Anda di halaman 1dari 6

SOCIALEQUITYDALAMPERKEMBANGANPARADIGMAADMINISTRASI

PUBLIK
BambangIrawan
Thenewparadigminpublicadministrationemphasizesmorepreciselyhowthe
administrationisabletoanswerthechallengebyfocusingontheperspectiveofsocial
equity(social
justice).
Abstrak
Pemahaman tentang administrasi publik yang hanya mengedepankan tolak ukur efisiensi
dan ekonomis sudah tidak sesuai lagi dengan tantangan perubahan zaman. Paradigma
dalam administrasi publik baru justru lebih menitikberatkan bagaimana administrasi
mampu menjawab tantangan dengan menitikberatkan pada sudut pandang socialequity
(keadilan sosial). Pemahaman yang benar tentang keadilan sosial bukan hanya
menyadarkan posisi penyelenggara administrasi publik pada tempat yang seharusnya
berjalan, namun lebih jauh adalah tercapainya tujuan dari dari administrasi itu sendiri.
Keyword : Socialequity, adminsitrasi publik
Abstract
Anunderstandingofpublicadministrationwhichonlypromoteefficiencyandeconomic
benchmarksarenolongerrelevanttothechallengesofchangingtimes.
Correctunderstandingofsocialjusticenotonlyrealizethepositionorganizers
ofpublicadministrationinplacethatshouldrun,butfurtheristheachievementofthe
objectivesoftheadministrationitself.
Keyword:Socialequity,publicadministration
1.Pendahuluan
Memahami tentang terbentuknya negara merupakan suatu manifestasi dari bersatunya
sekelompok orang yang merasa senasib, terikat oleh lokasi dan tanah air, mempunyai
tujuan bersama dan kepentingan bersama, sekelompok orang ini kemudian disebut
masyarakat atau rakyat. Suatu negara dibentuk dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan
kepentingan bersama dari sekelompok orang tersebut. Kepemimpinan sektor publik dan
aparatur negara dibentuk dalam rangka memudahkan pencapaian tujuan dan kepentingan
bersama. Agar tidak terjadi penyimpangan yang dilakukan pemimpin dan aparat negara
dalam mencapai tujuan dan kepentingan bersama, maka sebagai konsekuensi dipahami
perilaku pemimpin dan aparatur negara dalam menerjemahkan kepentingan-kepentingan
rakyat.
Ukuran-ukuran yang bersifat normatif diperlukan dalam interaksi antara penyelenggara
negara dan rakyat. Ukuran normatif yang layak dipergunakan sebagai tolok ukur
keberhasilan pranata publik adalah terwujudnya keadilan sosial. Nilai keadilan sosial
tercapai dengan perwujudan suatu masyarakat yang seimbang dan teratur sehingga
seluruh
warga negara dapat memperoleh kesempatan guna membangun suatu kehidupan yang
layak dan masyarakat yang lemah dapat memperoleh bantuan seperlunya. Keadilan sosial
merujuk kepada masyarakat dan negara yang dapat berfungsi sebagai subjek maupun
objek, sehingga konsepsi keadilan sosial membawa konsekuensi, di satu pihak
mewajibkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum serta membagi beban dan
manfaatnya kepada para warga negara secara proporsional seraya membantu anggota
anggota yang lemah, dan di lain pihak mewajibkan para warga untuk membantu

masyarakat atau negara guna mencapai tujuannya. Nilai keadilan sosial muncul setelah
tumbuh gagasan negara yang sejahtera (welfarestate). Asas pokok negara sejahtera
menurut Kumorotomo (2002) adalah: a. Setiap warga negara, semata-mata
karena dia manusia, berhak atas kesejahteraan dasar atau taraf hidup menimum;
b. Negara merupakan persatuan orang- orang yang bertanggung jawab atas taraf hidup
minimum semua warganya; dan
c. Penempatan pekerja secara penuh merupakan puncak tujuan sosial yang harus
didukung oleh kebijakan pemerintah.
Melihat ke tiga asas negara sejahtera di atas, tampak jelas bahwa negara ingin
menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas tertinggi. Bagi Indonesia, konsep
negara sejahtera juga merupakan cita- cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam
konstitusi, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
amandemen ke empat. Pada pembukaan tersebut dinyatakan bahwa pemerintah Indonesia
ditugaskan untuk memajukan kesejahteraan umum serta mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Bila membaca ulang landasan konstitusi tersebut, akan
tertangkap spirit amat kuat bahwa para foundingfatherkeinginan sejati membangun
Indonesia menjadi negara sejahtera modern (modernwelfarestate).Simak kata- kata
emas preambul konstitusi, membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pasal-pasal dalam konstitusi kita yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai pentingnya
kesejahteraan
bagi setiap warga negara, yaitu: Pasal 27 ayat 1 dan 2 mengenai kedudukan dan hak
warga negara; Pasal 30 mengenai pertahanan negara; Pasal 31 ayat 1 dan 2 mengenai
pendidikan; Pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 mengenai kesejahteraan sosial; Pasal 34 mengenai
fakir miskin dan anak-anak terlantar. Pasal-pasal tersebut selanjutnya sebagai landasan
pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas negara kesejahteraan dan keadilan sosial.
Pasal-pasal tersebut mengandung penegasan bahwa penyelenggaraan administrasi
pemerintahan yang menuju cita-cita kesejahteraan atau keadilan sosial merupakan
kewajiban bagi seluruh aparat di setiap jenjang. Kemampuan manusia untuk berbuat adil
membuat demokrasi mungkin, tetapi kecenderungan manusia untuk berbuat tidak adil
membuat demokrasi perlu (Reinhold Niebuhr dalam Frederickson, 1988). Dalam era
demokrasi, hak-hak dan kewajiban warga Negara telah diserahkan negara untuk
mengelolanya, termasuk hak atas kesejahteraan. Karena itu nilai keadilan sosial perlu
ditegakkan dalam penyelenggaraan negara dan etika administrasi negara menjadi perlu
agar tidak terjadi ketidakadilan.
2.SocialEquitysebagaiPendekatanyangDigunakandalamAdministrasiPublik
Untuk memberikan pemahaman tentang keadilan, ada beberapa pakar yang menjelaskan
konsep dan teori keadilan tersebut. Di antaranya ialah John Rawls yang menyebut ada
dua prinsip keadilan: (Nicholas Henry, 1995): a. Setiap orang mempunyai hak yang
sama bagi kebebasan dasar yang paling luas seperti yang dimiliki orang lain,
b. Kesenjangan sosial ekonomi ditata sedemikian rupa sehingga pantas diharapkan setiap
orang untuk menjadi orang beruntung, setiap orang dipekerjakan pada kedudukan dan
jabatan yang terbuka bagi semua.
Rawls menyebutkan bahwa keadilan sosial sebagai justiceasfairnes,suatu pandangan

mengenai kepentingan masyarakat dan dia mengajukan tiga konsep tradisional Anglo
Saxon mengenai keadilan, yaitu: ((Nicholas Henry, 1995) a. Filsafat Intuisionis
diperkenalkan
oleh Brian Berry, Nicholas Rescher, W.D. Ross yaitu keputusan dibuat berdasar apa yang
bagi mereka tampak paling mendekati kebenaran pada basis
individu dan situasi khusus bagi
Kepentingan masyarakat. b. Filsafat
Kesempurnaan
(Perfectionism) dikemukakan Aristoteles. Jika Intuisionis mengemukakan keadilan dalam
bentul absolut maka Aristoteles mengemukakan dalam bentuk relative, yaitu pelaksanaan
administrasi harus selalu berjuang untuk mendukung lapisan intelektual atas masyarakat.
Terdapat pemikiran egalitarian dalam konsep ini.
c. Utilitarianisme yaitu mengemukakan keadilan dalam demokratis.
Negara
demokrasi harus memasukkan unsure keadilan dalam nilai-nilai dan secara
sistimatis menstimulasi dalam pemikiran- pemikiran dan keputusan-keputusan kebijakan.
Konsep ini yang paling mempekerjakan anggota-anggota kelompok yang kurang
beruntung.
a.
Frederickson (1997) menyebut dua
jenis keadilan dalam manajemen public,
yaitu: Keadilan Internal Yaitu keadilan harus dilakukan oleh penyelenggara negara
sehingga masyarakat atau warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
berbagai aspek kehidupannya.
b. Keadilan Eksternal Penyelenggara Negara harus bekerja sama dengan negara-negara
lain untuk memudahkan penyelenggaraan demokrasi, negara kesejahteraan dan keadilan
social dalam situasi global.
Banyak Ahli yang telah merumuskan pendekatan yang digunakan dalam memahami
administrasi negara yang sekarang lebih dikenal dengan administrasi publik. Dalam
bidang studi administrasi publik, menurut Rosenbloom (1989) setidak-tidaknya terdapat
tiga pendekatan utama yang dapat didiskusikan, yaitu pendekatan managerial
(manajerial), political(politik), dan legal(legal). Orientasi penekanan pada nilai yang
dianut, struktur organisasi, pandangan individual, dan orientasi intelektual yang berbeda
pada masing-masing pendekatan tersebut membuatnya satu sama lain. Oleh karena itu,
administrator publik bisa jadi lebih memainkan peran sebagai manajer, pembuat
kebijakan, atau pelaksana regulasi konstitusional akan sangat bergantung pada
pendekatan mana yang lebih ditekankannya. Untuk memberikan makna yang lebih baik
dan kuat, diperlukan pendekatan alternatif dalam memandang
administrasi publik, yaitu dengan melihatnya sebagai sebuah sistem yang dinamis dan
terus berkembang dalam mencari solusi atas tantangan persoalan administrasi dari waktu
ke waktu.
Sejalan dengan itu, Klingner dan Nalbandian (1985) mengungkapkan bahwa ada empat
nilai yang dimiliki administrasi Negara (publik). Keempat nilai yang dapat juga dikatakan
merupakan pendekatan tersebut mencakup administrativeefficiency(efisiensi
administrasi), individualrights(hak-hak individu),politicalresponsiveness(responsi
politik),dan socialequity(keadilan sosial). Keempat aspek di atas menekankan pada
bagaimana dan apa seharusnya yang menjadi nilai utama administrasi publik dalam
merespons tantangan yang dihadapinya.
Nilai-nilai Klingner dan Nalbandian tersebut walaupun secara penyebutan berbeda,

namun sebenarnya setara dengan nilai-nilai yang dimaksud oleh Rosenbloom,yang mana
administrativeefficiencymerupakan nilai dasar managerialapproach, dan individual
rightsmerupakan nilai utama dari legalapproach, serta politicalresponsivenessdan
socialequitymerupakan nilai-nilai yang terkandung dalam politicalapproach. Ilmuwanilmuwan yang concerndalam studi administrasi publik sepakat bahwa nilai-nilai atau
pendekatan-pendekatan yang digunakan tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga
tidak ada satu nilai pun yang dapat dipandang sebagai dominan dalam administrasi
publik. Pandangan demikian tentu merupakan pendekatan atau paradigma tersendiri
dalam memandang administrasi publik dalam konteks ilmu administrasi maupun dalam
memahami aspek-aspek yang terkandung di dalamnya.
Keanekaragaman nilai ini memang sepatutnya dipahami jika kita kembali melihat
kembali aksioma pertama administrasi, yaitu bahwa suatu organisasi tidak beroperasi
dalam ruang hampa. Selanjutnya Starling (1998) mengungkapkan bahwa administrasi
publik paling tidak beroperasi dalam atmosfer politik, hukum, dan sosio-teknis, termasuk
berbagai macam lembaga yang terkait dalam kehidupan bernegara. Maka dari itu,
seorang administrator publik harus memiliki pengetahuan yang memadai terhadap
institusi dan proses politik serta hukum. Bahkan pengetahuan saja sebenarnya tidaklah
memadai karena administrator publik seyogjanya juga memiliki politicalskilland
management. Heterogenitas kemampuan yang harus dimiliki di
antaranya adalah kemampuan menganalisis dan menginterpretasikan kecenderungan di
bidang ekonomi, sosial, dan politik; kemampuan untuk menganaliis konsekuensi
tindakan- tindakan administratif; dan kemampuan untuk memperjuangkan dan mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; serta kemampuan untuk berhubungan dengan
berbagai instansi terkait baik publik, privat maupun masyarakat (dalam bentuk lembaga
swadaya masyarakat).
Administrasi
Negara
yang konvensional dan klasik mencari jawaban atas
pertanyaan (Frederickson, 2010) :
a.
Bagaimana administrasi negara dapat menyediakan pelayanan yang lebih banyak
atau lebih baik dengan sumber-sumber daya yang tersedia (efisiensi)?
b. Bagaimana administrasi negara dapat mempertahankan tingkat pelayanan dengan
mengeluarkan sedikit uang (ekonomi)?
Pada administrasi negara baru, kedua pertanyaan tersebut ditambah dengan pertanyaan :
c. Adakah pelayanan ini meningkatkan keadilan sosial?
Pelaksanaan
administrasi publik membutuhkan manajemen publik sebagai proses
menggerakkan
aparatur dan warga negara dalam mencapai tujuan bersama. Pelaksanaan manajemen
publik harus meliputi nilai- nilai yang dihadapi para administrator publik yaitu daya
tanggap (responsiveness),partisipasi pekerja dan warga negara dalam pembuatan
keputusan atau kebijakan publik, keadilan sosial (socialequity),pilihan warga negara,
tanggung jawab administrasi untuk efektivitas program. Nilai-nilai tersebut yang akan
membuat manajemen publik dapat mencapai tujuan negara kesejahteraan yang
berkeadilan sosial.
3.TantanganAdministrasiPublikdalamMewujudkanSocialEquity
Hal mendasar yang membedakan antara sektor swasta (private) dengan sektor publik,
ialah kinerja manajer privat dapat diukur dari optimalisasi profit dan efisiensi terhadap
organisasi yang dikelola, sedangkan pada sektor publik lebih kompleks yang selain kini

dituntut efektif, efisien tetap harus menjaga prinsip socialequitydan welfarestate.


Namun demikian, dalam perkembangannya telah dicoba untuk menyusun strategi yang
mampu memberikan inspirasi terhadap pentingnya pelayanan yang berkualitas. Hal ini
dapat diwujudkan melalui
manajemen kinerja yang dikelola secara profesional. Seluruh proses perubahan tersebut
memerlukan perencanaan, namun bukan hanya sekedar perencanaan dalam konsep
tradisional yang terpusat, komprehensif dan rigid, tetapi perencanaan dalam arti yang
moderat dan mencerminkan responsiveness(kepekaan) yang tinggi terhadap aspirasi dan
nilai yang berkembang di masyarakat. Melalui tahapan yang sistematis dan terencana
seperti itu, maka produktivitas sektor publik dapat ditingkatkan secara gradual dan dapat
diukur pertambahannya.
Peningkatan produktivitas itu sendiri, di sektor publik mengandung dua esensi yakni
efisiensi dan efektivitas. Efisiensi mengacu pada seberapa besar pemerintah mampu
menghasilkan output seperti yang ditentukan dengan menggunakan lebih sedikit sumber
daya. Sedangkan konsep efektivitas mengacu pada sejumlah produk dan pelayanan
kepada masyarakat yang diberikan oleh pemerintah. Dalam konsep efektivitas ini
termasuk di dalamnya konsep kualitas dan tingkat pelayanan yang diberikan (Hatry
dalam Benassa, 1992).
Kedua dimensi dalam konsep produktivitas tersebut (efisiensi dan
efektivitas) saling melengkapi satu sama lain. Kalau efisiensi lebih terkait dengan
pertimbangan dari sudut pandang ekonomis semata dan ukuran- ukuran yang
dikuantitatifkan, konsep efektivitas lebih bersifat makro (multi dimensi) dalam mengkaji
tugas dan tujuan-tujuan yang diemban oleh organisasi publik. Keduanya sama- sama
penting, tetapi dalam konteks pelayanan publik yang terkait dengan kegiatan-kegiatan
non-profit, seperti pelayanan sosial atau fasilitas umum, konsep efektivitas lebih
ditonjolkan sebagai koreksi terhadap pemberlakuan prinsip efisiensi yang diberlakukan
secara ketat. Sementara itu prinsip efisiensi itu sendiri lebih relevan dterapkan secara
konsekuen dan konsisten pada publicenterprise(badan usaha milik pemerintah) yang
sudah harus dikelola secara profitmaking.
Pembedaan dalam pemberlakuan kedua konsep tersebut sangat penting, mengingat dari
beberapa kasus dari pengalaman yang ada, jika pemberlakukan prinsip efisiensi secara
sempit dalam artian ekonomis semata justru akan mendatangkan distorsi dan
dikorbankannya prinsip kualitas dalam konteks sosial yang lebih kompleks. Dalam arti
pemerintah mungkin saja
justru mengorbankan tujuan jangka panjang pembangunan demi mencapai target jangka
pendek dalam dimensi finansial saja.
Keadilan Sosial
mutlak diperlukan dalam mewujudkan cita- cita negara sejahtera.
Dalam setiap pengambilan kebijakan para administrator negara harus memasukkan unsur
keadilan sosial. Setiap kebijakan publik sebagai keputusan yang berkeadilan social
mengandung konsekuensi moral. Berbagai teori tentang keadilan sosial telah
dimunculkan oleh Frederickson, Rawls dan lain-lain telah menyadarkan para
administrator publik untuk selalu memasukkan skeadilan sosial dalam setiap keputusan
kebijakan dan implementasi manajemen publik.
Kajian socialequitydalam paradigma administrasi publik harus diselaraskan dengan
konsep pembangunan berkelanjutan, Dalam hal ini Negara sebagai pengemban amanah di
satu sisi mampu menjalan tugas pokoknya tanpa harus meninggalkan spiritnya dalam

mewujudkan keadilan sosial. Kajian ini akan terus berkembang dari suatu model
transaksional menjadi transformasional dalam mengadopsi keadilan bagi masyarakat di
seluruh dunia.
DaftarPustaka:
Frederickson.
George
H. 1988. AdministrasiNegaraBaru.Jakarta: LP3ES.
-------. 1997. TheSpiritofPublicAdministration.San Fransisco: Josse Bash Publishers.
-------. 2010. SocialEquityandPublicAdministration.
Origins,Developmentand
Applications,New York: M.E. Sharpe Inc.
Henry, Nicholas. 1995. AdministrasiNegaradanMasalahMasalahPublik,Jakarta: PT
Raja Graffindo Perkasa.
Klingner, D.E. & Nalbandian J. 1985.
PublicPersonnelManagement:ContextsandStrategies.New Jersey; Prentice-Hall,
Inc. Englemood Cliffs
Kumorotomo, Wahyudi, 2002, EtikaAdministrasiNegaraJakarta: PT RajaGrafindo
Perkasa.
Rawls, John. 1993. PoliticalLiberalism,TheJohnDeweyEssaysinPhilosophy.,New
York: Colombia University.
Rosenbloom,
D.H. 1989.PublicAdministration: UnderstandingManagement,
Politics,andLawinthePublicSector.Second Edition. McGraw-Hill Book Company.
Starling, G, 1998. ManagingthePublicSector.5th Edition, Florida.; Harcourt Brace and
Company
Zhijian, Z., Deguzman. R.P. dan Reforma M.A, 1992, AdministrativeReform
TowardsPromotingProductivityInBureaucraicPerformance

Anda mungkin juga menyukai