Anda di halaman 1dari 21

REINVENTING GOVERNMENT

Studi Kasus pada Pengembangan Potensi Pariwisata Kabupaten Lamongan


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Teori Birokrasi Publik yang dibimbing oleh Bapak
Prof. DR. Abdul Juli Andi Gani, MS

Disusun oleh:
1.
2.
3.
4.
5.

Amalia Mardhiasari
Ferina Rachmayanti
Metta Tantia Nur Saputri
Mairissa Nur Faami
Arif Rahman Hakim

135030101111085
135030101111034
135030107111016
125030100111170
125030100111187

Fakultas Ilmu Administrasi


Universitas Brawijaya Malang
Februari, 2016
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama ini, Public Administration selalu diterjemahkan dengan Administrasi Negara.
Akibat dari terjemahan seperti itu, selama beberapa dekade di Indonesia, orientasi administrasi
negara adalah bagaimana pelayanan kepada negara, dan masyarakat harus melayani negara,
semuanya serba negara sehingga muncul istilah abdi negara. Apabila segala sesuatu
diatasnamakan negara, maka hal tersebut sudah harus tuntas, dan direlakan; semua orang harus
berkorban demi negaranya. Dengan demikian, pelayanan yang semula dikonsep untuk
masyarakat umum, terbalik menjadi pelayanan untuk negara. Padahal konsep awal dari Public
Administration sesuai dengan terjemahannya adalah Administrasi Publik yaitu berorientasi
kepada masyarakat. Perkembangan terbaru paradigma administrasi publik, mengarah kepada
masyarakat dan berorientasi kepada masyarakat serta berupaya bagaimana strategi melakukan
atau melayani masyarakat (publik).
Sampai saat ini pemerintah berupaya mengoptimalisasikan kualitas pelayanan publik.
Sudah sejak lama, polemik sudah terjadi dikalangan para pakar mengenai cara untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih dan efisien, tanggap, dan akuntabel. Masing-masing
pakar memaparkan teori dan atau membantah dan memperbaiki teori yang ada sebelumnya. Teori
yang mapan menjadi paradigma, kemudian muncul teori baru untuk mendemistifikasi teori yang
mapan tersebut. Teori Reinventing Government yang tergolong pada The New Public
Management merupakan demistifikasi atas The Old Public. Dalam konsep reinventing
government pemerintah daerah Kabupaten Lamongan khususnya Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan melakukan inovasi-inovasi yang signifikan dalam pengembangan pariwisatanya
untuk memberikan kepuasaan pelayanan kepada masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori reinventing governmet?
2. Bagaimana penerapan teori reinventing government dalam pengembangan pariwisata di Kab.
Lamongan?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Administrasi Publik
Administrasi publik adalah suatu kombinasi yang kompleks antara teori dan praktek,
dengan tujuan mempromosi pemahaman terhadap pemerintah dalam hubungannya dengan
masyarakat yang diperintah, dan juga mendorong kebijakan publik agar lebih responsif tehadap
kebutuhan sosial. Adminis-tarasi publik berusaha melembagakan praktek-praktek manajemen
agar sesuai dengan nilai efektifitas, efisiensi, dan pemenuhan kebutuhan secara baik. Nicholas
Henry dalam Keban (2004, h.5)
2.2 Reiventing Government
Kata Reinventing Government apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, artinya
Memwirausahakan Pemerintah/Birokrasi. Maka konsepsi Reinventing Government terdiri dari
kata Memwirausahakan dan Pemerintah
a. Pengertian Wirausaha
Hendro dalam bukunya Dasar-dasar Kewirausahaan: Panduan Bagi Mahasiswa untuk Mengenal,
Memahami, dan Memasuki Dunia Bisnis, dan menjelaskan bahwa:
Wirausaha melakukan sebuah proses yang disebut creative destruction
untuk menghasilkan suatu nilai tambah (added value) guna menghasilkan
nilai yang lebih tinggi. Untuk itu keterampilan wirausaha (entrepreneurial
skill) berintikan kreativitas. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa The core of
enterpreneural skill is creativity. (2011: 29)
Maka dapat dipahami bahwa wirausaha tidak hanya berkaitan dengan bisnis saja, tapi
juga menyangkut suatu usaha maksimal untuk menghasilkan sesuatu nilai yang lebih tinggi
melalui suatu upaya-upaya yang kreativ dan inovatif.

b. Pengertian Government / Pemerintah

Pemahaman mengenai Government atau pemerintah, secara etimologis dijelaskan oleh


Dr. Djokosantoso Moeljono dalam bukunya Lead!: Galang Gagas Tantangan SDM,
Kepemimpinan, dan Perilaku Organisasi, bahwa:
Pemerintah adalah sebuah nama dalam Bahasa Indonesia yang diserap dari
bahasa Eropa, yaitu bestuur dalam Bahasa Belanda yang berarti pengurus,
dengan aktornya disebut besturder yang dapat berarti pengemudi, dan
aparatnya disebut bestursamblenaar yang berarti pamong praja. Pemerintah
dalam bahasa Indonesia juga berasal dari bahasa Inggris government yang
menurut kamus Oxford berarti the system by which a state or community is
governed, atau menurut thefreedictionary.com sebagai the act or process of
governing, especially the control and administration of public policy in a
political unit. Jadi, kata dasarnya adalah govern yang berasal dari bahasa
Latin guberno, yang artinya mengemudikan, memimpin, membimbing,
mengatur, mengurus, mengendalikan dan seterusnya.(2006: 103)
Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa Pemerintah atau Government,
adalah suatu kesatuan atau sistem yang memiliki fungsi umum untuk mengemudikan,
memimpin, membimbing, mengatur, mengurus, mengendalikan dan lain sebagainya yang
berkaitan dengan urusan-urusan publik untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
c. Pengertian Reinventing Government
Dari penjelasan sebelumnya, maka dapat kita pahami bahwa pemerintah wirausaha, atau
reinventing government adalah suatu sistem pemerintah yang digerakkan dengan secara
maksimal menghasilkan nilai lebih dengan semangat kreatif, inovatif dan dengan orientasi dekat
dengan pelanggan (masyarakat) melalui pendekatan-pendekatan baru demi mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Prof. Dr. Buchari Alma dalam bukunya
Kewirausahaan, yang menjelaskan konsepsi pemerintah wirausaha sebagai berikut:
Pemerintah wirausaha ini berpijak pada pengertian wirausaha yang
dikemukakan oleh Jean B. Say: sekitar tahun 1800 wirausaha adalah
memindahkan berbagai sumber ekonomi dari suatu wilayah dengan

produktivitas rendah ke wilayah dengan produktivitas lebih tinggi dan hasil


yang lebih besar. Dengan kata lain, seorang wirausahawan menggunakan
sumber daya dengan cara baru untuk memaksimalkan produktivitas dan
efektivitas (2011: 29)
Pemerintah wirausaha akan mendekatkan diri pada pelanggan (masyarakat) dan pada
kepuasan masyarakat. Hal ini menjadikan pola-pola pelayanan publik yang berbeda, dimana
sebelumnya para birokrat memposisikan diri sebagai Abdi Negara menjadi Abdi
Masyarakat.
2.3 Kepariwisataan
Menurut definisi yang luas, pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ketempat lain,
bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari
keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial,
budaya, alam, dan ilmu Kodhyat dalam Spillane (1994, h.21).
a. Pengembangan Potensi Pariwisata
Pengembangan objek wisata menurut Yoeti (1996, h.53) pada dasarnya mencakup tiga hal
yang sangat bekaitan, yaitu: a) Pembinaan produk wisata; b) Pembinaan masyarakat wisata; c)
Pemasaran terpadu.
b. Pariwisata dan PAD
Di Indonesia sektor yang paling dominan dan banyak dikembangkan pada saat ini adalah
sektor pariwisata. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia pada saat ini menunjukkan
peranan yang berarti dalam pembangunan perekonomian nasional, pariwisata juga sering
disajikan sebagai jawaban atas beberapa masalah yang dihadapi Indonesia antara lain
menciptakan lapangan kerja dan banyak peluang ekonomi, menjaga dan memperbaiki
lingkungan, serta mendorong perekonomian regiona. Karena potensi-potensi yang ada di daerah
berkenaan dengan pariwisata yang bertujuan dapat peningkatan PAD.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Reinventing Government
- Prinsip Reinventing Government
Konsep Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) pertama kali disampaikan
oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam buku mereka yang berjudul Reinventing
Government: How the enterpreneurial spirit is transforming the public sektor. Buku tersebut
ditulis sebagai saran untuk membantu pencarian solusi di pemerintah Amerika Serikat pada tahun
1993 yang menanggung beban berat sebagai akibat ditanganinya seluruh kegiatan atau
kebutuhan negara oleh pemerintah federal. Meskipun disambut dengan sikap skeptis, lambat
namun pasti, apa yang disampaikan Osborne dan Gaebler dalam buku tersebut ternyata
membawa angin segar bagi pemerintah federal dalam menyikapi permasalahan yang sedang
dihadapi pada saat itu.
Apa yang terjadi pada pemerintahan Amerika Serikat pada saat itu sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan kondisi Indonesia saat ini yang sedang mengawali era GLG (Good Local
Government) dimana sebagian wewenang pemerintah pusat didelegasikan pada pemerintahan di
daerah. Di GLG, pejabat negara (di daerah) harus kreatif, mandiri dan inovatif dalam
melaksanakan tugas-tugas kepemerintahannya karena inti dari otonomi daerah ialah keleluasaan
dan kebebasan lebih luas untuk menggali dan mengolah aset-aset alamiahnya. Mereka akan lebih
banyak bekerjasama langsung dan lebih luas dengan swasta. Hal inilah yang menjadi cakupan
dalamReinventing Government yang sering disebut juga dengan Mewirausahakan Birokrasi.
Permasalahan yang sering muncul dalam memahami reinventing government adalah
adanya anggapan bahwa dengan adanya konsep mewirausahakan birokrasi tersebut berarti kantor
dinas/ instansi di Pemerintahan Daerah (pemda) dituntut untuk berbisnis agar dapat memberi
nilai tambah untuk PAD. Padahal, maksud yang sebenarnya adalah memberdayakan institusional.
Bukan menciptakan pengusaha dalam lingkungan birokrasi pemerintahan.
Menurut Osborne dan Gaebler, mewirausahakan birokrasi berarti mentransformasikan
semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Di era otonomi daerah, dimana pemerintah di

daerah dituntut untuk bisa mandiri, usaha tersebut dapat diterapkan agar produktivitas dan
efisiensi kerja Pemda bisa dioptimalkan. Oleh karena itu, pemahaman atas cara-cara
mewirausahakan birokrasi Pemerintahan Daerah harus dikuasai oleh aparat birokrasi, terlebihlebih oleh Bupati/ Walikota termasuk pimpinan pada tiap-tiap instansi/ dinas.
Gagasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10
prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Adapun 10 prinsip tersebut adalah pertama,
pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh. Artinya, jika pemerintahan
diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai pengemudi yang
mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat
perahu bergerak. Pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan
kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat
teknis pelayanan (mengayuh).Cara ini membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang
pembeli yang terampil, mendongkrak berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai
sasaran kebijakannya. Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal,
meskipun mereka sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak
istimewa. Tetapi para produsen jasa publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang
menentukan kebijakan. Upaya mengarahkan membutuhkan orang yang mampu melihat seluruh
visi dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk mendapatkan
sumber

daya.

Upaya

mengayuh

membutuhkan

orang

yang

secara-sungguh-sungguh

memfokuskan pada satu misi dan melakukannya dengan baik.


Kedua, pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi
pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan rakyat akan
pemerintah. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi. Oleh karena itu,
pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri.
Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi
sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan
menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan
kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat. Ketika pemerintah mendorong
kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat, tanggung jawabnya belum berakhir. Pemerintah

mungkin tidak lagi memproduksi jasa, tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi.
Ketiga, pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian
pelayanan. Artinya, bila pemerintah berperan sebagai pelayan tidak hanya menyebabkan
sumberdaya pemerintah menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan pelayanan yang harus
disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah (organisasi publik), hal ini
tentunya mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas pelayanan publik yang dilakukan
mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara
masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya
diharapkan efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya
lingkungan yang lebih inovatif. Di antara keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah
efisiensi yang lebih besar sehingga mendatangkan lebih banyak uang, kompetisi memaksa
monopoli pemerintah (atau swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, kompetisi
menghargai inovasi, dan kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai
negeri.
Keempat, pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh
peraturan. Artinya, pemerintahan yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan
kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan bertele-tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus
digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien.
Karena dengan mendudukkan misi organisasi sebagai tujuan, aparatur pemerintahan dapat
mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada
karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut. Di antara keunggulan pemerintah yang
digerakkan oleh misi adalah lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel, dan lebih
mempunyai semangat yang tinggi ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh aturan.
Kelima, pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan. Artinya, bila
lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan
mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai
berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan
penghargaan, misalnya, seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja,
besar anggaran dan tingkat otoritas. Tanpa orientasi hasil, pemerintahan yang birokratis jarang

sekali mencapai keberhasilan. Mereka lebih banyak mengeluarkan dana untuk pendidikan,
namun nilai tes dan angka putus sekolah nyaris tidak berubah. Mereka mengeluarkan lebih
banyak untuk polisi dan penjara, namun angka kejahatan terus meningkat.
Keenam, pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan
boirokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan
perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan
yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai
pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara
cermat para pelanggannya, melaui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang
lain. Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani
warga masyarakat yang datang kepadanya. Tradisi ini harus diubah dengan menghargai mereka
sebagai warga negara yang berdaulat dan harus diperlakukan dengan baik dan wajar. Di antara
keunggulan sistem berorientasi pada pelanggan adalah memaksa pemberi jasa untuk bertanggung
jawab kepada pelanggannya, mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan pemberi jasa,
merangsang lebih banyak inovasi, memberi kesempatan kepada warga untuk memilih di antara
berbagai macam pelayanan, tidak boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan,
mendorong untuk menjadi pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar
bagi keadilan.
Ketujuh, pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan. Artinya,
sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan
akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak
atau memotong program publik, pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan
program publik dengan dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut. Dengan
melembagakan konsep profit motif dalam dunia publik, sebagai contoh menetapkan biaya untuk
public service dan dana yang terkumpul digunakan untuk investasi membiayai inoasi-inovasi di
bidang pelayanan publik yang lain. Dengan cara ini, pemerintah mampu menciptakan nilai
tambah dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuangan yang sulit.
Kedelapan, pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati. Artinya, pemerintahan
tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah.
Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan kesehatan. Untuk menghadapi

kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi. Untuk memerangi kebakaran, mereka membeli
lebih banyak truk pemadam kebakaran. Pola pemerintahan semacam ini harus diubah dengan
lebih memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan
pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; dan membuat peraturan bangunan, untuk
mencegah kebakaran. Pola pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan
mengingat persoalan-persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah (masih
berorientasi pada pengobatan) maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya untuk
memberikan respon atas masalah-masalah publik yang muncul.
Kesembilan, pemerintahan desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja. Artinya,
pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekerja
publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan. Akan tetapi, sekarang
abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, komunikasi antar daerah
yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi berubah
dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling diperlukan.
Tak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando dan keputusan untuk
turun. Beban keputusan harus dibagi kepada lebih banyak orang, yang memungkinkan keputusan
dibuat "ke bawah" atau pada "pinggiran" ketimbang menngonsentrasikannya pada pusat atau
level atas. Kerjasama antara sektor pemerintah, sektor bisnis dan sektor civil socity perlu
digalakkan untuk membentuk tim kerja dalam pelayanan publik.
Terakhir, prinsip yang kesepuluh adalah pemerintahan berorientasi pasar: mendongkrak
perubahan melalui pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok masal barang atau jasa
tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang
dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan
entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi, seperti
berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk membentuk
lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar kontrol dari hanya
institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah membentuk lingkungan sehingga pasar
dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang
sama.

Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, 10 prinsip di atas seharusnya


dijalankan oleh pemerintah sekaligus, dikumpulkan semua menjadi satu dalam sistem
pemerintahan, sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa berjalan lebih optimal dan
maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang
smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif) cheaper (operasionalnya murah) dan
kompetitif.
3.2 Konteks Penerapan Reinventing Government di Indonesia
Reinventing Government bukan bertujuan untuk menghilangkan peran pemerintah dalam
masyarakat dan menjadikan peran tersebut dijadikan peran swasta. Dengan kata lainReinventing
Government bukan indentik dengan swastanisasi, karena dengan swastanisasi menyeluruh fungsi
pemerintah sebagai publik service akan kabur oleh profit oriented pihak swasta. Menurut
Imawan,

prinsip

utama Reinventing

Government adalah:

(1) Steering

(mengendalikan,

memfasilitasi aktivitas masyarakat). (2) Empowering (memberdayakan anggota masyarakat).


(3) Meeting the need of the costumer, not bureaucracy. (4) Earning (5) Prevention. Prinsipprinsip utama reinventing government ini akan diigunakan sebagai dasar analisa untuk melihat
pelaksanaan reinventing government di Indonesia. Merujuk pada pendapat yang dikemukakan
Imawan tersebut, maka penerapan reinventing government untuk konteks Indonesia dapat dilihat
melalui kelima prinsip utama tersebut yakni:
Pertama, Steering. Paradigma tradisional tentang birokrasi pemerintahan menyatakan
bahwa birokrasi pemerintahan ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh
warga negara dan masyarakat dari bencana banjir ekonomi maupun politik. Hal ini menyebabkan
pemerintah merupakan aktor tunggal untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dan
masyarakat akan semakin tergantung kepada pemerintahnya. Paradigma tradisional ini
menyebabkan pemerintah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk meningkatkan mutu kerjanya,
karena sudah dililit oleh aktivitas-aktivitas rutin untuk melayani kebutuhan masyarakat. Mutu
pelayanan kepada masyarakat tidak bisa ditingkatkan lagi. Untuk itu perlu perubahan paradigma,
agar pemerintah tidak lagi sebagai pelaksana tunggal pelayanan kepada masyarakat tetapi
bermitra dengan pihak swasta. Agar pemerintah tidak lagi terjerat dengan kegiatan rutin sebagai
pelayan masyarakat, maka pemerintah perlu memikirkan untuk menyerahkan tugas-tugas
pelayanan tersebut kepada masyarakat (NGO -non government organization- atau pihak swasta)

atau melaksanakan pelayanan tersebut dengan bermitra dengan masyarakat (sistem koproduksi).
Pemerintah yang banyak melaksanakan tugas pelayanan akan semakin memberikan peluang
kepada gagalnya atau lemahnya mutu pekrjaan, maka dalam kondisi ini akan lebih baik jika
pemerintah menyerahkan urusan tersebut kepada swasta dan pemerintah hanya menetapkan
peraturan-peraturan yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta. Dengan memfokuskan diri
kepada pengarahan, maka daya pikir para pembuat kebijakan publik akan meningkat dan cermat,
sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil akan lebih produktif dan lebih cermat.
Kedua, Empowering. Pada pemerintahan yang menganut sistem otoriter kekuasaan
tertinggi berada ditangan penguasa (negara) dan tidak memberikan hak-hak politik kepada
rakyat. Pada sistem ini rakyat hanyalah sebagai objek tanpa mempunyai akses untuk ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan. Rakyat tidak dapat memberikan saran-saran/koreksi terhadap
kinerja pemerintah sehingga pemerintah bekerja tanpa terkontrol. Pada perkembangannya sistem
ini tidak populer lagi dimata masyarakat, apalagi pada sistem ini pemerintah harus melayani
seluruh kebutuhan masyarakat tetapi pemerintah tidak mampu melaksanakannya dengan baik.
Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan
perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah mengembalikan kekuasaan kepada rakyat
dengan melakukan pemberdayaan kepada rakyat (Empowering). Melalui sistem ini rakyat tidak
lagi sebagai objek pemerintahan tetapi juga sebagai subjek pemerintahan. Rakyat harus diberikan
kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri. Dalam pelaksanaan empowering ini ada beberapa
kendala yang dihadapi, yaitu keterbatasan kemampuan sumber daya manusia. Dengan
keterbatasan ini masyarakat belum mampu menterjemahkan berbagai misi pemerintahan. Disini
tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan pengetahuan masyarakat agar mampu melakukan
berbagai kegiatan dalam pembangunan.
Ketiga, Meeting the Needs of the Costumer, not the Bureaucracy. Dalam prinsip
reinventing government ini pemerintah harus memenuhi kebutuhan consumer(masyarakat) bukan
kebutuhan birokrasi. Gejala yang selama ini ada para administrator bekerja untuk mendapatkan
prestasi yang akan dinilai baik oleh atasannya. Para bawahan akan berusaha membuat atasan
senang agar dia mendapatkan pangkat yang lebih tinggi. Sedangkan masyarakat yang seharusnya
mendapatkan pelayanan yang baik dari para administrator menjadi faktor sampingan, faktor yang
utama adalah seorang administrator harus melayani kebutuhan para pejabat. Untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat para administrator harus merubah orientasi

pelayananan dari melayani kebutuhan para birokrat menjadi melayani kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian masyarakat akan merasa terayomi oleh pemerintah, merasa dekat secara
emosional dengan pemerintah. Hal ini akan terjadi jika telah terwujud Civil Society dalam
masyarakat. Dengan civil society masyarakat akan mempunyai ekses dalam mengawasi
pelaksanaan tugas pemerintahan. Jika terjadi pelanggaran, misalnya para birokrat tidak melayani
masyarakat dengan baik tetapi melayani birokrat atasannya, maka masyarakat akan meniupkan
peluit sebagai tanda peringatan kepada administrator. Dengan demikian penyimpangan akan
semakin dikurangi. Dengan kata lain administrator akan mengutamakan kepentingan masyarakat
daripada kepentingan birokrat.
Keempat, Earning. Sifat pemerintahan yang selama ini ada adalah selalu berusaha untuk
menghabiskan dana yang ada, tanpa perlu memikirkan bagaimana mendapatkan dana tersebut.
Semakin lama semakin terbatas sumber dana pemerintah, biaya yang dibutuhkan untuk
membiayai berbagai program pemerintah semakin tinggi. Disatu sisi pemerintah dapat
memungut pajak yang tinggi dari masyarakat untuk membiayai berbagai program pemerintah,
tetapi hal tersebut akan menambah beban masyarakat dan pada akhirnya akana mengurangi
akuntabilitas pemerintah dimata masyarakat. Disini berarti menaikan sektor pajak merupakan
cara yang tidak bijaksana. Sehubungan dengan hal di atas pemerintah perlu mempertimbangkan
pemikiran bahwa instansi pemerintah harus mampu menghasilkan dana untuk membiayai
berbagai programnya. Seorang manajer instansi pemerintah harus mampu melaksanakan tugas
sebagaimana halnya manajer perusahaan swasta yakni dengan mempertimbangkan input dan output dari instansinya. Masing-masing instansi pemerintah harus mampu membuat program yang
mampu menambah penghasilan instansinya, sebagaimana yang dilaksanakan oleh sektor swasta.
Dengan demikian instansi pemerintah dan para birokrat didalamnya akan terbiasa untuk
menghemat biaya/anggaran. Apabila seluruh instansi pemerintah sudah terbiasa untuk
menghasilkaan dana sendiri untuk membiayai berbagaaai kegiatannya bahkan sampai bisa
menabung/investasi untuk usaha lain, maka beban pemerintah untuk berbagai kegiatan
pemerintahan akan semakin berkurang. Dengan demikian konsentrasi pemikiran pemerintah
(pembuat kebijakan) akan tertuju pada masalah-masalah yang penting dan mutu pelayanan
pemerintah kepada masyarakat akan meningkat.
Kelima, Prevention. Pemerintah selama ini cenderung untuk menyelesaikan suatu
masalah setelah masalah tersebut timbul atau menjadi masalah besar. Setelah suatu masalah

menjadi masalah besar, maka pemerintah akan mengalami kesulitan besar untuk mengatasinya,
baik dari segi kerumitan maupun pembiayaan. Pemerintah harus sudah paham dengan situasi
politik nasional dan internasional. Apa-apa yang diinginkan oleh masyarakat harus mampu
dibaca oleh pemerintah. keputusan-keputusan yang diambil harus sesuai dengan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat. Akan terjadi akumulasi ketidakpuasan masyarakat dalam bentuk tindakan
anarkhis apabila kebutuhan masyarakat tidak terlayani oleh pemerintah. Jadi dengan memahami
kehendak politik rakyata secara dini, maka rakyat akan semakin dekat dengan pemerintahnya,
partisipasi politik rakyat akan semakin tinggi dan pemerintah akan melaksanakan pemerintahan
dengan tenang.
PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA DALAM PERSPEKTIF REINVENTING
GOVERNMENT
(Studi di Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Lamongan)
Implementasi 10 prinsip dalam perspektif Reinventing Government di Disbudpar
Kabupaten Lamongan
a. Pemerintahan Katalis
Dalam prinsip ini, Disbudpar Kabupaten Lamongan sudah memiliki kebijakan
strategis maupun rencana kegiatan yang tersusun selima lima tahun yang tertuang dalam
renstra. Dalam rencana kegiatan itu, sudah terdapat target selama lima tahun, realisasi
program, dan juga rincian dana untuk melakukan suatu pro-gram serta kegiatan. Oleh
karena itu dalam prinsip pemerintah katalis, Disbudpar sudah menggunakan tugas dan
fungsinya untuk membuat kebijakan strategis dengan baik.
b. Pemerintahan Milik Masyarakat
Dalam prinsip ini, Disbudpar Kabupaten Lamongan mempunyai program yang
disebut dengan Kelompok Sadar Wisata (KSW). KSW ini yang diharapkan memiliki
kontribusi dan aspirasi untuk Disbudpar Kabupaten Lamongan dalam menyusun program
ke depan. Masyarakat berusah dilibatkan dalam penyusunan langkah dan kebijakan yang
aan

dilaksanakan.

Oleh

karena

itu,

Disbudpar

Kabupaten

Lamongan

sudah

mengusahakan keperinatahannya bersama masyarakat dengan cukup baik melalui


program yang sudah dicanangkannya.
c. Pemerintahan Kompetitif
Dalam prinsip pemerintahan yang kompetitif, adalah bagaimana Disbudpar
Kabupaten Lamongan mampu berdaya saing dengan pemerintah daerah yang lain untuk
pengembangan pariwisata. Hal itu terbukti dengan kunjungan pariwisata Kabupaten
Lamongan yang secara kuantitas tidak jauh dengan daerah yang lain, bahkan unggu dari
beberapa daerah lain di Kawasan A daerah tujuan wisata Provinsi Jawa Timur. Oleh
karena itu dalam prinsip pemerintahan kompetitif Disbudpar Kabupaten Lamongan sudah
menjalankan tugasnya dengan baik.
d. Pemerintahan digerakkan Misi
Disbudpar Kabupaten Lamongan memiliki visi dan misi yang jelas untuk
menentukan arah kebijakan pengembnagan pariwisata Kabupaten Lamongan. Misi
tersebut memiliki orientasi jangka panjang, menegah, maupun jangka pendek yang cukup
terarah. Visi misi tersebuat tertuang dalam rencana strategis Kabupaten Lamongan. Oleh
karena itu, Disbudpar Kabupaten Lamongan telah memenuhi prinsip yang dinamakan
pemerintahan digerakkan oleh misi.
e. Pemerintahan Berorientasi Hasil
Pada prinsip ini, Disbudpar Kabupaten Lamongan berusaha mentukan kebijakan
strategis dan melakukan program serta kegiatan yang berlandaskan atas apa outcome
yang akan diterima. Hal itu terbukti dengan Disbudpar Kabupaten Lamongan yang
menerima penghargaan atas jasanya mengelola pariwisata dengan baik. Oleh karena itu,
pada prinsip ini, Disbudpar Ka-bupaten Lamongan telah melakukan proses dan
menghasilkan kemanfaatan dengan baik.
f. Pemerintahan Berorientasi Pelanggan
Prinsip pemerintahan berorientasi pada pelanggan ini fokus utamanya adalah
kepuasan pengunjung. Dalam hal kepuasan pada pengunjung, Disbudpar Kabupaten
Lamongan berupaya untuk melakukan program dan perbaikan-perbaikan sarana prasaran
di beberapa objek wisata. Oleh karena itu dalam prinsip ini Disbudpar Kabupaten
Lamongan sudah berupaya dan dijalankan dengan baik.
g. Pemerintahan Wirausaha

Pada dasarnya, prinsip ini adalah bagaimana Disbudpar Kabupaten Lamongan


mendapatkan keuntungan atau profit dari kebijakan dan program yang sudah dijalankan.
Disbudpar Kabupaten Lamongan melakukan sebuah upaya lima tahun terakhir ini
melakukan program pengembangan pariwisata yang diharapkan memberikan keuntungan
bagi pendapatan asli daerah (PAD). Sehingga, dalam prinsip ini Disbudpar Kabupaten
Lamongan telah melakukan kinerja yang cukup baik karena memiliki kontribusi yang
signifikan bagi PAD Kabupaten Lamongan.
h. Pemerintahan Antisipatif
Fokus utama dalam prinsip ini adalah bagaiamana kebijakan strategis Disbudpar
Kabupaten Lamongan untuk mengatasi hambatan yang akan datang di masa depan.
Untuk pengelolaan hambatan pengembangan pariwisata ini, Disbudpar Kabupaten
Lamongan sudah memiliki dokumen perencanaan dan penanganan pada hambatan yang
sudah dianalisis yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang. Oleh karena itu,
Disbudpar Kabupaten Lamongan sudah menjalankan prinsip ini dengan cukup baik.
i. Pemerintahan Desentralisasi
Dalam prinsip ini, yang menjadi fokus perhatian adalah penyeraha atau
pendistribusian tugas dan wewenang ke pada level pemerintahan yang lebih rendah.
Disbudpar Kabupaten Lamongan tidak sepenuhnya memiliki kewenangan pada seluruh
objek wisata di Kabupaten Lamongan untuk dikelola. Kaena ada beberapa pariwisata
yakni WBL dan Mazoola yang pengelolaannya masih dalam naungan Pemkab dan swata.
Sementara itu, Disbudpar Kabupaten Lamongan hanya menaungi wisata Makam Sunan
Drajad dan Waduk Gondang. Oleh karena itu dalam prinsip ini masih belum berjalan
dengan baik pada Disbudpar Kabupaten Lamongan.
j. Pemerintahan Berorientasi pada Pasar
Fokus perhatian dalam prinsip ini adalah usaha pemerintah untuk bekerjasama
dengan pihak swasta dalam program pengembangan pariwisata di Kabupaten Lamongan.
Disbudpar Kabupaten Lamongan menaungi dua pariwisata yakni Makam Sunan Drajad
dan Waduk Gondang. Namun dalam proses pengembangan itu, Disbudpar Kabupaten
Lamongan belum mampu melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk berinvestasi

di objek pariwisata yang mereka naungi. Oleh karena itu dalam prinsip ini belum bisa
dijalankan dengan baik oleh Disbudpar Kabupaten Lamongan.
3.3 Kelebihan dan Kelemahan Reinventing Government
- Kelebihan Reinventing Government
1. Pemerintah Daerah bisa berinovasi sehingga dapat membuat kebijakan yang pas untuk
daerahnya.
2. Pemerintah berubah posisi dari dilayani menjadi melayani
3. Campur tangan pemerintah berkurang, sehingga menimbulkan persaingan dalam memberikan
pelayanan yang lebih baik dengan swasta
- Kelemahan Reinventing Government
Konsep mewirausahakan birokrasi yang diusung oleh new public management masih
terkesan buat dirinya sendiri. Karena logikanya adanya sebuah upaya untuk memasarkan
birokrasi dengan menerapkan logika pasar. Dalam hal ini, masyarakat sebagai obyek pelayanan
akan sering dijadikan sebagai konsumen dan birokrasi sebagai pemberi pelayanan menjadi
produsen. Pola kerja birokrasi diubah dalam sebuah etika mekanisme pasar dengan menjunjung
tinggi keefektifan dan efesiensi. Pelayanan diibaratkan sebagai hasil produksi yang harus dibeli
oleh masyarakat dimana sebuah transaksi ekonomi tercipta yang mana rakyat dilihat sebagai
pembeli dan birokrasi sebagai produsen yang memberikan pelayanan. Sehingga ,berangkat dari
berbagai pola ini menjadi jelas bahwa masyarakat yang kemudian tidak berdaya secara ekonomi,
tidak akan mampu dan tidak akan mempunyai kekuatan untuk mengakses berbagai pelayanan
publik yang ada.
Jika mimpi new public management ini diterapkan dalam konteks Indonesia maka
kondisi yang tercipta adalah sebuah konteks pelayanan dimana uang sebagai parameter utama
pelayanan. Kemudian dalam posisi ini hanya mereka yang mempunyai kekuatan ekonomilah
yang akan mampu dan dengan mudah mengakses dan menerima berbagai pelayanan publik.
Sedangkan di pihak lain yakni pihak-pihak yang tidak mempunyai kekuatan modal akan
kesulitan mendapatkan pelayanan dan dinomorduakan dalam proses pemberian pelayanan. Hal

ini tentunya berlawanan dengan peran birokrasi sebagai lambang negara yang bertugas untuk
melayani masyarakat. Karena yang terjadi adalah negara hanya memperhatikan mereka yang
memiliki kapasitas ekonomi yang secara logis sudah hidup diatas kemapanan dan yang miskin
akan semakin terpinggirkan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Konsep Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) pertama kali disampaikan


oleh David Osborne dan Ted Gaebler. Gagasan-gagasan Osborne dan tentang Reinventing
Government mencakup 10 prinsip tersebut adalah: a) Pemerintahan katalis yakni mengarahkan
daripada mengayuh; b) Pemerintahan milik rakyat yakni memberi wewenang daripada melayani;
c) Pemerintahan yang kompetitif yakni menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian
pelayanan; d) Pemerintahan yang digerakkan oleh misi yakni mengubah organisasi yang
digerakkan oleh peraturan; e) Pemerintahan yang berorientasi hasil yakni membiayai hasil,
bukan masukkan; f) Pemerintahan berorien-tasi pelanggan yakni memenuhi kebutuhan
pelanggan, bukan birokrasi; g) Pemerintahan wirausaha yakni menghasilkan daripada
membelanjakan; h) Pemerintahan antisipatif yakni mencegah daripada mengobati; i)
Pemerintahan desentralisasi yakni dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja; j) Pemerintahan
berorientasi pasar: mendong-krak perubahan melalui pasar.
Sedangkan dalam konteks di Indonesia, prinsip utama Reinventing Government adalah:
(1) Steering

(mengendalikan,

memfasilitasi

aktivitas

masyarakat).

(2) Empowering (memberdayakan anggota masyarakat). (3) Meeting the need of the costumer,
not bureaucracy. (4) Earning (5) Prevention. Sebagai contoh pada pengembangan potensi
pariwisata dalam perspektif reinventing government di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Lamongan. Kesesuaian antara implementasi perspektif Reinventing Government
terhadap kinerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lamongan adalah mencapai
tingkat kesesuaian 80 %. Tingkat ini diperoleh dari hasil asumsi hitung 10 prinsip yang terdapat
dalam Reinventing Government, Disbudpar Kabupaten Lamongan memenuhi 8 prinsip,
sedangkan dua prinsip yang lainnya kurang memenuhi. Adapun penjabaran dari hasil kesimpulan
tersebut adalah 8 prinsip yang sesuai yakni: a) Pemerintahan Katalis; b) Pemerintahan Milik
Masyarakat; c) Pemerintahan Kompetitif; d) Pemerintahan di-gerakkan Misi; e) Pemerintahan
Berorientasi Hasil; f) Pemerintahan Berorientasi Pelanggan; g) Pemerintahan Wirausaha; h)
Pemerintahan Antisipatif. Sedangkan terdapat dua implementasi prinsip Reinventing
Government yang belum terpenuhi yakni: a) Pemerintahan Desentralisasi; b) Pemerintahan
Berorientasi pada Pasar.

Meskipun Reinventing Government mempunyai kelebihan diantaranya: 1) Pemerintah


Daerah bisa berinovasi sehingga dapat membuat kebijakan yang pas untuk daerahnya, 2)
Pemerintah berubah posisi dari dilayani menjadi melayani, 3) Campur tangan pemerintah
berkurang, sehingga menimbulkan persaingan dalam memberikan pelayanan yang lebih baik
dengan swasta. Sedangkan kelemahannya yaitu ..
4.2 Saran
Berangkat dari cita-cita mekanisme pasar yang diusung oleh Reinventing Government
diperlukan sebuah proses filterisasi terlebih dahulu bagi paradigma ini sebelum diterapkan dalam
konteks Indonesia. Karena berbagai mimpi tentang mekanisme pasar atau birokrasi pasar hanya
akan bisa dan mungkin berlaku dalam kondisi masyarakat yang telah mapan baik secara ekonomi
maupun secara politik. Kemudian dalam posisi ini hanya mereka yang mempunyai kekuatan
ekonomilah yang akan mampu dan dengan mudah mengakses dan menerima berbagai pelayanan
publik. Sedangkan di pihak lain yakni pihak-pihak yang tidak mempunyai kekuatan modal akan
kesulitan mendapatkan pelayanan dan dinomorduakan dalam proses pemberian pelayanan.

DAFTAR PUSTAKA
Wijayanto, Ismuhadi Heru, 2003, Pengembangan potensi pariwisata dalam Perrspektif
Reinventing Government di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lamongan, Jurnal

Administrasi

Publik,

Vol.

http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/183,

No.6,
diakses

pada

tanggal 29 Februari 2016


https://jutaajrullah.wordpress.com/2010/06/07/mewirausahakan-birokrasi-pemerintah-daerah-diera-good-local-governance/, diakses pada tanggal 29 Februari 2016
http://www.arsip.badilag.net/data/ARTIKEL/OPTIMALISASI%20PELAYANAN
%20PUBLIK.pdf, diakses pada tanggal 29 Februari 2016
http://hendriantosundoro.blogspot.co.id/2012/01/reinventinggovernment-sepertihalnya.html,
diakses pada tanggal 29 Februari 2016

Anda mungkin juga menyukai