Sistem Administrasi
3 Publik Indonesia
I only regret that I have but one life to lose for my country
( saya bnar-benar menyesal, mengapa saya hanya memiliki satu
nyawa yang dapat saya berikan untuk negeri saya ).
–Nathan Hale (1755-1776)
Kita boleh iri dan cemburu, pada penyesalan Perwira Tentara AS, Nathan Hale¹,
tersebut. Sebuah penyesalan bagaimana seorang warga negara begitu mencintai tanah airnya.
Kecintaan tersebut tentunya bukan serta merta dan membabi buta sebagai kecintaan pada
tempat dia dilahirkan. Tetapi lebih dari pada itu, tanah tempatnya lahir telah memberi
pemaknaan hidup yang hakiki bagi seorang manusia, seorang warga negara. Hal demikian,
tidak terkecuali harus terjadi dan dirasakan para warga negara Indonesia.
Bila kita menengok catatan sejarah, sejak tahun 60-an, dunia menyaksikan munculnya
negara – negara baru. Dasawarsa ini merupakan awal berakhirnya era kolonialisme. Dengan
menyadari bahwa kemerdekaan hanyalah jembatan emas, maka cita-cita yang
melatarbelakangi kemerdekaan dapat diwujudkan hanya dengan melaksanakan pembangunan
nasional.
Pembangunan hampir – hampir merupakan “ agama “ bagi negara –negara baru.
Persoalan pertama yang muncul dalam pembagunan adalah siapa yang harus mengambil
prakarsa. Pengalaman selama setengah abad ini telah menjawabnya sendiri, yaitu pemerintah.
Pada gilirannya, prakarsa pembangunan ini amat terkait dengan peranan administrasi publik.
––––––––––––––––––––––
1 nathan hale, percikan permenungan, penerbit mitra utama Jakarta, 1993, hlm75.
▪ 77
Fungsi administrasi public dalam proses kebijakan public, terdiria atas formulasi,
implementasi, evaluasi, dan terminasi kebijakan public itu. Pengetahuan dan ilmu
administrasi, bersama- sama dengan ilmu lain, telah dapat memberikan sumbangan bagi
pencapaian tujuan secara lebih efisien dan efektif. Sementara itu, kita ketahui adanya prinsip-
prinsip administrasi yang dapat diperlukan secara universal. Tidak pandang tempat dan waktu.
Seperti dikatakan Terry ², maka semua manajer dimanapun tempatnya, harus
menyelenggarakan fungsi-fungsi pokok yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian. Tetapi bagaimana pelaksanaan atau Implementasi dari
konsepsi ini? Apakah segala pemikiran yang muluk, mengenai perencanaan misalnya, dapat
begitu saja diterapkan dimana pun? Karena itu, bukan sekarang saja, tetapi sejak tahun 30-an
beberapa ahli telah bersikap skeptic tentang adanya prinsip administrasi yang bersifat
universl. Pelaksanaan “Marshall Plan” yang dimaksudkan untuk mengentaskan Eropa dari
puing-puing Perang Dunia II misalnya, tidak semuanya berhasil. Begitu pula program-
program bantuan teknis yang dicurahkan kepada negara-negara yang sedang berkembang,
seringkali mengalami kegagalan.
Orangpun kemudian berpaling kepada eksistensi warna – warna nasional. Robert
Dahl telah memberikan pengajaran yang amat berharga tentang hal ini. Dahl secara jelas
mendemonstrasikan hubungan lingkungan sosial dengan administrasi publik. Pikiran ini
berlaku untuk Indonesia. Artinya, ada karakteristik lingkungan nasional Indonesia yang
mempengaruhi penyelenggaraan program administrasi. Tidak peduli dari manapun asalnya.
Pemahaman tentang karakteristik administrasi publik akan lebih bermakna dengan
memandangi sebagai satu keseluruhan yang utuh. Katakanlah sebagai satu system. Dalam hal
ini, system administrasi public Indonesia berlaku dalam satu struktur tertentu. Disamping itu,
ia hidup dalam satu lingkungan budaya Indonesia. Studi ekologi akan memberikan dimensi
penting, dalam upaya kita memahami eksistensi administrasi public dalam lingkungan budaya
penerimanya.
Pemanfaatan kajian mengenai system administrasi public, pada hakikatnya terletak
pada kesadaran adanya pengaruh besar dari karakteristik Indonesia. Dengan kata lain, kita
sadar bahwa factor – factor kondisi setempat akan merupakan factor penentu bagi
administrasi public, di dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. Dengan demiikian, memang
diperlukan penyesuaian – penyesuaian seperlunya terhadap konsep-konsep administrasi
publik itu.
–––––––––––––––––––––––
2 Terry L. cooper, the responsible administrasi: and approach to ethics for the administrative role,
port Washington, kennikat press. 1982
–––––––––––––––––––––––––––
3 peter p. schoderbek, asterios kafalas, dan Charles G. schoderbek, Management System :Conceptual
Considerations, dallas :Bussines Publications, Inc., 1975
bab 3 – Sistem Administrasi public Indonesia ▪ 79
ritme yang dunia belum pernah menyaksikan sebelumnya. Teknologi memang menawarkan
berbagai jalan keluar. Namun ternyata tidak seluruhnya berhasil secara memuaskan.
Bersamaan dengan itu, setelah Perang Dunia II berakhir, spesialisasi dikembangkan terus
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang serba teknologi.
Arus spesialisasi terwujud lewat lahirnya disiplin – disiplin baru. Setiap disiplin,
seperti dikatakan Schoderbek, mewakili pandangan yang berbeda terhadap dunia yang sama.
Keadaan demikian, tentu saja tidak menguntungkan, bahkan seringkali dapat menyesatkan.
Misalnya kalau kita berbicara mengenai keberhasilan pembangunan. Setiap disiplin
mempunyai pengamatan yang berbeda, malahan dapat bertentangan.
Disiplin ekonomi mengatakan bahwa pembangunan nasional berhasil, karena ada
kenaikan Gross National Product (GNP).disiplin politik saling berbeda faham sendiri; yang
menyatakan berhasil mengajukan alasan mengenai tingkat kestabilan politik yang amat
mantap; yang menyatakan belum berhasil mengajukan argumen tentang terbatasnya saluran
politik. Disiplin sosiologi mengatakan berhasil, karena meningkatnya daya kreativitas rakyat.
Ketidaksamaan pandangan terhadap dunia yang sama, adalah konsekuensi yang tidak
bisa ditolak, karena cara pandang mereka terletak pada serpihan – serpihan. Oleh sebab itu,
kemudian timbul gejala untuk memperluas cakrawala cara pandang. Inilah yang lebih dikenai
dengan gerakan interdisipliner, yang hasilnya terbukti pada studi-studi mengenai Operations
Research, Cybernetics, System Engineering, Communications Sciences, dan Environmental
Sciences.
Menurut Schoderbek, batas dari gerakan interdisipliner adalah ilmu system. Catatan
Schoderbek, ilmu system bukanlah ilmu, melainkan ilmu yang ditempatkan sebagai satu
keseluruhan dalam satu studi yang bersifat menyeluruh.
Dalam pegantar bukunya Management System, Rusell L. Ackoff menulis bahwa
Perang Dunia II merupakan tanda bagi berakhirnya era budaya barat, yang melahirkan
renaissance Abad Mesin, dan mulai berlangsungnya era baru, era Abad Sistem. Era sistem ini
erat kaitannya perubahan-perubahan radikal dalam kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Inilah apa yang oleh Alvin Toffler disebut sebagai the age discontinuity.
Siapa pun yang akan melakukan aktivitas sekarang, secara dini seharusnya telah
menyadari dua ciri situasi kini; kompleksitas dan interdepedensi. Dengan kata lain,
kompleksitas sesuatu hal semestinya dipecahkan secara sistematik. Pilihan-pilihan pemecahan
masalah sendiri diambil berdasarkan
––––––––––––––––––––––––––
4 David I. Cleand dan William R. king,systems Analisis and Projeck management, New York:me
graw hill inc., 1975
5 Fremont E. Kast, James E. Rosenzweig, Organization and management : a SistemsaApproach,
Tokyo: MC graw hill kogakusha, ltd., 1074.
bab 3 – Sistem Administrasi public Indonesia ▪ 81
hankam. Dengan demikian, pada dasarnya, berpikir system adalah suatu kerangka konseptual
untuk memahami gejala-gejala dan organisasi dengan semua kendala yang terkandung di
dalam lingkungan eksternalnya.⁶
Seringkali dipahami bahwa pendekatan system merupakan titik puncak dalam
perkembangan dunia keilmuan. Apalagi kalau menelan mentah – mentah pernyataan
Schoderbek mengenai era system. Sebenarnya, tidak ada niat sedikit pun dari para pendiri
gerakan ilmu system untuk menepikan sama sekali segala macam ilmu”tradisional” dan ilmu-
ilmu “humanistic”. Justru pendekatan system dapat dipandang sebagai pengayaan dalam
pemahaman masalah-masalah kemasyarakatan yang mempunyai skala liputan luas. Akhirnya
kita pun telah menyadari bahwa pendekatan system menawarkan alternate-alternatif yang
lebih efektif dalam ikhtiar untuk memerangi kemiskinan, kemelaratan, mengatasi masalah
pendidikan, kebutuhan tenaga kerja, pelestarian lingkungan hidup, dan sebagainya.
Sebenarnya akurasi pendekatan system diletakkan dalam kegunaan system, yang tidak hanya
menjamin pemecahan masalah kehidupan secara lebih baik, tetapi juga memungkinkan
manusia mengendalikan gejala social yang ada.
Dengan memandang yang semesta, Bulizuar Buyung⁷ menyatakan ada empat pilar
penyangga utamanya :
1. Organisme, yang menempatkan organisme di pusat kerangka konseptual.
2. Holisme, yang memandang setiap fenomena sebagai satu organisme yang memiliki
keteraturan, keterbukaan,swaregulasi dan teknologi, tetapi focus primernya ada pada
keseluruhan, bukan pada bagian-bagian.
3. Modeling, yang dilakukan membuat abstraksi fenomena yang diamati.
4. Pemahaman, yang berupa kesadaran bahwa kehidupan dalam system organisme
merupakan proses yang sinambung bahwa seseorang memperoleh pengetahuan
mengenai keseluruhan tidak dengan jalan mengobservasi bagian – bagian, tetapi
sebaliknya pengetahuan itu didapatkan melalui pengamatan terhadap keseluruhan
proses yang terjadi, dan bahwa apa yang diamati bukan fenomena/realitas itu sendiri,
melainkan lebih merupakan konsep pengamatan terhadap realitas.
Terkait masalah unsur system, pada umumnya yang dikenal adalah masukan (input),
proses (conversion), keluaran (output), dan umpan balik (feedback). Dalam hal ini,
kita bisa perhatikan gambar berikut :
–––––––––––––––––––––––
6 …., bahan peneratan: pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila, undang-undang dasar 1945, garis garis besar
haluan Negara 1981
7 bulizuar buyung, Materi pokok sistem administrasi Negara Indonesia, penerbit karunia Jakarta universitas terbuka 1986
Umpan Balik
Ekologi Administrasi
Pada dasarnya, masukan-proses-keluaran dari system administrasi public sebagai
sesuatu yang mandiri sepenuhnya. Dalam keseluruhan ia dipengaruhi oleh factor lingkungan.
Komponen system yang pertama, yaitu masukan, tidak terelakkan akan adanya pengaruh-
pengaruh yang berasal dari system ekonomi,politik,social,ideology, dan komunikasi.
Pengaruh itu sendiri bersifat interaksi. Artinya, ada kondisi saling mempengaruhi antara
system administrasi public dengan system-sistem lain.
Sekiranya system – system di luar system administrasi public dapat dipandang sebagai
lingkungan atau batas system, maka upaya yang dilakukan untuk mengkaji hubungan timbal
balik antara system administrasi dengan lingkungannya seringkali dikatakan sebagai studi
ekologi dalam administrasi public.
Perhatian yang dicurahkan terhadap faktor lingkungan sebenarnya merupakan koreksi
terhadap pandangan yang menyatakan bahwa pranata – pranata administrasi public dianggap
sebagai benda –benda berwujud yang dapat dipindahkan ke sana ke mari, tanpa
mengindahkan lingkungan sekeliling yang menumbuhkan pranata tersebut.
Istilah ekologi oleh administrasi public diartikan sebagai “suatu studi yang mengamati
hubungan timbal-balik antara administrasi publik dengan lingkungannya”. Dalam praktik
hidup sehari-hari, istilah ekologi dan lingkungan (environmental) mempunyai pengertian yang
seringkali berbeda dengan apa yang berlaku dalam administrasi. Misalnya dalam ilmu
wilayah dikenal dua macam system, yaitu ecosystem dan social-system. Sedangkan dalam
pandangan administrasi, system social merupakan bagian dari ekosistem. Oleh karena itu,
lebih tepat untuk merumuskan istikah ekologi dari formula yang diberikan oleh biologi,
tempat itu sendiri berasal.
Seperti yang ditulis oleh Pamudji⁸, ekologi adalah : “suatu cabang biologi yang
mengamati / meneliti hubungan organisme hidup dengan lingkungannya”. Kebutuhan
terhadap studi ekologi didasarkan pada pemikiran bahwa kehidupan manusia dipengaruhi
oleh alam, dan sebaliknya alam
–––––––––––––––––––––––––
8 S. pamudji, Ekologi Administrasi begara, Jakarta, yayasan karya dharma IIP, 1974.
bab 3 – Sistem Administrasi public Indonesia ▪ 87
dipengaruhi oleh kehidupan manusia. Oleh karena itu, terdapat hubungan timbal-balik
antara administrasi public dengan lingkungannya (environtment). Lingkungan dimaksud
adalah sebagai “keadaan sekitar yang meliputi hidup, yang mempunyai berbagai macam
factor”. Factor – factor ini kemudian dinamakan sebagai factor lingkungan hidup atau
environmental factors.
Dari berbagai definisi ekologi tersebut, terkandung tiga tema pokok, yaitu :
interdependensi,limitasi dan kompleksitas.
Seorang ahli yang bisa dikatakan sebagai pelopor penggunaan pendekatan ekologis
dalam administrasi public adalah Robert Dahl. Kurang lebih setengah abad yang lalu, Dahl
mencanangkan perlunya studi ekologi. Ia terkenal berkat tiga argumennya mengenai
hubungan antara lingkungan social dengan administrasi public.
Pandangan Dahl terlihat maknanya, pada saat orang membahas persoalan pelaksanaan
program-program bantuan teknis yang disalurkan oleh sesuatu negara kepada negara lain.
Tidak setiap prinsip administrasi yang sukses disebuah negara, dapat begitu saja
dialihterapkan di negara – negara lain. Mereka yang bersikap arif akan berusaha untuk
membersihkan prinsip-prinsip yang hendak diambil dari warna lingkungan asalnya, sebelum
diterapkan.
Dalam sebuah buku yang mencantumkan satu model teoritis dan enam studi kasus,
terutama dipandang sebagai karya yang mempopulerkan perbandingan administrasi public
dalam masyarakat akademi, terlihat adanya pendapat yang mendukung argumen Dahl. Buku
yang disunting oleh William J. Siffin dibawah judul Toward the Comparative Study Of
Public Administration ini, secara terang-terangan menyatakan ketidakmungkinan untuk
mengabaikan pertalian antara administrasi public dengan lingkungan sosialnya.
Studi ekologi dalam administrasi publik dapat dipandang sebagai usaha – usaha yang
dibuat untuk mencoba menjelaskan hubungan timbal balik antara administrasi publik dengan
lingkungannya.
Menurut Farrel Heady (1966), secara praktis studi ekologi meletakkan birokrasi
sebagai inti dari spiral system social. Lingkungan birokrasi terdiri atas beberapa lapisan yang
melingkarinya. Lapisan yang paling luar adalah system social. Lapisan yang di tengah adalah
system ekonomi atau aspek ekonomi dari system social. Sedangkan lapisan yang paling dalam
adalah system politik, yang mencakup subsistem administrasi, dengan birokrasi sebagai inti
atau pusatnya.
Telaah terhadap negara-negara yang sedang berkembang, menurut Riggs, sebaiknya
menggunakan pendekatan ekologi, karena dengan pendekatan ekologi dapat diperoleh
kejelasan hubungan interaktif antara system administrasi dengan lingkungannya.
Menurut Nigro, wilayah perhatian utama pemerintah, selama pertengahan tahun 70-
an, diletakkan pada bidang pelestarian lingkungan, pencegahan masyarakat dari krisis energy,
inflasi dan resesi. Usaha – usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup
dimaksudkan antara lain untuk menghilangkan kecemasan publik terhadap pencemaran udara,
air, dan segala bentuk polusi lainnya. Memang tidak semua problema ini dapat diliput oleh
kebijakan publik. Selama tidak ada keselarasan pandangan dan nilai, pejabat – pejabat publik
selalunditunutut untuk membuat pemecahan masalah dan bersama dengan itu mereka harus
mengadministrasikan program – program yang diperlukan bagi masyarakat.
Administrasi bukanlah semata – mata persoalan teknik, prosedur, dan mekanik, yang
dapat dipindah – pindahkan semaunya. Dengan kata lain, administrasi publik lebih dari
sekadar mengetahui bagaimana mengorganisasi, mendelegasi dan mengkoordinasi.
Kita seharusnya mengakui adanya dua wajah administrasi publik, yaitu : Pertama,
administrasi berarti mengetahui sesuatu bidang amat khusus, yang kadang – kadang
merupakan spesialisasi tingkat tinggi, seperti eksplorasi ruang angkasa dan populasi ampas
atom.
Kedua, administrasi diartikan sebagai mengetahui bagaimana mengorganisasi dan
mengkoordinasi usaha-usaha pihak lain. Bagi kebanyakan administrator, jika tidak
seluruhnya, tes efektivitasnya adalah tingkat kemampuannya untuk mengikat kedua tuntutan
tersebut dalam bentuk yang berdaya guna. Sering administrasi publik dianggap sebagai
instrumen bagi pemecahan masalah – masalah nasional.
Studi ekologi dalam administrasi publik sebenarnya indah didengar, tetapi paling sulit
untuk secara nyata dijalnkan. Kesulitan itu, pertama,
––––––––––––––––––––
9. Emil salim, masalah pembangunan ekonomi Indonesia, Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi
universitas diponogoro, 1974
Wawasan Nusantara
Coba kita buka kembali peta Indonesia. Di sana terlukis hamparan zamrud di khatulistiwa,
dengan lebih dari 13.000 pulau. Negeri yang dijuluki sebagai The Melting Pot in Asia ini
memiliki 450 suku bangsa. Dalam kacamata wawasan nusantara, semuanya itu dicerna dalam
prinsip kesatuan. Keseluruhan wilayah Indonesia, lengkap dengan seluruh isinya dipandang
sebagai suatu kesatuan. Dalam pembangunan nasional, wawasan nusantara mencakup
perwujudan kepulauan nusantara satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi, dan
pertahanan keamanan.
Pastinya, setiap bangsa mempunyai cita-cita. Cita – cita inilah yang memberi gairah
hidup serta memberi arah dalam menentukan tujuan – tujuan yang akan dicapai. Cita – cita
bangsa Indonesia tercatat dalam alinea ke dua Pembukaan UUD 1945, yang mengandung
pengertian bahwa kemerdekaan bukanlah tujuan akhir perjuangan bangsa, melainkan
merupakan alat untuk mewujudkan negara Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Berdasarkan cita – cita itu, ditentukan tujuan tujuan bangsa Indonesia yang secara
ringkas dapat dinyatakan sebagai berikut¹⁰:
a. Membentuk negara kesatuan Republik Indonesia yang melindungi bangsa dan tanah
air (pendekatan keamanan);
b. Menyelenggarakan masyarakat yang adil dan makmur (pendekatan kesejahteraan);
c. Ikut serta di dalam menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia.
Berbagai faktor mempengaruhi perwujudan cita cita dan tujuan tujuan nasional. Tiga
faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu kondisi geografis negara, manusia, dan
lingkungannya.
10 Lembaga Pertanahan Keamanan Nasional, Kewirausahaan untuk mahasiswa, Jakarta :Gramedia, 1983.
Perairan luas di sekelilingi dan di antara pulau – pulau merupakan titik rawan ditinjau
dari segi politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan.
Penduduk yang padat dan terdiri atas bermacam – macam suku bangsa/golongan dapat
merupakan sumber keresahan dan pertentangan, terlebih jika ada kekuatan yang
menggunakannya. Karena itu, Bangsa Indonesia harus memiliki suatu wawasan nasional yang
dapat dijadikan landasan dan pedoman dalam mencapai tujuan nasionalnya.
Wawasan nasional merupakan cara pandang suatu bangsa tentang diri dan
lingkungannya. Wawasan ini merupakan penjabaran dari falsafah bangsa sesuai dengan
keadaan geografis suatu negara serta sejarah yang dialaminya. Wawasan ini menentukan¹¹:
a. Bagaimana bangsa itu memanfaatkan kondisi geografis, sejarah,serta kondisi
sosial budayanya dalam mencapai cita cita dan menjamin kepentingan
nasionalnya.
b. Bagaimana bangsa itu memandang diri dan lingkungannya.
Dengan demikian, wawasan nasional tersebut menjadi sumber utama dan landasan
yang kuat dalam menyelenggarakan kehidupan nasional.
Bagi bangsa Indonesia, wawasan yang sesuai dengan falsafah serta kondisi geografis
dan sosial budayanya ialah Wawasan Nusantara. Sebagai Wawasan nasional bangsa
Indonesia, Wawasan Nusantara dapat diberi pengertian:” Cara pandang Bangsa Indonesia
tentang diri dan lingkungannya sesuai dengan idea nasionalnya, yaitu Pancasila dan UUD
1945, sebagai aspirasi suatu bangsa yang merdeka,berdaulat,dan bermartabat di tengah tengah
lingkungannya yang menjiwai tindak kebijakan dalam mencapai tujuan perjuangan bangsa”.¹²
Dari pengertian tersebut, jelaslah bahwa Wawasan Nusantara pada hakikatnya
merupakan perwujudan Pancasila. Karena Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh
serta mengandung paham keseimbangan,keselarasan,dan keserasian, maka Wawasan
Nusantara mengarah kepada terwujudnya kesatuan dan keserasian dalam bidang bidang
politik,ekonomi,sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
14…., UUd 1945,P4, GBHN (Tap NO:II/mpr/1983,Direktorat Jendral Pendidikan tinggi Departemen Pendidikan
dan kebudayaan ,Jakarta , 1984)
1. Wadah
Wawasan nusantara mewujudkan diri dalam bentuk nusantara yang manunggal secara
bulat dan utuh. Untuk membicarakan bentuk ini perlu dikemukakan asas archipelago
atau asa nusantara, pengertian nusantara ini harus di bedakan diri rangkaian pal palu.
Menurut pengertian klasik, nusantara adalah lautan yang diseraki pulau pulau, yang
berarti bahwa unsur pokoknya ialah laut/air bukan daratannya.
Indonesia mengartikan nusantara sebagai satu kesatuan utuh wilayah
–––––––––––––––––
15 Sabarti Akhadiah,Kol.(Pur) Suyatmo Razidun, Brigjen (pur.) T. Suwandi, Materi Pendidikan Kewiraan,
Penerbit karunika Jakarta, Universitas terbuka, 1986
2 isi
Cita-cita wawasan nusantara, sesuai dengan cita cita bangsa Indonesia yang
dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Berdasarkan kesadaran pada letak negara pada
posisi silang, wawasan nusantara bertunjukan untuk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman,
dan keamanan bagi seluruh bangsa serta turut mewujudkan kebahagiaan dan perdamaian bagi
seluru umat manusia.
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan kesatuan di dalam semua aspek kehidupan
nasiaonal, baikyang alamiah maupun yang sosial.
Selanjutnya, kesatuan dan persatuan itu harus dilaksanakan secara serasi dan
seimbang, sesuai dengan makna Bhineka Tunggal ika, yang merupakan ciri khas dari falsafah
pancasila. Selain daripada itu, wawasan nusantara harus dapat menciptakan suatu kesatuan
nusantara dan bangsa Indonesia ang utuh dan bulat, tidak terpecah-pecah oleh kekuatan apa
pun. Ha-hal tersebut menunjukkan bahwa wawasan nusantara memiliki sifat manunggal seta
utuh menyeluruh.
Cara kerja wawasan nusantara berpedoman pada pancasila sebagai kebulatan.
Pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara itu, UUD 1945 memberikan arah mengenai
cara mengendalikan hidup bermasyarakat serta cara penetapan hak/kewajiban asasi warga
negara. Di dalam pancasila sebenarnya telah terkandung cita,cita asas-asas, nilai-nilai, serta
cara kerja system mawas lingkungan hidup bangsa yang disebut wawasan nusantara.
Dalam menghadapi pengaruh yang datang dari luar, bangsa Indonesia hendaknya
selektif dengan tetap berpedoman pada pancasila. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia harus
memiliki kemampuan mawas diri dan olah budi.
Kemampuan mawas diri ini di perlukan, karena dewasa ini orang kebih cenderung
menitikberatkan kehiduan pada segi material, ingin cepat menikmati hasil jerih payah, dan
kurang menyadari bahwa hasil tersebut hanya memberikan kepuasan lahiriah. Kemampuan
mawas diri berguna untuk
3. Tatalaku
Unsur tatalaku wawasan nusantara dapat dibedakan sebagai tatalaku batiniah dan tatalaku
lahiriah. Tatalaku batiniah berwujud sebagai landasan falsafah dan sikap mental bangsa yang
tumbuh sesuai dengan kondisi dalam proses pertumbuhan hidupnya serta di pengaruhi oleh
kondisi lingkungan hidupny, tatakaku lahirnya terlihat pada tatalaksana yang mencakup tata
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Tatalaku tersebut yang berupa penerapan undangan undangan dasar 1945 berasarkan
wawasan nusantara melagirkan ketahanan nasional yang tangguh.
Sehubungan dengan hal itu, masalah yang paling penting dan mendasarkan sekarang
ialah
Bagaimana kita membina dan mengamankan kebulatan wilayah nasional sebagai satu
kesatuan yang utuh. Beberapa hal yang dapat kita pikiran dalam hal ini ialah:
a. Pencegahan segala bentuk aspirasi politik yang bersifat kedaerahan dan kesukuan.
b. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan para nelayan tradisional mengenai
pelayaran dan penangkapan ikan serta peningkatan peranan-nya sebagai unsur
pengaman wilayah perairan nasional.
c. Penumbuhan dan pengembangan budaya kelautan di kalangan generasi muda.
2. Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa
daerah, memeluk dan meyakini bberbagai agama dan kepercayaan terhadap tuhan
yang mahaesa harus merupakan satu kesatuan yang bulat dalam arti yang seluas-
luasnya.
Rumusan tersebut menunjukkan sifat kebhinekaan bangsa Indonesia. Hal ini pada satu
pihak merupakan modal kekayaan budaya yang dapat dimanfaatkan, tetapi pada pihak lain
merupan sumber kerawanan sosial. Untuk mencegah hal hal yang negatif, perlu
ditanamkan pemahaman dan penghayatan kesatuan diri kemajemukan bangsa tersebut,
antara lain dngan :
a. Mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia yang benar dan baik Dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, sehingga setiap warga negara Indonesia lebih mahir
berbahasa Indonesia daripada berbahasa daerah.
b. Pembinaan kerukunan hidup antarumat beragama secara jujur, ikhlas, dan terbuka
tanpa mencapuri urusan ibadah agama masing-masing.
Pola interdependensi
Sistem Sistem
Kalau system nasional kita liha lebih jauh, maka akan tampak setiap komponen (yang
selanjutnya akan di sebut sebagai system), yang di dalamnya juga memiliki berbagi sector
(subsistem).
Berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan MPR No. II/1983), kita
bisa simak bagaimana cakpan rincian dari subistem dari system ekonomi, politik, sosial
budaya, dn pertahanan keamanan. Perinciannya adalah sebagai berikut,
1. Sistem Ekonomi
a. Subsistem perindustrian
b. Subsistem industry
c. Subsistem pertmbangan
d. Subsistem energy
e. Subsistem perhubungan
f. Subsistem pariwisaa
g. Subsistem perdagangan
h. Subsistem koperasi
i. Subsistem dunia usaha nasional dn usaha golongan ekonomi lemah
Sistem
Politik
Sistem
Sistem Sistem Sosial
Ekonomi Administrasi Budaya
Negara
Sistem
Pertanahan
Negara
Proses konversi dari input dilakukan oleh system administrassi publik melalui
kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Secara operasional,
aktivitas pemrosesan diselenggarakan dengan perencanaan, penganggaran,
pengorganisasian, rekruitmen, koordinasi, komunikasi, pengarahan, pengawasan, dan
sebagainya. Hal jelas adalah bahwa sebagai prosesor, system adminisrasi publik harus
selalu membuat keputusan.
Input bagi system administrasi publik sebenarnya dapat dibagi dalam dua
kelompok : Pertama, input yang bersifat fisik; yang ini dikenal dengan nama sumber
daya alami. Kedua, input yang bersifat nonfisik; yang ini dikenal dengan nama sumber
daya manusiawi.
Dalam hubungannya denan kelompok ke dua, maka kita mengenal masukan
bagi system administrasi publik yang berupa keinginan dan dukungan. Kedua
masukan tersebut lebih membantu untuk mengidetifikasikan system administrasi
publik, yakni sebagai suatu system yang berfungsi untuk menjaring dan memahami
masalah, kemudian memutuskan untuk memecahkan masalah tersebut, semata-mata
untuk kepentingan publik.
Pernyataan ini yang mengembalikan system administrasi sebagai prosesor
kebijakan politik, yang tahapan-tahapanya teriri atas fomulasi kebijakan, implementasi
kebijakan, evluasi kebijakan, dan terminasi kebijakan publik.
Tenu saja, system administrasi publik secara terus-menerus melakukan
intraksi dengan system-sistem lain. Sedangkan unur-unsur atau subsistem-subsistem di
dalam system administrasi publik iu sendiri merupakan sesuatu yang kompleks,
bersifat terpadu, integrative, dan nasional.
Hal yang diuraikan tersebut, sama sekali tidak untuk mengatakan bahwa system
administrasi publik selalu berjalan lancer. Sikap realistis yan gmesti diambil, adalah
dengan menyadari kenyataan bahwa dinamika system administrasi publik justru tidak
sepi dari hambatan, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Sifat internal
menunjukan pada hambatan yang berasal dari dalam system administrasi publik
sendiri dan hambatan-hambatan yang berasal dari system-sistem lain. Sedangkan yang
bersifat eksternal adalah hambatnan-hambatan yang berasal dari luar system nasional,
misalnya resesi dunia dan peranan negara-negara adikuasa.
Menatap dirinya sendiri, system aministrasi publik memang tidak bisa
meleaskan diri dari cultural-historis. Dengan memakai ukuran-ukuran lama, orang-
orang tua masih suka bernostalgia tentang efisiensi administrasi dan etikanya, dalam
kurun waktu yang silam. Sebagai bekas daerah colonial, yang berlangsung selama
lebih dari setngah abad itu, penjajah memang sengaja membuat system administrasi itu
untuk melayani kepentingan-kepentingan kolonialis. Hal ini tampak jelas dalam
struktur birokratnya. Dengan demikian, upaya-upaya untuk mengembngkan
kemampuan birokrat pribumi tidak memperoleh perhatian.
––––––––––––––––––––––––––––
16 Clive day, The PoliciAnd Administrasi Of the ducth in java ,kuala lumpur Oxford University
press.1972
17 Hiber faith, The Decline Of consustituational Democracy in Indonesia, Ithaca: Cornell University press 1973
––––––––––––––––––––––––––
18 harsya. W.bachtiar, (ED),percakapan dengan Sidney hook, Jakarta :penerbit jambatan, 1979