Anda di halaman 1dari 11

PEMIKIRAN POLITIK BARAT

“Pemikiran Politik John Locke”

Dosen Pengampu: Muhamad Adian Firnas, S.IP, M.Si

Disusun Oleh :

Rizka Bunga Shafira (11181130000094)

Rizka Nurul Fatimah (11181130000096)

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Filosof pertama yang menghimpun secara terpadu gagasan dasar konstitusi demokrasi
adalah orang Inggris: John Locke. Pikiran-pikirannya memancarkan pengaruh kuat
kepada para pendiri Republik Amerika Serikat. Bukan itu saja, pengaruhnya juga kuat
merasuk ke dalam kalbu gerakan pembaharu Perancis.

John Locke adalah seorang ahli pemikir besar tentang negara dan hukum dari Inggris.
Ia hidup pada tahun 1632-1704, di bawah kekuasaan pemerintahan Willem III, yang
sifat pemerintahannya adalah monarki yang sudah agak terbatas. Dan memang
demikianlah, bahwa seluruh ajaran John Locke terutama ajarannya tentang negara dan
hukum, berhubungan langsung dengan, dan mengandung gambaran yang jelas serta
bersifat pembenaran pemerintah monarki terbatas yang diciptakan oleh Willem III.

Dalam buku yang berjudul “A Letter Concerning Toleration” (masalah yang


berkaitam demgan toleransi) yang terbit tahun 1689, Locke menekankan bahwa
negara jangan ikut campur terlampau banyak dalam hal kebebasan menjalankan
ibadah menurut kepercayaan agama masing-masing.

Arti penting Locke lainnya adalah bukunya yang berjudul Two Treatis of Government
(dua persepakatan dengan pemerintah) terbit tahun 1689 yang isinya merupakan
penyuguhan ide dasar yang menekankan arti penting konstitusi demokrasi liberal.
Buku itu berpengaruh terhadap pikiran politik seluruh dunia yang berbahasa Inggris.
Locke yakin seyakin-yakinnya bahwa tiap manusia memiliki hak alamiah, dan ini
bukan sekedar menyangkut hal hidup, tetapi juga kebebasan pribadi dan hak atas
pemilikan sesuatu.

Locke berpegang teguh pada perlu adanya pemisahan kekuasaan. Dia menganggap
kekuasaan legislatif harus lebih unggul ketimbang eksekutif dan kekuasaan yudikatif
yang dianggapnya merupakan cabang dari eksekutif. Selaku orang yang percaya
terhadap keunggulan kekuasaan legislatif. Locke hampir senantiasa menentang hak
pengadilan yang memutuskan bahwa tindakan legislatif itu tidak konstitusional.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi: Siapa itu John Locke?

John Locke lahir pada 29 Agustus 1632 di Wrington, Somerset Utara, Inggris Barat.
Ia lahir di sebuah keluarga sederhana dan hidup pada masa banyaknya negara yang
berperang. Masa-masa kecil Locke di Inggris, seperti juga yang dialami Hobbes,
adalah masa tragis ironis. Inggris sebagaimana banyak Negara Eropa abad XVII
dilanda perang saudara dan perang agama antara kaum Protestan dan Katolisisme.
Tragedi itu membuat Locke terguncang jiwanya sebab bagaimanapun ia merasakan
langsung akibat-akibat perang itu.1

Ketika tinggal di Westiminister, Locke dididik oleh guru-guru yang berhaluan politik
Royale. Sosialisasi Locke dalam keluarga Calvinis (Puritan) dan pengaruh pendidikan
Royalis membuat Locke beruntung mampu mengambil manfaat dari keduanya.
Ketika berusia 20 tahun Locke memasuki Universitas Oxford dan mulai berkenalan
dengan Edward Baghshawe yang aktif mempropagandakan toleransi, kebebasan
politik, dan hak-hak alamiah, suatu gagasan yang kemudian dilekatkan pada Locke.2

Locke menyerang gagasan liberalism Baghshawe melalu tulisannya di tahun 1661.


Locke menilai bahwa penguasa sipil memiliki hak untuk memaksakan konformitas
demi terbentuknya suatu tatanan, keagamaan dalam masyarakat. Keduanya berdebat,
Baghshawe gagal mempertahankan pandangan liberalismenya. Setelah kolegannya
itu meninggal dunia, terjadi transformasi intelektual pada Locke, ia mulai menyetujui
gagasan Baghshawe.3

1 Ahmad Suhelmy. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan
Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018), 182-183.
2 Ibid., 184.
3 Ibid.
Tokoh lain yang mempengaruhi Locke adalah Anthony Ashley Cooper yang
dijumpainya di musim panas 1666. Di masa inilah Locke menjadi tutor di Christ
Church megajar filsafat tradisional Aristoteles yang dianggapnya hanya membuang
waktu. Di masa ini pula Shaftesbury memperkenalkan Locke dengan studi ekonomi
yang melibatkannya mengelola pemerintahan serta menumbuhkan minat Locke pada
teori-teri politik.

Locke memulai karirnya dengan menjadi seorang dosen pada tahun 1666 di sekolah
Gereja Kristus tempat ia dulunya menimba ilmu. Ia mengajar bahasa Yunani dan
Latin. Locke berhenti mengajar filsafat Aristoteles dan mulai mempelajari filsafat
Descartes dan metode Cartesian. Karyanyam An Essay Concerning Human
Understanding yang diselesaikannya 1687 dan dipublikasikan pada tahun 1690
merupakan produk awal dari diskusi dengan Shaftesbury dan koleganya.

Shaftesbury dan Locke dituduh terlibat aksi pemberontokan menumbangkan raja


inggris dan penghujatan terhadap agama. Tuduhan itu membuat mereka mengungsi ke
Belanda, 1683. Di masa pengungsian itulah (1687-1689) lahir karya-karya besarnya
seperti Two Tratises of Government (1690), A letter on Toleration (1689), dan Some
Thoughts Concerning Education (1693).4

B. Monarki Absolute: Antara Locke dan Filmer

Monarki berasal dari bahasa Yunani yaitu, monos yang artinya satu dan archein yang
berarti pemerintahan. Secara sederhana, monarki dapat didefinisikan sebagai
pemerintahan yang dipimpin atau dikepalai oleh seorang raja, ratu, kaisar atau
semacamnya. Sedangkan, monarki absolut adalah sistem monarki dimana raja atau
ratu berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Contoh negara

4 Ibid., 185.
yang saat ini menganut sistem monarki konstitusional adalah Brunei Darussalam,
Saudi Arabia dan Qatar.5
Monarki absolut didasarkan pada kepercayaan bahwa kekuasaan mutlak raja bersifat
ilahiah dan suci karena kekuasaan tersebut dianggap sebagai anugerah langsung dari
Tuhan untuk raja, hal ini kemudian disebut sebagai hak ketuhanan raja. Pada abad 17,
kelahiran doktrin ini seringkali dianggap sebagai jawaban atas kekacauan perang
saudara dan perang agama yang tengah rentan terjadi. Sehingga sistem monarki
absolut

ini dianggap sebagai bentuk paling sesuai dengan kodrat dan hukum alam karena hak-
hal berikut:6
a. Monarki absolut berakar pada tradisi otoritas paternal,
b. Sistem pemerintahannya merupakan copy dari Kerajaan Tuhan di
muka bumi, dan
c. Monarki absolut merupakan cermin kekuasaan tunggal ilahi atas
segala sesuatu di dunia.

Perbedaan pandangan akan monarki absolut Filmer dan Locke dapat dilihat sebagai
berikut:

5 Dickson. Negara-negara Monarki di Dunia: Negara Kerajaan. https://ilmupengetahuanumum.com/. Diakses


pada 22 Oktober 2019.
6 Ahmad Suhelmy. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan
Kekuasaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018), 185-186.
John Locke (Kontra)7 Robert Filmer (Pro)8
 Dianggap bertentangan dengan  Kekuasaan itu turun-temurun dan
prinsip civil society. Kekuasaan mutlak, bukan karena adanya
merupakan produk perjanjian perjanjian sosial penguasa dengan
sosial antara rakyat dan penguasa. rakyat. Sehingga, kekuasaan raja
Dan hanya absah apabila disertai adalah mutlak.
consent. Sehingga kekuasaan  Raja dan rakyat diibaratkan ayah
tidak bersifat mutlak. dan anak, raja berhak menentukan
 Pentingnya sebuah pembatasan- segala perumusan hukum dan
pembatasan kekuasaan politik berada di atasnya. Serta penguasa
yang sepenuhnya bersifat sekuler. bebas dari pengawasan siapapun.
 Manusia dilahirkan sederajat,  Tuhan mentakdirkan manusia
tidak ada yang lebih dari yang berbeda, tidak lahir sederajat dan
lainnya. merdeka.
 Hilangnya kebebasan secara  Kebebasan adalah dosa tak
kodrati akan menghancurkan terampuni.
eksistensi seluruh manusia.

C. State of Nature

Berbeda dengan Hobbes, konsep State of Nature John Locke adalah keadaan manusia
dimasa lampau yang damai, tidak ada perang, kedudukannya sama, dan berkeadilan,
manusia hidup bermasyarakat dengan diatur oleh hukum-hukum kodrat. Gagasan
negara alami yang paling mendekati definisi negara alami yang ada dalam pemikiran
Locke adalah: “manusia hidup bersama sesuai dengan pertimbangan nalar mereka,
tanpa adanya pihak-pihak yang berposisi diantara mereka di dunia, dan masing-
masing berwewenang untuk saling menilai sesamanya, itulah gambaran negara
alami.9

Gambaran awal yang baik dan indah dari manusia. Jika demikian, bagaimana
terbentuknya negara? Locke menjawab bahwa justru karena keadaan yang damai,
bebas, indah, harmonis, dan independen dari manusia harus dipertahankan serta
menjamin keamanan seluruh masyarakat maka dibutuhkan negara. Negara pun

7 Ibid., 188-189.
8 Ibid., 187-188.
9 Bertrand Russell, Sejarab Filsafat Barat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, hlm.821.
terbentuk dengan adanya keinginan mempertahankan situasi yang demikian. Maka,
masyarakat melakukan kontrak sosial yang berkuasa, yang dibatasi oleh hukum-
hukum dasar tertentu.10

Bentuk kekuasaan dari pemerintahan yang didasarkan pada kontrak sosial itu berbeda
dengan pandangan Hobbes. Menurut Locke pemerintahan merupakan bagian dari
kelompok dalam kesepakatan itu, yang dapat dituntut mundur apabila gagal dalam
tugasnya. Kekuasaan ini hanya berkisar pada kemaslahatan saja. Menurutnya “tujuan
pertama dan utama dari orang-orang yang bersatu dalam sebuah negara, dan
menempatkan diri dibawah pemerintahan adalah penjagaan harta milik mereka” dan
lebih lanjut ia mengatakan “kekuasaan tertinggi tidak dapat mengambil alih hak milik
seseorang tanpa persetujuan mereka. Untuk itu agar kekuasaan pemerintah itu tidak
menjadi suatu tirani bagi masyarakat diperlukan pemisahan kekuasaan antara
eksekutif dan legislatif11.

Keadaan alamiah berubah setelah ditemukannya uang. Dengan ditemukannya uang,


manusia bisa berproduksi material melebihi kebutuhannya. Kelebihan produksi itu,
tidak seperti sebelumnya, kini telah dapat disimpan dalam bentuk uang. Locke
mengatakan bahwa “uang merupakan subjek bagi hukum-hukum nilai yang sama dan
harga barang-barang (kebalikan dari nilainya) ditetapkan oleh jumlah uang yang
beredar dan relative terhadap jumlah barang-barang”.

Ada dua prinsip penting dalam pemikiran Locke. Pertama, prinsip bahwa semua
manusia memiliki kemampuan yang sama untuk mengetahui hukum moral. Mengenai
prinsip ini Locke menyatakan bahwa suatu otonomi moral berdampak pada adanya
keharusan semua manusia memiliki otoritas yang setara bagi semua manusia. Prinsip
kedua, prinsip akan kepercayaan dalam kompetisi kebajikan merupakan gagasan
Locke yang radikal. Gagasannya berbeda dengan Luther, misalnya, yang melihat
kompetisi dalam hal kebajikan amat ditentukan oleh sejauh mana manusia berbuat
dan menerapkan bakat-bakatnya, bekerja keras mencari kebahagiaan dan kekayaan di
dunia ini.

Locke berpendapat bahwa aktivitas ekonomi selain cara, juga merupakan tujuan di
dalam dirinya sendiri, yaitu manakala:

“…….sepanjang ketika kebebasan memerlukan pelaksanaan kemampuan alami yang


tidak diharapkan dan sebuah cara sebagai perantara utama dalam mengejar
kebahagiaan”12.

Maka menurut Locke, harra kekayaan selain merupakan ekspresi kepribadian yang
unik sekaligus juga merupakan sumber pengagungan material yang hedonis. Aktivitas
ekonomi merupakan kompetisi dalam hal kebajikan. Adanya perbedaan antara orang-
orang kaya dan orang miskin menurut Locke merupakan tanda akan perbedaan dalam
hal kebajikan. Kebajikan disini memiliki konotasimpada kecerdasan, ketekunan,
kerajinan, dan kegigihan individu dalam berusaha dan bekerja di dunia ini.13

10 F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavalle sampai Nietzsche, Jakarta, 2007, hlm.81
11 Ibid., hlm.81.
12 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm.193.
13 Ibid., hlm.194.
D. Supreme Power (Kekuasaan Negara)

Untuk memahami konsep kekuasaan negara, menurut Locke, kita dituntut pertama
kali untuk memahami pemikiran tokoh ini tentang hak-hak pemilikan. Kekuasaan
negara menurut Locke pada hakikatnya dibentuk untuk menjaga hak-hak pemilikan
individual14. Dalam istilah metodologis, hak-hak pemilikan merupakan variabel bebas
terhadap kekuasaan negara. Tidak akan ada negara dan kekuasaan politik apabila
tidak ada hak-hak pemilikan individual. Hal pemilikan individual itu merupakan suatu
bentuk hak-hak alamiah yang dimiliki manusia. Yang dimaksud Locke dengan hak-
hak milik itu tidaklah semata-mata mengacu pada harta kekayaan tetapi juga
kehidupan, kebebasan, dan harta. Dengan demikian konsep pemilikan Locke jauh
lebih luas dari pengertian yang dipahami kebanyakan orang.

Dalam keadaan alamiah, hak-hak pemilikan belum ada. Hak pemilikan individual
baru muncul manakala individu bekerja keras mengolah tanah kosong menjadi tanah
pertanian atau perkebunan yang hasil-hasilnya kemudian menjadi milik orang yang
mengolah lahan-lahan itu. Jadi perbedaan pemilikan menurut Locke ditentukan oleh
kerja individu itu. Kerja bagi Locke merupakan nilai lebih yang menentukan besar
tidaknya penguasaan manusia atas hak-hak pemilikan tersebut, manusia semakin
khawatir dan takut terhadap ancaman akan hak-hak pemilikan dirinya. Rasa takut dan
perlunya perlindungan atas pemilikan kekayaan itulah yang kemudian mendorong
individu untuk menyerahkan sebagian hak-hak alamiahnya melalui perjanjian atau
kontrak sosial kepada suatu lembaga kekuasaan tertinggi berupa negara atau
masyarakat politik, yang disebut Locke sebagai supreme power15. Atas dasar kontrak
sosial tersebut negara dibentuk semata-mata untuk menjaga harta dan jiwa individu,
yang setiap saat terancam bila keadaan alamiah terus dipertahankan. Jadi,
dibentuknya negara menurut Locke merupakan usaha bersama individu untuk
menjaga keberlangsungan hidup, kebebasan, dan harta kekayaan.

Locke mengemukakan beberapa prinsip penting mengenai kekuasaan tertinggi atau


kekuasaan negara. Pertama, kekuasaan negara tidak lain merupakan sebuah
kepercayaan rakyat kepada pemerintah, di mana hal itu dinamakan government by the
consent of the people. Basis legitimasi kekuasaan dengan demikian bukanlah Tuhan
atau yang lainnya, melainkan rakyat. Prinsip ini menolak anggapan bahwa penguasa
bertanggung jawan kepada Tuhan, sebab tanggung jawab penguasa hanyalah kepada
rakyatnya. Penguasa tetap diakui legitimasi kekuasaannya selama ia tak menyalahi
kepercayaan itu, otomatis ia tak berhak mengkalaim dirinya berkuasa atas rakyat. Di
sinilah kemudian Locke mendesakralisasi kekuasaan politik. Locke menjadikan
kekuasaan politik sepenuhnya bersifat sekuler16. Artinya, kekuasaan bersifat duniawi
dan tak ebrkaitan dengan transdensi ketuhanan atau gereja.

Negara hanya dibenarkan bertindak dan berbuat sejauh untuk melaksanakan tujuan
yang dikehendaki rakyat. Jadi menurut Locke tugas negara tidak boleh melebihi apa
yang menajdi tujuan rakyat. Negara tidak dibenarkan mencampuri segala hak yang
menyangkuti kepentingan rakyat. Peran negara dalam mengatur kehiduoan harus

14 Ibid., hlm.194.
15 Ibid., hlm.196.
16 Ibid., hlm.197.
dibatasi dan seminomal mungkin. Di mana dominasi jika terdapat negara yang
dominan dalam mengatur rajyat menurut Locke hanya akan menyebabkan hilangnya
hak-hak rakyat dan ketidakberdayaan rakyat menghadapi kekuasaan negara.
Kekuasaan negara diperkenankan mengatur dan mangambil pemilikan individu sejauh
hanya bila individu bersangkutan mengizinkannya.17

Negara harus menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak individual. Kepentingan


negara, atas dasar alasan apapun, tidak bisa menghilangkan hak-hak individual ini.
Locke percaya bahwa setiap manusia atau individu mempunyai hak-hal dasariah yang
tidak bisa diganggu gugat dan keberadaan hak-hal itu mendahului penetapan oleh
masyarakat atau negara. Hak-hak tersebuttelah ada dengan sendirinya sebelum
masyarakat politik atau negara terbentuk. Itulah yang dinamakan dengan Hak Asasi
Manusia (HAM). HAM tidak bisa dirampas dan harus dihormati, karena menjadi
bagian tak terpisahkan dan melekat dalam martabat sebagai manusia. Hak-hak
tersebut, antara lain; hak hidup, hak memiliki kekayaan, hak bebas beragama dan
berkeyakinan, serta hak “berontak” terhadap kekuasaan negara tirani.

Minimalisasi peran negara dan penghargaan tinggi terhadap hak-hak individual yag
dikemukakan Locke kemudian menjadi sumber inspirasi bagi kelahiran paham
kekuasaan negara penting da;am perspektif Locke karena tanpa meminimalisasi itu
kecenderungan kekuasaan negara untuk bersofat totaliter sulit untuk dihindari 18 .
Negara yang terlalu banyak mencampuru persoalan individu akan mudah tergoda
untuk menguasai seluruh aspek kehidupan masyarakat sehingga ruang gerak individu
untuk mengekspresikan kebebasannya menjadi snagat terbatas. Seandainya hal
tersebut terjadi, berarti telah terjadi penyimpangan terhadap prisnsip dasar tujuan
dibentuknya negara.

E. Agama dalam Civil Society

Kebebasan, seperti telah dikemukakan di atas, adalah nilai paling berharga dalam
pemikiran Locke, sehingga menurut pemikiran ini eksistensi kehidupan manusia akan
lenyap seiring lenyapnya kebebasan dari diri manusia. Salah satu bentuk kebebasan
yang harus menurut Locke adalah kebebasan menganut agama dan keyakinan dalam
civil society. Dalam konteks inilah terletak relevansi pembahasan gagasan toleransi
agama dalam pemikiran Locke.

Gagasan Locke mengenai toleransi agama sejalan dengan pandangannya tentang


perjanjian masyarakat dan wewenang kekuasaan negara. Yaitu, bahwa negara tidak
memiliki hak mencampuri persoalan keyakinan individual atau kehidupan beragama
seseorang. Agama merupakan keyakinan subjektif individu dan hanya individu
bersangkutan yang berhak mendefinisikan benar atau tidaknya keyakinan yang
dianutnya.

Di dalam surat yang ditulis oleh Locke saat ia diasingkan ke Belanda, Locke
mengemukakan argumentasi mengapa toleransi agama harus ditegakkan. Menurut

17 Magna Suseno, Etika Politik, Jakarta: Gramedia, 1992, hlm.220.


18 Suhelmi, Pemikiran, op,cit., hlm.199.
Locke semua manusia secara kodrati bebeas merdeka sejak dilahirkan ke dunia ini.
Tuhan tidak mendiskriminasi manusia atas dasar perbedaan agama, keturunan, atau
pemilikan kekayaan.

Locke memeasuki pembahasan mengenai toleransi agama dengan menjelaskan


hakikat tujuan hidup manusia adalah penyembahan kepada Allah. Semua hukum yang
dibuat, termasuk oleh gerjea, haruslah diorientasikan demi tujuan itu. Gereja tidak
diperkenankan mempergunakan kekerasan karena kekerasan sepenuhnya menjadi
milik pemerintah sipil dan pemilikan seluruh harta benda berada di bawah wewenang
pemerintahan sipil itu. Bila demikian, bagaimana cara gerje menegakkan undang-
undang? Undang-undang menurut Locke harus ditegakkan dengan cara yang cocok
dan sesuai dengan kodrat manusia, sesuai dengan keyakinan dan persetujuan banyak
orang. Bila tidak, maka undang-undnag itu tidak akan berguna, dan wajib ditolak.19

19 Ibid., hlm. 205-206.


BAB III

KESIMPULAN

John Locke lahir pada 29 Agustus 1632 di Wrington, Somerset Utara, Inggris Barat.
Ia lahir di sebuah keluarga sederhana dan hidup pada masa banyaknya negara yang
berperang. Masa-masa kecil Locke di Inggris, seperti juga yang dialami Hobbes,
adalah masa tragis ironis. Inggris sebagaimana banyak Negara Eropa abad XVII
dilanda perang saudara dan perang agama antara kaum Protestan dan Katolisisme.
Tragedi itu membuat Locke terguncang jiwanya sebab bagaimanapun ia merasakan
langsung akibat-akibat perang itu.

Monarki berasal dari bahasa Yunani yaitu, monos yang artinya satu dan archein yang
berarti pemerintahan. Secara sederhana, monarki dapat didefinisikan sebagai
pemerintahan yang dipimpin atau dikepalai oleh seorang raja, ratu, kaisar atau
semacamnya. Sedangkan, monarki absolut adalah sistem monarki dimana raja atau
ratu berperan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Locke memandang situasi awal manusia yang penuh keadilan, damai, dan kebaikan.
Negara timbul untuk mempertahankan situasi awal yaitu, kedamaian, keharmonisan,
dan kebaikan manusia. Negara tidak menjadi kekuasaan absolut, dapat diturunkan jika
gagal melaksanakan tugasnya dan jika melanggar hak masyarakat.

Mengenai perpektif Locke mengenai kekuasaan negara kita harus memahami dulu
tentang konsep pemilikan. Karena kekuasaan negara menurut Locke pada hakikatnya
dibentuk untuk menjaga hak-hak pemilikan individual. Yang dimaksud Locke dengan
hak-hak milik itu tidaklah semata-mata mengacu pada harta kekeayaan tapi juga pada
kehidupan.rasa takut dn perlunya perlindungan atas pemilikan kekayaan dan diri
itulah yang kemudian mendorong individu untuk menyerahkan sebagian hak0hak
alamiahnya melalui perjanjian atau kontrak social kepada suatu lembaga kekuasaan
tertinggi berupa negara atau masyarakat politik.

Gagasan Locke mengenai toleransi agama sejalan dengan pandangannya tentang


perjanjian masyarakat dan wewenang kekuasaan negara. Yaitu, bahwa negara tidak
memiliki hak mencampuri persoalan keyakinan individual atau kehidupan beragama
seseorang. Agama merupakan keyakinan subjektif individu dan hanya individu
bersangkutan yang berhak mendefinisikan benar atau tidaknya keyakinan yang
dianutnya.

Anda mungkin juga menyukai