Anda di halaman 1dari 14

KEARIFAN LOKAL BUDAYA SUKU SAKAI

TERHADAP SUMBER DAYA PERAIRAN DI


KABUPATEN BENGKALIS

Erdianto Effendi
Email : erdianto.effendi@gmail.com
Setia Putra
Email : setiaputrashmh.shmh@gmail.com

Fakultas Hukum, Universitas Riau

Abstrak
Masyarakat Suku Sakai menangkap ikan di sungai dengan menombak dan
mengail, serta menangkap udang dengan menggunakan tangguk. Di rawa-rawa
atau di sungai-sungai kecil mereka menangkap ikan dengan menggunakan lukah
dan jaring. Mereka memasang lukah dari jaring pada sore hari menjelang malam
dan pada pagi hari dapat dilihat hasil tangkapannya. Ada larangan menangkap
ikan dengan putas, pukat, sentrum dan racun bisa didenda adat berupa uang adat
yang disepakati Pengurus Bathin (Kepala, Manti, Mangku). Dilarang menebang
hutan dekat sungai dan danau, bila dilakukan maka didenda adat untuk
memulihkan kerusakan dan disuruh menanam pohon 7 kali lebih banyak.
Kata Kunci: kearifan lokal, perairan, Sakai

Abstract
The Sakai tribe catches fish in the river by using the spear and hook, and using
tangguk for shrimp. In swamps or small rivers they used a fish trap and netting to
catch the fish. They put on the fish trap nets on the afternoon or before the night
and they take the catch out in the morning. There is a ban on fishing with putas,
gillnets, centrum and toxins and it can be fined by indigenous customary
pecuniary who agreed by Bathin Board (Chief, Manti, Mangku). It is forbidden to
cut down the forests near the rivers and the lakes, and the indigenous fined to
recover the damage is to plant the tree seven times more.
Keywords : local wisdom, water, Sakai

A. Latar Belakang Masalah masyarakat secara turun menurun.


Peran dan status kearifan lokal Apalagi dari segi tujuan diterapkannya
sebagai hukum atau aturan yang yaitu sebagai kontrol terhadap sifat
dilaksanakan di wilayah-wilayah manusia yang kebutuhan dan
pesisir ini sangat penting mengingat keinginannya tidak terbatas
dari sisi historinya yang didapatkan memungkinkan keberadaan kearifan
dalam proses yang sangat panjang dan lokal sangat mempengaruhi kelestarian
diturunkan secara lisan oleh lingkungan manusia sebagai tempat
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

tinggal khususnya wilayah pesisir. (4) abrasi pantai, dan (5) konversi
Pemanfaatan terhadap seluruh kawasan lindung (hutan mangrove)
wilayah nusantara tidak hanya menjadi peruntukan pembangunan
mencakup wilayah daratannya saja lainnya. Menyusutnya mangrove yang
melainkan juga wilayah laut dan banyak hidup di daerah endapan yang
pesisir.Provinsi Riau sebagai salah satu berada di kawasan pesisir. Luasan
provinsi yang memiliki pesisir dan mangrove di Provinsi Riau sebesar
2
pulau-pulau kecil dengan dipelopori 300.000 Ha sedangkan dalam hasil
semangat otonomi saat ini juga dengan yang dilakukan luasan mangrove
pesat melakukan pengelolaan sumber sebesar 252.558 Ha 3.
daya alam termasuk sumber daya alam Perkembangan perekonomian
yang berada di pulau-pulau kecil yang dan pertumbuhan tidak hanya terjadi di
dimilikinya. Ditambah lagi dengan Ibukota Provinsi Riau saja, namun
adanya pertambahan jumlah penduduk perkembangannya telah sampai ke
yang pesat (2,64%) di Provinsi Riau batas pulau terluar yang dimiliki oleh
beberapa tahun terakhir ini provinsi Riau yaitu Pulau Rupat.
berimplikasi kepada tekanan terhadap Sebagai pulau kecil terluar pulau Rupat
daya dukung lingkungan.1 saat ini juga mengalami berbagai
Meningkatnya kebutuhan akan permasalahan mulai dari perbedaan
permukiman, lahan pertanian, kepentingan antara perusahaan sawit
perkebunan, perhutanan, dan perikanan dengan masyarakat setempat, kasus
telah mendorong pemerintah daerah perusakan lingkungan di mana pada
memberikan ijin pengusahaan dan beberapa pantai telah mengalami abrasi
ekploitasi sumberdaya alam baik di dimana ditakutkan akan berpengaruh
daratan maupun di lautan. Secara garis terhadap batas negara, sampai dengan
besar berbagai permasalahan kerusakan rendahnya perekonomian masyarakat
lingkungan di kawasan pesisir dan setempat yang bekerja sebagai nelayan
lautan Provinsi Riau meliputi: (1) tradisonal dan sulitnya akses ke ibukota
pencemaran, (2) degradasi fisik habitat, kabupaten dan provinsi.
(3) over eksploitasi sumberdaya alam, 2
Sumber: Dinas Perikanan dan
Kelautan Provinsi Riau Tahun 2002
1 3
Sumber data BPS Tahun 2015 Data cita landsat Tahun 2001

2
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

Menurut William Marsden seperangkat aturan, pengetahuan dan


sebagaimana dikutip Yusmar Yusuf, juga keterampilan serta tata nilai dan
orientasi ruang Orang Melayu merujuk etika yang mengatur tatanan sosial
pada kawasan perairan (sungai dan komunitas yang terus hidup dan
laut). Untuk itu masyarakat Melayu berkembang dari generasi ke generasi.
selalu disebut sebagai masyarakat Sesuai dengan aturan adat, kearifan
aquatik. Sungai dan laut menjadi tradisional merupakan sebuah sistem
kawasan orientasi ruang, karena di dalam tatanan kehidupan sosial, politik,
perairan tersedia ragam fungsi, seperti: budaya, ekonomi serta lingkungan
komunikasi, transportasi, hiburan, yang hidup di tengah-tengah
moda pencaharian, sistem pasar, lalu masyarakat lokal.
lintas peradaban, gerbang untuk Kearifan lokal orang Melayu
berkenalan dengan dunia asing yang tidak hanya terdapat dalam bentuk
4
jauh, sistem navigasi dan sebagainya. nilai-nilai dan norma-norma adat, tetapi
Orang Melayu mempunyai juga terdapat dalam aktivitas dan
peradaban yang tinggi dalam penggunaan teknologi.Ini dapat dilihat
memilihara tatanan nilai budaya seperti tingkah laku dan sikap sehari-
menyangkut aspek sosial ekonomi, hari, penggunaan beliung (alat untuk
politik, agama, lingkungan, seni, menebang), kapak (alat untuk
teknologi, dan lain-lain. Nilai-nilai membelah), lading atau parang (alat
tersebut terdapat dalam kearifan lokal untuk menebas), tajak (alat untuk
orang Melayu.Ciri yang melekat dalam menyiang), cabak (alat untuk
kearifan lokal tersebut sifatnya membalikkan tanah), sabit (alat untuk
dinamis, berkelanjutan, dan dapat memotong rumput), tembilang (alat
diterima oleh komunitasnya. Dalam untuk menggali tanah), dan lain-lain.
komunitas masyarakat lokal, kearifan Semua perkakas tersebut jika dipakai,
tradisional mewujud dalam bentuk tidak ada yang mempunyai potensi
untuk merusak lingkungan hidup
4
Yusmar Yusuf, “Kearifan dan
Kepiawaian Lokal: Sumbu Hukum Komunal sampai pada batas yang
(Kosmologi Melayu, Masyarakat Adat dan membahayakan (Hamidi, 2006).
Persepsi Kekinian)”, dalam Jurnal Respublika,
Universitas Lancang Kuning, Edisi No. 1 Orang Melayu mempunyai
November 2008, Vol.8, hlm.124.

3
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

konsep filosofi dalam memelihara penyerapan nilai-nilai budaya yang


lingkungan ini yang dapat terlihat sudah mengakar dalam kehidupan
dalam ungkapan petatah petitih, syair, mereka. Nilai-nilai budaya tersebut
pantun, hikayat, dan dalam qanun tanah terutama yang berkaitan dengan
adat. Berkaitan dengan itu tulisan ini kearifan masyarakat dalam berinteraksi
akan membahas qanun (hukum) tanah dengan lingkungan ekologisnya, baik
adat orang Melayu dalam pelestarian yang pernah mereka jalankan, yang
lingkungan.Karena sifatnya yang sedang dijalankan, atau menyerap
normatif atau tidak tertulis, diduga kearifan lokal masyarakat lain yang
banyak sekali kearifan lokal cocok dengan karakteristik masyarakat
masyarakat dalam pengelolaan dan setempat.
pemanfaatan sumberdaya laut yang Kabupaten Bengkalis
belum diketahui banyak orang, merupakan salah satu daerah yang
terutama dalam konteks ilmiah.Bahkan memiliki karakteristik wilayah perairan
boleh jadi kearifan lokal yang dulu laut lebih dominan dan berbatasan
pernah ada, sudah mulai menghilang dengan beberapa kabupaten, provinsi,
atau tidak dijalankan lagi oleh atau bahkan negara lain. Kondisi
masyarakat karena pergeseran dan geografis seperti ini sangat rentan akan
perubahan sistem nilai sosial, budaya, masalah-masalah kerusakan
ekonomi dan politik yang begitu cepat. lingkungan. Keterlibatan semua pihak
Pengidentifikasian kearifan lokal dalam menjaga kelestarian laut menjadi
masyarakat perlu dilakukan karena sangat dibutuhkan, terutama oleh
belum ada kajian tentang hal ini primary stakeholder yaitu masyarakat
terutama di daerah-daerah yang dan pemerintah. Apalagi di sana
memiliki rentanitas kerusakan terdapat Suku Sakai. Suku asli di Riau
lingkungan yang besar dan rentang yang pertama akan kita bahas adalah
kendali yang rumit oleh karakteristik suku Sakai. Kata Sakai sendiri konon
wilayah yang berpulau- merupakan singkatan dari Sungai,
pulau.Pendesainan pengelolaan Kampung, Anak, Ikan. Hal ini
sumberdaya laut pada tataran memiliki makna bahwa mereka adalah
masyarakat desa sangat membutuhkan orang-orang yang hidup di sekitar

4
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

sungai dan menggantungkan hidup dalam pengelolaan sumber daya


mereka pada hasil kekayaan sungai perairan pada masyarakat Hukum Adat
seperti ikan. Melayu Suku Sakai di Bengkalis.
Dari uraian-uraian diatas perlu
diadakannya sebuah penelitian tentang C. Hasil Penelitian dan
kajian profil kearifan budaya lokal Pembahasan
masyarakat pesisir Suku Sakai di 1. Kearifan Lokal Adat
kabupaten Bengkalis.Sehingga dalam Masyarakat Suku Sakai dalam
hal ini, perlu dirasakan melakukan Pemanfaatan dan Pelestarian
penelitian lebih lanjut, tentang : Sumber Daya Perairan
1. Bagaimana kearifan lokal adat Sebagai suku terpencil di
masyarakat Suku Sakai dalam Provinsi Riau, Suku Sakai memiliki
pemanfaatan dan pelestarian sumber aturan-aturan yang bisa menjamin
daya perairan di Kecamatan Mandau kelestarian hutan dan sungai. Bila
Kabupaten Bengkalis? aturan-aturan yang diberlakukan Suku
2. Bagaimana peran kelembagaan Sakai ini juga dijalankan suku-suku
lokal dalam pemanfaatan dan lain yang ada di Provinsi Riau maka
pelestarian sumber daya perairan oleh permasalahan kerusakan hutan dan
Suku Sakai di Kecamatan Mandau sungai bisa diminimalisir. Salah satu
Kabupaten Bengkalis? cara yang dipakai untuk menjaga
ekologi hutan dan perairan adalah
B. Metode Penelitian dengan menerapkan zonifikasi lahan
Jenis penelitian yang akan yang ketat. Hutan ulayat masyarakat
digunakan adalah penelitian hukum sakai dibagi dalam beberapa kategori
sosiologis, yaitu studi-studi empiris yaitu hutan adat, hutan larangan dan
untuk menemukan teori-teori mengenai hutan perladangan. Hutan adat hanya
proses terjadinya dan mengenai proses boleh diambil rotannya, damar dan
bekerjanya hukum dalam masyarakat madu lebah, tetapi pohon-pohon
berdasarkan peraturan perundang- utamanya tidak boleh ditebang.
undangan yang berlaku yang berkaitan Sedangkan hutan larangan, yang
dengan pola perlindungan hukum biasanya berada di bantaran sungai,

5
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

sama sekali tidak boleh diusik. Hutan kelestarian hutan dan sungai yakni
perladangan boleh ditebang untuk kearifan lokal mereka menjadi tolak
ladang dengan sistem rotasi. ukur keberhasilan Suku Sakai dalam
Dalam membuka ladang, warga melestarikan hutan dan sungai. Di
Sakai dari dulu hinggga sekarang Provinsi Riau, kondisi hutan dan sungai
masih menggunakan teknologi baik yang dikelola pemerintah dan
sederhana.Kesederhanaan teknologi perusahaan dalam kondisi kritis akibat
sebagai perlambang kearifan lokal yang penebangan hutan secara liar.
menjaga lingkungan. Sistem nilai Termasuklah hutan ulayat Suku Sakai
sederhana yang dianut memberikan yang berada di Desa Kesumbo Ampai,
kebaikan kepada lingkungan. Kecamatan Mandau hanya tinggal
Masyarakat Sakai mempunyai kearifan sekitar 40 hektare saja yang masih
lokal mengubah hasil pertanian dengan terlihat asri. Keanekaragaman hayati
cara-cara yang sederhana sehingga baik flora maupun fauna sudah mulai
teknologi yang digunakan tidak berkurang jumlahnya. Hal ini
merusak lingkungan. Kondisi alam asli diakibatkan karena hutan Suku Sakai
bukan berubah dalam suatu rangkaian sebagian besar sudah dikuasai oleh
keadaan yang tidak mengejutkan. Itu perusahaan-perusahaan perkebunan
sama halnya dengan kelestarian. karet, sawit dan kertas.
Masyarakat Sakai yang menggunakan Sementara Sungai Mandau dan
peralatan tersebut, secara tidak Danau Bunta yang berada di areal
langsung turut melestarikan budaya hutan adat Sakai ini sudah tercemar
leluhur.Alat-alat dan bahan-bahan yang oleh limbah perusahaan.Rawa-rawa
tidak menggunakan mesin atau listrik telah berubah menjadi kanal-kanal
sehingga ramah lingkungan dan bahan yang dibuat oleh perusahaan perusaan
pembuatan yang umumnya berasal dari untuk mengairi perkebunan mereka.
kayu, rotan, dan bambu yang mudah Sehingga tidak adalagi rawa rawa yang
ditemukan di hutan. berair berisi ikan seperti dahulu kala
Sebagai suku terpencil di sebelum perusahaan masuk. Padahal
Provinsi Riau, Suku Sakai memiliki mata pencaharian asli Masyarakat Suku
aturan-aturan yang bisa menjamin Sakai adalah berburu atau mencari

6
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

ikan.Dulunya satu hari itu bisa hari dapat dilihat hasil tangkapannya.
menghasilkan 5-10 kg ikan, namun Pada biasanya ikan yang mereka
sekarang mereka sudah sulit tangkap langsung mereka goreng. Jika
mendapatkan ikan.Paling 1 hari mereka jumlah tangkapannya relatif banyak
hanya mendapatkan 1-2 kg ikan. maka sebagian dari ikan itu untuk
Dalam berburu orang sakai tidak dijual kepada orang lain, bahkan suku
membunuh hewan tangkapannya, tetapi sakai biasanya membarter ikan
mereka melakukan dengan menjerat tangkapan dengan barang yang mereka
alat buruan mereka yaitu Konjouw. perlukan.
Konjouw adalah tombak yang terbuat Peralatan tradisional yang
dari besi yang dipanaskan, konjouw itu digunakan masyarakat Sakai ini
dibekali oleh mantra-mantra hewan. merupakan peninggalan leluhur.
Hewan yang mereka sering buru adalah Masyarakat Sakai yang menggunakan
kera, babi hutan, kijang, dan kancil. peralatan tersebut, secara tidak
Hasil tangkapan buruan ini mereka langsung turut melestarikan budaya
gunakan untuk kebutuhan hidup sehari- leluhur. Alat-alat dan bahan-bahan
hari biasanya mereka jadikan sebagai yang tidak menggunakan mesin atau
lauk pauk. listrik sehingga ramah lingkungan dan
Tidak hanya berburu, orang sakai bahan pembuatan yang umumnya
sangat terkenal dengan mencari ikan. berasal dari kayu, rotan, dan bambu
Cara yang mereka lakukan adalah yang mudah ditemukan di hutan.
dengan mengail, serta mereka juga Rumah orang Sakai ini
senang menangkap udang dengan termasuk rumah yang sangat unik,
menggunakan tangguk, suku sakai karena dapat berdiri dengan kokoh
mengenal lebih dari 30 jenis ikan. Di tanpa menggunakan paku. Hanya
rawa-rawa atau di sungai-sungai kecil disambung dengan tali rotan.
mereka menangkap ikan dengan Keunikan lainnya adalah mereka
menggunakan lukah dan jaring, orang- menggunakan kayu sebagai bahan
orang sakai pada masa lalunya utamanya seperti tiang dan juga yang
memasang lukah dari jaring pada sore lain dengan cara kayu utuh. Rumah
hari menjelang malam dan pada pagi orang Sakai juga tergolong rumah

7
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

yang sederhana, hanya ada satu Diperkuat pula dengan sumpah: Ke


ruangan yang digunakan untuk rimba tak dapat makan, ke laut tak
serbaguna. Hanya berkisar ukuran 4 x dapat minum, bertelur busuk,beranak
6 meter saja.Lantai dan dindingnya mati. Ke atas tidak berpucuk, ke
terbuat dari kulit kayu, sedangkan bawah tidak berakar, di tengah-tengah
atapnya terbuat dari jerami atau daun dilarik kumbang. Dengan konsensus
kelapa. dan sumpah setia seperti itu
Menurut M Yatim, di dalam diharapkan hutan adat inibakal lestari.
hutan adat ini terdapat sekitar 250 Menurut M Yatim, ada sanksi
spesies baik flora dan tumbuhan yang diberikan kepada anak-
berkhasiat obat serta fauna seperti kemenakan Sakai yang melakukan
harimau dan lain-lain. Melalui penebangan pohon. Di mana dalam
wawancara dan pengamatan di membuka ladang dulu ada istilah darah
lapangan ada beberapa mayoritas flora ganti darah, nyawa diganti nyawa.
dan fauna yang menempati kawasan Artinya jika menebang pohon ada
hutan adat Sakai di Desa Kesumbo tunggulnya maka harus diganti dengan
Ampai tersebut.Dalam tradisi Sakai pohon lain sehingga pohon tetap ada.
yang hidup bersebati dengan hutan, Pohon ini berfungsi sebagai pengganti
katanya, berlaku ketentuan adat bahwa dan pelindung bagi tanaman lain.
setiap menebang satu batang pohon ‘’Pancung alai Sakai yakni siapa
harus menanam satu bibit pohon baru yangmengambil hasil hutan jika terus
di sampingnya.Masyarakat Sakai terang dikenakan pajak dan dibayar
setempat pun punya konsensus adat kepada batin (pemimpin) yang
terkait pemeliharaan hutan nantinya dananya dipergunakan untuk
ini.Penebangan maupun penjualan kemajuan desa’’.
lahan di kawasan hutan adat itu Kearifan lokal Sakai lainnya
dilarang dan diharamkan. seperti dalam mengambil madu
Jual beli lahan itu dianggap aib lebah.Batin Lapan punya pohon sialang
yang akan memberi malu pada suku. kayu kapur. Ada batin Petani punya
Pelanggaran terhadap konsensus pohon sialang kayu ara. Jika ada di
bersama itu pun ada sanksinya. wilayah ini (hutan ulayat Kesembo

8
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

Ampai) ada pohon kayu ara, maka (wajar) berdasarkan keadaan untuk
masyarakat Sakai Desa Kesumbo keselamatan hutan itu sendiri maka
Ampai tidak boleh serta merta wajah alam asli relatif dapat bertahan.
mengambil madunya namun harus Hasil hutan yang diambil seperti kayu
meminta izin dulu kepada batin Petani memang yang sudah tua. Hal ini
yang memiliki pohon ara ini. ‘’Jika kita dilakukan kalau tidak diambil tentu
ambildikenakan denda.Jika ada yang akan mati dengan sendirinya atau tidak
menebang pohon sialang maka yang berguna lagi. Dengan cara
menebang harus menanam 7 pohon pengambilan selektif ini, maka bibit-
dan dari batangnya diselimuti kain bibit yang muda tetap terpelihara
putih’’. sehingga hutan tetap punya potensi
Lahan-lahan yang sudah tidak untuk mempertahankan kondisinya.
ada hutannya ditanam kembali karena Dalam membuka ladang, warga
seluruh anak kemenakan warga Sakai Sakai dari dulu hingga sekarang masih
sudah diminta melakukan pembibitan menggunakan teknologi sederhana.
tanaman pohon.Ada pohon ditebang, Kesederhanaan teknologi sebagai
maka di samping pohon itu ditanam perlambang kearifan lingkungan.
pohon baru, fungsinya untuk Sistem nilai sederhana yang dianut
melindungi tanaman yang ada di memberikan kebaikan kepada
sekitarnya seperti kacang panjang, lingkungan. Masyarakat Sakai
dan lain sebagainya. mempunyai kearifan lokal mengubah
Sofyan (tokoh masyarakat hasil pertanian dengan cara-cara yang
Sakai) menjelaskan, dalam menebang sederhana sehingga teknologi yang
kayu, pohon yang diizinkan untuk digunakan tidak merusak lingkungan.
ditebang adalah pohon yang sudah tua, Kondisi alam asli bukan berubah dalam
kalau tidak ditebang kayunya akan suatu rangkaian keadaan yang tidak
meliuk. Pohon yang ditebang harus mengejutkan. Itu sama halnya dengan
diganti dengan tanaman baru. Masih kelestarian.
menurut Syarwi, pengambilan kayu Dalam menanam bibit,
tidak melampaui batas keperluan serta masyarakat Sakai sangat jarang
dilakukan dengan cara yang hati-hati mengolah tanah.Ini dilakukan selain

9
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

menghemat tenaga, waktu dan biaya. baik itu menanam umbi-umbian dan
Kearifan lokal yang ada mempermudah juga padi. Peralatan yang paling
masyarakat untuk melakukan sederhana masih menggunakan batu
penanaman dengan cara menungal (beliung), namun sudah diupam di
(membuat lubang) di tanah. Di seluruh bagiannya dan dilengkapi
samping itu, pemanfaatan lahan tanpa dengan tangkai. Selain itu mereka
pengolahan tanah bisa melestarikan menghasilkan berbagai bentuk gerabah
lahan pada kondisi alaminya. sebagai wadah untuk pemenuhan
Menurut Muhammad Yatim kehidupan sehari-hari. Sedikitnya
yang, hewan yang sering buru gerabah yang digunakan oleh
masyarakat Sakai adalah kera, babi masyarakat Sakai kemungkinan
hutan, kijang, dan kancil. Hasil berkaitan dengan cara hidup yang
tangkapan buruan ini digunakan untuk nomaden, sehingga peralatan hidup
kebutuhan hidup sehari-hari yang seperti halnya gerabah sangat mudah
dijadikan sebagai lauk pauk. Tidak pecah, sehingga pemanfaatan gerabah
hanya berburu, orang Sakai sangat sangat terbatas.
terkenal dengan mencari ikan. Cara 2. Peran Kelembagaan Lokal
yang mereka lakukan adalah dengan dalam Pemanfaatan dan Pelestarian
mengail, serta mereka juga senang Sumber Daya Perairan oleh Suku
menangkap udang dengan Sakai
menggunakan tangguk, suku Sakai Dengan adanya pengakuan
mengenal lebih dari 30 jenis ikan. keberadaan lembaga adat Bathin Suku
Di rawa-rawa atau di sungai- Sakai di Mandau menjadi lebih kuat
sungai kecil mereka menangkap ikan secara hukum. Lembaga Adat ini
dengan menggunakan lukah dan jaring. memiliki tugas dan wewenang
Masyarakat Sakai masa ini hidup dari melakukan pengawasan terhadap
perburuan, mereka telah mengenal kawasan yang dijadikan areal hutan
berbagai alat untuk menangkap ikan adat.Melakukan sosialisasi tentang
(jaring) dan mungkin juga jerat serta perlunya menjaga kelangsungan hidup
yang paling penting adalah mereka biota perairan khususnya jenis ikan-
telah hidup dengan bercocok tanam, ikan lokal yang hampir punah,

10
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

menjadikan kawasan Danau Bunta pencari kayu itu tetap saja melakukan
sebagai kawasan konservasi perairan aktivitasnya. Jadi dalam mengambil
umum; menjaga keragaman hayati hasil hutan, tidak lagi didominasi oleh
seperti ikan-ikan lokal yang telah masyarakat Sakai, tapi telah ada
hampir punah. campur tangan pihak luar. Kerja sama
Masyarakat Suku Sakai berada dalam pemanfaatan hutan telah
pada kondisi peralihan, cara-cara terbentuk antara masyarakat Sakai yang
tradisional yang mereka jalankan harus diwakili Muhammad Yatim dengan
berhadapan dengan cara memberikan PT. Arara Abadi. Dalam kerja sama itu
penekanan yang besar pula pada sosial disepakati PT. Arara Abadi dibolehkan
budaya masyarakat. Paradigma mengeksploitasi hutan, kemudian
pembangunan seperti ini selalu menanaminya kembali dengan pohon
mengedepankan nilai-nilai yang Akasia, sebab pohon ini dibutuhkan
mengakar kuat dalam kehidupan oleh perusahaan. Disini terjadi
masyarakat. Musibah perambahan pemindahan bentuk hutan, dari hutan
hutan bermula di Mandau yakni daerah alami menjadi hutan yang dipenuhi
yang paling sentral dari Sakai pada pohon Akasia.
tahun 1990-an. Pencari kayu liar pun Di samping mengeksploitasi kayu
masuk kekawasan hutan masyarakat di hutan itu, mereka kemudian
Sakai. Mereka menebangi hutan sesuka membuat perkebunan untuk
mereka. Masyarakat Sakai risau. masyarakat setempat dengan perjanjian
Dimana-mana terdengar suara gergaji yang telah disepakati yakni masyarakat
mesin, menebangi kayu-kayu dalam dibuatkan kebun pohon karet di atas
hutan. Masyarakat risau dan takut areal seluas 400 Ha. Dari luas lahan itu,
kalau hutan mereka habis, sebab di masyarakat mendapatkan lahan seluas
hutan itulah sumber seluruh mata dua hektar per keluarga.Masyarakat
pencaharian masyarakat. menyetujui perjanjian itu, sebab semua
Kedatangan pencari kayu ini itu menurut mereka demi
berdampak tidak baik bagi masyarakat. meningkatkan taraf hidup mereka.
Pengusiran pun mereka lakukan. Dalam perjanjian itu juga disepakati
Namun entah ada yang mendalangi, bahwa perusahaan mempunyai hak

11
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

mengelola hutan selama 40 tahun. karakteristik dan kualitas lingkungan


Selama itu lah hutan Sakai akan mempengaruhi perilaku sosial tertentu,
menjadi hutan Akasia. Setelah sehabis dan kedua, bagaimana perilaku sosial
40 tahun, hak lahan kembali menjadi tertentu mempengaruhi karakteristik
milik masyarakat Sakai.Ini mereka dan kualitas lingkungan.
lakukan, untuk mengantisipasi Dapat dijelaskan bahwa dimensi
susahnya lahan di kemudian hari, yang pertama selalunya terjadi pada
supaya anak cucu mereka mempunyai masyarakat tradisional, dimana
lahan garapan. terdapat ketergantungan yang tinggi
Tak terpikirkan bahwa waktu 40 terhadap perubahan lingkungan
tahun dapat mengubah segalanya, alam.Dimensi yang kedua biasanya
apalagi ditengah persaingan yang terjadi pada masyarakat modern,
makin tidak sehat. Belum lagi Akasia karena penguasaan pengetahuan dan
yang hidup akan menghancurkan teknologi yang tinggi telah
humus tanah. Selain itu akibat memunculkan kemampuan dan
kerjasama ini pula masyarakat Sakai keahlian bahwa manusia mampu
sudah berhadapan dengan berbagai mengatur dan mengendalikan kondisi
kendala yakni rasa tidak aman karena lingkungan.
ada oknum yang mengganggu proyek
kerja sama itu. D. Penutup
Maka disinilah perlu adanya 1. Kesimpulan
kearifan masyarakat lokal yang sering a. Dalam melestarikan hutan dan
diistilahkan secara singkat sebagai sungai, masyarakat Sakai menerapkan
kearifan lokal atau Local sanksi yang diberikan kepada anak-
Wisdom.Merupakan sesuatu yang kemenakan Sakai yang melakukan
diketahui sebagai perilaku sosial penebangan pohon dan pengrusakan
masyarakat lokal dalam berinteraksi lingkungan. Di mana dalam membuka
dan berinterelasi dengan kehidupannya. ladang dulu ada istilah darah ganti
Perilaku sosial dalam kaitannya dengan darah, nyawa diganti nyawa. Artinya
lingkungan paling tidak terdiri dua jika menebang pohon ada tunggulnya
dimensi, yaitu: pertama, bagaimana maka harus diganti dengan pohon lain

12
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

sehingga pohon tetap ada. Ada pohon di-jalankan secara efektif dan optimal
ditebang, maka di samping pohon itu oleh masyarakat, maka perlu:
ditanam pohon baru, fungsinya untuk a. Keterlibatan kelembagaan lokal
melindungi tanaman yang ada di khususnya lembaga adat dan
sekitarnya seperti kacang panjang, dan pemerintahan.
lain sebagainya. b. Memunculkan kembali peran
b. Dalam kerangka otonomi lembaga adat dalam kearifan lokal.
daerah bentuk pengakuan keberadaan c. Peran lembaga pemerintahan
kearifan lokal dapat dilakukan melalui desa diharapkan mampu membuat
keputusan pemerintah daerah atau perdes yang mangakomodir nilai,
pemerintah desa. Bentuk pengakuan norma dan prinsip yang dianut
tersebut selain menjaga kelestarian masyarakat lokal.
kearifan lokal juga menghargai
perjuangan masyarakat adat yang Daftar Pustaka
selama ini telah berperan banyak dalam Buku
Dahuri, R., S. P. Ginting., J. Rais, dan
pengelolaan dan perlindungan
M. J. Sitepu, 1996, Pengelolaan
lingkungan hidup. Sumberdaya Wilayah Pesisir dan
Lautan secara Terpadu, Pradnya
2. Saran
Paramita, Jakarta.
a. Kepada pihak pemerintah untuk
Hazairin, 1994, Suatu Ulasan tentang
lebih memperhatikan pelestarian
Hukum Adat Indonesia ada masa
lingkungan hidup dan kehidupan Sekarang, dalam lima puluh
tahun Pendidikan hukum
Masyarakat suku Sakai agar hidup
Indonesia, FH UI, Jakarta.
sejahtera. Dimana Pemerintah, stake
Laksanto Utomo, 2016,Hukum Adat,
holders, elemen masyarakat harus
Rajawali Pers, Jakarta.
bekerja sama dengan masyarakat
Soepomo, 1998, Bab-
dalam melestarikan lingkungan secara
BabtentangHukumAdat,PradnyaP
baik dan berkelanjutan tanpa aramita,Jakarta.
mengesampingkan nilai-nilai budaya
Soerjono Soekanto,1997,Kesadaran
masyarakat lokal. Hukum dan Kepatuhan Hukum :
Mengukur Kesadaran Hukum
b. Agar upaya pemanfaatan dan
dan Kepatuhan Hukum
pe-lestarian sumberdaya pesisir dapat Mahasiswa Hukum terhadap

13
Riau Law Journal Vol. 1 No.1, Mei 2017

Peraturan Lalu Lintas, Rajawali, PEMP dan Dampaknya Terhadap


Jakarta. Budaya Hukum Masyarakat
Nelayan di Kota
Soerjono Soekanto, 1996, Pengantar Bengkulu”,Jurnal Yustisia
Penelitian Hukum, UI Press, Fakultas Hukum Universitas
Jakarta. Sebelas Maret, Edisi 80, Mei-
Agustus 2010.
_______________, 2011, Hukum Adat
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan
Jurnal Undang-Undang Nomor 27 Tahun
Nur Sulistyo Ambarini, 2007 tentang Pengelolaan
“Pemberdayaan Masyarakat Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Pesisir Melalui Pelaksanaan Kecil

14

Anda mungkin juga menyukai