Anda di halaman 1dari 9

SISTEM SOSIAL MASYARAKAT PESISIR

1. Latar Belakang
Dalam sejarah Islamisasi di Indonesia, kata pesisir tidak pernah bisa diabaikan. Sebab,
sebagaimana telah diketahui, sejarah masuknya Islam di Indonesia selalu berawal dari komunitas
nelayan dan para pedagang yang sebagian besar terkosentrasi di daerah-daerah pantai sekitar wilayah
lautan Nusantara. Dalam perspektif kepentingan Dakwah Islamiyah maka sepanjang rentang
penulusuran naskah ini tidak ada salahnya memori historis tersebut tetap dijadikan referensi ilustratif.
Kata pesisir dalam tulisan ini digunakan untuk dua maksud yang berlainan. Pertama,
masyarakat pesisir, dimana istilah ini sebutan yang diatribusikan kepada kelompok masyarakat yang
bertempat tinggal di tepi pantai, atau berdekatan dengan laut. Terkadang, masyarakat pesisir (coastal
community) juga diterjemahkan dengan ciri-ciri utama tidak memproduksi barang ataupun jasa
tertentu, mengandalkan penghidupan dari sumber daya laut, dan jikalau ada alat produksi biasanya
berupa perahu, dengan sistem ekonomi yang hierarkis seperti ada juragan kapal, tengkulak, buruh,
nelayan tradisional.

2. Pengertian Masyarakat Pesisir


2.1 Pengertian Masyarakat
Menurut PETER L. BERGER, masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks
hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa
keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.
Menurut HAROLD J. LASKI Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang
hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama.
Jadi dapat di simpulkan bahwa Masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling
berinteraksi dan berhubungan serta memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang kuat untuk
mencapai tujuan dalam hidupnya.
2.2 Pengertian Pesisir
Menurut (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001), Pesisir merupakan daerah
pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun
terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi
oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,

maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.
Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama
mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait
dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria, 2004).
Secara teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan
melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan
lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang
cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian,
secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal
secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas
sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.

3. Karakteristik Masyarakat Pesisir


3.1 Penduduk dan Mata Pencaharian
Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian
di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based). Hanya sedikit
penduduk yang bermatapencaharian seperti petani maupun pedagang.
3.2 Struktur dan Stratifikasi Sosial Nelayan
Munculnya teknologi penangkapan ikan terutama penguasaan alat-alat penangkapan ikan
yang bersifat individu dan dapat diwariskan atau diperjual belikan berakibat terbentuknya
hubungan pemilikan yang lebih kongkret. Bersamaan dengan hal tersebut terjadi diferensiasi
hubungan antara nelayan dengan pemilik alat penangkap ikan dan perahu, lalu berkembang
menjadi suatu struktur dan berlanjut menjadi suatu pelapisan sosial baru.
Istilah-istilah menyangkut struktur dan pelapisan sosial nelayan dari berbagai studi sangat
beragam dan spesifik. Meskipun demikian pada dasarnya terdapat kesamaan pengertian yang
secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Pertama, Ponggawa yaitu para pemilik modal, alat penangkap ikan dan perahu yang
biasanya menangani bagi hasil dan pemasarannya.
Kedua, Juragan yaitu nelayan yang menyewa alat penangkap ikan dan perahu ataukah
memimpin operasi penangkapan ikan di laut.
Ketiga, Sawi yaitu nelayan yang tidak bermodal dan hanya menawarkan tenaganya untuk
jenis
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
Selain itu, terdapat pula nelayan mandiri atau nelayan tradisional yang terdiri atas nelayan
pancing, nelayan patorani yang menggunakan jaring khusus untuk penangkapan ikan terbang pada
musim teduh, dan nelayan parengge yang melakukan penangkapan ikan pada malam hari saja
terutama di bulan purnama dengan memakai rengge atau gaek yaitu sejenis pukat.
Habitat masyarakat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masyarakat diantaranya:

a. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata


pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam
dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional.
Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan
jangkauan wilayah tangkapannya.
b. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang
bekerja
disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan
hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang
selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal.
Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
c. Masyarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak
dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari
kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal
atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai
buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
d. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok
masyarakat nelayan buruh.

3.3 Pola pemukiman dan kehidupan Sehari-hari


Berdasarkan kondisi fisiknya, rumah di pesisir dibagi dalam tiga kategori.

Rumah permanen (memenuhi syarat kesehatan)


Rumah semi permanen (cukup memenuhi syarat kesehatan)
Rumah non permanen (kurang atau tidak memenuhi syarat kesehatan)

3.4 Konsep Masyarakat Pantai


Konsep mengenai masyarakat pantai dapat didekati melalui upaya pemanfaatan
sumberdaya alam oleh penduduknya dan kompleksitas perwujudan budaya masyarakat.
Berdasarkan hasil penelaahan dasar (baseline study) yang dilakukan oleh Fachruddin
dkk., ditemukan beberapa tipe desa-desa pantai di Sulawesi Selatan melalui pendekatan
pemanfaatan sumberdaya alam, yaitu:

Desa pantai tipe bahan makanan, yaitu desa-desa pantai yang sebagian
besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai petani
sawah khususnya sawah padi.
Desa pantai tipe tanaman industri, yaitu desa-desa pantai yang sebagian
besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai petani
tanaman industri terutama kelapa.
Desa pantai tipe nelayan / empang, yaitu desa-desa pantai yang sebagian
besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai
penangkap ikan laut / pemeliharaan ikan darat.
Desa pantai niaga dan transportasi, yaitu desa-desa pantai yang sepanjang
tahun dapat ditempati oleh perahu-perahu layar.

Sedangkan pendekatan kompleksitas perwujudan budaya masyarakat pantai sangat


berkaitan dengan kultur laut yang mendapat pengaruh dari maritime great tradition.

Adapun konsep pengertian masyarakat pesisir yang digunakan dalam studi ini adalah
konsep masyarakat pesisir di perkotaan tipe nelayan dimana sebagian besar penduduknya
bermata-pencaharian pokok sebagai nelayan.
3.5 Sistem Kekerabatan
Hubungan-hubungan sosial antar kerabat dalam masyarakat pesisir masih cukup kuat.
Perbedaan status sosial ekonomi yang mencolok antar kerabat tidak dapat menjadi
penghalang terciptanya hubungan sosial yang akrab di antara mereka.
3.6 Ekonomi Lokal
Sumber daya laut adalah potensi utama yang mengerakan kegiatan perekonomian
desa. Secara umum kegiatan perekonomian tinggi-rendahnya produktivitas perikanan.
Jika produktivitas tinggi, tingkat penghasilan nelayan akan meningkat sehingga daya beli
masyarakat yang semakin besar nelayan juga akan meningkat. Sebaliknya, jika
produktivitas rendah, tingkat penghasilannya nelayan akan menurun sehingga tingkat
daya beli masyarakat rendah. Kondisi demikian sangat mempengaruhi kuat lemahnya
kegiatan perekonomian desa.
3.7 Konsep Masyarakat Maritim
Sudah menjadi suatu mitos yang berkembang ditengah-tengah masyarakat bahwa
Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah, baik sumber hayatinya maupun non
hayatinya, walaupun mitos seperti itu perlu dibuktikan dengan penelitian yang lebih
mendalam dan komprehensif. Terlepas dari mitos tersebut, kenyataannya Indonesia adalah
negara maritim dengan 70% wilayahnya adalah laut, namun sangatlah ironis sejak 46 tahun
yang lalu kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat tidak pernah mendapat perhatian
yang serius dari pemerintah.
Munculnya tatanan masyarakat maritim sebagai suatu komunitas tradisional berawal
dari kebangkitan kerajaan maritim di Sulawesi Selatan yang sangat berpengaruh di Kawasan
Timur Indonesia pada abad XV XVII. Setidaknya, ada tiga ciri utama pola dasar
pembentukan kehidupan budaya masyarakat maritim yaitu kultur laut, tradisi agraris dan
mobilitas pasar atau pedagang. Ketiga pola ini erat hubungannya dengan ekologi, letak
geografis dan tatanan sosial-budaya masyarakat maritim.
Bila kultur laut dominan dalam aktivitas masyarakat, maka pranata-pranata yang
tumbuh dalam masyarakat mengarah ke kultur laut. Dalam suasana seperti ini, ritual-ritual
yang erat hubungannya dengan laut tumbuh dan menjadi pesat. Ilmu pengetahuan, seni,
arsitektur, adat, mistik, hukum yang erat hubungannya dengan dunia kemaritiman tumbuh
dengan pesatnya.
Secara historis pertumbuhan masyarakat semacam ini dapat ditemukan pada daerahdaerah pesisir Sulawesi Selatan yang mendapat pengaruh dari kerajaan Gowa, kerajaan
Makassar pada abad XVI XVII. Bila aktivitas tradisi agraris mewarnai kegiatan
masyarakat, maka pranata-pranata yang tumbuh pun merujuk ke tradisi agraris. Pada
masyarakat ini ditemukan ritual-ritual agraris. Ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, adat, mistik,

hukum dan lain-lainnya yang berkaitan erat dengan pertanian tumbuh pesat. Basis agraris ini
dipengaruhi oleh kerajaan Bone, Sidenreng dan Soppeng yang merupakan kerajaan agraris
Bugis dan sangat berpengaruhi di daerah pedalaman Sulawesi Selatan pad abad ke XV
XVII.
Bila aktivitas mobilitas pasar lebih dominan dalam masyarakat maritim, maka aturanaturan atau adat istiadat yang menyangkut perdagangan/jual beli menjadi ketentuan yang
sangat dipatuhi oleh masyarakat. Kondisi masyarakat semacam ini berada di bawah pengaruh
kerajaan Wajo yang hingga sekarang dikenal sebagai negeri asal para pedagang Bugis.
Konsep budaya maritim, tidak hanya terbatas pada masalah kultur laut tetapi juga
sangat erat hubungannya dengan mobilitas pasar yang dilakukan melalui pelayaran dan lintas
laut. Corak niaga semacam ini disebut perniagaan laut.
Kompleksitas perwujudan budaya yang berhubungan dengan laut, dapat dilihat dari dua
sisi.
Pertama, tradisi besar kemaritiman, diwakili kaum bangsawan, orang-orang baik, dan
orang- orang kaya, para pemilik modal, serta penduduk perkotaan di pesisir pantai.
Kedua, tradisi kecil kemaritiman diwakili rakyat biasa atau nelayan, para sawi (klien).
Pada tradisi besar kemaritiman ditemukan kompleksitas budaya yang mencakup; ide-ide
gagasan-gagasan, nilai-nilai, aturan-aturan, tindakan-tindakan, dan aktivitas serta bendabenda hasil karya yang berhubungan dengan laut, baik secara langsung atau tidak langsung.
Secara harfiah dapat dikatakan bahwa filsafat, seni, mistik, arsitektur, birokrasi, perang dan
lain-lain bersumber dari tradisi besar. Dengan demikian, tampak adanya perbedaan antara
kebudayaan maritim dan kebudayaan nelayan.
Nelayan acap kali diasosiasikan dengan kemiskinan dan karenanya budaya nelayan
atau kebiasaan masyarakat pesisir diidentikkan dengan kemiskinan atau budaya orang miskin.
Meskipun tak dapat disangkali bahwa pendukung kebudayaan maritim adalah kaum nelayan,
tetapi nelayan hanyalah kelompok masyarakat pemangku dari masyarakat bahari. Jaringan
aktivitasnya sangat terbatas pada penangkapan ikan, sistem pengetahuan yang berkembang
pun berhubungan erat dengan penangkapan ikan dan sumberdaya laut, sementara jaringan
sosial-nya sangat terbatas pada network pinggawa-sawi (patron-klien). Sedangkan Badan
Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian (BPLPP) Departemen Pertanian mengartikan
nelayan sebagai pengelola usaha penangkapan ikan yang sebagian atau seluruh
pendapatannya diperoleh dengan jalan melakukan penangkapan ikan di laut atau perairan
umum.

4. Peluang dan Pengembangan Masyarakat Pesisir


A. Ditekankannya manejemen yang berpola berbasis masyarakat.
B. Diterapkan paradigma good governance, bukan pemerintahan yang kuat.
C. Sebagian masyarakat sudah mulai ada kesadaran bahwa bantuan pemerintah yang
diberikan selama ini adalah bersumber dari dana pinjaman yang tentunya masyarakat
sendirilah yang harus menanggung beban pengembalian pinjaman.

D. Adanya kebanggaan dari masyarakat kalau mereka sebenarnya mampu menemukenali masalah, dan lain-lainnya, bahkan mereka mampu mengelola sehingga
menunjukkan hasil.
E. Dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat sudah mampu berperan sebagai
pengawas dan melakukan kordinasi dengan instansi terkait demi kesuksesan tersebut.

5. Faktor

Yang

Mempengaruhi

Perubahan-Perubahan

Sosial

Dan

Kebudayaan
Dalam suatu kehidupan, masyarakat akan mengalami perubahan. Perubahanperubahan yang terjadi bisa disebabkan oleh suatu yang dianggap sudah tidak
memuaskan lagi, dan ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai
pengganti faktor yang lama, ada juga yang masyarakatnya yang menggadakan
perubahan karena terpaksa untuk menyesuaikan sesuatu dengan keadaan.
Sebab-sebab terjadinya perubahan sosial
a. Bertambahnya penduduk
Bertambahnya penduduk yang sangat cepat, menyebabkan terjadinya
perubahan struktur masyarakat. Masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah
nelayan, akan tergantung pada alam dan cuaca. Maka masyarakatnya akan sering
berpindah-pindah profesi sesuai keahlian.
b. Penemuan-penemuan baru
Penemuan baru meliputi proses, ada inovasi yang menjadikan kebudayaan
baru

tersebar kepada bagian lain masyarakat.

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa karakteristik masyarakat
pesisir ialah :
I.

Sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan.

II.
III.

Sangat di pengaruhi oleh faktor lingkungan, musim dan juga pasar.


Struktur masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak dimasuki oleh pihak
luar. Hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan hidup, dan kegiatan masyarakat
relatif homogen dan masing-masing individu merasa mempunyai kepentingan
yang sama dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengawasi hukum yang

IV.
V.

sudah disepakati bersama.


Sebagian besar masyarakat pesisir bekerja sebagai nelayan.
Nelayan adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang mata
pencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan penangkapan ikan.

DAFTAR PUSTAKA
Kusnadi. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Cet. 1. Bandung: Humaniora
Utama Press, 2000.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi Baru Ketiga. Jakarta: Rajawali Press,
1987.

Wignyosoebroto, Soetandyo. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi


Metodelogi. Cet. 2. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009.
http://watisitinurjannah2.blogspot.com/2013/05/karakteristik-masyarakat-pesisir.html diakses
pada tanggal 3 Maret 2015
http://kebunhadi.blogspot.com/2012/11/kajian-teoritis-masyarakat-pesisir.html diakses pada
tanggal 3 Maret 2015

SISTEM SOSIAL MASYARAKAT PESISIR


Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sosiologi Perikanan dan Kelautan

Anda mungkin juga menyukai