Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ILMU BUDAYA DASAR

OLEH :
KELOMPOK 11

ANNISA LATIFA UTARI 1611211024


KURNIA SAPUTRI 1611211052
ROZIANA 1611213003
DINA PUTRI 1611212020
KHORIDATUL HASINDAH 1611212028

KELAS : IKM A2

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
KOTA PADANG
SUMATERA BARAT
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt yang telah memberi rahmat dan
karunianya sehingga kami penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat dan
salam tidak lupa kami sampaikan kepada idola umat Muhammad saw, yang telah
membawa umatnya dari zaman kebodohan sampai ke zaman yang penuh dengan
ilmu pengetahuan seperti yang kami penulis rasakan.
Makalah ini penulis buat sebagai tugas dari dosen kami dan sebagai
pendukung pelajaran Ilmu Sosial Dasar pada semester 2 ini, dengan judul Sistem
Ekonomi dalam Masyarakat Pedesaan. Makalah ini telah kami susun secara
maksimal dan membaca informasi dari berbagai sumber , penulis sangat berterima
kasih kepada Allah swt , selanjutnya penulis juga sangat berterima kasih kepada
Dosen kami yang telah memberi kami ilmu, dan membimbing kami sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami penulis menyadari, Tiada gading yang tak
retak, tidak ada yang sempurna, penulis menyadari masih banyak kekurangan
didalam penulisan makalah ini, baik penulisan nama , kata, dan pemilihan bahasa.
Oleh karena itu, kami penulis sangat menerima kritik dan saran, agar penulis
dapat belajar lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan
dapat menambah wawasan pembaca. Sekian, wassalam.

Padang, Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB 1
BAB II
BAB III
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan pedesaan adalah sebuah wilayah yang ditempati sejumlah
penduduk yang daerahnya masih dipenuhi oleh pepohonan dan lahan kosong, dan
kekerabatan diantara penduduknya sangat erat dimana penduduknya memiliki
sistem pemerintahan sendiri.
Menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1979 Tentang pemerintah daerah
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat hukum, yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah,
langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian perekonomian masyarakat pedesaan ?
2. Apa-apa saja yang dibahas dalam ekonomi masyarakat desa?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Ekonomi Masyarakat Desa.
2. Untuk mengetahui pengertian ekonomi masyarakat desa.
3. Untuk mengetahui cirri-ciri masyarakat pedesaan dalam perekonominanya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Desa

D a l a m b a h a s a I n g g r i s d i s e b u t S o c i e t y, a s a l k a t a n ya S o c i u s
y a n g b e r a r t i kawan. Kata Masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu
Syiek, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-
bentuk akhiran hidup, yang bukandisebabkan oleh manusia sebagai pribadi
melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang
merupakan satu-kesatuan.

Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma adalah


suatukesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan
tersendiri. Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi,
sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah),
dalamhubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah
lain.Sedangkan menurut Paul H. Landis desa adalah penduduknya
kurang dari2.500 jiwa.

Desa dalam pengertian umum menurut media UNAND adalah sebagai suatu
gejala yang bersifat universal, terdapat dimana pun di dunia ini, sebagai suatu
komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal
(secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan yang terutama yang
tergantung pada sektor pertanian (fisip.unand.ac.id).

Pengertian Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian.


Misalnya, Egon E. Bergel (1955: 121), mendefinisikan desa sebagai setiap
pemukiman para petani (peasants). Sebenarnya, faktor pertanian bukanlah ciri
yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang terlekat pada setiap desa
adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok
masyarakat yang relatif kecil.

Serta menurut UU No 6 Tahun 2014 Pasal 1


tentangDesamenjelaskanbahwaDesa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebutDesa, adalahkesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenanguntuk mengatur dan
mengurusurusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempatberdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asalusul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dandihormati dalam sistem pemerintahan Negara KesatuanRepublik Indonesia.\

R.Bintarto (1983:11) menjelaskandesaialah

suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan


lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah sautu wujud atau kenampakan di
muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi,
politikdan cultural yang saling berinteraksi antar unsur tersebut dan juga dalam
hubungannya dengan daerah-daerah lain

Sementara itudalam media UNAND pengertian desa menurut


Koentjaraningrat(1977) ialah melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua
jenis, yaitu komunitas besar (seperti: kota, negarabagian, negara) dan komunitas
kecil (seperti: band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini
Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai komunitas kecil yang menetap
tetap di suatu tempat(1977:162). Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan
bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan
kata lain artinya bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat
saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam, tidak di sektor pertanian
saja.

Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu


masyarakat pemerintahan tersendiri, atau desa merupakan perwujudan atau
kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu
(suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan
daerah lain. Suatu pedesaan masih sulit umtuk berkembang, bukannya mereka
tidak mau berkembang tapi suatu hal yang baru terkadang bertentangan dengan
apa yang leluhur hereka ajarkan karna itu masyarakat pedasaan sangat tertutup
dengan hal-hal yang baru karena mereka masih memegang teguh adat-adat yang
leluhur mereka ajarkan.Disuatu desa sangat terjangkau fasilitas seperti rumah
sakit, sekolah, apotik atau prasarana dlm hal pendidikan dan kesehatan maupun
teknologi mereka masih mengandalkan dukun atau paranormal dlm hal kesehatan
mungkin hanya puskesmas yang ada di desa tapi itupun belum tentu ada di setiap
daerah. Maupun pendidikan masih kurangnya sarana pendidikan didesa didlm
sutu kecamatan terkadang hanya satu atau dua sekolahan saja, karena susahnya
bantuan masuk dari pemerintah untuk membangun sekolah-sekolah di daerah desa
dan terkadang jarang guru yang mau mengajar di daerah pedesaan.

Dengan demikian pengertian desa jelas memberi gambaran suatu kelompok


manusia atau masyarakat yang aktivitas nya berkaitan dengan elemen lingkungan
alam atau lingkungan fisik maupun sosial kemasyarakatan, dan memiliki
komunikasi dengan daerah lain, secara lancer dan terbuka dan kurang lancer atau
terisolir dari dan dengan daerah lain.

2.2 Sistem Ekonomi Dalam Masyarakat Pedesaan

Hubungan antara manusia (masyarakat desa) dan tanah mencangkup


bentuk dan sifat. Terpenting adalah pembagian dan penggunaan tanah (land
division and land use), pemilikan serta berbagai bentuk penguasaan tanah (land
tenure), dan termasuk luas sempit penguasaan tanah (size of land holding). Cara
bagaimana dibagi (land division) dan digunakan (land use) diantara dan oleh
penduduk tertentu (desa) sangat menentukan pengaruh terhadap kehidupan sosial
masyarakat (desa) tersebut. Besaran pengaruh tergantung kepada tingkat
perkembangan masyarakat itu. Untuk masyarakat desa yang masih
tradisional, land division dan land use tidak begitu terlihat bentuk maupun
peranannya, sebaliknya untuk masyarakat pertanian yang sudah maju. Masyarakat
desa yang maju terdapat pola mengenai pembagian tanah diantara penduduk dan
digunakan untuk kepetingan umum pula (untuk jalan, tempat umum) contohnya di
Amerika Serikat.

AS sebagai Negara berpenduduk imigran dari penjuru dunia memiliki


potensi terjadinya rebutan tanah. Hal ini karena imigran eropa terbanyak di AS
sudah modern telah terdeferensiasi cara hidupnya termasuk para petani disana. Di
AS dikenal sejumlah tipe land division seperti: pola-pola hadap sungai (riverfront
patterns), system dengan bentuk empat segi panjang (rectangular systems), system
papan main dam (checkerboard syatem), dll. land division dan land
use menyangkut pula pengalihan dan pewarisan hak dari satu tangan kelainnya,
baik vertikal (orang tua ke anak) atau horizontal (transaksi jual beli).

Fenomena lain dari hubungan manusia dan tanah terlihat dari konsep
pemilikan dan penguasaan tanah (land tenure), menurut Smith dan Zof adalah
hak-hak yang dimiliki seseorang atas tanah, yakni hak sah untuk menggunakan,
mengolah, menjual, dan memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari permukaan
tanahnya. Pokok pembicaraan Smith dan Zof berpangkal pada dual hal yakni: sifat
dari hak-hak atas kekayaan tanah beserta cara dalam mana sifat itu tercipta, dan
klasifikasi dari mereka yang terlibat dalam proses pertanian berdasarkan
system land tenure yang ada. Menurut mereka jenis-jenis land tenure didunia
bervariasi, namun dalam garis besarnya yakni: system yang dikembangkan
dinegara komunis, hak atas tanah ada pada Negara, dan system dalam berbagai
variasi menempatkan hak atas tanah dibawak kepemilikin orang perorangan.

Pemilahan status land tenure tersebut tidak hanya dilihat sebagai


perbedaan kepemilikan serta fungsi-fungsi yang terlekat padanya, melainkan
dilihat dari dimensi sosialnya, dimensi sosial pemilahan tersebut menggambarkan
struktur sosial (khususnya stratifikasi sosial) dari masyarakat (desa) yang
bersangkutan. Secara garis besar dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
kepemilikan tanah yang rata-rata sama lebih menguntungkan bagi perkembangan
masyarakatnya dibanding keemilikan tanah yang tidak rata atau timpang.

Untuk masyarakat berkembang khususnya di Indonesia sendiri memiliki


heterogenitas yang kuat sehingga malah menibulkan kesulitan dalam
menggambarkan secara umum system hubungan masyarakat desa dan tanah
mereka. Daerah geografis Indonesia yang luas dan beragam juga berpengaruh.
Sebelum Indonesia merdeka, banyak daerah yang memiliki adat istiadat tradisi
tersendiri, bahkan pemerintahan sendiri (kerajaan). Kondisi geografik dan belum
hadirnya teknologi maju menyebabkan isolasi phisik lalu menciptakan isolasi
sosial cultural. Ketika Indonesia merdeka lalu menetapkan peraturan-peraturan
yang mengatur tata milik dan tata guna tanah secara nasional, terjadi masalah pada
ketentuan legal formal dengan hukum adat setempat.
Awal kemerdekaan dan agak lama setelah itu, masyarakat desa Indonesia
bisa dikatakan tidak mengalami masalah land division dan land use, karena ada
pengaturan adat yang melembaga sebelum Indonesia merdeka, dan jumlah
penduduk yang belum padat (khususnya Jawa). Namun setelah terjadi pergeseran
pemilikan tanah dari system pemilikan kolektif ke pribadi, meledaknya jumlah
penduduk, dan berkembangnya kegiatan diluar sektor pertanian (industri,
bangunan) maka permasalahan land division dan land usesemakin dirasa.

Di Indonesia sendiri, masalah land tenure lebih dirasa ketimbang land division,
terlihat pada masyarakat petani kelas bawah dan tidak begitu terlihat pada petani
ladang. Luas area sawah memang sempit dari pada luas area petani pekebun,
namun karena petani sawah merupakan petani paling banyak jumlahnya (di Jawa)
maka peranannya sangat besar.

Persewaan adalah bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dan


penyewa yang dimana pemilik tanah menyerahkan hak guna tanahnya kepada
penyewa, sedang si penyewa menyerahkan sejumlah uang, untuk jangka waktu
tertentu, keuntungan, kerugian, dan biaya produksi berada ditangan penyewa, dan
apabila jangka waktu persewaan berakhir maka dengan sendirinya tanah tersebut
kembali pada pemiliknya.

Pergadaian adalah suatu bentuk ikata ekonomi antara pemilik tanah


dengan pihak lain yang dimana si pemilik tanah menyerahkan hak guna tanahnya
kepada pihak lain, pihak lain (pemegang gadai) menyerahkan sejumlah uang yang
besarnya sesuai dengan persetujuan, hak guna tanah itu baru bisa dimiliki oleh
pemilik tanah lagi setelah si pemilik tersebut dapat mengembalikan uang
gadainya. Minimal transaki pergadaian ini satu kali panen.

Penyakapan atau system bagi hasil adalah suatu bentuk ikatan ekonomi
sosial yang dimana si pemilik tanah menyerahkan tanahanya untuk digarap orang
lain, umumnya mengenai beban dan resiko ditanggung bersama serta mengenai
besarnya bagian yang diterima masing-masing pihak, yang kuat posisisnya akan
berada pada pihak yang diuntungkan, lebih sedikit menanggung resiko dan tentu
mendapat lebih banyak hasil panen.
Maro adalah bagi hasil yang masing-masing pihak (pemilik tanah dan
penyakap) mendapat separuh dari hasil panenan. Bentuk lain, yakni Mertelu, bila
pembagian hasil antara pemilik tanah dan penyakap adalah sepertiga dari dua
pertiga bagian, sedangkan Mrapat yakni bila pembagian hasil menjadi seperempat
dari tiga perempat bagian.

Kedokan adalah hampir menyerupai sistem bagi hasil, yakni bahwa si


penggarap atau buruh tani memperoleh imbalan berupa hasil panen, bukan hasil
upah uang.

Tebasan adalah suatu bentuk transaksi pengalihan hak guna yang dimana
dalam tanaman yang telah siap panen dijual kepada pihak lain, sedangkan Ijon
adalah suatu bentuk transaksi dalam mana pemilik tanaman menjual tanamannya
kepada peihak lain tatkala tanaman itu masih jauh dari usia panen.

Berdasar pola pemilikan dan penguasaan tanah semacam diatas, maka


kaum petani dapat digolongkan menjadi : pemilik penggarap murni (petani yang
hanya bisa menggarap tanah miliknya sendiri), penyewa dan penyakap murni
(yakni mreka yang tidak memiliki tanah tetapi menguasai tanah garapan melalui
sewa atau bagi hasil), pemilik penyewa dan atau pemilik penyakap (yakni petani
disamping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah milik orang lain
lewat persewaan atau bagi hasil), pemilik bukan penggarap (yakni bila tanah
miliknya disewakan atau disakapkan kepada orang lain yakni penyakap,
penggarap, atau buruh tani), dan petani tunakisma atau buruh tani.

Karena AS merupakan Negara imigran terbanyak pemerintah perlu lebih


teliti dan cermat dalam menyikap hubungan yang terjadi antara masyarakat
dengan tanahnya, pemerintah harus lebih selektif mementingkan masyarakat lokal
tetapi dilain sisi masyarkat imigran juga tidak terdiskriminasi dengan adanya
peraturan yang tegas yang diberlakukan oleh pemerintah AS itu sendiri, perlu
adanya peraturan yang tegas pada intinya agar nantinya hal-hal semacam itu
nantinya tidak dijakan sebuah keuntungan besar-besaran, politisasi, atau komersil
semata. Selain itu juga dengan peraturan-peraturan yang jelas dan tegas serta
penangan masalah yang tepat dan tidak keluar dari jalur, hal ini dapat dicatat
dalam statis untuk kedepannya memperbaiki masyarakat petani bagaimana baik
buruknya atau mencari keuntungan yang lebih besar tanpa terus-terusan dengan
hasil yang sama dan kurang maksimal.

Jika di Indonesia sendiri hubungan manusia dengan tanah sudah sangat


komplek, bukan hanya manusia dan tanahnya saja yang menjadi masalah,
malahan merembet kejalur politik karena dipolitisasi, mencari keuntungan oleh
segelintir orang tertntu, dan akhirnya marak terjadi akhir-akhir ini bentrok yang
tak lain dan tak bukan disebabkan masalah hubungan manusia (petani) dengan
tanah. Lagi-lagi peraturan yang diberlakukan pemerintah tidak tegas, masih saja
petani jatuh miskin atau tetap menjadi petani bawah karena kurangnya perhatian
dari pemerintah, mereka memasok berbagai hasil pertanian tetapi harga yang
ditetapkan pemerintah tidak sebanding dengan jerih payah usaha petani Indonesia
sekarang ini, alhasil petani kita tetap menjadi petani bawah, dan itu sudah teurun
temurun. Dengan orang-orang tertentu yang ingin berkuasa menyebabkan petani
semakin banyak khususnya buruh tani.

2.3 Faktor-Faktor Determinan Dalam Sektor Ekonomi Desa

Faktor Keluarga

Dalam bukunya Prakapitalisme di Asia 1962 oleh J.H Boeke


mengemukakan bahwa keluarga merupakan unit swasembada artinya keluarga
mewujudkan suatu unit mandiri yang dapat menghidupi keluarga itu sendiri lewat
kegiatan pertanian.

Roucek dan Warren (1962) menyatakan juga bahwa fungsi keluarga


sebagai unit ekonomi atau produksi (disamping sebagai unit sosial) adalah salah
satu karakteristik masyarakat desa. Hal ini sebagai contohnya dapat dilihat di
keluarga petani di Jawa tradisional (prakapitalistik atau semi prakapitalistik),
dalam keluarga tipe ini suami mengerjakan sejumlah pekerjaan sekaligus seperti
membuat persamaian bibit, mengolah lahan, hingga siap tanam bahkan menyiang,
dll. Sedang istri mengerjakan sejumlah kegiatan seperti mengirim makanan,
menanam padi, menuai padi, menumbuk padi, dll. Lalu anak-anaknya sesuai jenis
kelamin membantu mereka disawah.
Pentingnya fungsi ekonomi dalam keluarga petani prakapitalistik juga
dikemukakan oleh A.V Chaianov, menurutnya karakteristik yang sangat mendasar
dari ekonomi petani prakapitalistik adalah bahwa ekonomi mereka merupakan
ekonomi keluarga. Seluruh organisasinya ditentukan ukuran dan komposisi
keluarga petani itu dan koordinasi tuntutan-tuntutan konsumsinya dengan jumlah
tangan yang bekerja.

Karena keluarga merupakan unit ekonomi swasembada mandiri, maka


pada tingkat masyaarakat sebenarnya tidak terdapat sistem ekonomi yang jalin
menjalin, saling tergantug seperti dalam masyarakat kota. Maka pada masyarakat
desa hakekatnya msyarakat bukanlah merupakan satu kesatuan ekonomi
melainkan lebih merupakan kesatuan sosial.

Faktor Tanah

Dua karakteristik pemilikan lahan memiliki pengaruh khas terhadap sistem


pertanian ekonomi. Karakteristik pemilikan ini adalah menyangkut luas sempitnya
pemilikan lahan, dan sistem land tenure. Pengaruh luas sempitnya lahan terhadap
sistem pertanian ekonomi : Pemilikan lahan sempit cenderung pada system
pertanian yang intensif, terlebih jika ditunjang kesuburan tanah yang tinggi,
contohnya pertanian sawah di Jawa umumnya, sedangkan pemilikan tanah yang
luas cenderung pada ekstensifikasi, contohnya perkebunan diluar Jawa umumnya.
Pengaruh perbedaan dalam luas pemilikan lahan pertanian yang luas. Desa atau
lingkungan tertentu yang memiliki lahan pertanian rata-rata sama luasnya (one
class system) akan berbeda pengaruhnya terhadap sistem pertanian ekonomi
dibanding dengan desa yang rata-rata pemilikan lahan warganya tidak sama (tuan
tanah berhadapan dengan petani atau penggarap buruh disebut two class system).

Petani-petani dalam one class system cenderung menjadi petani pemilik


penggarap. one class systemdengan pemilikan lahan yang rata-rata luas seprti di
AS akan lebih mudah menerima pembaruan sistem pertanian. two class
system dilain pihak, akan melahirkan system pertanian yang penggarap.
Hubungan keduanya disebut patronclient relationship. Dalam two class
system modernisasi petani sulit dikembangkan karena kebanyakan petani tidak
memiliki lahan pertanian sendiri, sedangkan tuan tanah tidak begitu tergiur kepada
pembaruan pertanian yang menjanjikan peningkatan produksi dan keuntungan,
kaarena mereka telah sangat mapan.

Faktor Pasar

Pasar secara umum diartikan sebagai tempat terjadinya transaksi jual beli
berbagai barang, merupakan faktor yang sangat mempengaruhi sistem ekonomi
pertanian. Cocok tanam baru memiliki arti sebagai sistem ekonomi tatkala petani
mulai mempertukarkan hasil-hasil pertanian mereka untuk berbagai kebutuhan
selain untuk makan. Dengan adanya pasar terjadi hubungan selain ekonomi yakni
sosial kultural.

Dalam bukunya Eric R. Wolf Petani Suatu Tinjauan Antropologi


beberapa ringkasan dapat disimpulkan : masyarakat desa cenderung membentuk
dan mempertahankan cirinya sebagai komunitas, ciri-ciri pembedanya bisa berkait
dengan jenis tanaman khusus atau produk tertentu yang dihasilkan (sebagian atau
seluruh) komunitas itu, dan terjadi pertukaran dipasar berdasar atas kekususan
yang dimiliki masing-masing komunitas tersebut.

Peranan pasar tidak hanya menciptakan sistem ekonomi pertanian yang


mengarahkan perkembangan ciri-ciri komunitas desa (untuk menyesuaikan peran
mereka dalam pertukaran pasar). Peranan pasar juga menyebabkan semakin
berkembangnya jaringan ketergantungan antara komunitas desa satu dengan
lainnya. Peran yang dimainkan dipasar itu (terutama pasar jaringan) juga semakin
banyak penduduk desa yang tidak tergantung pada pertanian. Mulai terlihat
penduduk desa yang secara jelas menjadi kelompok pedagang. Secara demikian
desa tidak lagi menjadi wilayah yang mandiri secara sosial dan ekonomi,
melainkan telah menjadi bagian dalam satuan sosial ekonomi yang lebih luas.
Dalam konteks ini sistem ekonomi pertanian semakin kompleks, menampung dan
mengakomodasikan pengaruh-pengaruh luar desa.

Dalam sektor ekonomi desa memang mempunyai faktor determinan yang


kompleks. Sistem pertanian pada masyarakat desa yang dominan pertanian sangat
vital bagi kehidupan mereka para petani.

Pertama faktor keluarga, salah satu faktor yang penting dalam sistem
ekonomi pertanian. Karena setiap keluarga berjuang dan bekerja keras mengelola,
membagi, menentukan kegiatan-kegiatan guna menunjang kebutuhan keluarga
mereka. Kedua faktor tanah, faktor ini menentukan setidaknya besarnya hasil
pertanian nantinya yang akan diperoleh, karena semakin luas tanahnya maka hasil
pertanian jelas akan melimpah pula. Ketiga adalah faktor pasar, hal yang tidak
kalah pentingnya karena pasar ini sebagai tempat mereka untuk menukarkan hasil
pertanian mereka dengan kebutunan yang diperluakan (barter) atau dengan alat
penukaran barang berupa uang.

Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Tetapi jika kita
benturkan pada keadaan sekarang ini, keadaan modern, hal-hal atau faktor-faktor
semacam ini sepertinya semakin luntur. Anggapan menjadi petani akan memiliki
nasib yang sama (miskin) membuat generasi muda (anak-anak petani) mulai
meninggalkan salah satu faktor diatas tadi. Maka dari itu, tidak ada generasi
selanjutnya yang akan menjadi petani, mereka memilih mobilitas yang lebih tinggi
dari seorang pekerja petani.

2.4 Saling Mempengaruhi Antara Sistem Ekonomi Dan Sistem Sosial

Pengaruh Sistem Ekonomi Pertanian Terhadap Sistem Sosial

Pengaruh sistem ekonomi pertanian terhadap sistem ekonomi berkaitan


erat dengan faktor teknologi dan sistem uang kapitalisme. Masyarakat petani yang
belum menggunakan teknologi modern dan belum menggunakan uang dalam
sistem perekonomian mereka, maka dalam kehidupan sosialnya ditandai adanya
hubungan-hubungan akrab, informal, serta bebas santai, karena dengan tidak
adanya teknologi modern tercipta kondisi yang membuat mereka saling tolong
menolong (barter, gotong royong). Kedekatan emosional sangat diperlukan sebab
jika tidak hubungan mereka akan tidak pula membuahkan kerjasama langsung.

Namun, kurukunan dan solidaritas yang kuat pada masyarakat desa


sebenarnya tidak hanya tercipta oleh adanya tuntutan kerja sama langsung,
melainkan juga disebabkan kesamaan yang ada pada mereka seperti sama-sama
kaum petani, sama-sama tiggal didesa yang sama, dll. Kerukunan dan gotong
royong diantara para petani ini semakin luntur dengan adanya penggunaan
teknologi diantara mereka. Hal ini dapat dimengerti karena dengan teknologi
modern memudahkan penggunanya dalam bertani dan tidak mengurangi hasil
pertanian malah menguntungkannya, serta hanya menggunakan sedikit tenaga
kerja manusia. Akibat hubungan emosional diantara para petani ini semakin luntur
atau bahkan hilang.

Pengaruh Sistem Sosial Terhadap Sistem Ekonomi Pertanian

Petani menyikapi pertanian sebagai way of life (kebudayaan) berarti


mereka menggeluti pertanian bukan sekedar sebagai mata pencaharian melainkan
menyangkut totalitas kehidupan mereka. Inti dari pola kebudayaan petani
bersahaja atau peasan adalah subsistensi dan tradisionalisme. Kedua inilah sebagai
faktor penghambat terlaksananya proses modernisasi pertanian dikalangan
masyarakat petani desa.

Komersialisasi sulit dikembangkan dalam masyarakat semacam ini, karena


mereka setiap hari dalam hubungannya menggunakan rasionalitas sosial (norma-
norma sosial termasuk adat istiadat). Jika seseorang berperilaku menyimpang dari
kebanyakan masyarakat desa disana maka akan ada sanksi sosial dari masyarakat
tersebut. Ikatan sosial yang kuat terwujud dalam bentuk kerukunan yang tinggi,
juga menciptakan semacam keharusan sosial yakni berbagi dalam hal bertani
tentunya seperti merelakan sebagian tanah yang dimiliki untuk digarap orang lain.

Ciri khas masyarakat desa yang mempunyai hubungan atau ikatan


emosional yang tinggi membuat masyarakat pertanian rukun tanpa adanya suatu
masalah yang berarti.

Tetapi ketika sejumlah atau segelintir orang yang ingin memperoleh


keuntungan lebih tanpa memperhatikan hubungan sosial masyarakat pertanian
menyebabkan hubungan yang terjalin sejak lama bahkan turun temurun semakin
renggang karena penggunakan teknologi seeprti sekarang ini, teknologi pertanian
modern.

Tetapi masyarakat pertanian sendiri mempunyai aturan yang tak tertulis,


yakni suatu sanksi sosial yang tentunya akan berlaku untuk orang-orang yang
menyimpang atau keluar dari jalur masyarakat petani pada umumnya.
2.5 Ciri-Ciri Perekonomian Desa

Adapun ciri yang menonjol pada masyarakat desa antara lain pada
umumnya kehidupannya tergantung pada alam (bercocok tanam) anggotanya
saling mengenal, sifat gotong royong erat penduduknya sedikit perbedaan
penghayatan dalam kehidupan religi lebih kuat.

a Lingkungan dan Orientasi Terhadap Alam

Desa berhubungan erat dengan alam, ini disebabkan oleh lokasi


geografis di daerah desa petani, realitas alam ini sangat vital menunjang
kehidupannya. Kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum alam seperti
dalam pola berfikir dan falsafah hidupnya menentukan.

b Dalam Segi Pekerjaan/Mata Pencaharian

Umumnya mata pencaharian daerah pedesaan adalah bertani, sedangkan


mata pencaharian berdagang merupakan pekerjaan sekunder sebagian besar
penduduknya bertani.

c Ukuran Komunitas

Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dan daerah pedesaan


mempunyai penduduk yang rendah kilo meter perseginya.

d Kepadatan Penduduknya

Kepadatan penduduknya lebih rendah, biasanya kelompok perumahan


yang dikelilingi oleh tanah pertanian udaranya yang segar, bentuk interaksi
sosial dalam kelompok sosial menyebabkan orang tidak terisolasi.

e Diferensiasi Sosial

Pada masyarakat desa yang homogenitas, derajat diferensiasi atau


perbedaan sosial relatif lebih rendah.

f Pelapisan Sosial

Masyarakat desa kesenjangan antara kelas atas dan kelas bawah tidak
terlalu besar.

g Pengawasan Sosial
Masyarakat desa pengawasan sosial pribadi dan ramah tamah
disamping itu kesadaran untuk mentaati norma yang berlaku sebagai alat
pengawasan sosial.

h Pola Kepemimpinan

Menentukan kepemimpinan di daerah cenderung banyak ditentukan


oleh kualitas pribadi dari individu.Disebabkan oleh luasnya kontak tatap
muka dan individu lebih banyak saling mengetahui. Misalnya karena
kejujuran, kesolehan, sifat pengorbanannya dan pengalamannya.

2.6 Struktur Perekonomian Desa

Sebagai masyarakat pedesaan, sudah barang tentu dengan segala


kearifannya masyarakat selalu memanfaatkan seoptimal mungkin potensi almnya,
mulai dari bertami, berkebun, berternak dan industri bata. Ketergentungan mereka
terhadap lahan sangat kental nuansa ekonomi maupun sosialnya. Sacara
ekonomis, lahan dapat menjadi sumber kehidupan ekonomi keluarga selain itu,
mereka juga melakukan aktivitas penunjang atau usaha sambilan yang diposisikan
sebagai bentuk memenuhi kepentingan makan. Menurut tradisi masyarakat
berternak sebenranya tidak hanya menjadi bagian untuk meunjang ekonomi
keluarga, tetapi juga bisa menjadi bentuk investasi keluarga, yang bisa di gunakan
untuk biaya mendirikan rumah, pernikahan, atau pendidikan anak.
Dengan cara produksi dan pendapatan ekonomi keluarga, dapat diketahui bahwa
lapangan kerja masyarakat masih relatif homogen. Dalam hubungan ini, norma-
norma dan tradisi yang mengatur pengolahan lahan diharapkan bida arif dan
bijaksana, karena fungsi lahan

2.7 Perekonomian Masyarakat Desa

juga mengandung nilai-nilai sosial yang perlu dikembngkan jika komunitas


ini butuh perkembangannya.

Ketimpangan pertumbuhan penduduk kawasan pedesaan dan perkotaan


yang terjadi akhir-akhir ini perlu diamati dengan cermat. Karena apabila tidak di
antisipasi secara dini akan dapat menimbulkan permasalahan yang rumit dan
berkepanjangan, khususnya di bidang sosial. Pembangunan desa yang cukup
berhasil khusunya dalam program permasyarakatan keluarga berencana ataupun
karena fasilitas desa yang bertambah sehingga mampu mengubah status dari desa-
desa menjadi kota-desa. Tapi apabila hal tersebut di akibatkan karena arus
urbanisasi semata maka akan menjadi sebuah permasalahan di desa. Menurut
klasifikasi sosial-budaya yang di seluruh Indoensia terdiri dari kurang lebih 5000
jenis bahasa daerah, sehingga tampaknya dari segi bahasa sangat heterogen.
Namun, bila kita amati lebih dalam ternyata cenderung adanya homogenitas
masyarakat pedesaaan. Kenampakannya lebih cenderung kearah memegang teguh
tradisi, mantapnya etnosentrisme masyarakat kawasan pedesaan.

Ekonomi Subsistensi. Berbeda dengan pedesaan di Negara-megara Eropa,


Amerika, maupun Australia, penduduk pedesaan Indonesia lebih menyakini
keterbukaan , lebih bersahabat, dan lebih murah senyum. Bahkan nilai-nilai
komerialis metidak tampak, yang menonjol nilai gotong-royong (Hasan,
Zaini&Salladin, 1996: 251).

Adapun yang dimaksud dengan gotong-royong menurut Koentjara ningrat


sebagai berikut

. dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa, gotong-royong merupakan


suatu system pengnerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga, untuk
mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas
produksi bercoccok tanam di sawa (Bintarto, 1980:9)

Untuk keperluan itu seseorang meinta dengan adat sopan santun kepada
beberapa orang lain sedesanya untuk membantunya dalam hal bertani maupun
kegiatan lain di luar pertanian, tanpa memungut biaya, namun petani tersebut
harus berkewajiban untuk membantu apabila yang dimintai tolong saat ini ganti
membutuhkannya (salladien, 1989:3 ( melalui Hasan, Zaini & Salladin, 1996:
251)). Seiring berkembangnya zaman barter tenaga sekarang berganti
menggunakan upah.

Gotong royong juga sering dikatakan pula sebagai ekonomi subsitensi


Indonesia yang mengakar dengan tujuan barter tenaga yang disertai cita-cita luhur
demi kesejahteraan dan kebersamaan penduduk desa. Ekonomi subsitensi
mengandung makna hemat bagi para penduduk desa yang umunya bertani,
menjauh kandiri dari sikap konsumtif yang mencolok dan kurang hemat, seperti
kebanyakan penduduk kota.

Hal ini di tunjang oleh harkat keterpandangan suatu keluarga di desa yang
sangat di tentukan oleh keberhasilan membina ketenangan keluarga, luas tanah
pertanian, banyaknya ternak, kendaraan yang digunakan kerja harta warisan, dan
kesemuanya dapat dilihat dengan mata serta berjangka guna dalam waktu relative
panjang. Sehingga dapat dikatakan system ekonomi subssitensi berlawanan
dengan ekonomi pasar yang merupakan dasar pola konsumtif masyarakat kota.
Walaupun akhir-akhir ini dikembangkan pola keterbukaan informasi yang
menelusup di berbagai segi kehidupan, pola ekonomi subsistensi tetap bertahan di
kawasan pedesaaan. Terlebih-lebih didesa yang terisolir, pola system subsistensi
tetap mendominir (Hasan, Zaini & Salladin, 1996: 252).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hubungan antara manusia (masyarakat desa) dan tanah mencangkup


bentuk dan sifat. Terpenting adalah pembagian dan penggunaan tanah (land
division and land use), pemilikan serta berbagai bentuk penguasaan tanah (land
tenure), dan termasuk luas sempit penguasaan tanah (size of land holding). Cara
bagaimana dibagi (land division) dan digunakan (land use) diantara dan oleh
penduduk tertentu (desa) sangat menentukan pengaruh terhadap kehidupan sosial
masyarakat (desa) tersebut. Besaran pengaruh tergantung kepada tingkat
perkembangan masyarakat itu. Untuk masyarakat desa yang masih
tradisional, land division dan land use tidak begitu terlihat bentuk maupun
peranannya, sebaliknya untuk masyarakat pertanian yang sudah maju. Masyarakat
desa yang maju terdapat pola mengenai pembagian tanah diantara penduduk dan
digunakan untuk kepetingan umum pula (untuk jalan, tempat umum) contohnya di
Amerika Serikat.

AS sebagai Negara berpenduduk imigran dari penjuru dunia memiliki


potensi terjadinya rebutan tanah. Hal ini karena imigran eropa terbanyak di AS
sudah modern telah terdeferensiasi cara hidupnya termasuk para petani disana. Di
AS dikenal sejumlah tipe land division seperti: pola-pola hadap sungai (riverfront
patterns), system dengan bentuk empat segi panjang (rectangular systems), system
papan main dam (checkerboard syatem), dll. land division dan land
use menyangkut pula pengalihan dan pewarisan hak dari satu tangan kelainnya,
baik vertikal (orang tua ke anak) atau horizontal (transaksi jual beli).
DAFTAR PUSTAKA

1. http://henhenmedia.blogspot.co.id/2014/01/makalah-kegiatan-ekonomi-
masyarakat.html
2. http://claudialfeline.blogspot.com/2012/01/rangkuman-ilmu-sosial-
dasar.html
3. http://firmansyahdinata.blogspot.com/2011/11/ilmu-sosial-dasar-isd.html
4. http://carideny.blogspot.com/2012/03/ringkasan-ilmu-sosial-dasar.html
5. http://kaidarbilly.blogspot.com/2011/11/makalah-ilmu-sosial-dasar-dalam-
bidang.html
6. http://laluilmi.blogspot.com/2009/12/ilmu-sosial-dasar-sebagai-salah-
satu.html

Anda mungkin juga menyukai