PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak
terus dalam masyarakat global. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi
mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting
kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus
dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan.
Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar.
Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia
secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya
koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat
dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat
dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi memiliki banyak
penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai
proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan
kecil. Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi
informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan
bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain.
Globalisasi yang pada dasarnya ditandai dengan bebasnya aliran, modal, manusia,
barang, serta informasi, pada gilirannya telah membawa implikasi semakin terintegrasinya
sistem sosioekonomi dan politik secara global. Seperti dikemukakan Castells (1996) bahwa
space of places telah berubah menjadi space of flows. Tentu saja, hal ini berdampak luar biasa
pada negara sedang berkembang, seperti Indonesia, sehingga masalah pembangunan yang
dihadapi negara sedang semakin rumit. Globalisasi tidak mengenal batas-batas yurisdiksi
negara ataupun propinsi (sub-nation). Contohnya dapat disaksikan pada hubungan berbagai
wilayah (negara) yang berbatasan secara langsung, misalnya Hongkong (sebelum manjadi
bagian dari Cina) dengan beberapa Propinsi di Cina Selatan, seperti Ghuang Zhu, Mexico
dengan Amerika Serikat, khususnya disekitar negara bagian Texas dan California, dan
Segitiga Pertumbuhan (Growth Triangle) Sijori (Singapura-Johor-Riau). Globalisasi telah
1
mengakibatkan restrukturisasi kota dan wilayah di dunia (Knock, 1994; Sassen, 1994). Kota
dan wilayah terintegrasi dalam suatu jejaring (networks), satu dengan lainnya terkait erat.
Namun kota dan wilayah yang terimbas serta terintegrasi. Sejarah Penataan Ruang Indonesia
ke dalam jejaring itu bersifat selektif, artinya tidak semua kota atau wilayah mempunyai
kesempatan sama dapat masuk kedalam jejaring tersebut. Hanya kota dan wilayah yang
memiliki keunggulan (competitiveness) yang dapat masuk. Sementara itu, persaingan
antarkota dan wilayah untuk menarik investasi, terjadi dalam jejaring tersebut. Artinya, fungsi
serta peran kota dan wilayah bisa naik-turun sesuai kinerjanya. Proses ini, pada gilirannya,
berdampak pada restrukturisasi tata ruang kota dan wilayah. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dalam tulisan ini akan dikemukakan Pengaruh Globalisasi Terhadap Tata Ruang
Kota Dan Wilayah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang ingin penulis
sampaikan adalah bagaimana pengaruh globalisasi terhadap tata ruang kota dan wilayah?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh globalisasi terhadap tata ruang kota dan wilayah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI GLOBALISASI
2
Internasionalisasi:
Globalisasi
diartikan
sebagai
meningkatnya
hubungan
globalisasi di dunia.
Hilir mudiknya kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan
Organization (WTO).
Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi,
film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat
mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang
melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan
makanan.
Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional, inflasi regional dan lain-lain. Kennedy dan Cohen menyimpulkan
bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan
pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan
4
dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia
yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan
akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman
transformasi sosial.
2.1.2 DAMPAK GLOBALISASI
Adanya globalisasi mampu membuat dunia tampak sempit, dahulu apabila kita
akan menonton siaran sepak bola kita harus ke negara yang mengadakan
pertandingan. Tapi sekarang kita tidak perlu kemana-mana, kita cukup melihat di
televisi. Ketika akan menghubungi seseorang kita harus bertemu dengan orang
tersebut, tetapi sekarang dengan adanya pesawat telepon kita tidak perlu bertemu
langsung cukup berbicara melalui telepon saja. Adanya globalisasi membawa manfaat
bagi umat manusia tetapi ada juga dampak buruknya.
a. Dampak positif Globalisasi
1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
2. Mudah melakukan komunikasi
3. Cepat dalam bepergian ( mobilitas tinggi )
4. Menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan
7. Peranan pelaburan asing (FDI) dalam mewujudkan
pekerjaan
dan
pemerintahan
yang
baik
seperti
3.
4.
5.
6.
lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan. Jangka waktu rencana tata ruang
wilayah kota adalah 20 (dua puluh) tahun.
kota ditetapkan dengan peraturan daerah kota. Rencana rinci tata ruang sebagaimana
dimaksud di atas ditetapkan dengan peraturan daerah kota.
2.3 DAMPAK PADA TATA RUANG WIILAYAH DAN KOTA
Menutup abad ke-20 globalisasi industri telah membawa dampak yang luar biasa pada
perkembangan sosial ekonomi maupun fisik kota dan wilayah di Indonesia, khususnya di
Pulau Jawa. Hal ini tercermin antara lain dengan semakin meningkatnya permintaan lahan
untuk kawasan industri dan permukiman-permukiman baru, sebagai konsekuensi kian
meningkatnya penanaman modal, khususnya modal asing, dalam sektor-sektor industri, jasa,
dan properti. Hal ini sangat mudah dimengerti karena industri manufaktur maupun properti
keberadaannya sangat mengelompok di kota-kota besar dan wilayah sekitarnya, karena
fasilitas-fasilitasnya berada di sana. Akibatnya kota-kota besar di Jawa, seperti Jabotabek,
Gerbang kertasusila dan Bandung Raya, mengalami perkembangan yang luar biasa. Mudah
pula dimengerti kalau secara fisik perkembangan yang terjadi adalah pada bagian tepi
(outskirts) kotakota besar tersebut, karena faktor kemudahan dalam memperoleh lahan yang
lebih murah. Kawasan pusat kota secara besar-besaran juga mengalami pergeseran fungsi,
dari pusat industri manufaktur menjadi pusat kegiatan bisnis, keuangan dan jasa. Industri
7
manufaktur bergeser ke arah tepi kota. Permukiman di pusat kota beralih fungsi menjadi
kawasan bisnis, supermall, perkantoran dan sebagainya, sedangkan permukiman begeser ke
arah pinggir kota. Namun demikian perlu dicatat bahwa perkembangan kegiatan industri di
tepi kota-kota besar merupakan industri yang bersifat footloose, yakni jenis industri yang
keterkaitannya dengan bahan baku lokal serta perekonomian lokal sangat lemah, misalnya
industri-industri barang elektronik, garmen, sepatu dan sebagainya, dimana bahan bakunya
dipasok dari luar negeri.
Keterkaitan dengan ekonomi lokal hanya sebatas penyediaan tenaga kerja murah.
Tidak mengherankan pula kalau arus migrasi menuju kota-kota besar semakin meningkat,
terutama buruh wanita yang bekerja di industri-industri tersebut, yang pada gilirannya
menyebabkan pertambahan pesat penduduk di kota-kota tersebut, terutama di bagian tepinya
(Firman, 2003). Untuk kasus Jabotabek, hal tersebut ditunjukkan dengan sangat tingginya
laju pertambahan penduduk di kabupaten dan kota sekitar Jakarta, seperti Tangerang, Bekasi,
dan Depok. Sementara itu pertambahan penduduk di Kota Jakarta sendiri relatif sangat kecil,
bahkan Sensus Penduduk 2000 memperlihatkan bahwa laju pertambahan penduduk wilayah
Jakarta Pusat selama kurun 1990-2000 menunjukkan angka yang negatif (BPS, 2000).
Fenomena tata ruang lainnya yang dapat diobservasi saat itu bahkan hingga kini adalah
konversi lahan pertanian subur di pinggiran kota menjadi kawasan industri dan permukiman
baru. Hal ini terjadi pada skala besar-besaran dan tidak terkontrol, sementara rencana tata
ruang wilayah hanya sebagai macan kertas. Konversi ini bahkan terjadi di kawasan yang
berfungsi lindung, seperti Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur) dan Bandung Utara. Rencana
tata ruang dalam kenyataannya sangat dikendalikan oleh para developer, yang hanya
beorientasi pada bisnis lahan ketimbang pengembangan tata ruang wilayah. Pada saat itu
pemerintah kota dan kabupaten maupun badan Pertanahan nasional (BPN) seolah-olah tidak
berdaya menghadapi tekanan dari developer. Suatu contoh adalah rencana pengembangan
permukiman yang kontroversial di Jonggol, yang direncanakan untuk menjadi pusat
pemerintahan nasional. Namun demikian, pada akhirnya rencana kontroversial ini dibatalkan
pemerintah.
Wujud tata ruang perkembangan wilayah dan kota di Jawa ditandai dengan semakin
intensifnya hubungan kota-desa. Perbedaan kota dan desa secara fisik semakin tidak jelas.
Demikian juga kegiatan sosio-ekonomi masyarakat perdesaan tidak selalu indentik dengan
agraris (pertanian), tapi sudah merupakan suatu campuran dengan kegiatan bukan pertanian.
Kehidupan masyarakat perdesaan juga diwarnai dengan semakin berkembangnya kegiatan
8
penduduk Bali bermukim di kawasan yang dikategorikan sebagai urban. Sementara itu, laju
pertumbuhan penduduk Kabupaten Badung yang merupakan lokasi perhotelan dan kegiatan
pariwisata lainnya mencapai 2,77% per tahun selama kurun waktu tahun 1990-2000.
Perkembangan kegiatan ekonomi di Bali sangat bergantung pada sektor pariwisata. Jelas
bahwa setiap goncangan yang berdampak pada pariwisata, seperti misalnya terorisme atau
wabah penyakit, berdampak pada perkembangan ekonomi di Bali. Contohnya, peristiwa Bom
Bali 12 Oktober 2002 berdampak buruk pada perekonomian Bali. Sementara itu, Propinsi
Sumatera Utara perkembangan ekonominya ditunjang potensi perkebunan, khususnya kelapa
sawit. Propinsi yang berada di perbatasan juga memiliki potensi memanfaatkan dampak
positif globalisai, seperti misalnya Propinsi Kalimantan Barat, yang berbatasan dengan
Malaysia, serta Propinsi Sulawesi Utara yang berbatas dengan Filipina. Namun demikian
hingga saat ini tampaknya dampak-dampak tersebut belum bekerja penuh.
Beberapa Propinsi lain yang berbatasan dengan Malaysia dan Thailand pernah
direncanakan dikembangkan melalui kerjasama BIMP-EAGA (Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia dan Philippines-East ASEAN Growth Area), pada pertengahan tahun
1990-an, namun kemudian tidak terealisasi dengan baik karena berbagai kendala, terutama
sejak krisis ekonomi melanda Asia. Demikian pula kerjasama interregional lintas batas
negara, juga pernah dilakukan untuk Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Area (IMT-GT).
Daerah-daerah yang terlibat dalam kerja sama ini adalah Propinsi yang terletak di Sumatera
bagian utara, yang meliputi, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Aceh. Namun
demikian, saat ini, kerja sama terkendala krisis ekonomi yang belum pulih hingga
pertengahan tahun 2003.
10
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dalam proses globalisasi batas-batas (garis) khayal yuridiksi suatu negara menjadi
tidak bermakna, karena investasi, komoditas, manusia, informasi, serta nilai-nilai
(values) mengalir dengan bebas, hampir-hampir tidak ada hambatan.
Secara spasial integrasi perekonomian ini diwujudkan dengan munculnya sistem kota
dan wilayah secara global, yang di dalamnya membentuk suatu jaringan dan hirarki
kota-kota. Persaingan (kompetisi) antarkota secara global terjadi dalam jaringan
tersebut, yang memungkinkan suatu kota naik atau turun fungsi dan perannya dalam
jejaring tersebut.
Implikasi globalisasi dalam perkembangan wilayah dan kota serta tata ruang di
Indonesia dapat diidentifikasi baik pada masa boom ekonomi tahun 1980 hingga
pertengahan 1990-an, masa krisis ekonomi 1997-2000, dan pasca krisis atau masa
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Pada masa ekonomi boom globalisasi sangat
berdampak pada terjadinya pengutuban beberapa kota dan wilayah dengan
perkembangan yang sangat pesat, karena merupakan pusat kegiatan ekonomi dan
investasi serta infrastruktur, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan
Medan
DAFTAR PUSTAKA
Firman T. ___. Penataan Ruang dan Pembangunan Wilayah.
___. Pembangunan Perkotaan dan Pedesaan Bappenas.
(www.bappenas.go.id-
index.php/download_file/view/9710/1794/).
Wibowo I. 2010. Negara Centeng : Negara dan Saudagar di Era Globalisasi. Kanisius.