masyarakat nelayan membutuhkan dukungan dari orang lain dalam

menghadapi kemiskinan.

12
2.2. Konsep Kemiskinan Nelayan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk dapat

memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pen-

didikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh adanya kelangkaan

alat pemenuh kebutuhan dasar, atau pun sulitnya akses terhadap pendidikan dan

pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami

istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya

dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut

ilmiah yang telah mapan kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Kemiskinan

adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi untuk memenuhi standar

hidup rata-rata masyarakat disuatu daerah Kondisi ketidakmampuan ini ditandai

dengan rendahnya kemampuan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok.

Kemampuan pedapatan yang rendah ini juga akan berdampak berkurangnya

kemampuan untuk memenuhi standar kesehatan masyarakat dan standar

pendidikan.

Kemiskinan merupakan problematika manusia yang telah mendunia dan

hingga kini masih menjadi isusentral dibelahan bumi manpun. Selain bersifat

laten dan aktual, kemiskinan dipandang sebagai penyakit sosial ekonomi yang

paling banyak dialami oleh negara berkembang. Meskipun kebanyakan negara

berkembang telah berhasil melaksanakan pembangunan ekonomi melalui

peningkatan perkembangan produksi, pendapatan nasional, dan perkembangan

teknologi namun dibalik kesuksesan dalam kontek fisik material mencuat

setumpuk fenomena dehumanisasi berupa kemiskinan yang sangat

13
memprihatinkan. Pada saat yang bersamaan terjadi pula peningkatan dalam

ketimpangan distribusi pendapatan antara kelompok kaya dan kelompok miskin.

Kemiskinan kian menjadi masalah serius karena adanya kecenderungan negara

berkembang mengutamakan program pembangunan ekonomi yang berskala

makro, tanpa memperhatikan kondisi riil secara menyeluruh didaerah pedesaan

secara mikro.

Soetrisno dalam Peribadi (2015) Kajian kemiskinan yang berkembang di

Indonesia tampak dua bentuk aliran pemikiran (school of thought) antara

pandangan pakar dan aktivis LSM serta pandangan pejabat. Bagi pakar dan aktivis

LSM cenederung menyoal dari faktor intervensi negara dari kehidupan

masyarakat, sehingga tidak mampu menyelesaikan permasalahannya. Sebaliknya

bagi pejabat orang miskin diklaim etos kerjanya lemah dan tidak memiliki jiwa

wiraswasta.

Masalah kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks, bahkan

terkadang dalam menjelaskan faktor penyebabnya dapat membingungkan dan

cenderung terputar-putar bagaikan lingkaran setan (vicious circle). Sering kali kita

dengarkan pandangan bahwa kemiskinandisebabkan oleh banyaknya anggota

keluarga atau karena rendahnya produktivitas usahanya atau kombinasi keduanya,

bahkan tidak jarang kita mendengar beberapa pertanyaan “mengapa miskin”?

salah satu jawabannya karena “karena tidak sekolah, sehingga tidak bisa kerja”,

kemudian mengapa tidak sekolah”? jawabannya akan kembali keatas yaitu

“karena miskin”. Kondisi yang demikian ini oleh Chambers (1983) disebutnya

sebagai deprivation trap atau jebakan kemiskinan.

14
Masalah kemiskinan disebabkan oleh hubungan-hubungan korelatif antara

keterbatasan modal, lembaga ekonomi belum berfungsi, kualitas sumber daya

manusia rendah, degradasi sumber daya lingkungan belum ada ketegasan

pembangunan nasional yang beriorientasi kesektor maritim atau sebaliknya.

Kemiskinan menjadi penyebab timbulnya penurunan kualitas SDM dan degradasi

sumber daya lingkungan. Demikian itu penyelesaian persoalan kemiskinan dalam

masyarakat pesisir harus bersifat integralistik. Kalaupun harus ada memilih satu

faktor sebagai basis penyelesaian kemiskinan pilihan ini benar-benar menjangkau

jangkau yang lain. jumlah masyarakat pesisir yang hidup dibawah garis

kemiskinan cukup besar dan hal ini harus diatasi dengan program-program

intervensi pembangunan seperti prorgram pemberdayaan masyarakat pesisir

Departemen Kelautan dan Perikanan. Masalah aktual lain yang perlu diperhatikan

adalah bahwa potensi untuk berkembangnya jumlah penduduk miskin dikawasan

pesisir cukup terbuka, hal ini disebabkan oleh dua hal penting yakni

meningkatnya degradasi kualitas dan kuatitas lingkungan pesisir laut,

membengkaknya biaya-biaya operasi penangkapan karena meningkatnya harga

bahan bakar bakar minyak dan solar sehingga nelayan megurangi penangkapan

untuk mnyiasati kenaikan harga bahan bakar minyak, nelayan menggunakan

bahan bakar minyak tanah dicampur dengan oli bekas/solar. Bahan bakar oplosan

ini untuk menggantikan bahan bakar bensin dan solar hal ini berdampak negatif

terhadap kerusakan mesin perahu sehingga membebani biaya investasi nelayan

(Kusnadi, 2009) .

15
Chambers (1983) menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan

konsep (integrated concept) yang memiliki lima dimensi yaitu:

a. Kemiskinan (proper) adalah kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk

mencukupi kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku bukan hanya

yang tidak memiliki pendapaan melainkan yang juga memiliki pendapatan.

b. Ketidakberdayaan (powerles), yakni pada umumnya rendahnya kemampuan

pendapatan akan berdampak pada kekuatan sosial (social power) dari seorang

atau sekelompok orang terutama dalam memperoleh keadilan ataupun

persamaan hak untuk mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

c. Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency) seorang atau

sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki atau kemampuan untuk

menghadapi sesuatu yang tidak terduga dimana situasi ini membutuhkan

alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya situasi rentan berupa

bencana alam, kondisi kesehatan yang membutuhkan biaya pengobatan yang

relatif mahal, dan situasi-situasi darurat lainnya yang membutuhkan

kemampuan pendapatan yang dapat mencakupinya. Kondisi dalam kemiskinan

dianggap tidak mampu mengahadapi situasi ini.

d. Ketergantungan (dependency) keterbatasan kemampuan pendapatn ataupun

kekuatan sosial dari seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin

menyebabkan tingkat ketergantungan terhadap pihak lain adalah sangat tinggi.

Mereka tidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk menciptakan solusi

atau penyelesaian masalah terutama yang berkaitan dengan penciptaan

pendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat dibutuhkan untuk mengatasi

16
persoalan-persoalan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan akan sumber

pendapatan.

e. Keterasingan (isolation) defenisi keterasingan yang dimaksudkan oleh

Chambers adalah faktor lokasi yang menyebabkan seorang atau sekelompok

orang menjadi miskin. Pada umumnya masyarakat yang disebut miskin ini

berada jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan

sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih banyak terkosentrasi dipusat-pusat

pertumbuhan ekonomi seperti dikota-kota besar.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap belum tercapainya potensi

sumber daya pembangunan secara optimal (Kusnadi, 2009) adalah:

a. Terbatasnya sarana dan prasarana

b. Rendahnya kualitas sumber daya manusia atau masyarakat belum memiliki

kemampuan maksimal untuk mengelolahnya demi meningkatkan kesejahteraan

sosial mereka

c. Teknologi penangkapan yang terbatas kapasitas

d. Modal yang terbatas

e. Tidak adanya kelembagaan sosial ekonomi yang dapat mengakses instrumen

pembangunan masyarakat dan belum adanya komitmen pembanguna kawasan

pesisir secara terpadu

Hasil penelitiannya orang miskin di Asia Selatan dan Tenggara serta

Afrika menyimpulkan bahwa jebakan kemiskinan terdiri dari lima unsur

ketidakberuntungan yang melilit kehidupan keluarga miskin.

a. Kemiskinan itu sendiri

17
b. Kelemahan fisik

c. Keterasingan

d. Kerentanan, dan

e. Ketidakberdayaan

Tampaknya, Chambers menekankan pada upaya perlunya kita terfokus pada dua

jenis ketidakberuntungan yaitu kerentanan dan ketidakberdayaan, karena kedua

hal inilah yang menjadi biang keladi kemiskinan.

Selain itu Todaro (2003) memperlihatakan jalinan antara kemiskinan dan

keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga

komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat,

faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup, rendahnya rasa percaya diri, dan

terbatasnya kebebasan. Ketiga aspek tersebut memiliki hubungan timbal balik,

rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya pendapatan, rendahnya

pendapatan disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga kerja, rendanya

tenaga kerja disebabkan olehtingginya pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka

pengangguran dan rendahnya investasi per kapita.

1. Bentuk Kemiskinan

Dimensi kemiskinan yang dikemukakan oleh Chambers memberikan

penjelasan mengenai bentuk persoalan dan kemiskinan yang menyebabkan

terjadinya kondisi yang disebut memiskinkan. Konsep kemiskinan tersebut

memperluas pandangan ilmu sosial terrhadap kemiskinan yang tidak hanya

sekedar kondisi kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan

pokok, akan tetapi juga kondisi ketidakberdayaan sebagai akibat rendahnya

18
kualitas kesehatan dan pendidikan, rendahnya perlakuan umum, kerentanan

terhadap tindak kejahatan, resiko mendapatkan tindakan negatif secara politik dan

terutama ketidakberdayaan dalam meningkatkan kualitas kesejahteraanya sendiri.

Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk permasalahan

multidimensional, kemiskinan terbagi menjadi dua yaitu:

a. Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat

adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal

dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf

hidupnya dengan tata cara yang modern.

b. Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan oleh karena

rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu

tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya

pembebasan kemiskinan.

Kemiskinan yang dialami oleh nelayan termaksud kategori kemiskinan struktural

dan kemiskinan kultural (Kusnadi,2003 dalam Risal 2016). Kemiskinan struktural

merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh ketidakmampuan system dan

struktur sosial dalam menyediakan kesempatan- kesempatan yang memungkinkan

masyarakat nelayan mendapat penghasilan yang tinggi (Nunan, 2005 dalam Risal

2003) dimana struktur sosial tersebut tidak dapat mendirikan kerjasama yang baik

antara pememrintah dengan masyarakat. Sementara kemiskinan kultural

merupakan kemiskinan yang muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau

kebudayaan yang dianut seperti malas dan mudah menyerah pada nasib dan tidak

memiliki etos kerja (Wandoka 2012 dalam Risal 2016). Masyarakat enggan

19
mengintegrasikan dirinya kedalam lembaga-lembaga utama, bersikap apatis dan

curiga sehingga terdiskriminasi oleh masyarakat luas. Kemiskinan kultural terjadi

karena sikap nelayan yang disebabkan oleh faktor budaya yang tidak mau

berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, dan tidak

kreatif. Keberlangsungan kemiskinan nelayan tersebut jika terus berlanjut akan

berakibat pada rusaknya tatanan sosial yang ada dan mengancam pola kehidupan

masyarakat nelayan dan akhirnya sulit untuk lebih baik.

2. Faktor-faktor penyebab kemiskinan

Penyebab kemiskinan tidak bisa dipandang sama atau dipukul rata pada

seluruh daerah. Dengan demikian, agar program penanggulangan kemiskinan

dapat menyentuh substansi kemiskinan disetiap daerah, maka dilakukan

pengajuan intensif, mendalam, dan komprehensif melalui kajian penelitian ilmiah,

sehingga dapat diperoleh penyebab kemiskinan yang hakiki.

Beberapa penyebab kemiskinan dipedesaan sebagaimana temuan hasil

penelitian Upe (2012) sebagai berikut:

a. Keterbatasan pengetahuan

b. Keterbatasan modal usaha

c. Kurangnya perhatian pemerintah

d. Ketergantungan pada alam

Penyebab kemiskinan diatas pada dasarnya dikategorikan kedalam dua faktor

utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud

yaitu penyebab kemiskinan yang berasal dari rumah tangga miskin yang meliputi

dua faktor yakni: keterbatasan pengetahuan, keterbatasan modal usaha, Sedangkan

20
faktor eksternal yang dimaksud yaitu faktor atau penyebab kemiskinan bukan

berasal dari dalam diri rumah tangga miskin melainkan dari luar yang tidak

mampu diintervensinya, atau sebuah kondisi pemiskinan diluar kendali rumah

tangga miskin yang meliputi dua faktor yakni kurangnya perhatian pemerintah

dan ketergantungan pada alam (Upe, 2012).

1. Keterbatasan pengetahuan

Keberhasilan kegiatan pembangunan tidak hanya memerlukan dukungan

investasi modal fisik semata, melainkan sumber daya manusia. Tanpa

adanya sumber daya manusia yang memadai, akan terjadi ketimpangan

dalam menjalankan investasi di berbagai sektor perekonomian dan sebagai

akibat pertumbuhan ekonomi tidak akan dapat dicapai secara berkelanjutan.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap daerah, dimana

keberhasilan pembangunan dipengaruhi oleh tingkat penduduknya.

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu kebutuhan dasar (basic need)

bagi masyarakat dalam upaya peningkatan taraf kehidupannya.

2. Keterbatasan modal

Salah satu ciri dari kemiskinan yang sudah dikenali para ahli adalah kehausan

rumah tangga miskin khususnya di pedesaan dan pesisir terhadap kredit

berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap pemberian bantuan modal

usaha berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu berfungsi efektif.

Pelaksanaannya pemberian kredit secara efektif mengalami beberapa

hambatan diataranya karena amat beragamnya kelompok sasaran yang

hendak dijangkau dan kesukaran mengkompromikannya kriteria efisiensi dan

21
efektivitas kredit. Selai itu, kendala lainnya disebabkan oleh kurangnya akses

warga miskin atas lembaga keuangan yang ada disekitarnya dan yang tidak

kalah penting adalah tidak ada barang jaminan yang dimiliki warga miskin

yang dapat dijadikan sebagai agunan pada suatu lembaga keungan. Bagi

rumah tangga miskin, kredit merupakan sarana untuk menciptakan

pendapatan melalui bekerja dan berusaha berdasarkan potensi sumber daya

manusia yang dimiliki dan potensi lingkungan ekonomi dimana ia berada.

Kredit yang tepat, mudah dan murah yang dikelola berdasarkan adat dan

budaya setempat merupakan salah satu sarana penting yang amat membantu

melancarkan kegiatan perekonomian. Ringkasnya fungsi kredit adalah untuk

membantu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin khususnya yang

tergolong miskin dan mendekati miskin (near poor).

3. Kebiasaan bergantung pada alam

Rumah tangga miskin sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan

sumber daya alam alam dan perubahan lingkungan. Rumah tangga miskin yang

tinggal di kawasan daerah pesisir sangat tergantung pada sumber daya alam

sebagai sumber penghasilannya. Nelayan merupakan kelompok masyarakat

yang mata pencaharianya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap

ikan dan mengumpulkan hasil laut lainnya. Mereka umumnya hidup dikawasan

pesisir pantai dan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam terutama angin,

gelombang dan arus laut laut, sehingga aktivitas penangkapan ikan tidak

berlangsung sepanjang tahun. Pada periode waktu tertentu nelayan tidak melaut

karena angin kencang, gelombang besar, dan arus laut yang kuat. Kondisi alam

22
ini kerap kali disebut musim penceklik yaitu musim dimana nelayan tidak

beraktivitas sama sekali.

Nelayan adalah suatu pekerjaan yang bergantung pada kemurahan alam, ketika

alam memberikan sumberdayanya sudah sepatutnya kita harus bersyukur dan

menjaganyauntuk keperluan berikutnya. Tingkat eksploitasi nelayanterhadap

laut sangatlah besar. Dimana setiap hari merekadatang ke laut dengan harapan

mendapat hasil tangkapanyang melimpah. Kondisi alam ini kerap kali disebut

musim penceklik yaitu musim dimana nelayan tidak beraktivitas sama sekali.Dan

Pada saat hasiltangkapan sedang tidak baik atau pada saat musim paceklik,untuk

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seringkali paranelayan meminjam uang

kepada saudara atau kerabat dekat yang mampu. Jika nelayan tidak ada hasil

tangkapan dan juga tidakmemiliki uang simpanan maka sangat disesalkan sekali

jikamereka harus menjual barang-barang mereka untukkebutuhan sehari-hari.

Pada umumnya masyarakat nelayankaya (juragan) yang melakukan gaya

hidup konsumtif,dengan penghasilan diatas rata-rata nelayan

tradisionalmereka dapat membelanjakan apa yang mereka anggap perlumeskipun

terkadang bukan berupa kebutuhan pokok

seharihari.Dalamhalinimenjaditidakwajarketikanelayandan keluarga yang pada

umumnya memilikipenghasilan yang rendah juga melakukan gaya hidup

paranelayan kaya (juragan) tersebut. Hal tersebut menjadi ironiskarena untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari atau

kebutuhan yang memerlukan biaya besar, tidak jarang paranelayan tradisional ini

meminjam uang kepada para keluargadekat dan terkadang mereka juga meminjam

23
kepada rentenir.Pinjaman kepada para rentenir ini biasanya dialokasikanoleh

para nelayan untuk biaya tak terduga seperti kebutuhanuntuk biaya kesehatan

yang datang tiba-tiba atau bahkankecelakaan. Dan ada juga kebutuhan lain

yang memaksaanggota keluarga (istri dan anak) disaat kerabat atautetangga

mempunyai hajatan seperti pernikahan, kematiandan kelahiran.Sedangkan

pinjaman kepada saudara biasanyadialokasikan oleh para nelayan tradisional

untuk memenuhikebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan

dapur,membayar listrik dan kebutuhan jajan. Namun adapulasebagian nelayan

yang mengalokasikan uang pinjamantersebut untuk memenuhi kebiasaan-

kebiasaan mereka, yaituberupa kebiasaan minum-minuman keras dan bermain

judi.Selain uang pinjaman, uang hasil menangkap ikan yangseharusnya

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupsehari-hari juga digunakan untuk

minum-minuman keras danberjudi. Kebiasaan ini hampir sudah umum dilakukan

olehpara nelayan yang dalam kehidupan sehari-harinya memang

kurang taat beribadah.Kebiasaan buruk ini sangat terlihat jelas pada saatacara

pesta laut (petik laut), dan pada saat acara pernikahanatau ketika mereka sedang

tidak melaut . Kebiasaan-kebiasaan ini menyebabkan para nelayan terjerat

hutang dansemakin sulit untuk keluar dari kemiskinan. Disisi lainnelayan

tradisional di Desa Kedungringin mempunyaikebiasaan atau sosial budaya

yang kurang menyenangkan,dimana mereka mempunyai pola hidup yang

kurangmemperhitungkan kebutuhan masa depan, artinya setiap kalimendapat

hasil tangkapan yang melimpah atau lebih makapada saat itu pula mereka

akan membelanjakan ataumenghabiskannya.

24
4. Kurangnya perhatian dari pemerintah

Pemahaman utamanya mencakup:

a. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan

sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan

dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan

pelayanan dasar.

b. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,

ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Hal ini termasuk pendidikan dan informasi.

Masalah-masalah kemiskinan nelayan mulai mencuat kepermukaan secara

intensif setelah satu dekade dilaksanakannya kebijakan nasional tentang motoritas

perahu dan modernisasi peralatan tangkap pada awal tahun 70-an. Kebijakan ini

dikenal dengan istilah revolusi biru (blue revolution).

Departemen Kelautan dan Perikanan dalam Rahman (2018) menyatakan

kemiskinan banyak dihubungkan dengan berbagai penyebab yaitu sebagai berikut:

a. penyebab individual (patologis) yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari

perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin

b. penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan

keluarga

c. penyebab subbudaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan

dengankehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan

sekitar

25
d. penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang

lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi

e. penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan

hasil dari struktur sosial

Kusnadi(2003) penyebab kemiskinan nelayan di Indonesia sangatlah

komplek, penyebab individual, keluarga, subbudaya, agensi maupun struktural

saling berkaitan, sebab-sebab pokok yang menimbulkan kemiskinan pada nelayan

adalah:

a. Belum adanya kebijakan, strategi dan implementasi program pembangunan

kawasan pesisir dan masyarakat nelayan yang terpadu di antara para

pemangku kepentingan pembangunan.

b. Adanya inkonsistensi kuantitas produksi (hasil tangkapan) sehingga

keberlanjutan aktivitas sosial ekonomi perikanan di desa-desa nelayan

terganggu. Hal ini disebabkan oleh kondisi sumber daya perikanan telah

mencapai kondisi over fishing, musim paceklik yang berkepanjangan,

dankenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) masalah isolasi geografis

desa nelayan, sehingga menyulitkan keluar-masuk arus barang, jasa, kapital,

dan manusia, yang mengganggu mobilitas sosial ekonomi

c. Adanya keterbatasan modal usaha atau modal investasi, sehingga

menyulitkan nelayan meningkatkan kegiatan ekonomi perikanannya adanya

relasi sosial ekonomi yang eksploitatif.

26
d. Adalah rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan, sehingga

berdampak negatif terhadap upaya peningkatan skala usaha dan perbaikan

kualitas mereka.

Apa yang telah diungkapkan di atas memang demikianlah adanya, bahwa

kemiskinan yang dialami oleh nelayan diantaranya disebabkan karena minimnya

modal yang dimiliki dan pendidikan nelayan yang rata-rata masih rendah dan

bahkan ada yang tidak menamatkan SD, sehingga kemampuan atau skillnya pun

terbatas, kehidupan nelayan yang penuh dengan tekanan dari pemilik modal

(pemilik kapal/perahu dan tengkulak), adanya ketergantungan antara pemodal

dengan nelayan yang terus dilanggengkan (Patron Klien), kebijakan dan program

yang kurang tepat sasaran dan sektoral, serta juga diakibatkan oleh budaya atau

kebiasaan hidup nelayan yang suka boros, ketika masa panen ikan dimana

pendapatan mereka banyak maka bia-sanya langsung dihabiskan, kurang

kesadaran untuk menabung atau berhemat.

Karena mereka (nelayan) miskin maka dalam kehidupan sosial politik pun

mereka lemah. Hak politik Nelayan yang meliputi hak pilih dan dipilih tidak

semuanya dapat dilaksanakan sesuai dengan cita-cita negara Demokrasi.

Kemiskinan yang dialami oleh nelayan rentan untuk menjadi sasaran atau objek

eksploitasi pada saat-saat Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden, Kepala Daerah

atau Wakil Rakyat. Meskipun secara hukum bahwa setiap orang mempunyai hak

memilih maupun dipilih, namun karena secara ekonomi mereka (nelayan) miskin

dan pendidikan formal yang minim, maka seolah tidak ada peluang baginya untuk

dapat menggunakan hak dipilihnya. Mereka hanya menjadi objek eksploitasi oleh

27
pihak-pihak tertentu yang ingin berhasil atau mendapatkan suara terbanyak pada

saat pemilihan, setelah berhasil lupa dan tidak ada upaya untuk memperhatikan

kehidupan nelayan.

Kemiskinan pada nelayan tidak berdiri sendiri. Mereka miskin karena

mereka memang miskin secara budaya (sumberdaya, mindset, mental dan semua

aspek internal mereka) dan mereka miskin karena faktor eksternal (kebijakan,

intervensi pasar dan semua aspek di luar kendali nelayan).

a. Kurangnya Pengetahuan dan Keterampilan

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan dengan kemiskinan

sepertisepasang sebab dan akibat. Yang satu bisa menjadi sebab bagi yang lain.

Demikianlah yang dialami masyarakat nelayan. Mereka terbelakang pendidikan

sehingga sulit meretas kemiskinannya, dan karena mereka miskin sehingga sulit

beranjak dari keterbelakangan pendidikan. Lemahnya pendidikan menjadi sumber

utama kebuntuan jalan bagi nelayan. Dari sisi ekonomi mereka tidak mampu

mengatur pengelolaan keuangan dengan baik. Dari sisi keterampilan mereka

terbatas pada penggunaan teknologi alat tangkap atau budidaya yang sederhana,

sehingga akses mereka hanya pada jarak yang dekat yang tentu signifikan dengan

hasil yang juga tidak terlalu banyak. Pada sisi lain, keterbelakangan penguasaan

teknologi penangkapan menggiring mereka untuk menggunakan alat-alat atau cara

yang sesungguhnya merusak sumberdaya yang mereka kelola, misalnya dengan

pengeboman, potassium, sianida ataupun tuba, juga metode penangkapan dengan

berburu (merusak karang).

b. Kepemilikan Sumber Pendapatan yang Bersifat Common Property

28
Laut sebagai tempat mencari ikan bagi nelayan merupakan tempat

pencarian yang bersifat milik umum (common property) yang dibarengi dengan

rezim pengelolaan yang bersifat akses terbuka (open access). Kondisi ini

membuat nelayan tradisional umumnya tidak mampu bersaing mendapatkan hasil

yang sama dengan nelayan lain yang memiliki armada tangkap yang lebih besar.

Di laut nelayan bersaing dengan nelayan yang lebih kuat daya tangkapnya, di

darat nelayan harus berurusan dengan retribusi yang kadang kurang berpihak pada

kesejahteraan nelayan kecil. Sehingga tidak heran jika nelayan kadang tidak mau

mendaratkan kapalnya pada tempat yang sudah disiapkan pemerintah, karena

menghindari impas pengeluaran dan pendapatannya. Pada kondisi yang lebih

buruk, di sebagian wilayah pesisir telah terjadi destructiv fishing dan over fishing

sehingga hasil yang diperoleh nelayan kecil semakin sedikit. Untuk memperoleh

hasil yang lebih banyak mereka harus menempuh jarak yang lebih jauh yang

berefek pada BBM dan biaya yang lebih besar. Maka semua hal-hal ini kemudian

menjadi seperti lingkaran setan bagi nelayan yang semakin menyulitkan mereka

keluar dari keterpurukan ekonominya.

c. Lemahnya manajemen keuangan nelayan

Salah satu faktor yang menyulitkan nelayan dalam menata keuangan

adalah berfluktuasinya pendapatan mereka. Ketidakmenentuan pendapatan

tersebut disebabkan oleh musim, dan ketersediaan sumberdaya ikan pada daerah

penangkapan mereka. Kondisi ini diikuti oleh kecenderungan nelayan untuk

melakukan utang piutang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya terutama saat

paceklik tiba. Pada sebagian besar nelayan juga terdapat sifat boros dan malas

29
menabung. Hasil laut yang kadang melimpah dan harganya tinggi menjadikan

nelayan berpikir bahwa akan selalu ada hasil yang melimpah disediakan oleh laut,

sehingga menghabiskan apa yang ada saat ini bukanlah suatu hal yang keliru.

Mereka juga berpikir tidak perlu menabung selagi masih mampu bekerja, karena

akan selalu ada hasil laut yang lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

d. Konflik Sosial Nelayan

Kondisi yang banyak terjadi di laut saat ini adalah persaingan

mendapatkan sumberdaya yang terbatas. Hal ini tentu saja lambat laun akan

menimbulkan konflik. Konflik sosial nelayan umumnya disebabkan oleh konflik

penggunaan alat tangkap. Ada nelayan yang menggunakan alat tangkap sederhana

seperti pancing, disisi lain ada nelayan yang menggunakan pukat, hal ini

menimbulkan konflik karena hasil tangkapan jauh berbeda. Selain jumlah hasil

tangkapan berbeda, perbedaan alat tangkap juga menyebabkan perbedaan kelas

social dan hal ini pun berpotensi konflik.

Memetakan kemiskinan merupakan pekerjaan penting agar kita tidak

dibingungkan oleh wacana yang sering berkembang. Ada yang mengatakan

bahwa nelayan itu miskin. Bahkan termiskin diantara orang miskin (the poorest of

the poor). ada pula yang mengatakan nelayan tidaklah miskin. Buktinya ketika

terjadi krisis, nelayan tenang-tenang saja. Bahkan nelayan pula yang menikmati

buah krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997.

Berdasarkan ukurannya, kemiskinan dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan

relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif merupakan kemiskinan yang

diukur dengan membandingkan satu kelompok pendapatan dengan kelompok

30
pendapatan lainnya. Misalnya, suatu kelompok nelayan penghasilan satu juta

rupiah per bulan. Bisa jadi mereka tidak tergolong miskin berdasarkan ukuran

garis kemiskinan. Namun bisa jadi ukuran kemiskinan tersebut dapat dikatakan

miskin bila dibandingkan dengan para pengusaha cold storage. Kemiskinan reatif

tersebut identik dengan istilah kesenjangan. Ada banyak ukuran kesenjangan

tersebut dan palin populer adalah ukuran (gini) rasio.

Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang dilihat dari ukuran garis

kemiskinan (poverty line). Garis kemiskinanpun bermacam-macam, tergantung

pada instansi yang mengeluarkan. Misalkan, BPS menerapkan garis kemiskinan

dengan ukuran kalori. Sementara Bank Dunia menggunakan ukuran pendapatan

sebagai ukuran kemiskinan.

Dua aliran besar dalam dalam konteks kemiskinan nelayan yakni:

a. Aliran modernisasi adalah aliran yang menganggap bahwa persoalan

kemiskinan disebabkan faktor internal masyarakat. Aliran ini menyatakan

kemiskinan nelayan terjadi sebagai akibat dari faktor budaya atau kemalasan,

keterbatasan modal, teknologi, keterbatasan manajemen, dan kondisi sumber

daya alam umumnya kemiskinan tipe ini disebut dengan kemiskinan kultural

dan alamiah. Karena ini aliran ini selalu sarat dengan proposal modernisasi

nelayan yaitu bahwa sudah sepatutnya nelayan mengubah budayanya,

meningkatkan kapasistas teknologinya dan memperbaiki sistem usahanya.

b. Aliran struktural adalah yang menganggap bahwa faktor eksternal yang

menyebabkan kemiskinan nelayan. Jadi, menurut aliran ini nelayan miskin

bukan faktor budaya atau keterbatasan modal, melainkan karena faktor

31
eksternal yang mengahambat proses mobilitas vertikal nelayan. faktor

eksternal tersebut berjenjang, baik pada tingkat mikro desa maupun pada

tingkat mikro struktural pada tingkat mikrodesa masih ditentukan sejumlah

hubungan patron-clien yang bersifat asimetris, yaitu suatu pola hubungan

transfer surplus dari nelayan ke patron. Sementara itu, pada tingkat

makrostruktural, belum adanya dukungan politik terhadap pembangunan

kelautan dan perikanan sehingga sektor tersebut tidak mampu berkembang

sebagaimana sektor-sektor lainnya.

2.3. Konsep Masyarakat Nelayan

Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan

kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah sekumpulan manusia

yang saling bergaul, atau dengan istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup

manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat

kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

Menurut Soekanto (1995), masyarakat atau komunitas adalah merujuk

pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah (dalam arti

geografi) dengan batas-batas tertetu, dimana yang menjadi dasarnya adalah

interaksi yang lebih besar dari anggota-anggotanya dibanding dengan penduduk

diluar batas wilayah.

Masyarakat menurut Horton et.al. mendefenisikan masyarakat sebagai sek

umpulan manusia yang secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama cukup

lama mendiami suatu wilayah tertentu memiliki kebudayaan sama dan melakukan

sebagian besar kegiatan dalam kelompok tersebut.

32
Menurut Ralp Linton dalam Sitorus (1998) yang mengartikan masyarakat

sebagai kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama

sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka

sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan secara jelas.

Sementara itu Soekanto (1995) memerinci unsur-unsur masyarakat

sebagai:

a. Masyarakat yang hidup bersama

b. Mereka bercampur untuk waktu yang lama

c. Mereka sadar sebagai satu kesatuan, dan

d. Mereka merupakan satu sistem yang hidup bersama

Sedangkan menurut Mac Laver, masyarakat adalah sekelompok manusia

yang mendiami territorial tertentu dan adanya sifat-sifat yang saling tergantung,

adanya pembagian kerja dan kebudayaan bersama.

Dari berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat

memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Interaksi diantara sesama anggota masyarakat.

b. Menempati wilayah dengan batas-batas tertentu.

c. Saling tergantung satu dengan yang lainnya.

d. Memiliki adat istiadat tetentu/kebudayaan.

e. Memiliki identitas bersama.

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan

ikan. Pengertian mata pencaharian adalah sumber nafkah utama dalam memenuhi

kebutuhan hidup dengan menangkap ikan. Sedangkan nelayan menurut Undang-

33
Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan adalah orang yang mata

pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Dalam UU Nomor 31 Tahun 2004,

nelayan dan nelayan kecil mempunyai definisi berbeda yaitu nelayan kecil adalah

orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari. Jadi pembuat Undang-Undang membedakan

berdasarkan besar kecil skala penangkapan tetapi dalam penegakan hukum hanya

mengenal istilah nelayan, tidak membedakan nelayan kecil atau besar. Ditjen

Perikanan (2000), menedefinisakn nelayan sebagai orang yang secara aktif

melakukan pekerjaan dalam operasi penagkapan ikan (binatang air lainnya dan

tanaman air). Ensiklopedia Indonesia mendefenisikan nelayan yaitu orang yang

secara aktif melakukan kegiatan penangkapan ikan, baik secara langsung (seperti

penebar dan pemakai jaring), maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi

perahu layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal

penangkapan ikan) sebagai mata pencaharian.

Menurut Satria (Deden, 2011: 120) mengatakan bahwa nelayan dapat kita

bagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik atau juragan

adalah orang yang memiliki sarana penangkapan seperti kapal/perahu, jaring, dan

alat tangkap lainnya.Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat

tangkap milik orang lain, sebaliknya nelayan juragan adalah nelayan yang alatnya

dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang

memiliki peralatan tangkap sendiri dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan

orang lain. Sementara nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja

sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut.Tipologi dapat diartikan

34
sebagai pembagian masyarakat ke dalam golongan-golongan menurut kriteria-

kriteria tertentu. Kriteria dalam tipologi masyarakat nelayan dapat dilihat

berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu:

1. Dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap yang dimiliki

nelayan.

Dalam sudut pandang ini, nelayan bisa dibedakan menjadi dua golongan,

yaitu golongan nelayan yang mempunyai alat-alat produksi sendiri (pemilik alat

produksi), dan golongan nelayan yang tidak mempunyai alat-alat produksi sendiri

(nelayan buruh), dalam hal ini nelayan buruh hanya dapat menyumbang jasa

tenaganya dalam kegiatan menangkap ikan serta mendapatkan upah yang lebih

kecil dari pada nelayan pemilik alat produksi.

2. Dari segi skala investasi modal usahanya.

Nelayan yang di pandang dari sudut pandang ini dapat di golongkan

menjadi dua tipe, yaitu nelayan besar yang memberikan modal investasi dengan

jumlah yang banyak untuk kegiatan menangkap ikan dan nelayan kecil yang

hanya bisa memberikan modal investasinya dengan jumlah yang sedikit.

3. Berdasarkan tingkat teknologi peralatan tangkap ikan, nelayan dapat

dibedakan menjadi nelayan modern dan nelayan tradisional.

Nelayan modern cenderung lebih menggunakan teknologi canggih dan

berpendapatan lebih besar dibandingkan dengan nelayan tradisional, ini

dikarenakan nelayan modern wilayah produksinya dapat menjakau perairan yang

lebih jauh.

35
Nelayan bukanlah merupakan suatu etnis tunggal, mereka terdiri dari

beberapa kelompok:

1. Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi

tiga kelompok yaitu:

a. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik

orang lain.

b. Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap milik orang

lain.

c. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap

sendiri dan dalam pngoperasiannya tidak melibatkan orang lain (mulyadi,

2015)

2. Ditjen Perikanan (2002) mengklasifikasikan nelayan berdasarkan waktu yang

digunakan dalam melakukan pekerjaan operasi penangkapan/pemeliharaan

yaitu:

a. Nelayan/petani ikan penuh yaitu nelayan/petani ikan yang secara penuh

waktu pekerjaannya digunakan unuk melakukan pekerjaan operasi

penagkapan pemeliharaan ikan.

b. Nelayan/petani ikan sambilan utama yaitu nelayan/petani ikan yang

sebagian besar waktu pekerjaannya digunakan untuk melakukan pekerjaan

operasi penangkapan ikan/pemeliharaan ikan/tanaman air.

c. Nelayan/petani ikan sambilan tambahan yaitu nelayan atau petani ikan yang

sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan

penangkapan/binatang air lainnya/tanaman air.

36
3. Berdasarkan kepemilikan sarana penagkapan ikan, nelayan diklasifikasin

sebagai berikut:

a. Nelayan penggarap adalah orang yang sebagai kesatuan menyediakan

tenaganya turut serta dalam penangkapan ikan laut, bekerjasama dengan

sarana penagkapan ikan milik orang lain.

b. Juragan/pemilik adalah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun

berkuasa /memiliki atau kapal/perahu dan alat-alat penagkapan ikan yang

dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan, yang dioperasikan oleh orang

lain. Jika oemilik tidak melaut maka disebut juragan/pengusaha. Jika

pemilik sekaligus bekerja melaut menangkap ikan maka dapat disbut

sebagai nelayan sekaligus pemilik kapal

4. Penggolongan nelayan dilihat dari kapasitas teknologi (alat tangkap dan

armada), orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi adalah

a. Pemenuhan kebutuhan sendiri. Umumnya nelayan golongan ini masih

menggunakan alat tangkap tradisional, seperti dayung atau sampan tidak

bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja

utama.

b. Post-peasant fisher dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan

ikan yang lebih maju seperti motor tempel atau kapal motor. Penguasaan

sarana perahu motor tersebut semakin membuka peluang bagi nelayan untuk

menangkap ikan di wilayah perairan yang lebih jauh dan memperoleh

surplus dari hasil tangkapannya karena mempunyai daya tangkap lebih

besar. Umunya, nelayan jenis ini masih beroperasi di wilayah pesisir. Pada

37
jenis ini, nelayan sudah berorientasi pasar. Sementara itu, tenaga kerja yang

digunakan sudah mel uas dan ti dak bergantung pada anggota keluarga saja.

c. Commercial fisher, yaitu nelayan yang telah berorientasi pada peningkatan

keuntungan. Skala usahanya sudah besar yang dicirikan dengan banyaknya

jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh hingga manajer.

Teknologi yang di gunakanpun lebih modern dan membutuhkan keahlian

tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya.

d. Industrial fisher, ciri nelayan jenis ini adalah diorganisasi dengan cara cara

yang mirip degan perusahaan agroindustri di negara-negara maju secara

relatif lebih padat modal, memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari

pada perikanan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak perahu, dan

menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi ekspor.

5. Berdasarkan perahu/kapal penangkapan ikan yang digunakan nelayan dapat

dibedakan menjadi:

a. Nelayan perahu tak bermotor terdiri dari nelayan jukung nelayan perahu

papan (kecil, sedang dan besar)

b. Nelayan berperahu motor tempel

c. Nelayan berkapal motor, menurut GT (Gross Ton) terdiri dari: kurang dari 5

GT, 5-10 GT, 10-20- GT, 20-30 GT, 30-50 GT, 50-100 GT, 100-200 GT,

200-500 GT, dan diatas 500 GT.

Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan

berkembang dikawasan pesisir yakni suatu kawasan transisi antara wilayah dan

laut. Masyarakatnelayan memiliki integrasi sosial yang baik, sikap gotong royong

38
mereka sangat besar sebagai konsekuensi dari sifat pekerjaan mereka yangharus

saling membantu untuk menghadapi berbagai kesulitan khususnya sedang

melakukan kegiatan penangkapan.

Masyarakat nelayan dapat di pandang debagai suatu lingkungan hidup dari

satu individu atau satu keluarga nelayan. Dengan kata lain masyarakat nelayan

dibentuk oleh sejumlah rumah tangga nelayan dan tiap rumah tangga merupakan

lingkungan hidup bagi yang lainnya (Mantjoro, 1995). Kehidupan masyarakat

nelayan adalah keadaan nyata yang dapat diungkapkan melalui usaha mereka

yang dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan, kondisi alam tidak menunjang,

terbatasnya modal dan tingkat pendidikan yang rendah sehingga mengakibatkan

keadaan sosial ekonomi lemah.

2.4. Kerangka Pikir

Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup tumbuh dan

berkembang di kawasan pesisir yakni suatu kawasan transisi antara wilayah laut

dan darat. Masyarakat nelayan sangat menggantungkan hidupnya dan

memanfaatkan sumber daya alam yang ada dilaut.Oleh karena itu, dengan adanya

pemanfaatan sumber daya laut secara intensif, optimal dan terkendali dapat

mendorong adanya pertumbuhan ekonomi lokal yang tinggi serta dapat

memberikan efek keuntungan yang besar bagi kesejahteraan masyarakat pesisir.

Namun pada kenyataannya, sampai sekarang wilayah pesisir dan laut belum

menjadi prioritas utama bagi pertumbuhan ekonomi secara nasional dan belum

dapat untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat nelayan, sehingga pada

saat ini dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat nelayan masih berada

39
dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan pada masyarakat nelayan ini ada dua

bentuk yaitu kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Dan dipengaruhi

beberapa faktor yaitu keterbatasan modal, kebiasaan bergantung pada alam serta

kurangnya perhatian pemerintah (tidak ada bantuan tempat pelelangan ikan).

Maka dari itu dibutuhkan strategi untuk mengatasi masalah kemiskinan pada

masyarakat nelayan. Strategi yang digunakan meliputi strategi modal pinjam,

menambah jenis usaha serta bekerjasama dengan tengkulak.

40
Kemiskinan Masyarakat Nelayan
di Desa Mekar Sama

Faktor Penyebab Kemiskinan Faktor Penyebab Kemiskinan

 Kurangnya Perhatian  Keterbatasan Modal


Pemerintah (tidak adanya  Kebiasaan nelayan
tempat pelelangan ikan) bergantung pada alam

Bentuk Kemiskinan Struktural Bentuk Kemiskinan Kultural

 Bekerjasama dengan  Melakukan pinjaman


Tengkulak
Strategi Adaptasi  Menambah Jenis Usaha

41
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Mekar Sama, Kecamatan Napabalano

Kabupaten Muna, dengan alasan penduduk desa Mekar Sama mayoritas

berprofesi sebagai nelayan yang tergolong masyarakat nelayan dibawah garis

kemiskinan.

3.2. Informan Penelitian

Penelitian ini adalah para masyarakat nelayan miskin yang berada di Desa

Mekar Sama, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna yang ditentukan secara

purposive yaitu sebanyak 8 informan.Purposive sampling adalah teknik

pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Dalam

konteks penelitian ini informan adalah mereka yang mengetahui fokus penelitian

ini.

3.3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yaitu memberikan gambaran

dengan fakta data dan informasi untuk menjelaskan bentuk-bentuk kemiskinan,

faktor-faktor penyebab kemiskinan dan strategi adaptasi nelayan miskin di Desa

Mekar Sama, Kecamatan Napabalano Kabupaten muna.

42
3.4. Jenis Data dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi data

kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan

pengujian yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti

penentuan teknik analisis dan formula statistik yang akan digunakan. Data

kuantitatif lebih memberikan makna dalam hubungan penafsiran angka statistik

bukan makna secara kebahasaan. Sedangkan data penelitian kualitatif diperoleh

berdasarkan interaksi dengan informan dalam latar alamiah maka penelitilah

sebagai instrumen utama. Meski demikian tetap saja diperlukan perlengkapan

yang perlu dipersiapkan untuk memudahkan misalkan kamera dan alat tulis

termaksud lebar cacatan lapangan (Bogdan dan Taylor, 1993).

2. Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data, berdasarkan sumbernya. (Sugiyono, 2008), data dibedakan

menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara lansung dari objek

penelitian. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti lansung dari sumber

pertama atau tempat objek penelitian dilakukan

b. Data sekunder yaitu data atau informasi yang diperoleh tidak langsung dari

objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder

adalah jurnal serta situs di internet yang berkenan dengan penelitian yang

dilakukan.

43
3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data degan cara memperoleh informasi.

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan

dengan dua pihak, pihak pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan.

b. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis yang dengan

mengadakan suatu pengamatan secara terus-menerus. Observasi dimaksudkan

sebagai pengamatan dan pencatatan fenomena yang diteliti. Observasi

memungkinkan melihat dan mengamati sendiri perilaku dan kejadian

sebagaimana keadaan sebenarnya.

c. Dokumentasi

Yaitu suatu bentuk data yang diperoleh dari arsip arsip yang telah ada sebelumnya

berupa profil Desa Mekar Sama, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna.

3.6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan bagian yang penting dalam penelitian kualitatif.

pada bagian ini memerlukan pekerjaan yang sistematis, komunikatif, dan

komperehensif dalam merangkai dan merespon, mengorganisasi data menyusun

data dan merakitnya kedalam satu kesatuan yang logis sehingga jelas

kaitannya.Data yang diperoleh nantinya akan diolah dengan menggunakan teknik

analisis dekspritif, analisis yag berlangsung melalui empat tahap, yaitu:

44
a. Data collection (tahap pengumpulan data) yaitu pada saat proses memasuki

lingkungan penelitian dan melakukan pengumpulan data penelitian.

b. Data reduction (tahap reduksi data) yaitu pada saat proses pemilihan data

pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan

c. Data display (tahap penyajian data) yaitu penyajian informasi dalam

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan.

d. Tahap penarikan kesimpulan, pada tahap ini penarikan kesimpulan dari data

yang dianalisis sehingga akan diharapkan penelitian benar-benar

menggambarkan kenyataan.

45
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah singkat Desa Mekar Sama

Desa Mekar Sama adalah salah satu desa yang berada di pesisir laut di

Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna. Desa ini berdiri pada tahun 2014 yang

sebelumnya desa Mekar Sama ini masuk dalam Lingkungan VI kelurahan Tampo.

Tetapi dengan berjalannya waktu, kemudian berubah menjadi sebuah desa.

2. Keadaan Geografis

Desa Mekar Sama terletak di Kecamatan Napabalano, Kabuapten Muna,

dengan luas wilayah 1.530 Km2. Desa Mekar Sama memiliki batas-batas wilayah:

a) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Tampo

b) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Napabalano

c) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Napabalano

d) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bahari Bontu-Bontu Kecamatan

Towea, Kabupaten Muna.

3. Keadaan Demografis

a. Jumlah Penduduk

Berdasarkan registrasi penduduk pada tahun 2016, penduduk Desa Mekar

Sama berjumlah 1.300 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 323 KK.

46
b. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Penduduk Desa Meka Sama pada tahun 2016 berjumlah 1.300 jiwa dengan

perincian jenis kelamin laki-laki sebanyak 657 jiwa dan jumlah perempuan

sebanyak 643 jiwa. Secara umum sebagian besar penduduk Desa Mekar Sama

berusia produktif. Adapun komposisi menurut umur dan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel:

Tabel 1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Jiwa Presentase (%)

1 Laki-laki 657 50,6

2 Perempuan 643 49,4

3 Total 1.300 100

Sumber: Kantor Desa Mekar Sama 2016

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa komposisi penduduk Desa

Mekar Sama yang memiliki presentase terbanyak adalah pada jenis kelamin laki-

laki sebanyak 657 jiwa (50,6%), sedangkan jumlah perempuan sebanyak 643

(49,4%) dengan jumlah total sebanyak 1.300 jiwa.

c. Komposisi Penduduk Menurut Umur

Penduduk Desa Mekar Sama memiliki jumlah jiwa sebanyak 1.300 jiwa,

hal ini dapat dilihat dari jumlah jiwa menurut umur tahun2016. Adapun komposisi

penduduk dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Komposisi penduduk menurut umur

No Umur (Tahun) Jumlah umur Presentase (%)

1 0-4 153 11.7

47
2 5-9 164 12.6

3 10-14 149 11.4

4 15-19 169 13

5 20-24 118 9.7

6 25-29 140 10.7

7 30-34 116 8.9

8 35-39 100 7.6

9 40-44 74 5.6

10 45-49 30 2.3

11 50-54 30 2..3

12 55-59 20 1.5

13 60-64 25 1.9

14 65 ke atas 12 0.9

Total 1300 100

Sumber : Kantor Desa Mekar Sama 2016

Dari tabel 2 diatas maka dapat disimpulkan bahwa komposisi penduduk

Desa Mekar Sama menurut usia dari usia 0-65 tahun keatas yang memiliki

presentase tertinggi adalah pada usia 15-19 tahun yakni sebesar (13%).

d. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

Sesuai dengan keadaan lingkungan alam masyarakat Desa Mekar Sama

yang berada di pinggir laut yang sangat potensial dengan sumber mata

pencaharian sebagai nelayan.nelayan dijadikan sebagai mata pencaharian pokok

48
yang dijalani selama ini. Untuk mengetahui lebih jelas mata pencaharian yang

digeluti oleh penduduk di Desa Mekar Sama dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan

No Mata pencaharian Jumlah jiwa Presentase (%)

1 Pegawai negeri sipil 5 2,17

2 Petani 30 13,04

3 Nelayan 150 65,21

4 Pedagang 20 8,69

5 Buruh 15 6,52

6 Honorer 10 4,24

Total 230 100

Sumber : Kantor Desa Mekar Sama 2016

Berdasarkan tabel diatas maka dapat dilihat bahwa penduduk Desa Mekar

Sama yang bermata pencaharian terbanyak adalah sebagai nelayan yaitu sebanyak

150 jiwa atau sebanyak (65,21%), sedangkan mata pencaharian terendah adalah

pegawai negeri sipil sebanyak 5 jiwa 2,17%) kemudian petani sebanyak 30 jiwa

(31.04%), kemudian pedagang sebanyak 20 jiwa (8,69%), buruh sebanyak 15 jiwa

(26,52%), dan honorer sebanyak 10 jiwa (4,24%). Dari tabel tersebut, jelas bahwa

penduduk Desa Mekar Sama sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai

nelayan dalam memenuh kebutuhan sehari-hari dengan melakukan penangkapan

ikan.

49
e. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

seseorang dalam berpikir dan bertindak terutama dalam hubungan dengan

kesesuaian pekerjaan yang akan dikerjakan. Pendidikan yang relatif ini akan lebih

mendorong untuk bekerja dengan menggunakan teknik-teknik lebih terampil dan

dinamis dalam menjalankan aktivitas keseharian.

Dalam penelitian ini tingkat pendidikan yang dimaksud adalah tingkat

pendidikan formal yang diperoleh dan ditamatkan oleh penduduk Desa Mekar

Sama. Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan tersebut disajikan dalam pada tabel

berikut:

tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Presentase (%)

1 SD 530 66

2 SMP 189 22,13

3 SMA 100 11,70

4 Akademi 20 2,34

5 Universitas 15 1,75

Total 854 100

Sumber : Kantor Desa Mekar Sama 2016

Pada tabel 4 diatas menunjukan bahwa masyarakat Desa Mekar Sama

kebanyakan adalah tamatan SD yakni sebanyak 530 jiwa atau (66 %), dan yang

memiliki tingkat pendidikan terendah adalah tingkat universitas yakni sebanyak

50
10 jiwa (1.75%). Tingkat SMP sebanyak 189 jiwa (22,13%), tingkat SMA

sebanyak 100 jiwa (11,70%) dan pada tingkat akademi sebanyak 20 jiwa (2,34%)

Dari tabel diatas telah menunjukan di Desa Mekar Sama memiliki masalah

pendidikan yang merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan oleh

pemerintah daerah untuk menunjang perkembangan didesa ini. Sebab dengan

pendidikan yang sangat rendah yang mereka miliki maka sangatlah berpengaruh

pada tingkat pendapatan.

4.2. Bentuk Kemiskinan Nelayan di Desa Mekar Sama

1. Bentuk Kemiskinan Struktural

Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan

ikan. Pengertian mata pencaharian adalah sumber nafkah utama dalam memenuhi

kebutuhan hidup dengan menangkap ikan. Masyarakat nelayan Desa Mekar Sama

masih tergolong miskin. Kemiskinan merupakan problematika manusia yang telah

mendunia dan hingga kini masih menjadi isusentral dibelahan bumi manpun.

Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan dipandang sebagai penyakit sosial

ekonomi yang paling banyak dialami oleh negara berkembang. Adapun bentuk

kemiskinan yang ada di desa Mekar Sama adalah yang pertama Kemiskinan

struktural dimana kurangnya bantuan dari pemerintah untuk masyarakat nelayan,

khususnya untuk sarana dan prasarana belum dirasakan oleh nelayan seperti

belum adanya tempat pelelangan ikan (TPI) untk masyarakat desa Mekar Sama,

dan tidak adanya bantuan alat tangkap bagi nelayan. , seperti yang diungkapakan

oleh bapak Agus yang berusia 46 tahun yaitu sebagai berikut:

Disini kalau sudah tiba dari melaut itu, hasil tangkapannya kalau bukan
diambil sama orang diluar desa ah kita bawa dipasar mana jauh sekali.

51
Kita harapnnnya itu pemerintah bisa membuatkan kita tempat pelelangan
ikan, supaya kita tidak kesusahan untuk pergi jual hasil tangkapan. Kalau
kita kasih sama orang luar yag sudah jadi langganan juga kadang mereka
juga ambil dengan harga murah. Jadi kami itu berharap sama pemerintah
bisa dibuatkan tempat lelang. Supaya masyarakat nelayan disini tidak
kesusahan lagi. Kita sudah susah tambah susah. (wawancara, 15 November
2018)

Dari wawancara diatas menggambarkan bahwasanya masyarakat nelayan

di Desa Mekar Sama, mengharapkan bantuan dari pemerintah untuk membangun

Tempat Pelelangan Ikan (TPI) agar masyarakat nelayan tidak kesusahan untuk

menjual hasil tangkapannya ke tempat lain yang jaraknya tidak begitu dekat.

Selain tidak adanya kebijakan pemerintah untk membangun tempat

pelelangan ikan (TPI) di Desa Mekar Sama, masyarakat juga menyayangkan tidak

adanya bantuan alat tangkap untuk para nelayan, seperti yang di ungkapkan oleh

bapak Ncilo berusia 39 Tahun yaitu sebagai berikut:

Nelayan disini tidak mendapatkan sama sekali bantuan dari pemerintah


untuk alat tangkap. Jadi masyarakat disini menggunakan alat tangkap itu
yang sederhana. Seandainya pemerintah lebih memihak kepada
masyarakat nelayan disini mungkin kehidupannya kita juga bisa
berkembang sedikit. Ini sudah tidak ada bantuan sama sekali, jangankan
alat tangkap, Tempat pelelangan ikan saja tidak ada untu masyarakat
nelayan disini. (wawancara 15 November 2018).

Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwasnya tidak ada bantan

sama sekali dari pemerintah untuk masyarakat nelayan di desa Mekar Sama

Kecamatan Napabalao Kabupaten Muna yang bisa membuat masyarakat nelayan

lebih berkembang sedikit.

Gambar 1. Gambar nelayan lagi memperbaiki alat tangkap

52
(Sumber: Dokumentasi Penelitian 2018)

Gambar diatas adalah gambar seorang nelayan yang sedang memperbaiki

alat tangkap yang digunakan untuk melakukan pencarian ikan/melaut. Dari

gambar diatas bisa kita lihat bahwasanya alat yang digunakan nelayan diatas

merupakan alat yang sangat sederhana yaitu berupa pukat, jaring dan perahu.

Alat-alat tersebutlah yang digunakan oleh para nelayan yang berada di Desa

Mekar Sama, Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna untuk digunakan sehari-

hari.

Gambar 2: potret perumahan nelayan di Desa Mekar Sama

53
(Sumber: dokumentasi penelitian 2018)

Gambar diatas adalah gambar rumah nelayan. ini berada di laut hanya saja

akibat turunnya air laut sehinngga kelihatan seperti perumahan yang ada di darat.

Rumah nelayan di Desa Mekar Sama rata-rata rumah panggung yang

berdindingkan kayu yang sebagian tembus pandang dari luar rumah dan beratap

seng.

2. Bentuk Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat

adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal

dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf

hidupnya dengan tata cara yang modern. Kebiasaan seperti ini biasa berupa sikap

54
malas, pemboros, kurang kreatif, dan relati pula bergantung pada pihak lain.

seperti yang diugkapkan oleh ibu Uti berumur 37 tahun yaitu sebagai berikut:

Bagaimana caranya mau berkembang kalau tidak ada yang kita tau.
Tidak ada keterampilan yang kita tau. Yang kita tau hanya bantu-bantu
suami saja, baru kita mau buka usaha lain juga tidak ada modal utuk buka
usaha, jadi kita mau bikin apa kalau sudah begutu. Terpaksa hanya cari
ikan saja yang bisa dikerja, dan kalau soal boros kita tidak boros,
bagaimana mau boros pendapatan saja pas-pasan. Mau lewat dimana kita
mau boros. Hanya itumi tidak ada keterampilan yang kita tau dan tidak
ada modal, seandainya ada keterampilannya kita mungkin bisa juga kita
bikin untuk dijual supaya ada tambahannya pendapatan. (wawancara 15
November 2018).
.
Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwa tidak berkembangnya

masyarakat disana diakibatkan kurangnya pengetahuan untuk melakukan suatu

keterampilan yang bisa menunjang pendapatan ekonomi masyarakat serta tidak

adanya moal yang ada sehingga tidak adanya kesempatan untuk membuka usaha

untuk masyarakat di Desa Mekar Sama.

Bentuk kemiskinan pada masyarakat nelayan di Desa Mekar Sama,

Kecamatan Napabalano, Kabupaten Muna yang meliputi kemiskinan Kultural dan

kemisikinan Struktural sejalan dengan pandangan Chambers (1983), bahwa

kemiskinan kultural merupakan bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat

adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal

dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf

hidupnya dengan tata cara yang modern. Sedangkan kemiskinan struktural adalah

bentuk kemiskinan yang disebabkan oleh karena rendahnya akses terhadap

sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu tatanan sosial budaya

ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya pembebasan kemiskinan.

4.3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan di Desa Mekar Sama

55
a. Keterbatasan Modal

Salah satu ciri dari kemiskinan yang sudah dikenali para ahli adalah

kehausan rumah tangga miskin khususnya di pedesaan dan pesisir terhadap kredit

berbunga lunak. Tetapi, ini bukan berarti setiap pemberian bantuan modal usaha

berbunga lunak kepada rumah tangga miskin selalu berfungsi efektif. Seperti yang

diungkapkan oleh bapak Muhammad 50 tahun sebagai berikut:

Kami nelayan kendalanya di modal. Pendapatan yang didapat dari melaut


hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, kalau
lebihnya juga untuk biaya sekolah anak. Bagus lagi kalau cuaca
mendukung saat turun melaut dan banyaak hasil tangkapan, tapi kalau
tidak yah kita bersyukur saja.(wawancara 17 November 2018).

Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwa sebagian nelayan di

desa Mekar Sama mempunyai kendala permodalan. Ada sebagian nelayan yang

kurang memiliki modal. Hasil tangkapan yang di dapat hanya untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari,

Kehidupan nelayan kerap dihadapkan dengan berbagai persoalan salah

satunya yaitu keterbatasan modal. Kesulitan pada modal merupakan salah satu

faktor yang membuat nelayan sulit berkembang baik kesejahteraannya maupun

untuk peningkatan produktifitasnya.seperti yang diungkapkan oleh bapak Andi 36

tahun yaitu sebagai berikut:

Kalau modal kita kurang juga, biasanya kalau saya pinjam sama keluarga
yang didarat yang berada, kalau sudah tidak adami uang sama keluarga
didaratmi kita pinjam uang untuk modalnya kita. Kita mau pinjam di
bank takut juga jangan sampai kita tidak bisa bayarkarena hasil
tangkaapn tidak menentu. Karena masalahnya kita ini juga di modal, jadi
pokonya kalau saya tidak ada modalku saya pergi sama keluargaku,
alhamdlulillah keluarga yang didarat mengerti juga dan sudah percaya
jugga sama kita. (wawancara 17 November 2018).

56
Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwa karena kurangnya

modal sendiri yang dimiliki nelayan untu memenuhi kebutuhannya maka

melakukan pinjaman terhadap keluarga yang didarat yang memiliki tingkat

kehidupan lebih tinnggi, dibandingkan memilih pinjaman bank yang diangap

resikonya sangat besar yaitu penyitaan alat tangkap dan perahu jika beberapa kali

melakukan penundaan pembayaran atau penyetoran.

b. Kurangnya perhatian pemerintah

Selain keterbatasan pengetahuan dan modal usaha, kemiskinan nelayan juga

disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana. Kurangnya perhatian dari

pemerintah seperti mengadakan sarana dan prasaran menyebabkan masyarakat

nelayan mengalami kesenjangan. Seperti yang diungkapkan olena masyarakat

desa sama yang bernana Bapak Ido 53 tahun yaitu sebagai berikut:

“untuk masayarakat disini tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.


Kalau mau harapkan bantuan dari pemerintah supaya bisa bekerja sangat
tidak mungkin. Yang kita butuhkan ini tempat untuk melelangkan ikan.
Karena susah sekali habis melaut tidak ada tempat untuk melelangkan
ikannya kita.” (wawancara 17 November 2018).

Dari hasil wawancara diatas menggambrkan bahwasanya tidak adanya

bantuan dari pemerintah untuk masyarakat nelayan Desa Mekar Sama untuk

menunjang kehidupan masyarakat nelayan setempat. Kemisikinan yang terjadi

pada desa Mekar Sama bukan karena faktor kemalasan masyarakat itu sendiri,

tetapi melainkan karena adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang membuat

kemiskinan itu muncul. Seperti yang diungkapkan bapak agus yang berumur 46

tahun yaitu sebagai berikut:

Kendala nelayan masyarakat disini selain kena musim ombak besar, ada
juga itu bahan bakar yang tinggi sekali harganya. Kita tidak melaut kalau

57
tidak ada bahan bakar, kita mau pake apa, mau isi air tidak mungkin.
Kalau mahal bahan bakar baru penghasilan melaut juga tdk banyak itu
kita rugi sekali. Seandainya pemerintah tidak menaikan harga bahan
bakar kita tdk mungkin kesusahan di bahan bakar. Ini belum beli bensin,
belum biaya perbaiki pukat belum yang lain-lain. (wawancara 17
November 2018).

Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwasanya karena adanya

kebijakan pemerintah yang menaikan harga bahan bakar membuat nelayan merasa

terbebani edengan kebijakan tersebut. Dengan alasan bahwa jika bahan bakar naik

dengan hasil melaut yang sedikit maka nelayan merasa rugi. Dengan harapan agar

pemerintah tidak membuat kebijakan yang membuat masyarakat rugi.

c. Kebiasaan Bergantung pada alam

Rumah tangga miskin sangat rentan terhadap perubahan pola pemanfaatan

sumber daya alam alam dan perubahan lingkungan. Rumah tangga miskin yang

tinggal di kawasan daerah pesisir sangat tergantung pada sumber daya alam

sebagai sumber penghasilannya. Nelayan merupakan kelompok masyarakat yang

mata pencaharianya sebagian besar bersumber dari aktivitas menangkap ikan dan

mengumpulkan hasil laut lainnya. Seperi yang diungkapkan oleh bapak

Muhammad 50 tahun sebagai berikut:

“Pekerjaannya kita sehari-hari sudah inimi, kita mencari ikan dilaut. Kita
pergi subuh pulannya kadang besok paginya lagi atau kita pergi malam
pulang pagi.karena untuk kaih hidup keluarga dirumah sudah dengan
cara begini. Jadi kita bergantuk sekli sama hasil laut, sudah itumi
pekerjaannya kita. Kadang kalau musim ikan kurang, kita pergi melaut
kadang sampai 3 hari, dengan harapan kita mau dapat banyak tangkapan.
Karna tidak ada yang bisa harapkan selain bergantung sama hasil laut .
yang kasih hidup kita selama ini sudah dari hasil lautmi itu. (wawancara
17 November 2018).

58
Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwasanya nelayan desa

Mekar Sama sangatlah bergantung pada alam. Dimana untuk menghidupi

keluarga sehari-hari masyarakat nelayan mengandalkan hasil tangkapan dari laut

meskipun terkadang memiliki kendala disaat musim penceklik tiba tetapi para

nelayan tetap mengandalkan hasil dari alam yaitu hasil dari laut dengan cara

melaut dengan jangka waktu sampai 3 hari dengan peralatan yang sederhana.

Mereka umumnya hidup dikawasan pesisir pantai dan sangat dipengaruhi

oleh kondisi alam terutama angin, gelombang dan arus laut laut, sehingga

aktivitas penangkapan ikan tidak berlangsung sepanjang tahun. Pada periode

waktu tertentu nelayan tidak melaut karena angin kencang, gelombang besar, dan

arus laut yang kuat. Kondisi alam ini kerap kali disebut musim penceklik yaitu

musim dimana nelayan tidak beraktivitas sama sekali. Seperti yang diungkapakan

oleh seorang ibu rumah tangga yang suaminya bekerja di sektor nelayan atas

nama ibu Uci umur 42 tahun yaitu sebagai berikut:

Disini kita tingalnya di laut, dan pekerjaan juga kerjanya dilaut. Suamiku
itu kerjanya cari ikan. tapi kalau sudah keras ombak, kencang angin
biasanya tidak turun melaut karna nanti terjadi hal yang kita tidak
inginkan. Tapi itumi kalau sudah tidak melaut, kendalanya dikuragnya
pendapatan keuangan. Jadi saya biasanya pintar-pintar atur uang. Karna
kalau nda turun melaut nda ada kerja yang bisa kita kerja, karna yang kita
harapkan hanya apa yang ada dilaut.(wawancara 17 November 2018).

Dari hasil wawancara diatas menggambarkan bahwasanya nelayan sangatlah

bergantung pada alam. Pada saat musik penceklik tiba atau musim keras ombak,

kencang angin maka nekayan tidak turun melaut dnegan alasan bukan karna malas

melainkan resiko sangat besar yang akan dihadapi. Maka dari itu nelayan memilih

59
libur dulu. Namun dampak jika nelayan tidak turun melaut yakni tidak ada

tambahan pendapatn lagi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang

sebelumnya menyangkut tentang kemiskinan yang terjadi pada masyarakat

nelayan yangbanyak faktor yang mepengaruhi sehingga kemiskinan itu terjadi.

Kurangnya ilmu pengetahuan pada masyarakat nelayan Desa Mekar Sama

menyebabkan tidak adanya kegiatan atau usaha lainnya yang bisa di lakukan

karena tidak adanya pengetahuan dan keterampulan yang dimiliki selain bekerja

di sektor maritim sebagai nelayan. selain itu juga karena kurangnya modal yang

dimiliki masyarakat nelayan mengakibatkan kemiskinan itu juga terjadi, karena

keterbatasan modal maka tiak bisa membuka usaha baru untuk menunjang

kehidupan yang kebih baik lagi. Karena para nelayan tidak memiliki ilmu

pengetahuan dan keterbatasan modal sehingga sanat sulit untuk berkembang.

Selain keterbatasan modal dan kurangnya ilmu pengetahuan faktor lain yang

mneyebabkan kemiskinan di Desa Mekar Sama adalah kurangnya perhatian dari

pemerintah yaitu tidak ada bantuan sama sekali dari pemerintah untuk masyarakat

nelayan dalam memperbaki kehidupan untuk lebih layak lagi, karna banyaknya

kebijakan-kebijakan pemerintah yang meyebabkan nelayan tambah miskin, dan

faktor terakhir adalah karena ketergantungan pada alam sangat tingi. Masyarakat

nelayan Desa Mekar Sama sangat bergantung pada alam yaitu apa yang ada dilaut.

Untuk memenuhi keutuhan sehari-hari masyarakat mengandalkan apa yang ada

dialam untuk hidup, sehingga tidak ada cara lain yang bisa di lakukan, ini

dipengaruhi juga karena kurangnya pengetahuan dan kurangnya modal sehigga

60
yang bisa dilakukan dalah dengan memanaatkan apa yang ada di alam sebaik

mungkin. Dari uaraian diatas bahwa bisa dikaitkan dengan konsep mengenai

penyebab kemiskinan (Upe, 2012) yaitu faktor peneybab kemiskinan ada dua

yakni faktor internal meliputi keterbatasan modal dan faktor eksternal yakni

kurangnya perhatian dari pemerintah serta kebiasaan bergantung pada alam.

4.4.Strategi Adaptasi Masyarakat Nelayan di Desa Mekar Sama

a. Melakukan pinjaman

Salah satu cara nelayan untuk mengatasi keterbataan modal yang dialami

maka cara yang digunakan yaitu dengan cara melakukan pinjaman modal pada

nelayan yang memiliki strata yang lebuh tinggi. Seperti yang di ungkapkan oleh

bapak Andi yang berusia 36 tahun sebagai berikut:

“nelayan disini kalau punya modal sedikit biasanya pinjam sama nelayan yang
mampu, atau kadang sama kerabat yang kehidupannya bisa dibilang orang
berada. Ada juga yang pinjam di Bank tapi dengan resiko yang tinnggi. Tapi
demi untuk tercukupinya modal untuk melaut atau unytuk memenuhi
kebutuhan sehai-hari sudah itumi yang dibkin. Pinjam sama kerbata atau sama
nelayan yang lebih mampu” .(wawancara 17 November 2018).

Hal yang sama diungkapkan juga bapak Muhammad 50 tahun sebagai

berikut:

“kami nelayan disini yah kalau tidak punya modal untuk melaut lagi jalan satu-
satunya kita pergi pinjam sama kerabat yang lebih mampu. Nanti kalau cara
mengembalikannya kita dikasih jugaa keringanan nanti tiap bulan itu harus diganti
meskipun tidak banyak asal ada yang bisa kami kembalikan.”(wawancara 17
November 2018).

Dari hasil wawancara diatas maka dapat digambarkan bahwa salah satu strategi

yang digunakan masyaralat nelayan untuk mengatasi keterbatasan modal yang

mereka alami maka dengan menggunakan modal pinjam pada kerabat atau

61
nelayan yang lebih mampu da nada sebagian juga nelayan yang meminjam pada

pihak Bank meskipun dengan resiko yang tinggi.

b. Menambah Jenis Usaha

. Pada periode waktu tertentu nelayan tidak melaut karena angin kencang,

gelombang besar, dan arus laut yang kuat. Kondisi alam ini kerap kali disebut

musim penceklik yaitu musim dimana nelayan tidak beraktivitas sama sekali.

Maka untuk mengatasi hal tersebut nelayan menggunakan cara menambah jenis

usaha untuk tetap mendapatkan penghasilan. Seperti yang di jelaskan oleh kepala

RK di desa Mekar Sama berusia 49 tahun yaitu:

“kalau nekayan disini tiba musimnya tidak melaut itu mereka mencari
pekerjaan sampingan. Awalanya mereka pasrah dengan keadaan tapi mereka
berpikir kembali kalau mau pasrah begitu saja maka tidak aka nada penghasilan.
Mereka sebagian kerja sebagai buruh ikut-ikut yang muat kayu di hutan, ada yang
pergi mengojek bagi yang punya motor. Meskipun hanya sedikit penghasilan nya
setidaknya mereka punya penghasian tambahan untuk menuntupi kekuragan dulu”
.(wawancara 17 November 2018).

Hal yangs sama juga diuangkapkan oleh ibu Uci umur 42 tahun yaitu

sebagai berikut:

“kalau sudah musim tidak turun melaut kan penghasilan itu kurang bahkan
tidak ada, mau melaut juga keras ombak takut juga melaut. Makanya untuk
menambah penghasilan kadang saya bantu-bantu juga suami. Kalau suami saya
dipanggil ikut angkut kayu di hutan untuk tambah penghasilan maka saya juga
ikut bantu suami untuk tambah penghasilan. Kalau ada yang butuh tenaga untuk
memncuci orang yang berada di bagian darat sana saya biasanya saya di panggil
di saan untuk memcuci. Saya bersyukur juga bisa membantu suami walaupun
pengasilan yang tidak begitu banyak” .(wawancara 17 November 2018).

Dari penjelasan diatas maka dapat digambarkan bahwasanya nelayan masyarakat

nelayan disaat musim penceklik tiba maka nelayan mencari atau menambah jenis

pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Ada yang suami ikut

62
menjadi buruh dihutan dan istri mencari pekerjan sampingan yaitu dengan cara

menjadi tukang cuci pada orang yang membutuhkan tenanganya.

c. Bekerjasama Dengan Tengkulak

salah satu kendala masyarakat nelayan untuk memasarkan hasil tangkapannya

adalah tidak adanyaa TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Tidak adanya bantuan dari

pemerintah untuk membangun TPI tersebut membuat nelayan susah untuk

memasarkan hasil tangkapannya. Maka untuk mengatasi hal tersebut maka

nelayan melakukan strategi berupa Bekerjasama dengan tengkulak. Seperti yang

dijelaskan oleh Ncilo berusia 39 sebagai berikkut:

“disini kan tidak ada Tepat Pelelangan Ikan. jadi nelayan disini
kerjasamanya sama bos kalau kita panggil. Bos itu bukan orang sini, dia orang
dari desa atas tapi diami yang beli hasil tangkapannya kita, nanti dianya jual di
kota. “.(wawancara 17 November 2018).

Hal yang sama juga diungkapkan oleh bapak Muhammad 50 tahun sebagai

beriku:

“hasil tangkapan yang kita dapat itu langsung diambil sama bos yang dari
desa atas. Meskipun dengan harga yang tidak terlalu mahal yang pentng hasil
tangkapaannya kita laku dan kalau kita tidak kerjasaam begitu hasil tangkapannya
kita kalau tidak laku lama kelamaan membusuk. Dari pada begitu mendingan
diambil sama bos meskipun dia ambilnya dengan harga yang tidak terlalu mahal”
.(wawancara 17 November 2018).

63
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Bentuk kemiskinan yang ada di Desa Mekar Sama, Kecamatan

Napabalano Kabupaten muna meliputi bentuk kemiskinan struktural dan

bentuk kemiskinan kultural. Kemiskinan struktural ditandai oleh

kurangnya perhatian pemerintah kepada masyarakat nelayan sehingga

masyarakat nelayan tidak ada kemajuan. Sedangkan kemiskinan kultural

berasal dari masyarakat itu sendiri.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan di Desa Mekar Sama,

Kecamatan Napabalano Kabupaten Muna meliputi, keterbatasan modal, ,

kurangnya perhatian pemerintah untuk masyarakat nelayan serta kebiasaan

nelayan bergantung pada alam.

3. Strategi yang digunakan untuk mengatasi kemsikinan pada masyarakat

nelayan di Desa Mekar Sama me;iputi strategi melakukan pinjaman,

menambah jenis usaha serta bekerjasama dengan tengkulak.

64
5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian diatas maka penulis merekomendasikn

beberapa saran yaitu sebagi berikut:

1. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Muna diharapkan agar lebih

memperhatikan dan bisa memberikan bantuan kepada masyarakat nelayan

yang ada di Desa Mekar Sama Kecamatan Napabalano.

2. Bagi masyarakat nelayan di Desa Mekar Sama, diharapkan untuk bisa

mengubah pola pikir dari pasrah dengan keadaan menjadi memiliki inisiatif

untuk mengubah kehidupan untuk lebih maju.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan penelitian yang

relevan dengan menfokuskan penelitian pada pengembangan Sumber daya

baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

65
DAFTAR PUSTAKA

Bodgan dan Taylor. 1993. Kualitatif: Dasar-Dasar Penelitian. Usaha Nasional.

Surabaya

Chamber, Robert. Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. Jakarta LP3ES,

1987. Jakarta

Fatmasari, Dewi. 2014. Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir.

Iinstitut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon

Marwani, Heni. 2017. Strategi Adaptasi Nelayan Bajo Terhadap Lingkungannya.

Skripsi. Universitas Halu Oleo

Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Pelagi Aksara. Jakarta

Kusnadi. 2009. Keberdayaan Masyarakat dan Dinamika EkonomiPesisir. Ar-Ruzz

Media. Yogyakarta

Nasrudin, Thoha. 2016. Hidup Sebagai Nelayan. Demak: Universitas Negeri

Sunan Kalijaga

Nurlaili, 2014. Strategi Adaptasi Nelayan Bajo Menghadapi Perubahan Iklim.

Jurnal. Nusa Tenggara Timur

Purnomo, Edi, Benahi Dulu Budaya Nelayan. Haluan Singgalang. Selasa 12

April 2005.

Peribadi. 2015. Sosiologi Perdesaan: Sebuah Tinjauan Teoritis dan Praktikal.

Ed.1. Yogyakarta: Deepublish, Februari 2017

Rahman, Andi. 2018. Suku Bajo dan Kemiskinan. Surabaya: Universitas Negeri

Sunan Ampel

0
Satria, Arif. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta PT Pustaka:

Cidesindo.

Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta PT Raja Grafindo

Persada

Sugiyono, 2008. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Upe, Ambo. 2012. Pilar-Pilar Kemiskinan di Pedesaan (Studi pada Rumah

Tangga Miskin di Kabupaten Buton Utara). Jurnal Sumber Daya Insan.

Edisi Januari No. 22. Hal: 21-29

Wasak, Martha. 2012. Keadaan sosial ekonomi masyarakat nelayan. Skripsi

Universitas Sam Ratulangi Manado

1
L

2
DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Iddo (Kepala RK)


Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Kepala RK

2. Nama : Nclio
Umur : 39 Tahun
Pekerjaan : Nelayan

3. Nama : Uti
Umur : 37 Tahun
Pekerjaan : IbuRumahTangga

4. Nama : Muhammad
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Nelayan

5. Nama : Andi
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan : Nelayan

6. Nama ; Ido
Umur : 53 Tahun
Pekerjaan : Nelayan

7. Nama : Uci
Umur : 42 Tahun
Pekerjaan : IbuRumahTangga

8. Nama : Agus
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Nelayan

3
4
5
6
7
8

Anda mungkin juga menyukai