Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PARADIGMA NEW PUBLIC SERVICE

Disusun Oleh:

Elly Nurlaela (CA181112040) Ketua

Liza Andriani (CA181111363)

DOSEN:

Dr. Ir. A. H. Rahadian, M.Si

INSTITUT STIAMI
ADMINISTRASI PUBLIK
ADMINISTRASI PERPAJAKAN
JAKARTA
2018

1 | Paradigma NPS
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Ilmu Administrasi Negara /
Publik, dengan judul “Paradigma New Public Service” dan penerapannya di
Indonesia”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasannya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Semoga makalah yang kami buat ini dapata bermanfaat untuk pengetahuan
kita semua.

Jakarta, 25 Oktober 2018

Penulis

2 | Paradigma NPS
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................... 2

Daftar Isi.......................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang................................................................................... 4
2. Ruang Lingkup Penulisan.................................................................. 5
3. Tujuan dan Manfaat Penulisan.......................................................... 5

BAB II KAJIAN TEORITIK

1. Pembahasan tentang New Pubic Service......................................... 6


2. Prinsip-prinsip New Publlic Service..................................................10
3. Dimensi Pengukuran Keberhasilan Penerapan
New Public Service...........................................................................10

BAB III PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN DARI PARADIGMA NEW

PUBLIK SERVICE

A. PERMASALAHAN
1. Bagaimana konsep New Public Sevice di Indonesia..................12
2. Bagaimana dampak penerapan New Public Service di
Indonesia.....................................................................................12
3. Apa kendala dalam menerapkan New Public Service di
Indonesia.....................................................................................12
B. PEMBAHASAN
1. Konsep New Public Service di Indonesia...................................12
2. Dampak penerapan New Public Service di Indonesia................17
3. Kendala dalam menerapkan New Public Service di
Indonesia.....................................................................................18

BAB IV PENUTUP..............................................................................................23

Referensi Pustaka......................................................................................................25

3 | Paradigma NPS
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Paradigma The New Public Management pada dasarnya mengkritisi


peran negara yang gagal dalam menggerakkan roda pembangunan. Negara
yang korup dan birokratis (hirarki, tidak efisien, tidak efektif, tidak transparan,
bahkan berujung padapraktek-praktek patrimonial yang melindungi dan
memihak pada afiliasi ras, suku, etnis, dan partai politik) dianggap sebagai
salah satu sumber penyebab kegagalan pembangunan.

New Public Service lahir sebagai anti thesa dan berusaha mengkritik
New Public Management, yang dianggap gagal di banyak negara. New Public
Management memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris,
Selandia Baru, dan beberapa negara maju lainnya, tetapi bagaimana
penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara
berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara
di kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep New Public
Management karena tidak sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi,
dan sosial-budaya negara yang bersangkutan.

Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis, maka


pilihan terhadap “the New Public Service (NPS)” dapat menjanjikan suatu
perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Aplikasi dari konsep
ini agak menantang dan membutuhkan keberanian bagi aparatur
pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena
mengorbankan waktu dan tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang
berlaku.

Alternatif yang ditawarkan adalah pemerintah harus mendengar suara


publik dalam berpartisipasi bagi pengelolaan tata pemerintahan. Memang
tidak gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada
konsep administrasi lama, daripada mengarahkan, menghargai pendapat
sebagaimana yang disarankan konsep New Public Service.

4 | Paradigma NPS
2. Ruang Lingkup Penulisan

Pembahasan tentang New Public Service dan penerapannya di


Indonesia.

3. Tujuan dan Manfaat Penulisan


Tujuan dan manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan New Public Service dan apakah
Indonesia sudah menerapkan konsep New Publik Service atau belum.

5 | Paradigma NPS
BAB II

KAJIAN TEORITIK
1. Pembahasan tentang New Public Service
Paradigma New Public Service (NPS) merupakan konsep yang
dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart
berjudul “The New Public Service : Serving, not Steering”, terbit tahun
2003. Paradigma New Public Service dimaksudkan untuk meng ”counter”
paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni
paradigma New Public Management yang berprinsip “run government like a
businesss” atau “market as solution to the ills in public sector”.

Teori New Public Service memandang bahwa birokrasi adalah alat


rakyat dan harus tunduk kepada apapun suara rakyat, sepanjang suara itu
rasioanal dan legimate secara normatif dan konstitusional. Seorang pimpinan
dalam birokrasi bukanlah semata-mata makhluk ekonomi seperti yang
diungkapan dalam teori New Public Management, melainkan juga makhluk
yang berdimensi sosial, politik, dan menjalankan tugas sebagai pelayan
publik. Untuk meningkatkan pelayanan publik yang demokratis, konsep “The
New Public Service (NPS)” menjanjikan perubahan nyata kepada kondisi
birokrasi pemerintahan sebelumnya. Pelaksanaan konsep ini membutuhkan
keberanian dan kerelaan aparatur pemerintahan, karena mereka akan
mengorbankan waktu, dan tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang
berlaku. Alternatif yang ditawarkan konsep ini adalah pemerintah harus
mendengar suara publik dalam pengelolaan tata pemerintahan. Meskipun
tidak mudah bagi pemerintah untuk menjalankan ini, setelah sekian lama
bersikap sewenang-wenang terhadap publik. Di dalam paradigma ini semua
ikut terlibat dan tidak ada lagi yang hanya menjadi penonton. Gagasan
Denhardt & Denhardt tentang Pelayanan Publik Baru (PPB) menegaskan
bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah
perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil, merata,
tidak diskriminatif, jujur, dan akuntabel. Disini pemerintah harus menjamin
hak-hak warga masyarakat, dan memenuhi tanggung jawabnya kepada

6 | Paradigma NPS
masyarakat dengan mengutamakan kepentingan warga masyarakat.
“Citizens First” harus menjadi pegangan atau semboyan pemerintah
(Denhardt & Gray, 1998).

Akar dari New Public Service dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang
demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl, dan Waldo. NPS
berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
1. Teori tentang demokrasi kewarganegaraan
Perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan
dan pentingnya deliberasi untuk membangun solidaritas dan komitmen
guna menghindari konflik.
2. Model komunitas dan masyarakat sipil
Akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan
membangun sosial trust, kohesi sosial, dan jaringan sosial dalam tata
pemerintahan yang demokratis.
3. Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru
Administrasi negara harus fokus pada organisasi yang
menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap
nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4. Administrasi negara postmodern
Mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam
memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way
perspective.

Dilihat dari teori yang mendasari munculnya New Public Service,


nampak bahwa New Public Service mencoba mengartikulasikan berbagi teori
dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat dari
berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma New Public
Service memiliki perbedaan karakteristik dengan Old Public Administration
dan New Public Management.

7 | Paradigma NPS
Tabel 1. Diferensiasi OPA, NPM, dan NPS

Aspek Old Public New Public New Public


Administration Management Service
Dasar teoritis
dan fondasi
Teori Politik Teori Ekonomi Teori Demokrasi
epistimologi
Rasionalitas Rasionalitas Teknis dan Rasionalitas
dan model Synoptic rasionalitas ekonomi strategis atau
perilaku (administrative (economic man) rasionaitas formal
Manusia man) (politik, ekonomi,
dan organisasi)
Kepentingan publik Kepentingan publik Kepentingan publik
secara politis mewakili agregasi
Konsep adalah hasil dialog
dijelaskan dan kepentingan individu
kepentingan
diekspresikan berbagai nilai
public
dalam aturan
hukum
Responsivita Clients dan Customer Citizen’s
s birokrasi constituent
publik

Peran Rowing Steering Serving


pemerintah

Pencapaian Badan pemerintah Organisasi privat Koalisi antar


tujuan dan nonprofit organisasi publik,
nonprofit, dan privat

Hierarki Bekerja sesuai Multi aspek:


administratif dengan kehendak akuntabilitas
Akuntabilitas hukum, nilai-nilai,
dengan jenjang pasar (keinginan komunitas, norma

8 | Paradigma NPS
yang tegas pelanggan) politik, dan standar
profesional
Diskresi Diskresi terbatas Diskresi diberikan Diskresi dibutuhkan
administrasi secara luas tetapi dibatasi dan
bertanggung jawab

Struktur Birokratik yang Desentralisasi Struktur kolaboratif


organisasi ditandai dengan organisasi dengan dengan kepemilikan
otoritas top-down kontrol utama yang berbagi
berada pada para secara internal dan
agen eksternal

Asumsi Gaji dan Semangat Pelayanan publik


terhadap keuntungan, entrepreneur dengan keinginan
motivasi Proteksi melayani
pegawai dan masyarakat
administrator

Sumber: Denhardt dan Denhardt (2003: 28-29)

New Public Service adalah paradigma yang berdasar atas konsep-


konsep yang pada hakikatnya sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Peran dari pemerintah adalah mengolaborasikan antara nilai-
nilai yang ada sehingga kongruen dan sesuai kebutuhan masyarakat. Sistem
nilai dalam masyarakat adalah dinamis sehingga membutuhkan pelayanan
yang prima dari pemerintah.

2. Prinsip-Prinsip New Public Service


Adapun prinsip-prinsip yang ditawarkan Denhart & Denhart (2003)
adalah sebagai berikut:
1. Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, Not Customer).

9 | Paradigma NPS
2. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest).
3. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value
Citizenship over Entrepreneurship).
4. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act
Democratically).
5. Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize that
accountability is not Simple).
6. Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer).
7. Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas (Value People, Not
Just Productivity).

3. Dimensi Pengukuran Keberhasilan Penerapan New Public


Service
Adapun dimensi Pengukur Keberhasilan dari diterapkannya New
Pulic Service. Keberhasilan penerapan konsep standar dan kualitas
pelayanan publik yang minimal memerlukan dimensi yang mampu
mempertimbangkan realitas dalam mengelola sektor-sektor publik yang lebih
partisipatif, transparan, dan akuntabel.. Ada sepuluh dimensi untuk mengukur
keberhasilan tersebut :
1. Tangable → Menekankan pada penyediaan fasilitas, fisik, peralatan,
personil, dan komunikasi.
2. Reability → Kemampuan unit pelayanan untuk menciptakan yang
dijanjikan dengan tepat.
3. Responsiveness → Kemauan untuk membantu para provider untuk
bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan.
4. Competence → Tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan
keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5. Courtessy → Sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan pelanggan serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Credibility → Sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat.

10 | Paradigma NPS
7. Security → Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin dan bebas dari
bahaya dan resiko.
8. Access → Terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan
pendekatan.
9. Communication → Kemampuan pemberi layanan untuk mendengarkan
suara, keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk
selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10. Understanding Customer → Melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.

BAB III

11 | Paradigma NPS
PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN DARI
PARADIGMA NEW PUBLIC SERVICE DALAM
PENERAPANNYA DI INDONESIA

A. Permasalahan
1. Bagaimana konsep New Public Service di Indonesia?
2. Bagaimana dampak dari penerapan New Public Service di Indonesia?
3. Apa kendala dalam penerapan New Public Service di Indonesia?

B. Pembahasan
1. Konsep New Public Service di Indonesia
Di Indonesia sendiri penerapan New Public Service sudah sangat lama
dibicarakan dan berusaha untuk direalisasikan, namun dalam kenyataannya
masih terkendala banyak hal dan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Menurut R Nugroho Dwijowiyoto (2001), kondisi riil birokrasi Indonesia


saat ini, digambarkan sebagai berikut :
1. Secara generik, ukuran keberhasilan birokrasi sendiri sudah tidak sesuai
dengan tuntutan organisasional yang baru. Di Indonesia, birokrasi di
departemen atau pemerintahan paling rendah, yang diutamakan adalah
masukan dan proses, bukan hasil. Karenanya, yang selalu diperhatikan
oleh para pelaku birokrasi adalah jangan sampai ada sisa pada akhir
tahun buku (birokrasi lama).
2. Birokrasi kita tidak pernah menyadari bahwa ada perubahan besar di
dunia. Di mana semua hal harus mengacu kepada pasar, bisnis harus
mengacu kepada permintaan pasar, dan kalau mau berhasil dalam
kompetisi harus mampu melayani pasar. Pasar birokrasi adalah seluruh
masyarakat, yang dilayani oleh birokrasi bukannya pejabat pemerintahan
atau pimpinan birokrasi itu sendiri, tetapi rakyat.

12 | Paradigma NPS
Birokrasi di Indonesia sangatlah commanding dan sentralistik,
sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan zaman masa kini dan masa depan,
di mana dibutuhkan kecepatan dan akurasi pengambilan keputusan. Selain
itu dengan posisinya yang strategis, birokrasi di Indonesia tak bisa
menghindar dari berbagai kritik yang hadir yaitu:
1. Buruknya pelayanan public
2. Besarnya angka kebocoran anggaran Negara
3. Rendahnya profesionalisme dan kompetensi PNS
4. Sulitnya pelaksanaa koordinasi antar instansi
5. Masih banyaknya tumpang tindih kewenangan antar instansi, aturan yang
tidak sinergis dan tidak relevan dengan perkembangan aktual masalah
lainnya.
6. Birokrasi juga dikenal enggan terhadap perubahan, ekslusif, kaku, dan
terlalu dominan sehingga hampir seluruh masyarakat membutuhkan
sentuhan-sentuhan birokrasi. (birokrasi lama)
7. Tingginya biaya yang dibebankan untuk pengurusan hal tertentu baik yang
berupa legal cost maupun illegal cost, waktu tunggu yang lama,
banyaknya pintu layanan yang harus dilewati dan tidak berprespektif harus
dihormati oleh rakyat.

Jika kita lihat dari pendapat R. Nugroho Dwijowiyoto penerapan New


Public Service masihlah belum terlaksana karena masih banyaknya masalah-
masalah yang masih perlu dibenahi sehingga menghambat proses penerapan
konsep New Public Service ini.

Kemudian jika mengacu kepada prinsip-prinsip dari New Public Service


itu sendiri ada beberapa berinsip yang masih belum terpenuhi. Berikut
beberapa prinsip yang belum terpenuhi dan juga kendala yang dihadapi :

1. Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest)


New Publik Service berpandangan aparatur negara bukan aktor
utama dalam merumuskan apa yang menjadi kepentingan publik.
Administrator publik adalah aktor penting dalam sistem kepemerintahan

13 | Paradigma NPS
yang lebih luas yang terdiri dari warga negara, kelompok, wakil rakyat,
dan lembaga-lembaga lainnya.
Administrator negara mempunyai peran membantu warga negara
mengartikulasikan kepentingan publik. Warga negara diberi suatu pilihan
di setiap tahapan proses kepemerintahan, bukan hanya dilibatkan pada
saat pemilihan umum. Administrator publik berkewajiban memfasilitasi
forum bagi terjadinya dialog publik. Argumen ini berpengaruh terhadap
peran dan tanggung jawab administrasi publik yang tidak hanya
berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan ekonomis tapi juga nilai-nilai
yang menjadi manifestasi kepentingan publik seperti kejujuran ,keadilan,
kemanusiaan, dan sebagainya.
Namun pada kenyataannya para pelayan publik masih belum
mengutamakan kepentingan publik. Sebagai contoh misalnya dalam
proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, penyelenggara
layanan secara berkali-kali menunda atau mengulur-ulur waktu dengan
alasan yang tidak dapat dipertanggung- jawabkan sehingga proses
administrasi yang sedang dikerjakan menjadi tidak tepat waktu
sebagaimana ditentukan (secara patut) dan mengakibatkan pelayanan
umum tidak ada kepastian sehingga menimbulkan masyarakat tak
nyaman dan menghilangkan rasa kepercayaan terhadap pelayan publik.

2. Kewarganegaraan Lebih Berharga dari Kewirausahaan (Value Citizenship


over Entrepreuneurship)
New Publik Service memandang keterlibatan citizen dalam proses
administrasi dan pemerintahan lebih penting ketimbang pemerintahan
yang digerakkan oleh semangat wirausaha. New Publik Service
berargumen kepentingan publik akan lebih baik bila dirumuskan dan
dikembangkan oleh aparatur negara bersama-sama dengan warga negara
yang punya komitmen untuk memberi sumbangan berarti pada kehidupan
bersama daripada oleh manajer berjiwa wirausaha yang bertindak seolah
uang dan kekayaan publik itu milik mereka.
Tak jarang proses pelayanan dijadikan lahan untuk meraup
keuntungan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya dalam
proses pemberian pelayanan umum kepada masyarakat, seorang

14 | Paradigma NPS
penyelenggara layanan meminta imbalan uang dan sebagainya atas
pekerjaan yang sudah semestinya dia lakukan (secara cuma-cuma)
karena merupakan tanggung jawabnya. Seorang pejabat atau
penyelenggara layanan menggelapkan uang negara, perusahaan
(negara), dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain
sehingga menyebabkan pelayanan umum tidak dapat diberikan kepada
masyarakat secara baik.

3. Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, Act


Democratically)
Ide utama prinsip ini adalah bahwa kebijakan dan program untuk
menjawab kebutuhan publik akan dapat efektif dan responsif apabila
dikelola melalui usaha kolektif dan proses kolaboratif. Prinsip ini berkaitan
dengan bagaimana administrasi publik menerjemahkan atau
mengimplementasikan kebijakan publik sebagai manifestasi dari
kepentingan publik. Fokus utama implementasi dalam New Publik Service
pada keterlibatan citizen dan pembangunan komunitas (community
building). Keterlibatan citizen dilihat sebagai bagian yang harus ada dalam
implementasi kebijakan dalam sistem demokrasi. Keterlibatan disini
mencakup keseluruhan tahapan perumusan dan proses implementasi
kebijakan. Melalui proses ini, warga negara merasa terlibat dalam proses
kepemerintahan bukan hanya menuntut pemerintah untuk memuaskan
kepentingannya. Organisasi menjadi ruang publik dimana manusia
(citizen dan administrator) dengan perspektif yang berbeda bertindak
bersama demi kebaikan publik. Interaksi dan keterlibatan dengan warga
negara ini yang memberi tujuan dan makna pada pelayanan publik.
Namun partisispasi masyarakat dalam pemerintahan masih
dibilang minim. Selama ini menurut Paper 01/TK/2011LoGoWa/FISIP
Universitas Indonesia/TK/4Prasojo (2008), ruang bagi publik untuk
berpartisipasi dilakukan oleh masyarakat secara spontan melalui
beberapa sarana. Diantara sarana utama yang dipergunakan sebagai
media partisipasi menurut Prasojo adalah sarana public hearing di DPRD,
pengaduan di kotak-kotak saran, dan melalui lembaga-lembaga resmi
lainnya. Meskipun demikian keterlibatan masyarakat tersebut belum

15 | Paradigma NPS
sampai pada tahapan citizen control, melainkan hanya sampai pada
tingkat informasi dan konsultasi saja. Apa yang disampaikan oleh Prasojo
(2008) tersebut, juga sejalan dengan pandangan dari tim revisiUU No.
32/2004. Menurut tim revisi UU No. 32/2004 terdapat sejumlah
permasalahan yang terkait dengan peran masyarakat madani dalam
pemerintahan, yakni:
1) Tidak ada pengaturan yang menghubungkan antara pemerintah
daerah dan masyarakat
2) Tidak ada cukup tersedia informasi tentang kegiatan pemerintahan
bagi masyarakat
3) Proses kebijakan di daerah yang masih lebih banyak mewakili
kepentingan elit politik daripada kepentingan publik.

4. Tahu kalau Akuntabilitas bukan Hal yang Sederhana (Recognize that


Accountability is not Simple)
Aparatur publik harus tidak hanya mengutamakan kepentingan
pasar, mereka harus juga mengutamakan ketaatan pada konstitusi,
hukum, nilai masyarakat, nilai politik, standard profesional, dan
kepentingan warga negara. Menurut New Publik Service, efisiensi,
efektivitas, dan kepuasan customer penting, tapi administrasi publik juga
harus mempertanggungjawabkan kinerjanya dari sisi etika, prinsip
demokrasi, dan kepentingan publik. Administrator publik bukan wirausaha
atas bisnisnya sendiri dimana konsekuensi ataupun kegagalan akibat
keputusan yang diambilnya akan ditanggungnya sendiri. Resiko atas
kegagalan suatu implementasi kebijakan publik akan ditanggung semua
warga masyarakat. Karena itu akuntabilitas administrasi publik bersifat
komplek dan multifacet atau banyak dimensi seperti pertanggung jawaban
profesional, legal, politis, dan demokratis.
Akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat apalagi di daerah-
daerah masihlah sangat kurang, banyak masyarakat yang tidak
mengetahui transparansi dari setiap kegiatan maupun laporan keuangan
yang ada di daerahnya. Hal ini mencerminkan bahwa akuntabilitas
pemerintah dalam hal demokrasi masih belum terpenuhi.

16 | Paradigma NPS
5. Melayani Warga Negara, bukan Customer (Serve Citizens, not
Customers)
New Publik Service memandang publik sebagai “citizen” atau
warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama.
Tidak hanya sebagai customer yang dilihat dari kemampuannya membeli
atau membayar produk atau jasa. Citizen adalah penerima dan pengguna
pelayanan publik yang disediakan pemerintah dan sekaligus juga subyek
dari berbagai kewajiban publik seperti mematuhi peraturan perundang-
undangan, membayar pajak, membela negara, dan sebagainya. New
Publik Service melihat publik sebagai warga negara yang mempunyai hak
dan kewajiban dalam komunitas yang lebih luas. Adanya unsur paksaan
dalam mematuhi kewajiban publik menjadikan relasi negara dan publik
tidak bersifat sukarela. Karena itu, abdi negara tidak hanya responsif
terhadap “customer”, tapi juga fokus pada pemenuhan hak -hak publik
serta upaya membangun hubungan kepercayaan (trust) dan kolaborasi
dengan warga negara.
Hal diatas masihlah belum terlaksana dengan baik karena kadang
kala ditemui adanya pelayanan publik yang mendahulukan pelayanan
terhadap pihak yang mempunyai kedudukan ataupun masyarakat yang
menggunakan uang untuk mempercepat proses dari pelayanan tersebut.
Misalnya pembuatan KTP, agar prosesnya cepat selesai maka seseorang
membayar si pelayan public tersebut sedangkan seseorang yang tidak
membayar dilayani dengan wajar dan kadang cenderung diundur-undur.
Hal ini menunjukan bahwa proses pelayanan masih mengikuti
kemampuan seseorang untuk membeli atau membayar suatu produk jasa.

2. Dampak Penerapan New Public Service di Indonesia


Dampak penerapan New Public Service di Indonesia juga
memberikan dampak yaitu adanya kesadaran dalam peranan negara yang
sebenarnya. Tidak lagi otoriter maupun masih memilih siapa yang berhak
mendapatkan pelayanan dari Negara. Dalam konteks kekinian praktek
Administrasi Publik di Indonesia telah mengarah pada prinsip-prinsip
paradigma New Public Service. Hal ini dapat dilihat pada beberapa

17 | Paradigma NPS
kebijakan public yang berpola bottom up, yaitu alur pengambilan
keputusan ditetapkan secara berjenjang mulai dari level struktur yang
paling bawah atau masyarakat, yang kemudian menjadi dasar keputusan
struktur teratas. Pada pola bottom up menunjukkan kecenderungan bahwa
pada dasarnya pemerintah menganggap masyarakat sebagai warga
Negara atau pemilik sah pemerintahan bukan sebagai pelanggan atau
pembeli. Pengaruh paradigma New Public Service ini memberikan
wawasan baru bahwa Negara seharusnya memberikan pelayanan public
bagi semua warga Negara. Hal inilah yang mendorong administrasi publik
di Indonesia untuk menerapkan paradigma tersebut yang menerapkan
pelayanan kepada setiap warga negara di Indonesia serta memberi
kemudahan dengan adanya program-program yang diselenggarakan
pemerintah untuk datang memberi pelayanan pada warga negara yang
menjangkau segala pelosok daerah. Dari adanya program-program
tersebut sebagai bukti bahwa paradigma New Public Service telah
memberi pemikiran baru dalam cara memerintah sebuah negara. New
Public Service adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang
mencoba menutupi (cover) kelemahan-kelemahan paradigma Old Public
Administration dan New Public Management .

3. Kendala Dalam Menerapkan New Public Service


Permasalahan Administrasi Publik di Indonesia Administrasi
publik dalam perkembangannya di Indonesia telah melalui beberapa
tahap, mulai dari masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, orde baru,
dan masa reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang. Sebagai salah
satu negara yang ada di dunia tentunya Indonesia juga merupakan bagian
sistem pelaksanaan administrasi global, yang selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan kontradiksi dan saling hubungan antar sesama
bangsa di dunia. Dan Indonesia pun saat ini mulai mengadopsi sistem
administrasi dengan paradigma yang palig baru yaitu New Publik Service.
Hanya saja banyak permasalahan administrasi yang terjadi di
Indonesia antara lain:

18 | Paradigma NPS
1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal) Dalam mengadopsi sistem
administrasi, maka tidak bisa dengan utuh langsung diterapkan di
sebuah negara atau daerah, karena pasti budaya setempat
mempengaruhi dengan kuat ketika akan mempraktekkannya. New
Publik Service atau good governance sulit untuk di terapkan di
Indonesia, karena budaya masyarakat Indonesia yang biasa melayani
kepentingan penguasa, maka aparatur yang seharusnya melayani
warga masyarakat, malah berbalik arah untuk minta dilayani, dan
masyarakat pun dengan senang hati melayani kepentingan atau
kemauan penguasa dalam hal pengurusan permasalahan administrasi
pemerintahan. Budaya asal bapak senang, budaya
kroonisme/nepotisme, tidak bisa di pisahkan dalam pelaksanaan
administrasi, rasa kekeluargaan di Indonesia sangat kuat, apabila ada
saudara, famili, atau tetangga yang mempunyai wewenang untuk
melakukan proses pengurusan administrasi pemerintahan, pastilah kita
minta bantuannya dan otomatis famili atau keluarga tersebut akan
mendahulukan kita tanpa proses antri, dan masih banyak contoh yang
lainnya. “Kenyamanan” yang dirasakan selama ini oleh jajaran birokrat
(status quo) membuat mereka sulit untuk merubah pola pikir maupun
sikap mental untuk mendukung kearah perubahan yang lebih baik.
Intinya terjadi penentangan oleh pihak internal (birokrat itu sendiri)
terhadap usaha perubahan yang menjadi inti dari reformasi pelayan
public menuju New Public Service ini. Ketidakinginan untuk merubah
pola pikir termasuk budaya kerja dari para birokrat yang ada tentunya
menjadi kendala dalam perubahan itu sendiri. Reformasi birokrasi tidak
dapat terlaksana secara optimal karena belum menyentuh hal yang
paling mendasar yaitu “kultur”. Selama ini reformasi birokrasi hanya
menyangkut hal – hal yang menyangkut kelembagaan, tata laksana,
serta sumber daya manusia yang masih terbatas pada tataran
pendidikan dan pelatihan.

Sebuah kultur atau budaya birokrasi dapat dipandang sebagai


produk pengalaman antara nalar dan emosi. Kultur birokrasi hanya

19 | Paradigma NPS
dapat tumbuh karena orang mengalami realitas pemerintah birokratis.
Pengalaman inilah yang melahirkan seperangkat komitmen emosional
yang tanpa disadari membentuk gagasan – gagasan serta sikap model
mentalitas birokrat sejati. Faktor inilah yang merupakan hal krusial
dalam implementasi penerapan New Public Service di Indonesia
secara menyeluruh.

2. Politisasi Administrator Daerah Tuntutan otonomi daerah pada saat


reformasi tahun 1998, merupakan bentuk dari ketidakpuasan daerah
dalam rangka pembagian kekayaan daerah dengan pusat, walaupun
hanya daerah-daerah tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh,
Kaltim, dsb) yang menuntut ruang yang lebih besar dalam pengelolaan
kekayaannya, atau mereka akan melepaskan diri dari NKRI. Dalam
perkembangannya otonomi daerah dengan sistem pemilihan kepala
daerah (Pilkada) secara langsung, dimana kepala daerah merupakan
jabatan politis yang dicalonkan oleh partai, sehingga unsur politis tidak
akan pernah lepas dari corak dan gaya kepemimpinannya.
Administrator daerah dalam hal ini kepala daerah sebagai jabatan
politis maka akan banyak kepentingan politis yang lebih mempengaruhi
dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan. Ini bisa terlihat setiap
ada pergantian kepala daerah, maka pasti akan diikuti oleh pergantian
pejabat eselon yang ada, tanpa alasan yang jelas hampir semua
pejabat diganti, dengan alasan menempatkan orang yang loyal, dan ini
menyebabkan pejabat eselon juga menjadi mandul, tidak kritis
terhadap kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, karena takut
jabatannya di copot. Kemudian bisa di pastikan ada kesepakatan-
kesepakatan politik antara kepala daerah terpilih dengan partai yang
mencalonkannya, minimal pada pembagian proyek-proyek daerah.
Dan masih banyak yang lainnya. Dapat kita simpulkan bahwa
permasalahan yang ada di Indonesia dalam pelaksanaan administrasi
publik, secara garis besar adalah pengaruh budaya lokal yang tidak
bisa bertransformasi langsung dengan baik terhadap konsep-konsep
yang kita ambil dari luar, oleh karena itu, kita masih membutuhkan

20 | Paradigma NPS
waktu yang lama untuk melakukan perubahan budaya ke arah yang
lebih baik. Kemudian yang kedua adalah politisasi dalam pelaksanaan
administrasi publik yang sangat kental dan pengaruh politik ini bisaa
menjadi dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi
administrasi publik belum bisa melepaskan diri dari ranah politik maka
kebijakan publik pun tidak akan pernah lepas dari kepentingan politik.

3. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah


Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi sayangnya,
peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti buta
saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam
labirin. Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur
baku (SOP-Standart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat
kurang. Padahal, ini sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan
masyarakat yang strategis. Misalnya perihal pengurusan administrasi
kependudukan, seperti KTP, Sertifikat Tanah, Paspor, atau Surat Nikah.
Akibatnya, informasi yang sampai ke masyarakat umum menjadi
terbatas dan terkesan simpang-siur. Banyak masyarakat yang tidak tahu
mengenai prosedur baku (SOP-Standart Operating Procedure) suatu
layanan. Celakanya, hal inlantas dimanfaatkan oleh segelintir oknum
tidak bertanggung jawab atau orang-orang oportunis yang duduk di
birokrasi, untuk menjalankan “aksi”-nya demi keuntungan pribadi.

4. Kinerja Pegawai Rendah


Sudah jadi rahasia umum kan, kalau etos kerja pegawai pelayanan
publik kita buruk. Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah,
attitude dalam memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang
tegasnya sanksi bagi pegawai yang berkinerja buruk. Ya, disini kita
sedang membicarakan tentang tidak ramah saat memberikan
pelayanan, tidak tepat waktu, lambat, kebanyakan ngobrol, sering bolos
kantor untuk belanja di pasar, dan lain sebagainya.
Jadi bagaimana pelayanan publik bisa maksimal kalau pegawai-nya
tidak disipilin, berkinerja rendah, dan tidak takut berbuat kesalahan

21 | Paradigma NPS
karena tidak adanya sanksi yang tegas. Sebagai contoh mudah, soal
sering ngaret-nya jam buka pos pelayanan (apapun itu), yang
mengakibatkan antrean panjang. Masyarakat jadi korban.

Persoalan pelayanan publik di Indonesia secara singkat dapat


dikelompokkan kedalam 3 hal, yaitu :
1. Paradigma pelayanan publik dan mentalitas aparat
Aturan dan regulasi yang ada sebenarnya sudah meneguhkan
tanggung jawab Negara dalam memberi pelayanan, namun ironisnya
banyak ditemukan kasus yang menggambarkan buruknya pelayanan
public di Indonesia. Selain itu, belum berubahnya sikap dan paradigma
dari aparat pemerintah dalam pemberian pelayanan yang masih rules-
driven atau berdasar perintah dan petunjuk atasan, namun bukan
kepuasan masyarakat. Setiap aparat harusnya memahami esensi dari
pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat.

2. Kualitas pelayanan tidak memadai dan masih diskriminatif


Jaminan terhadap pemenuhan hak-hak dasar
masyarakat yang tanpa diskriminasi belum diberikan dengan kualitas
yang memadai. Selain itu, pelayanan publik yang disediakan umumnya
terbatas, misalnya jumlah, kualitas tenaga, fasilitas dan sarana tidak
memadai dan tidak merata. Umumnya ini disebabkan oleh
keterbatasan SDM serta alokasi anggaran yang kurang memadai
dalam APBD. Disejumlah daerah, APBD lebih banyak dihabiskan untuk
kegiatan rutin dibandingkan kegiatan pembangunan.

3. Belum ada regulasi yang memadai


Regulasi yang ada belum mampu meyakinkan bahwa
kewajiban Negara semestinya diiringi dengan kemampuan member
pelayanan yang terbaik kepada warganya. Selain itu, partisipasi
masyarakat dalam proses pemberian layanan belum optimal, meski
terdapat perangkat yang dapat mendukung upaya itu.

22 | Paradigma NPS
BAB IV
PENUTUP

Dengan demikian dari paradigma the new public service yang


dipaparkan diatas, penulis berpendapat bahwa semua ini menekankan pada
partisipasi warga negara dalam merumuskan program-program layanan publik
yang berpihak pada kebutuhan warga negara, memiliki hak yang sama, memberi
ruang bagi partisipasi publik dan transparansi para penyedia layanan dalam
menghadapi warga negara, akuntabilitas sesuai dengan program, norma dan
implementasi yang dijalankan lembaga birokrasi selama ini.

Paradigma pelayanan publik minimal yang harus diterapakan provider


kepada user adalah akumulasi berbagai program yang berorientasi pada pilihan
sekaligus suara publik sebagai cerminan dari perjuangan yang digalakkan
pemerintah menuju paradigma pelayanan publik yang mau mendengar suara
warga negara sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan setiap kebijakan
pelayanan publik, termasuk didalamnya pelayanan KTP, Akte Kelahiran, IMB,
dan sejenisnya.

Hingga saat ini Indonesia sudah mulai mengadopsi konsep New Public
Service. Namun hanya saja dalam pelaksanaanya masih dihadapkan dengan
berbagai macam kendala, yaitu :
1. Pengaruh budaya lama (budaya feodal)
2. Politisasi Administrator Daerah Tuntutan otonomi daerah pada saat reformasi
tahun 1998, merupakan bentuk dari ketidakpuasan daerah dalam rangka
pembagian kekayaan daerah dengan pusat, walaupun hanya daerah-daerah
tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh, Kaltim, dsb) yang menuntut
ruang yang lebih besar dalam pengelolaan kekayaannya, atau mereka akan
melepaskan diri dari NKRI.
3. Kurangnya sosialisasi dari Pemerintah

23 | Paradigma NPS
Semua urusan sebenarnya sudah ada peraturannya, tapi
sayangnya, peraturan-peraturan itu kurang disosialisasikan. Jadi kita seperti
buta saat mencoba mencari tahu tentang sesuatu, seperti masuk ke dalam
labirin. Informasi mengenai kejelasan mengenai peraturan dan prosedur baku
(SOP-Standart Operating Procedure) yang berlaku masih sangat kurang.
Padahal, ini sangat penting, terutama di pos-pos pelayanan masyarakat yang
strategis. Misalnya perihal pengurusan administrasi kependudukan, seperti
KTP, Sertifikat Tanah, Paspor, atau Surat Nikah.
4. Kinerja Pegawai Rendah
Ini termasuk masalah kedisiplinan yang rendah, attitude dalam
memberikan pelayanan yang kurang baik, maupun kurang tegasnya sanksi
bagi pegawai yang berkinerja buruk.

24 | Paradigma NPS
Referensi Pustaka

http://opzloper.blogspot.com/2017/09/penerapan-new-public-service-nps-di.html

http://renimutiaablog.blogspot.com/2016/09/the-new-public-service.html

http://lp3m.ummu.ac.id/pelayanan-publik-dalam-paradigma-baru-the-new-public-
service

25 | Paradigma NPS

Anda mungkin juga menyukai