Anda di halaman 1dari 6

AKTUALISASI NILAI KEARIFAN LOKAL SIPAKATAU, SIPAKALEBBI,

SIPAKAINGE DALAM KEBEBASAN BERPENDAPAT


Globalisasi yang kini mengusung prinsip modernisasi di segala
bidang seakan-akan telah menghilangkan sekat-sekat dalam sendisendi kehidupan manusia. Globalisasi seakan-akan memaksa kita
untuk berada dalam ruang kehidupan dunia tanpa batas. Maka dari
itu, jangan heran kalau kini dimana-mana telinga kita ini mendengar
suara-suara orang-orang yang meneriakkan paham kebebasan. Ada
orang

yang

kebebasan

meneriakkan

berpendapat,

tentang
kebebasan

kebebasan
beraktivitas,

berekspresi,
kebebasan

berkumpul, pun kebebasan dalam beragama. Apakah semua itu


salah?, Jawabannya tidak!.
Sepanjang semua kebebasan itu dilaksanakan sesuai ramburambu norma-norma dan aturan yang jelas, maka semua itu tidak
ada salahnya kita jalani. Namun, adakah paham kebebasan ini akan
memberi dampak negatif dalam kultur dan budaya masyarakat
kita?. Ya, pastinya akan ada dampak negatif yang bisa di timbulkan
dalam paham kebebasan ini. Daya serap masyarakat kita terhadap
nilai-nilai budaya global yang mengusung paham kebebasan yang
nyaris tanpa batas itu dalam banyak kasus, ternyata jauh lebih
cepat jika dibanding daya serap masyarakat kita pada nilai-nilai
budaya lokal.
Sebagai buktinya, barangkali kita dapat melihat bagaimana
perbandingan daya serap masyarakat kita dalam industri musik
misalnya. Sejauh mana daya serap masyarakat kita dengan musik
yang bernuansa lokal?. Pun sejauh mana kira-kira daya serap
masyarakat kita dengan musik yang bernuansa global?. Yang mana
lebih banyak, anak-anak jaman sekarang yang mau belajar atau
menghafal lagu-lagu barat dengan anak-anak yang mau belajar
atau menghafal lagu-lagu daerah?. Adakah perbedaan daya serap
masyarakat kita dalam hal ini?. Tentu ada perbedaannya. Anak-anak

dan remaja sekarang lebih memilih belajar dan menghafal lagu-lagu


barat ketimbang belajar dan menghafal lagu-lagu daerah.
Nah, ini tentu menjadi bukti kongkrit yang dapat kita temui
dan amati langsung dalam kehidupan masyarakat kita. Ini baru kita
bicara kajian budaya sebatas yang ada dalam dunia musik (lagu),
belum lagi kalau kita berbicara budaya dengan mengaitkannya pada
sub bidang yang lain. Kembali kepada persoalan kebebasan dan
pengaruhnya terhadap budaya lokal. Ada hal menarik yang bisa kita
amati bersama. Dalam hal kebebasan berpendapat misalnya.
Kadangkala

ada

orang

yang

beranggapan

bahwa

kebebasan

berpendapat itu adalah murni kebebasan yang tiada batasnya,


sehingga orang merasa tidak perlu ada aturan yang mengatur
kebebasan ini
Pemahaman orang seperti ini tidak bisa kita benarkan. Semua
kebebasan itu ada batasan-batasannya. Begitu pula kebebasan
berpendapat,

tentunya

juga

punya

batasan-batasan.

Apa

itu

batasan-batasannya?. Secara umum, batasan-batasannya tentu ada


pada sederetan aturan hukum, kaidah dan norma yang berlaku.
Bagaimana aturannya bagi orang dalam berpendapat?. Bagaimana
kaidah-kaidah atau ketentuannya orang berpendapat?. Bagaimana
norma-norma

hidup

pendapat?. Tentu,

mengatur

semua

orang

itu menjadi

dalam
titik

menyampaikan

tolak

yang akan

membatasi kebebasan kita dalam berpendapat. Terkait akan hal ini,


ada satu budaya lokal yang bisa jadi bahan rujukan. Budaya yang
selama ini di kenal sebagai falsafah hidup bagi suku/kalangan BugisMakassar.
Falsafah ini tentunya bisa kita jadikan tolak ukur sekaligus
rambu-rambu

selama

kita

mengimplementasikan

kebebasan

berpendapat. Falsafah ini sangat erat kaitannya dengan sikap kita


selama kita melakukan komunikasi dengan orang lain. Utamanya
ketika kita mengemukakan sebuah ide, pendapat atau gagasan kita
kepada orang lain. Apa dan seperti apa falsafah itu?, berikut
penjelasannya

1. SIPAKATAU
Sipakatau'

adalah

konsep

dan

pandangan

hidup

yang

memandang manusia sebagai manusia. Dalam budaya orang bugis,


setiap orang ditekankan untuk memandang dan memperlakukan
orang lain selaku manusia seutuhnya. Konsep ini memandang dan
menjunjung tinggi orang lain sebagai manusia dengan segala
penghargaannya yang ada pada dirinya.
Menurut

konsep

sipakatau

ini,

siapapun

orangnya,

bagaimanapun kondisinya, apapun dan bagaimana pun statusnya,


kita tidak boleh bersikap seenaknya terhadap orang lain. Kita harus
tetap menghargai dan memperlakukannya selayaknya manusia
pada umumnya. Kita tidak boleh memandangnya sebelah mata,
apalagi mencaci dan merendahkan harga dirinya. Kita tidak boleh
menyamakannya dengan binatang. Kita harus menghormati dan
menghargai hak-hak yang melekat untuk dirinya. Kita haruslah
memperlakukan orang lain sama dengan ketika kita memperlakukan
diri kita sendiri. Maka dari itu, dalam hal berkomunikasi dengan
orang lain.
Menurut konsep ini, kita harus dapat menjaga tutur kata atau
perkataan kita untuk orang lain. Kita tidak boleh mengucapkan kata
hinaan, cacian, olokan, ejekan, dls kepada orang yang kita temani
bicara. Lidah dan lisan, termasuk jug tulisan kita harus kita jaga.
Menyamakan orang lain dengan binatang atau merendahkan
profesinya misalnya, jelas hal itu sudah bertentangan dengan
konsep ini. Menulis kata-kata bodoh, tolol, dungu, anjing,
babi, brengsek, dll yang kemudian di tujukan untuk orang lain
sangatlah tidak pantas menurut konsep ini. Kata-kata dan tulisan
seperti ini dianggap tidak menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
dalam diri orang lain.
2. SIPAKALEBBI

Sipakalebbi adalah konsep yang memandang manusia sebagai


mahluk yang memiliki derajat lebih tinggi di banding dengan mahluk
ciptaan tuhan lainnya. Inilah kelebihan manusia yang mestinya
harus kita puji dan kita junjung. Menurut konsep dan pemahaman
ini, apapun dan bagaimanapun kondisi manusia dengan segala
kelebihannya, jelas manusia juga pasti punya kekurangan. Manusia
pasti punya kelebihan dan kekurangan.
Konsep ini tentu ingin memberikan apresiasi akan kelebihan
manusia. Jadi menurut konsep ini, kita harus memberikan apresiasi
atas kelebihan orang lain. Kita mestinya memuji segala kelebihan
yang ada dalam diri orang lain. Dengan begitu, akan tercipta
suasana yang selalu menyenangkan dan menggairahkan di tengahtengah kebersamaan kita dengan orang lain.
Sifat dan sikap sipakalebbi yang kita tanamkan tentu akan
membuat kita dan orang lain akan menikmati hidup sebagai sesuatu
layaknya seni yang memiliki keindahan tersendiri. Maka dari itu,
terkait komunikasi kita dengan orang lain. Dengan konsep ini, kita
diharapkan dapat memberikan apresiasi dan penghormatan yang
tinggi pada ide, pendapat, dan gagasan yang di kemukakan oleh
orang lain.
Kita tidak boleh membuat orang tersinggung dengan misalnya
mengatakan, Ah, gagasanmu itu tidak ada artinya. Itu gagasan
sampah dan tidak bermutu. Selain itu, menurut konsep ini, kita
juga haruslah pandai-pandai menempatkan diri. Sebagi orang yang
lebih muda misalnya, kita harus menghargai pendapat orang yang
lebih tua dari kita. Begitu juga sebaliknya, selaku orang tua (yang
lebih tua) kita tidak boleh meremehkan pendapat orang yang lebih
muda dari kita. Dengan demikian, selama kita berkomunikasi
dengan orang lain, tentunya dengan konsep ini kita harus tetap
dapat menghargai dan mau menerima segala masukan begitu juga
pendapat orang lain.
Apakah nantinya kita mau melaksanakan pendapat dan masukan
itu atau tidak?, tentu tergantung kita nantinya. Jika pendapat atau

masukan itu kita anggap bagus, maka kita boleh mengambilnya


sebagai

bahan

rujukan

sekaligus

referensi

dan

tambahan

pengetahuan buat kita. Namun jika ternyata pendapat orang lain itu
menurut kita ternyata kurang bagus, maka sebaiknya kita tidak
usah mempedulikannya. Tidak usah kita mengambilnya sebagai
referensi atau bahan rujukan
3. SIPAKAINGE
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, bahwa manusia itu
tidak bisa lepas dari apa yang menjadi kekurangannya. Oleh karena
itu, menurut konsep sipakainge ini, manusia mestilah harus selalu
saling mengingatkan dan saling menasihati. Antara manusia yang
satu dengan manusia lainnya tidak boleh saling melupakan dan
saling

membiarkan

manusia

lain

terus-menerus

melakukan

kesalahan. Kadang kita melihat ada orang yang terpeleset.


Maka

dengan

konsep

ini,

adalah

kewajiban

kita

untuk

mengingatkan orang itu, bahwa dia sudah terpeleset. Ada kalanya


selama orang itu berkomunikasi dengan orang lain, kita melihat ia
telah melakukan kesalahan. Maka ketika itu terjadi wajiblah kira kita
mengingatkan yang bersangkutan. Jangan kita hanya diam dan
melihat kesalahan itu terus-menerus terjadi.
Kita yang melihat dan mengetahui kesalahan itu wajib menegur
dan mengingatkan orang yang melakukan kesalahan tadi dengan
teguran yang sopan dan tidak melukai perasaannya. Semua hal ada
aturannya. Sehingga tidak ada orang yang bebas berbuat tanpa
mengindahkan aturan. Aturan ada dan diakui untuk di taati. Siapa
pun yang mencoba melanggar aturan akan mendapatkan sanksi.
Oleh

karena

itu,

tidak

ada

salahnya

kalau

kita

saling

mengingatkan. Itulah tiga konsep dasar yang selama ini di junjung


tinggi dan dipelihara oleh orang-orang dari suku Bugis-Makassar
selama mereka bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain.
Tentunya sebagai warisan budaya budaya lokal, barangkali sudah
sepatutnya hal ini juga kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-

hari. Termasuk juga ketika kita sementara terlibat perdebatan dan


saling

mengemukakan

pendapat

kepada

orang

lain.

Tidak

memandang rendah, menghargai, dan saling menasihati kepada


orang lain tentunya akan membuat perbedaan pendapat kita jauh
lebih berarti. Apalah gunanya berkomunikasi dan berbeda pendapat
kalau hanya untuk saling menghina, saling menjatuhkan dan saling
caci-maki

Anda mungkin juga menyukai