Anda di halaman 1dari 4

UPAYA.

REHABILITASI LAHAN KRITIS DI DAERAH


TANGKAPAN AIR DANAU TOBA

Verawaty Sinaga1, Irma Rosanti2, Dede Sugandi3*


Universitas Pendidikan Indonesia
*
Verawatysinaga@upi.edu

Abstrak
Peningkatan jumlah penduduk berakibat pada peningkatan kebutuhan ekonomi masyarakat yang
mendorong pemanfaatan sumber daya yang semakin intensif. Perkembangan peradaban
manusia yang semakin pesat serta berkembangnya aktivitas masyarakat di daerah Danau Toba
menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan di kawasan DTA Danau Toba, hal ini
mengakibatkan terjadi penurunan kualitas lahan serta meluasnya lahan kritis di kawasan ini.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai upaya yang telah
ataupun yang akan dilakukan pemerintah maupun masyarakat dalam mengatasi Lahan Kritis di
kawasan DTA Danau Toba.  Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi
literatur yaitu dengan mengumpulkan informasi penelitian yang sudah ada baik dari jurnal
ataupun artikel untuk menjawab bagaimana Upaya Pengelolaan Lahan Kritis di DTA Danau
Toba. Ribuan hektar lahan kritis direhabilitasi di Danau Toba tetapi hasilnya tidak maksimal
dikarenakan jenis tanaman yang ditanam memiliki kemampuan hidup yang rendah, mengingat
kondisi fisik kawasan perbukitan di DTA Danau Toba ini sangat rentan dengan kebakaran.
Pada tahun 2009, pemerintah melakukan uji coba penanaman Pohon Macadamia, di daerah
Kab. Karo, hasilnya tanaman ini dinilai cocok untuk di tanam di kawasan DTA Danau Toba
karena tanaman mampu beradaptasi dengan kondisi fisik DTA Danau Toba dan yang paling
penting adalah resistensinya terhadap kebakaran. upaya integratif oleh pemerintah setempat,
masyarakat, serta para pelaku bisnis dalam mengatasi/meminimalisir kerusakan lahan di DTA
Danau Toba.

Kata Kunci : Lahan Kritis, Rehabilitasi, Tanaman Macadamia

Pendahuluan
Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah mengakibatkan pemanfaatan sumber
daya yang meningkat pula, karena untuk memenuhi kebutuhan, masyarakat akan memanfaatkan
sumber daya alam yang telah tersedia, sedangkan ketersediaan sumber daya terbatas. Selain itu,
adanya pembangunan diberbagai sektor disamping membawa sisi manfaat pembangunan yang
positif juga akan menimbulkan efek negatif seperti, peralihan fungsi lahan produktif serta
mengecilnya luas lahan pertanian potensial selain itu pengelolaan/penggunaan lahan yang
semaksimal mungkin tanpa memperhatikan konservasinya, akibatnya lahan pertanian
mengalami kemunduran produktivitas berdampak pada penurunan produksi pertanian dan
kerusakan lingkungan.
Pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan konservasinya akan mengakibatkan
degradasi lahan. Degradasi lahan merupakan penurunan produktivitas lahan yang bersifat
sementara maupun tetap (Dariah et al.,2004).
Danau Toba merupakan salah satu danau terbesar di Indonesia dan merupakan salah
satu destinasi pariwisata yang sering dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara.
Sebagian besar kawasan ini merupakan kawasan hutan dan lahan pertanian. Pemanfaatan
wilayah daratan maupun perairan di kawasan ini cukup beragam dan sangat intens. Pengelolaan
lahan yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan, pembuangan limbah domestik serta
berbagai aktivitas penduduk yang beragam, berpotensi merusak ekosistem lingkungan di DTA
Danau Toba. Masyarakat pada umumnya memanfaatkan lereng-lereng bukit untuk kegiatan
pertanian. Pada umumnya jenis pertanian yang dibudidayakan adalah tanaman tahunan seperti
kopi, kemiri, mangga, kelapa dan tanaman palawija seperti bawang, cabe, dan jagung.
Masyarakat memanfaatkan dataran di lembah sungai dengan pengolahan padi di persawahan.
Sebagai akibat dari aktivitas masyarakat di lingkungan DTA Danau Toba, saat ini DTA Danau
Toba telah mengalami kerusakan lingkungan yang cukup besar, hal ini ditandai dengan
terjadinya longsor, menurunnya produktivitas lahan, terjadinya kekeringan dan kebakaran hutan
di kawasan DTA Danau Toba.
Berdasarkan masalah diatas maka diperlukan upaya rehabilitasi lahan kawasan Danau
Toba untuk mengatasi lahan kritis dan mengembalikan produktivitas lahan pertanian
masyarakat. Pemerintah perlu mengeluarkan strategi maupun kebijakan yang integratif dengan
melibatkan seluruh elemen masyarakat secara aktif dalam mengatasi permasalahan ini.
Penelitian ini akan mengkaji tentang bagaimana Upaya Pengelolaan Lahan kritis untuk
Kawasan DTA Danau Toba.

Metodologi
Metode penelitian ini menggunakan studi Literatur, yaitu dengan mengumpulkan informasi atau
laporan penelitian terkait dengan Upaya Pengelolaan Lahan Kritis di DTA Danau Toba. Yang
menjadi sumber data penelitian ini dapat berupa jurnal, skripsi, thesis, buku, laporan penelitian,
dan dokumentasi. Data-data penelitian yang diperoleh yaitu yang berhubungan dengan Upaya
Pengelolaan Lahan Kritis di kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Hasil
penelitian/laporan penelitian kemudian akan dianalisis oleh penulis.

Hasil dan Pembahasan


Upaya Pengelolaan Lahan Kritis di kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba
Kerusakan ekosistem lingkungan Daerah Tangkapan Air Danau Toba merupakan salah
satu permasalahan yang serius sehingga dibutuhkan solusi maupun strategi yang cocok untuk
mengatasi lahan kritis di kawasan ini. Sejak tahun 1950, pemerintah telah memulai program
rehabilitasi di kawasan ini. Pemerintah terus berupaya mencari strategi untuk mengatasi
masalah Lahan kritis ini. Pada tahun 1980 pemerintah mencoba menerapkan strategi pendekatan
Top Down dan pendekatan partisipatif pada akhir 1990an. Tahun 1970, melalui instruksi
Presiden, Daerah Tangkapan Air Danau Toba direboisasi dengan menanam Pinus Merkusii
sebagai tanaman yang dominan ditanam. Strategi ini kurang sukses karena laju deforestasi jauh
lebih besar. Selanjutnya pada tahun 2003, melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan, ribuan hektar lahan kritis direhabilitasi di DTA Danau Toba. Namun, sekali lagi strategi
ini kurang maksimal dikarenakan tanaman yang ditanam memiliki kemampuan bertahan hidup
yang rendah.
Beberapa faktor lain yang diidentifikasi sebagi penyebab gagalnya rehabilitasi lahan
kritis di Kawasan Danau Toba ini adalah 1). Rendahnya pengetahuan mengenai keterampilan
teknis rehabilitasi yang cocok untuk kawasan Danau Toba. 2). Kurangnya sosialisasi kepada
masyarakat mengenai pentingnya mempertahankan kelestarian lingkungan, 3). Kurangnya
sosialisasi mengenai teknik-teknik konservasi yang dapat dilakukakan oleh masyarakat dalam
menjaga kulialitas lahan pertaniannya. 4). Rendahnya kepedulian masyarakat terhadap
lingkungan serta 5). Konflik masyarakat adat dengan pemerintah yang mengancam keberhasilan
rehabilitasi yang dilakukan oleh pemerintah.

Penanaman Pohon Macadamia

Pada tahun 2019, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan strategi
terpadu untuk mengembalikan kulitas lahan lahan kritis yang tersebar di 17 ribu DAS di
Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas serta pemulihan lahan kritis maka dilakukan
kegiatan penanaman dan membuat bangunan konservasi tanah dan air seperti teras, embung,
DAM Penahan, gully plug, serta mengembangkan usaha tani konservasi (KLHK, 2019).
Macadamia merupakan jenis pohon yang dinilai cocok untuk ditanam dikawasan ini.
Jenis pohon yang berasal dari Australia ini memiliki ciri: ukuran pohonnya sekitar 6 – 40 meter,
panjang daun 6 – 30 cm, lebar daun 2 – 13 cm, bunga 10-15mm, memiliki buah satu atau dua
biji, biji tumbuhan ini dikenal dengan kacang Macadamia .
Macadamia terdiri dari beberapa spesies yaitu: Macadamia yang bisa dikonsumsi
seperti Macadamia Integrifolia dan Macadamia Tetraphylla, dan Macadamia yang tidak dapat
dikonsumsi, yaitu: Macadamia Whelanii dan Macadamia Ternifolia (Wikipedia, Macadamia).
Spesies Macadamia yang dikembangkan di Indonesia adalah Macadamia Integrifolia.
Sejak tahun 2009 telah dilakukan uji coba penanaman tanaman Macadamia di Hutan Penelitian
Sipisopiso Kab. Karo oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Aek Nauli. Berdasarkan hasil uji coba, ternyata tanaman ini mampu bertahan pada
lahan alang-alang dengan unsur hara rendah, pohon ini juga tidak memerlukan perawatan yang
intensif, tahan kebakaran, dan yang paling penting adalah resistensinya terhadap kebakaran.
Selain itu, pohon Macademia ini juga bernilai ekonomi yang tinggi, buah tanaman Macadamia
bernilai jual tinggi dengan harga 300-500 per kilogramnya. Pada umur 5 tahun tanaman ini
dapat dipanen, dan sangat cocok ditanam di daerah tangkapan air dan lahan kering karena
resistensinya terhadap panas.

Upaya Rehabilitasi Daerah Tangkapan Air Danau Toba oleh Pemangku kepentingan.

Pemangku kepentingan yang dimaksud adalah kelompok individu yang berpengaruh


dalam penggunaan lahan di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Dalam upaya pemulihan lahan
kritis di kawasan ini tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi membutuhkan kerjasama
dari semua elemen, baik itu pemerintah, pelaku bisnis, maupun masyarakat. Salah satu badan
yang dibentuk oleh pemerintah untuk mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan pelestarian
lingkungan DTA Danau Toba adalah Badan Koordinasi Pelestarian Ekosistem Danau Toba atau
BKPEDT. BKPEDT mertugas untuk mengkoordinasikan seluruh pihak pemangku kepentingan
serta merumuskan perencanaan tata ruang kawasan DTA Danau Toba. Menurut hasil penelitian
Sundawati dan Sanudin (2009), dibutuhkan collection action dari berbagai pihak dalam
pengambilan suatu keputusan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat/bangsa. Meskipun
pada umumnya pemangku kepentingan memiliki tujuan yang berbeda, namun mereka harus
memiliki tujuan bersama untuk pemulihan ekosistem Danau Toba. Potensi kolaborasi antar
pemangku kepentingan harus dimanfaatkan agar upaya rehabilitasi lahan kritis di Kawasan
DTA dapat diwujudkan.

Kesimpulan
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia merupakan karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang harus disyukuri, dijaga dan dilestarikan. Kehidupan Masyarakat
yang tinggal di Kawasan DTA Danau Toba ini pada umumnya bergantung pada
pertanian. Berbagai aktivitas masyarakat seperti pembukaan lahan pertanian,
penebangan hutan, rendahnya kepedulian, serta pengolahan lahan seoptimal mungkin
tanpa adanya konservasi menyebabkan penurunan kualitas lahan sehingga hasil
pertanian tidak maksimal, hal yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah peningkatan luas
lahan yang kritis pada kawasan ini.
Sejak tahun 1950an program rehabilitasi di Kawasan Danau Toba sudah
dimulai. Pemerintah telah menetapkan berbagai strategi untuk mengatasi masalah lahan
kritis di DTA Danau Toba. Melalui instruksi Presiden pada tahun 1970, Danau Toba
telah direboisasi dengan penanaman Pinus Merkusii. Namun, strategi ini belum bisa
dianggap berhasil dikarenakan laju deforestasi masih jauh lebih besar. Pemerintah terus
berupaya menemukan solusi permasalahan lahan kritis di kawasan ini, sehingga pada
tahun 2003, pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yaitu Gerakan Nasional
Rehabilitas Hutan dan Lahan. Ribuan hektar lahan kritis direhabilitasi di Danau Toba
tetapi hasilnya tidak maksimal dikarenakan jenis tanaman yang ditanam memiliki
kemampuan hidup yang rendah, mengingat kondisi fisik kawasan perbukitan di DTA
Danau Toba ini sangat rentan dengan kebakaran. Pada tahun 2009, pemerintah
melakukan uji coba penanaman Pohon Macadamia, di daerah Kab. Karo, hasilnya
tanaman ini dinilai cocok untuk di tanam di kawasan DTA Danau Toba karena tanaman
mampu beradaptasi dengan kondisi fisik DTA Danau Toba dan yang paling penting
adalah resistensinya terhadap kebakaran, karena kawasan ini merupakan kawasan yang
rentan terhadap kebakaran.
Upaya rehabilitasi lahan kritis di kawasan DTA Danau Toba ini harus didukung
oleh berbagai pihak, baik itu pelaku bisnis, masyarakat dan pemerintah. Dibutuhkan
collection action dari berbagai pihak dalam pengambilan suatu keputusan penyelamatan
ekosistem yang berorientasi pada kepentingan masyarakat umum.

Daftar Pustaka
Dariah,A.,A. Rachman, dan U. Kurnia.2004.”Erosi dan Degradasi Lahan Kering di
Indonesia”. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah Agroklimat.

Djaenudin,D.2008.“Perkembangan Penelitian Sumber Daya Lahan dan Kontribusinya


untuk mengatasi Kebutuhan Lahan Pertanian di Indonesia”. Jurnal Litbang
Pertanian, 27(4).

Leti Sundawati dan Sanudin.2009.“Analisis Pemangku Kepentingan dalam Upaya


Pemulihan Ekosistem Daerah Tangkapan Air Danau Toba”. Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor Vol. XV, (3): 102–108

Anda mungkin juga menyukai