Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH GERAKAN KERJASAMA DAN INSTRUMEN NASIONAL DAN

INTERNASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI


Disusun untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi

Dosen Pengampu : Drs. Yoserizal, M.Si

Oleh: Kelompok 6

Ahmad Syauqi Rizal (2110842011)

Fika Sakinah (2110842009)

Naila Syakira Putri Hendrya (2110842025)

M Nurfathir Alendina (2110843025)

Zaki A (2110848001)

DEEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS
2022

0 0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa selalu kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi limpahan
Rahmat, Taufik dan Hidayah-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan
jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi
yang diampu oleh Bapak Drs. Yoserizal, M.Si. Kami berharap makalah ini dapat menjadi bahan
untuk menamah ilmu pengetahuan.

Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak
kesalhan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran,
dan pesan dari semua para pembaca makalah ini terutama dari Dosen Mata kuliah Pendidikan Anti
Korupsi, yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.

Padang, November 2022

Penulis

ii

0 0
DAFTAR ISI
Cover.................................................................................................................................i

Kata Pengantar...................................................................................................................ii

Daftar Isi...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1

1.1. Latar Belakang...........................................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3

2.1. Gerakan Kerjasama Nasional dan Internasional................................................................3

2.2. Instrumen Nasional dan Internasional............................................................................10

BAB III PENUTUP...........................................................................................................15

3.1. Kesimpulan................................................................................................................15

3.2. Penutup.....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................16

iii

0 0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya seseorang yang berada di dalam wilayah suatu negara secara otomatis
harus tunduk pada ketentuan – ketentuan yang berlaku di dalam wilayah negara tersebut. hal
ini berlaku pada setiap negara tidak terkecuali indonesia. Setiap tindakan yang dianggap
melanggar hukum akan diberikan sanksi sesuai dengan ketetapan dan ketentuan perundang –
undangan yang berlaku. Mulai dari hukum pidana maupun hukum perdata.
Pada umumnya tindakan korupsi terjadi pada orang – orang yang berpengaruh atau
pejabat. Maka tidaklah mengherankan jika korupsi banyak terjadi di lingkungan birokrasi
pemerintah yang mempunyai peran penting untuk memutuskan sesuatu seperti dalam
pemberian izin ataupun pemberian proyek pemerintah. Kriminalisasi terhadap tindak pidana
Korupsi mempunyai alasan yang sangat kuat sebab kejahatan tersebut tidak lagi dipandang
sebagai kejahatan konvensional, melainkan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary
crime) karena dapat berpotensi merugikan berbagai dimensi kepentingan.
Secara internasional, tingkat korupsi yang signifikan membahayakan stabilitas dan
keamanan sosial, merusak institusi dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan,
menjadi diskriminatif, dan merusak etika dan persaingan bisnis yang jujur, kriminalisasi,
menyebabkan kerugian abadi dan melemahkan penegakan hukum. Selain itu, bukti empiris
dapat mengaitkan suap (korupsi) dengan bentuk kejahatan lainnya, khususnya kejahatan
terorganisir (terorisme, perdagangan manusia, penyelundupan imigrasi ilegal, dll) dan
kejahatan kerah putih, termasuk pencucian uang. Korupsi, termasuk suap, kejahatan yang
menghasilkan atau sumber dana yang dapat dicuci (predicate offences).
Dengan kemajuan yang relatif cukup signifikan di bidang substansi dan struktur hukum,
hanya sedikit masyarakat yang menyadari pentingnya pemberantasan KKN. Hal ini karena
berkaitan dengan budaya hukum dan kualitas moral manusia nya, berupa pandangan, sikap,
persepsi, perilaku dan bahkan falsafah dari para anggota masyarakat yang kontraproduktif.

0 0
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja gerakan kerjasama dan organisasi pencegahan dan pemberantasan korupsi
yang dilakukan pemerintah baik di tingkat regional maupun internasional?
2. Organisasi nasional dan internasional apa saja yang ikut mencegah dan memberantas
korupsi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa saja gerakan kerjasama dan organisasi pencegahan dan
pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah baik di tingkat regional maupun
internasional
2. Untuk mengetahui instrumen pencegahan korupsi seperti apa yang dibuat untuk
pencegahan korupsi.

0 0
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Gerakan Kerjasama Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang Dilakukan


Pemerintah Baik di tingkat Nasional maupun Internasional
2.1.1 Gerakan Kerjasama Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tingkat Nasional
1. Ombudsman RI
Membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi, seperti
Ombudsman. Lembaga ini pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan
nama Justitieombudsmannen pada tahun 1809. Peran lembaga ombudsman yang
kemudian berkembang pula di negara lain, antara lain menyediakan sarana bagi
masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga
Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga memberikan edukasi pada
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of
conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan.
Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta
pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik,
jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC:2004).
2. Pengadilan
Upaya Pemberantasan Korupsi tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah jantung penegakan hukum yang harus
bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak
terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila
kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini
berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan.
Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki
keinginan yang kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru
terlibat dalam berbagai perkara korupsi.
3. Inspektur Jendral

0 0
Di tingkat departemen, kinerja badan pemeriksa seperti Inspektur Jenderal harus
ditingkatkan. Sejauh ini, didapati kesan bahwa lembaga itu sama sekali tidak berdaya
dalam menangani korupsi tingkat tinggi.
4. Pelayanan Publik
Reformasi birokrasi dan sistem kepegawaian merupakan salah satu cara
memerangi korupsi. Menghindari praktik suap terkait pelayanan publik adalah
dengan meresmikan biaya yang harus dikeluarkan seseorang untuk mengurus paspor,
mendapatkan SIM, mengajukan izin usaha, mendapatkan izin mendirikan bangunan
(IMB), dll.
5. Pemerintah Daerah
Memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi
Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat.
Dengan demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di
Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, kantong korupsi
tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi berkembang di berbagai daerah.
Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan
dipantau atau diawasi.
6. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD)
Korupsi banyak dilakukan oleh anggota parlemen baik di pusat (DPR) maupun
di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil rakyat dan berjuang untuk kepentingan
rakyat, anggota parlemen justru melakukan berbagai macam korupsi yang
„dibungkus‟ dengan rapi. Daftar anggota DPR dan DPRD yang terbukti melakukan
korupsi menambah panjang daftar korupsi di Indonesia. Untuk itu perlunya berhati-
hati ketika memilih pada saat Pemilihan Umum. Jangan asal memilih, pilihlah wakil
rakyat yang punya integritas. Berhati-hati pula ketika DPR atau DPRD akan
mengeluarkan suatu kebijakan atau peraturan perundang-undangan. Salah-salah
kebijakan tersebut justru digunakan bagi kepentingan beberapa pihak bukan bagi
kepentingan rakyat. Untuk itulah ketika Parlemen hendak mengeluarkan sebuah
kebijakan yang akan mempengaruhi hajat hidup orang banyak, masyarakat sipil (civil

0 0
society) termasuk mahasiswa dan media harus ikut mengawal pembuatan kebijakan
tersebut.
7. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
KPK merupakan lembaga negara yang bertindak secara bebas dan independen dari
pengaruh dan kekuasaan lembaga/badan mana pun dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dalam menangani perkara tindak pidana korupsi. KPK bergerak
berasaskan pada prinsip-prinsip kepastian hukum, akuntabilitas, transparansi,
kepentingan publik, keterbukaan, dan proporsionalitas. Bersihnya pemerintahan dari
segela jenis tindakan korupsi akan memberikan landasan yang kuat untuk
mewujudkan pemerintahan yang bersih, baik, dan berwibawa (good governance). KPK
hadir karena pemerintah dianggap tidak mampu memberantas korupsi dengan bersih dan
independen, sebab seringkali banyak pihak yang berkepentingan turut menyuburkan
praktik KKN dalam pemerintahan.
8. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
YLBHI merupakan lembaga non-pemerintah yang secara khusus melakukan
pembelaan hukum dan advokasi kepada golongan bawah yang seringkali tertindas
dan terinjak-injak. YLBHI bergerak atas dasar bahwa setiap manusia memiliki hak
untuk mendapatkan keadilan hukum, ekonomi, sosial, dan politik. LSM ini memiliki
fokus utama untuk perjuangan penegakan hukum, HAM, demokrasi, keadilan sosial,
pembelaan terhadap golongan bawah (buruh, tani, marjinal, miskin, dsb) dan telah
berdiri tegak sejak Orde Baru untuk melawan ketidakadilan yang ada. Perjuangan
YLBHI juga termasuk dalam bidang pemberantasan korupsi, dimana seringkali elit
politik melakukan KKN dan penyalahgunaan wewenang yang merugikan orang
banyak namun hampir tidak tersentuh oleh payung hukum akibat kekuasaan yang
mereka memiliki.
9. Indonesia Corruption Watch (ICW)
ICW merupakan lembaga non-pemerintah yang bertujuan untuk memberantas
korupsi melalui usaha-usaha pemberdayaan dan meningkatkan angka pertisipasi
masyarakat dalam melakukan aksi bersih-bersih dari segala unsur KKN. ICW sendiri
lahir mengikuti geraknya arus reformasi dan berdiri tegak mengawal amanat
reformasi agar dapat ditegakkan sebaik-baiknya, baik itu oleh masyarakat maupun

0 0
pemerintah. ICW sendiri mengusung prinsip integritas, independen, objektivitas, anti-
diskriminasi, akuntabilitas, independen, dan kerahasiaan dalam menjalankan
organisasinya. ICW sendiri senantiasa menyuarakan semangat antikorupsi kepada
masyarakat serta seringkali menyorot dan mengawal penanganan kasus korupsi yang
ada hingga pengadilan berakhir.
10. Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
MTI merupakan lembaga non-pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan
transparansi dalam semua aspek kehidupan masyarakat. MTI memandang
transparansi merupakan kunci utama dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih
dan baik (clean and good governance). Jika ingin terwujud, maka diperlukan
pemahaman yang benar dan mendalam akan tiga unsur, yakni korupsi, good governance,
dan otonomi daerah.
11. Transparency International Indonesia (TII)
TII merupakan lembaga non-pemerintah yang menjadi perpanjangan tangan dari
lembaga non-pemerintah internasional, yakni Transparency International (TI) yang
mengusung urgensi dari transparansi dan akuntabilitas di sektor publik dan privat.
Salah satu target utama dari TII adalah menamkan budaya antikorupsi dengan kuat
dalam masyarakat Indonesia dengan tujuan utama untuk melakukan pencegahan
korupsi berskala besar dengan dukungan dan melibatkan masyarakat luas.

2.1.2 Gerakan Kerjasama Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi tingkat


Internasional
1. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) / United Nations (UN)
PBB merupakan organisasi internasional yang beranggotakan hampir 200 negara
di dunia. Dalam kurun waktu lima tahun, PBB setidaknya mengelar satu kali kongres
yang membahas tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Penjahat atau
yang dikenal juga dengan United Nation Congress on Prevention on Crime and
Treatment of Offenders. Dalam kongres ke-10 pada tahun 2000 yang diadakan di
Vienna (Austria), isu tentang korupsi menjadi pembahasan utama dengan mengusung
tema “International Cooperation in Combating Transnational Crime: New
Challenges in the Twenty-first Century”. Oleh sebab itu, the United Nations

0 0
Interregional Crime and Justice Research Institute (UNICRI) diamanahkan untuk
menjadi penyelenggara berbagai workshop yang berkaitan dengan tema tersebut.
Melalui resolusi 54/128 of 12 December 1999 dengan tema “Action against
Corruption”, Majelis Umum PBB menekankan pada upaya untuk penyusunan
strategi level global dalam rangka melawan kejahatan korupsi. Langkah ini
ditempuh dengan cara mengundang negara-negara anggota PBB untuk diadakannya
semacam review terhadap berbagai kebijakan dan keputusan yang diambil oleh
masing-masing negara anggota PBB dalam rangka mencegah dan mengendalikan
kasus kejahatan korupsi. Saran dan rekomendasi juga diberikan kepada legilatif,
eksekutif, yudikatif, aparat, swasta, ataupun masyarakat sipil untuk dikembangkan
lebih lanjut.
Lembaga-lembaga pendonor yang berpotensial bisa dilibatkan lebih jauh dalam
mengatasi korupsi. Perhatian lebih ada baiknya difokuskan untuk menentukan
metode yang paling efektif dan efisien dalam melakukan pencegahan terhadap
tindakan korupsi atau menangkap para koruptor dengan mempertimbangkan:
a) Niat dan tekad politik yang kuat dari pemerintah.
b) Terwujudnya keseimbangan di dalam trias politica (eksekutif, legislatif, dan
yudikatif).
c) Diberdayakannya masyarakat sipil.
d) Adanya media pers yang bebas lagi independen dalam membuka akses
informasi publik.
2. Bank Dunia (World Bank)
Pasca-tahun 1997, World Bank dan IMF yang termasuk organisasi internasional
menentukan bahwa tingkat korupsi menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan
pinjaman kepada negara-negara debitur. Oleh sebab itu, World Bank Insitute
mengembangkan Anti-Corruption Core Program dalam rangka meningkatkan
kepedulian terhadap maraknya kasus korupsi di negara-negara berkembang,
meningkatkan angka partisipasi masyarakat sipil dalam rangka penanganan kasus
korupsi, serta memberikan dukungan melalaui bantuan sarana dan prasarana untuk
pemberantasan korupsi melalui rencana-rencana aksi nasional. Selain masyarakat
sipi, lembaga-lembaga juga perlu dilibatkan dalam penanganan korupsi. Lembaga

0 0
yang dimaksud anatara lain lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, hukum,
pelayanan publik, pemberantasan korupsi, media massa, dan lain sebagainya.
Menurut World Bank, pemberantasan korupsi dapat dilakukan dengan dua
pendekatan, yakni pendekatan dari bawah (bottom-up) dan pendekatan dari atas (top-
down). Pendekatan dari bawah (bottom-up) lahir dari lima anggapan, yakni:
a) Pemahaman mendalam terhadap permasalahan yang dihadapi.
b) Terjalinnya hubungan yang baik antara World Bank dengan pemerintah dan
masyarakat sipil.
c) Terdapatnya data tentang efektivitas dan efisiensi pelayanan pemerintah
yang dapat diakses melalui corruption diagnostics.
d) Pelatihan diberikan oleh World Bank untuk negara-negara berkembang
dengan disediakannya
toolbox dan dapat diambil oleh negara-negara
berkembang tersebut sesuai dengan kebutuhan.
e) Rencana aksi pendahuluan ditentukan dan dirancang oleh negara yang
bersangkutan.

Sedangkan, pendekatan dari atas (top-down) lahir dari diadakannya reformasi multi-
dimensi dalam segala bidang, baik itu hukum, politik, pemerintahan, ekonomi, maupun
administrasi.

3. OECD (Organization for Economic Co-Operation and Development)


Setelah kegagalan PBB dalam membentuk konvensi pada tahun 1970-an, PBB
mendukung langkah OECD dalam rangka memerangi korupsi di tingkat
internasional. Pada awalnya, OECD hanya bekerja untuk melakukan studi banding
juga menganalisis konsep, hukum, dan peraturan berbagai negara dalam berbagai
bidang entah itu pidana, perdata, keuangan, ataupun administrasi. Hingga pada tahun
1997, Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business
Transaction berhasil diteken dengan maksud utama untuk mencegah dan
memberantas aksi suap-menyuap dalam transaksi internasional. Konvensi ini juga
menghimbau negara-negara untuk berpartisipasi aktif dengan membentuk peraturan
yang mendukung konvensi ini.
4. Uni Eropa

0 0
Uni Eropa sebagai bagian dari organisasi internasional mulai menggalakkan
pemberantasan korupsi sejak tahun 1996 dan puncaknya the Council of Europe
Program against Corruption berhasil diteken pada tahun 1997 dengan maksud
menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas. Pemberantasan
ini dilaksanakan dengan pemahaman bahwa korupsi memiliki banyak sudut pandang
yang cukup kompleks, sehingga pemberantasan korupsi hendaklah dengan
pendekatan yang multi-disiplin, monev berkala, niat dan tekad baja, serta fleksibilitas
dalam penegakan hukum.
Masih pada tahun 1997, komisi para menteri di negara-negara Uni Eropa 20 Guiding
Principles dalam memberantas korupsi dengan memetakan area yang rawan akan
korupsi serta cara yang paling efektif dan efisien untuk memberantasnya. Kemudian
pada tahun 1998, the Group of States against Corruption (GRECO) dibentuk dalam
rangka meningkatkan kapasitas negara anggota dalam pemeberantasan korupsi.
dalam perkembangannya, Uni Eropa kemudian menganut the Criminal Law
Convention on Corruption, the Civil Law Convention on Corruption dan Model
Code of Conduct for Public Officials.
5. Transparency International (TI)
TI merupakan organisasi internasional non-pemerintah yang melakukan riset dan
publikasi tentang tindakan korupsi yang dilakukan oleh korporasi atau pun
pemerintah di suatu negara. TI didirikan oleh Peter Eigen, mantan direktur regional
Bank Dunia pada bulan Mei tahun 1993 dan memiliki kantor pusat di Berlin, Jerman.
Dalam penilaiannya, TI mengembangkan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption
Perception Index) dengan melakukan survey terhadap pelaku bisnis dan opini publik.
hasil survey tersebut disajikan dalam bentuk tabel dengan rentang nilai 1-10, 1 untuk
yang paling buruk dan 10 untuk yang paling baik. Kemudian pada tahun 1998, TI
mengembangkan Bribe Payer Index (BPI) guna mendata negara-negara mana sesuai
dengan prevalensi perusahaan multinasional yang melakukan suap kepada
pemeirntah.
Seringkali, hasil survey yang dilakukan oleh TI dianggap berat sebelah, tidak
adil, dan ada kecendurngan untuk merendahkan negara-negara berkembang. Misalnya
di Indonesia angka survey menujukkan penangan korupsi makin baik,

0 0
namun kenyataannya di lapangan dianggap sama saja seperti dulu, tidak ada
perubahan. Meski begitu, hasil survey TI yang dipublikasikan ke khalayak ramai
dapat menjadi pemicu kesadaran masyarakat akan bahaya korupsi yang senantiasa
menanti.
6. TIRI (Making Integrity Work)
TIRI merupakan organisasi non-pemerintah yang memiliki tekad untuk aktif dan
ikut serta dalam proses pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan dengan
mendukung pengembangan integritas. TIRI menjadi katalis dan inkubator akan
lahirnya inovasi baru dan pengembangan jaringan. Organisasi yang berpusat di
London, United Kingdom ini bekerja sama dengan kalangan akademisi, pebisnis,
ataupun masyarakat sipil dalam berbagi keahlian, pengetahuan, dan keterampilan
dalam rangka memberantas korupsi dan mempromosikan integritas. Selain itu, TIRI
juga melakukan riset terhadap kausalitas antara kemiskinan dengan tata pemerintahan
yang buruk

2.2 Instrumen Pencegahan Korupsi Seperti Apa yang Dibuat untuk Pencegahan Korupsi
2.2.1 Instrumen Nasional
1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 serta Amandemen I, II, III, dan IV
Terutama pasal 7A dan 7B yang mengatur tentang Presiden RI dan Wapres RI
dapat diberhentikan dari tugas dan kedudukannya dengan salah satu alasannya
melakukan tindak pidana korupsi dan penyuapan
2. KETETAPAN (TAP) MPR
- Ketetapan MPR RI nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
3. Undang-Undang (UU)
- UU nomor 28 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
- UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi

10

0 0
- UU nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara
- UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
- UU nomor 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Conventions Against
Corruption
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
- Perppu no 24 tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan
Tindak Pidana Korupsi
5. Peraturan Pemerintah (PP)
- PP nomor 19 tahun 2000 tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
- PP nomor 57 tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Khusus bagi Pelapor
dan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang
- PP nomor 110 tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah
6. Instruksi Presiden (Inpres)
- Inpres nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
7. Keputusan Presiden (Keppres)
- Keppres nomor 11 tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
2.2.2 Instrumen Internasional
1. United Nations Convention against Corruption (UNCAC)
UNCAC merupakan salah satu instrumen internasional yang penting dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang sudah ditandatangani lebih dari
140 negara di Mérida, Yucatán, Mexico, pada 31 Oktober 2003. Poin-poin penting
yang diatur dalam konvensi ini antara lain:
a) Masalah Pencegahan
Ada beberapa upaya preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya
tindakan korupsi, yakni:

11

0 0
1. Membentuk badan/lembaga anti-korupsi.
2. Transparansi ongkos kampanye pemilu dan operasional partai politik.
3. Penggalakkan efektifitas dan efisiensi pelayanan publik.
4. Rekrutmen pegawai pelayanan publik yang transparan dan akuntabel.
5. Adanya kode etik yang harus dipatuhi oleh setiap pegawai.
6. Adanya akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan keuangan
publik.
7. Penerapan sanksi yang adil dan tegas terhadap segala tindakan korupsi.
8. Adanya persyaratan khusus untuk lahan “basah”, seperti sektor
keuangan
atau peradilan.
9. Adanya SOP yang menjadi acuan pegawai dalam melayani.
10. Meilbatkan masyarakat sipil dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi.
11. Mempromosikan organisasi masyarakat dan non-pemerintah
(LSM/NGOs) yang berbasis kepada masyarakat sipil.
12. Meningkatkan kesadaran masyarakat sipil akan bahaya korupsi serta
tindakan yang perlu dilakukan jika terjadi tindak pidana korupsi.
b) Kriminalisasi
Dalam konvensi, disebut juga mengenai keharusan bagi setiap negara untuk
mengriminalisasi setiap tindakan korupsi dengan tegas melalui peraturan
perundang-undangan pidana. Hal ini difokuskan kepada negara-negara yang
belum mengatur kriminalisasi korupsi dengan tegas. Kriminalisasi ini hanya di
sektor publik saja, tetapi juga melibatkan sektor swasta juga. Sebab, seringkali
sektor swasta dijadikan sebagai tempat penyembunyian uang hasil korupsi oleh
koruptor, salah satunya dengan upaya pencucian uang.
c) Kerja Sama Internasional
Negara-negara yang menandatangani konvensi ini telah bersepakat untuk
bekerja sama antara satu dengan yang lainnya dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi, termasuk di dalamnya pemburuan dan penuntutan
terhadap koruptor. Sebab, seringkali koruptor kabur ke luar negeri yang
menyebabkannya sulit untuk dideteksi dan ditangkap. Dengan konvensi ini,

12

0 0
diharapkan tiap-tiap negara bersedia untuk memberikan bantuan hukum untuk
mengumpulkan bukti dalam upaya mengekstradiksi koruptor yang menjadi
buronan. Selain itu, tiap-tiap negara juga harus mendukung langkah-langkah
untuk melacak, membekukan, serta menyita aset hasil korupsi para koruptor
yang dibawa kabur keluar negeri.
d) Pengembalian Aset Hasil-Hasil Korupsi
Berkaitan dengan aset hasil-hasil korupsi yang dibawa kabur oleh koruptor ke
luar negeri, seringkali aset yang nilainya tidak kecil tersebut disimpan bahkan
disembunyikan sehingga sulit untuk diambil kembali oleh negara yang
dirugikan. Oleh sebab itu, aset yang dibawa kabur harus dikembalikkan ke
negara asal dalam rangka melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi, terutama bagi
negara-negara berkembang karena membutuhkan sumber daya modal yang tidak
sedikit. Untuk itu, negara-negara yang menandatangani konvensi ini hendaklah
menyiapkan peraturan dan SOP untuk mengembalikkan aset tersebut, termasuk di
dalamnya yang berkaitan dengan hukum dan rahasia perbankan.
Dalam perkembangannya, diadakan konferensi internasional dalam upaya
implementasi United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang
diselenggarakan dan dihadiri oleh negara-negara di dunia.
1. The Conference of the States Parties to the United Nations Convention against
Corruption (Amman, 10-14 December 2006), the first session.
2. The Conference of the States Parties to the United Nations Convention
against Corruption (Nusa Dua, Indonesia, 28 January-1 February 2008),
the second session.
3. The Conference of the States Parties to the United Nations Convention against
Corruption (Doha, 9-13 November 2009), the third session.
4. Untuk Conference of the States Parties to the United Nations Convention
against Corruption sesi ke-empat akan diselenggarakan di Marrakech, 24-
28 October 2011.

13

0 0
2. Convention on Bribery of Foreign Public Official in International Business
Transaction
Konvensi yang dipelopori oleh OECD ini yang intinya mengatur tentang
pencegahan dan pemberantasan perilaku suap. Konvensi ini menjadi standar hukum
dan panduan bertindak bagi negara-negara peserta untuk mengkriminalisasi pejabat
publik asing yang kedapatan menerima suap dalam transaksi internasional. Konvensi
ini juga instrumen anti korupsi pertama dan satu-satunya yang berfokus pada sisi
supply dari tindak pidana suap. Konvensi ini telah diratifikasi dan diimplementasikan
oleh semua negara anggota OECD dan empat negara non-OECD, yakni Argentina,
Brasil, Bulgaria, dan Afrika Selatan.
3. Inter-American Convention Against Corruption
4. The Convention on the Fight Against Corruption Involving Officials of the
European Communitiesor Officials of Member States of European Union
5. The Criminal Law Convention on Corruption
6. The Civil Law Convention on Corruption
7. The African Union Convention on Preventing and Combating Corruption
8. The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime

14

0 0
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gerakan kerjasama nasional dan internasional pencegahan korupsi memiliki banyak
jenisnya, misalnya gerakan kerjasama nasional yang mewakili negara antara lain Ombdusman
RI, Pengadilan, Inspektur Jendral, Pelayanan Publik, DPR RI, DPRD, dan KPK. Sedangkan,
gerakan kerjasama nasional yang mewakili masyarakat sipil antara lain YLBHI, ICW, MTII, dan
TII. Gerakan kerjasama internasional yang mewakili negara-negara antara lain PBB, World Bank,
OECD, dan Uni Eropa. Sedangkan, gerakan kerjasama internasional yang mewakili masyarakat sipil
antara lain TI dan TIRI.
Insturmen dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi bersifat sangat vital, untuk itu
keberadaannya sangat diperlukan. Instrumen pencegahan korupsi terbagi menajadi instrumen
nasional dan instrumen internasional. Instrumen nasional tersebar dalam tata aturan peraturan
perundang-undangan Indonesia, mulai dari UUD 1945 hingga Perda, salah satu contohnya
adalah UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi . Sedangkan,
instrumen internasional terbagi menjadi berbagai konvensi yang terbentuk antar-negara di dunia,
salah satu contohnya adalah The United Nations Convention Against Transnational Organized
Crime.

3.2. Saran
Pemerintah sebagai representasi dari masyarakatnya membentuk lembaga khusus yang
bertugas menangani perkara ini dan berbagai instumen yang mendukung upaya pemcegahan dan
pemberantasan korupsi. Namun seringkali, apa yang dikerjakan oleh pemerintah masih belum
cukup, akibat dari pengaruh busuk politik. Oleh sebab itu, masyarakat yang peduli berkumpul
dan berserikat untuk membentuk lembaga non-pemerintah untuk mendukung harapan agar
korupsi bisa hilang untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
bersih dan baik. Hal-hal seperti ini lah yang bagus untuk dilestarikan dan dikembangkan agar hal-
hal busuk macam korupsi bisa hilang. Jika kita hanya acuh dan apatis, jangan menyesal jika ditindas
pemerintah yang sewenang-wenang. Mari bangkit dan melawan untuk kebenaran!

15

0 0
DAFTAR PUSTAKA
H, Ardian Eko. (2017). Kompilasi Hukum Korupsi. Yogyakarta: Istana Media

Hamzah, Jur Andi. (2005) Pemberantasan Korupsi: Melalui Hukum Pidana Nasional dan
Internasional edisi revisi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Handoyo, Eko. (2013) Pendidikan Antikorupsi. Yogyakarta: Penerbit Ombak

S, Marsella Elwina. (2011). Pendidikan Anti Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Kemendikbudristek.

S. Marsella Elwina. (2013). Mutual Legal Assistance : Kerjasama Internasional Pemberantasan


Korupsi. Semarang: Fakultas Hukum Unika Soegijapranata.

Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. (2011). Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Kemendikbudristek.

16

0 0

Anda mungkin juga menyukai